Professional Documents
Culture Documents
Abstrak
Tulisan ini mencoba mengungkap dampak pendidikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Permasalahan yang muncul adalah apakah kaitan antara pendidikan
dengan ekonomi serta bagaiman kondisi atau realitas pendidikan dan
pertumbuhan ekonomi. Dengan menggunakan studi kepeustakaan dapat
ditemukan bahwa pendidikan mempunyai peran penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini dapat ditunjukkan dari berbagai
studi yang dilakukan oleh beberapa para ahli baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Sementara di Indonesia penanganan pendidikan belum
dilaksanakan dengan baik, sehingga dampak pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi relatif belum memiliki pengaruh yang siginifikan.
Pendahuluan
1
pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang rendah,
pemerataan pendidikan yang rendah, serta standar proses pendidikan yang
relatif kurang memenuhi syarat.
Mengingat modal fisik, tenaga kerja (SDM), dan kemajuan teknologi adalah
tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional.
Maka semakin besar jumlah tenaga kerja (yang berarti laju pertumbuhan
penduduk tinggi) semakin besar pendapatan nasional dan semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya, apakah ada pengaruh pendidikan
terhadap petumbuhan ekonomi? Bagaimana cara pendidikan mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi, dan bagaimana kondisi atau realitas di Indonesia?
2
Lebih lanjut Solow (1958) juga telah melakukan analisa dari temuannya
tentang residual dalam penjelasan mengenai pertumbuhan ekonomi.
Kemudian Romer (1986), Krugman (1987), dan Gupta (1999) juga
menjelaskan bahwa residual itu menujukkan tingkat pendidikan (educational
rate) dan sumber daya mansusia. Hubungan sumber daya manusia dan
pertumbuhan ekonomi tersebut menunjukkan suatu keharusan bahwa
kebijakan publik memperhatikan pengembangan pendidikan, promosi
keahlian, dan pelayanan kesehatan.
Hal ini dikatakan juga oleh Lim (1996) bahwa pertumbuhan ekonomi yang
tinggi di Jepang dan Korea Selatan besar kemungkinan disebabkan oleh
sumber daya manusia yang berkualitas, hal ini terlihat dari tingkat melek
huruf (literacy rate) yang tinggi, sehingga tenaga kerja mudah menyerap dan
beradaptasi dengan perubahan teknologi dan ekonomi yang terjadi.
Kasus lain seperti yang dikemukkan oleh Al-Samarai dan Zaman (2002) di
Malawi, dalam rangka peningkatan sumber daya manusia, pemerintah telah
melakukan beberapa program antara lain dengan menghapuskan biaya
untuk Sekolah Dasar dan memperbesar pengeluaran pemerintah di bidang
pendidikan. Dampak dari program ini adalah meningkatnya tingkat
enrollment rate ratio pendidikan dasar. Namun demikian masalah yang harus
diperhatikan lebih lanjut oleh pemerintah adalah distribusi pendidikan yang
tidak merata.
Studi yang dilakukan Prof ekonomi dari Harvard Dale Jorgenson et al. (1987)
pada ekonomi Amerika Serikat dengan rentang waktu 1948-79 misalnya
menunjukkan bahwa 46 persen pertumbuhan ekonomi adalah disebabkan
3
pembentukan modal (capital formation), 31 persen disebabkan pertumbuhan
tenaga kerja dan modal manusia serta 24 persen disebabkan kemajuan
teknologi.Selanjutnya, Suryadi (2001) menegaskan dari hasil penelitiannya
juga menunjukkan bahwa pendidikan dapat berfungsi sebagai kesadaran
sosial politik dan budaya, serta memacu penguasaan dan pendayagunaan
teknologi untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan sosial.
Namun, sesungguhnya faktor teknologi dan modal fisik tidak independen dari
faktor manusia. Suatu bangsa dapat mewujudkan kemajuan teknologi,
termasuk ilmu pengetahuan dan manajemen, serta modal fisik seperti
bangunan dan peralatan mesin-mesin hanya jika negara tersebut memiliki
modal manusia yang kuat dan berkualitas. Apabila demikian, secara tidak
langsung kontribusi faktor modal manusia dalam pertumbuhan penduduk
seharusnya lebih tinggi dari angka 31 persen.
4
serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang
sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.
