Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Kilang minyak bumi berfungsi untuk mengubah crude oil (minyak mentah) menjadi
produk jadi seperti Liquid Petroleum Gas/LPG, gasoline, kerosene, diesel, fuel oil,
lube base oil, dan coke.
Secara umum teknologi proses kilang minyak bumi dikelompokkan menjadi 3 macam
proses, yaitu :
1. Primary Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam primary processing adalah unit-unit yang
hanya melibatkan peristiwa fisis, yaitu distilasi. Proses distilasi adalah proses
pemisahan komponen-komponen minyak bumi berdasarkan perbedaan titik
didihnya. Primary processing terdiri dari