5
jumlah anggaran pendidikan yang masih jauh dari amanat Undang-Undang
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Padahal dalam UU
tersebut, telah mengamanatkan tentang besarnya anggaran pendidikan di
berbagai level pemerintahan minimal 20%.
Anggaran pendidikan dari APBN 2006 saja baru mencapai 9% atau Rp 36,7
triliun, sedangkan pada tahun 2007 diperkirakan jumlah anggaran pendidikan
baru berkisar 11%. Rendahnya pemenuhan anggaran pendidikan dapat
mengakibatkan mutu pendidikan dan perluasan akses pendidikan menjadi
terhambat. Akibatnya peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan
penguasaan teknologi juga terpasung.
Indikasi lain yang perlu menjadi perhatian lebih untuk menjadikan pendidikan
sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya
pembangunan ekonomi adalah tingkat melek huruf dan angka partisipasi
pendidikan. Berdasarkan laporan dari Dirjen PLS tentang tingkat
pemberantasan buta aksara secara nasional di Indonesia telah mengalami
penurunan tahun 2006 hingga menjadi sekitar 13 juta orang yang masih buta
huruf.
Jumlah tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan tahun 2004 yang
berjumlah 15,4 juta orang, dan menurun menjadi 14,6 juta orang pada tahun
2005. Jika dilihat persentase selama 2004 s/d 2006 telah terjadi penurunan
16,15%. Bahkan menurut Ace Suryadi (2006) diharapkan pada tahun 2015
pemberantasan buta aksara sudah bisa tuntas dengan asumsi pengurangan
setiap tahun 1,6 juta orang.
6
masyarakat lebih banyak lagi yang mendapatkan kesempatan menikmati
pendidikan.
Akan tetapi, di Indonesia, investasi modal fisik masih dianggap sebagai satu-
satunya faktor utama dalam pengembangan dan akselerasi usaha. Untuk
memenuhi kebutuhan modal manusianya, di Indonesia cenderung
mendatangkan tenaga kerja dari luar negeri. Dalam jangka pendek cara ini
mungkin ada benarnya, karena diharapkan dapat memberikan efek multiplier
terhadap tenaga kerja di Indonesia. Namun, dalam jangka panjang tentu
sangat tidak relevan, apalagi untuk sebuah usaha berskala besar atau yang
sudah konglomerasi, akibatnya banyak tenaga kerja sendiri tersingkirkan.
7
Dengan demikian, peningkatan investasi di bidang pendidikan, penelitian
dan pengembangan tidak bisa dihindarkan lagi, baik oleh pemerintah
maupun kalangan swasta. Sebenarnya, setiap tahun pemerintah telah
meningkatkan anggaran sektor pendidikan. Masalahnya, angka dan
peningkatan ini secara absolut relatif sangat kecil, sehingga masih jauh bila
dibanding negara-negara tetangga yang sangat serius dalam pengembangan
sumberdaya manusia. Persentase investasi pendidikan 20 persen dari total
anggaran pemerintah harus segera dipenuhi sesuai dengan amanat undang-
undang.
Demikian juga sektor swasta, selama ini belum ada aturan yang
menggariskan berapa persen biaya pengembangan sumberdaya manusia
serta penelitian dan pengembangan dari struktur biaya perusahaan dalam
industri nasional. Di sektor perbankan sempat ada ketentuan yang
menetapkan biaya pengembangan sumberdaya manusia 5 persen dari profit.
Akan tetapi, angka ini relatif sangat kecil, karena biaya pengembangan
tersebut dibebankan pada profit, tidak sebagai beban input (Tobing, 1994).
Penutup
8
Sebagai ilustrasi, negara-negara maju seperti Jepang yang merupakan
negara Asia pertama yang menjadi pelopor pembangunan perekonomian
berbasis ilmu pengetahuan. Setelah Jepang, menyusul negara-negara Asia
Timur lain seperti Singapura, China, Taiwan, Hongkong, dan Korea Selatan.
Jadi jelas bahwa pertumbuhan mempunyai pengaruh yang tidak kecil
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Referensi
Andrianus, Ferry. 2003. Analisis Pengeluaran Pendidikan dan Pertumbuhan
Ekonomi di Indonesia (1970 – 2000). Jurnal Ekonomi, Manajemen,
dan Akuntansi “KOMPETISI”. Vol. 1, No. 2, Mei 2003. hal 124-140
Alhumami, Amich, “Tiga Isu Kritis Pendidikan”, Artikel, Kompas, Jum’at, 2 Juli
2004
Al-Samarai, S. 2002. The Changing Distribution of Public Education
Expenditure in Malawi. Africa Region Working Paper Series 29.
Bank Dunia, “The East Asia Miracle”, University Press, Oxford, 1993
Damin, Sudarwan, “Media Komunikasi Pendidikan”, Bumi Aksara, Jakrta, 1995
Darminingtyas, “Di Mana Anak Miskin Bersekolah ?”, Artikel, Kompas, Senin
19 Juli 2004
Depdikbud, Dirjen Dikmenum, dan Dir Dikmenum, “Panduan Manajemen
Sekolah”, Proyek Peningkatan Mutu SMU Jakarta, Jakarta, 1999
Engle, G and C.W.J. Granger.1987. Cointegration and Error Corection:
Representation and Testing. Econometrica. Vol. 100: 818-834.
Fattah, Nanang, “Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan”, Rosda Karya,
Bandung, 2002
Green, William H.,“Econometric Analysis”, 2nd ed. (New York: Macmilan
Publishing Co, 1993.
Gupta, K. 1999. Public Expenditure on Education and Literacy Lavels: A
Comparative Study. State University at Stony Book.
Hannaway, J. & Carnoy, M. eds, “Decectralization and School Improvement:
Can We Fulfil the Promise ?”, Calif, Jassey-Bass, San Fransisco,
1993
Kerlinger, Fred N., “Behavioral Research”, New York: Holt Rinehard and,
Winston, 1978
Khusaini. 2004. Analisis Disparitas Pendapatan Antar Daerah Kabupaten/Kota
dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional
Provinsi Banten. JIPIS. Vol. 2, No. 2. Tahun 2005
9
Mankiw, N.G, Romer, D. and Weil, N.D. 1992. A Contribution to the Empiris of
Economic Growth. Quartely Journal of Economics. Vol 107 Issue
2: 407-437.
Laporan Dirjen PLS Tahun 2006. Depdiknas. http:\\www.depdiknas.go.id
Levin, Henry M and Schultz G. Hans, “Finacing Recurrent Education Strategic
the Increasing Employment, Job Opportuniyies and Productivity”,
Sage Publications, New Delhi, 1983
Lim, D. 1996. Explaining Economic Growth: A New Aanlitical Framework.
Vermont: Edwar Elgar Publish. Co.
Lin, T.C. 2003. Education, Technical Progres, and Economic Growth: The Case
of Taiwan. Economics of Education Review 22: 213-220.
Marsuki. 2005. Analisis Perekonomian Sulawesi Selatan dan Kawasan Timur
Indonesia. Mitra Wacana Media. Jakarta
Richardson, Harry W., “Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional (terjemahan)”,
LP-FEUI (Edisi Revisi), Jakarta, 2001
Schultz, T. W. 1963. The Economic Value of Education. New York. Columbia
University.
Solow, R. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth. Quartely
Journal of Economics 70: 65 – 94.
Suhaenah Soeparno, Ana, “Pendidikan dalam Perspektif Otonomi Daerah”,
dalam “Mengurai Benang Kusut Pendidikan”, Transformasi-UNJ,
Jakarta, 2003
Supriadi, Dedi, “Satuan Biaya Pendidikan: Dasar dan Menengah”, Rosda
Karya, Bandung, 2003
Suryadi, Ace dan Tilaar, H. A.R., “Analisis Kebijakan Pendidikan: Suatu
Pengantar”, Rosda Karya Bandung, 1994
Susanti, Hera, Moh Ikhsan, dan Widyanti, “Indikator-Indikator Makro
Ekonomi”, edisi kedua LPFEUI, Jakarta, 1995
Thomas, J. A., “The Productive School: A System Analysis Approach to
Educational Administration”, John Wiley & Sons, New York, 1971
Triaswati, N. et al, “Pendanaan Pendidikan di Indonesia”, dalam Jalal, F.
Supriadi, D. eds, “Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah”, Adicita Karya Nusa, Yogjakarta, 2001
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Windham, D. M., “Improving the Efficiency of Educational Systems: Indicators
of Educational Effectiveness and Efficiency”, U.S. Agency for
International Development, Woshinton D.C., 1988
10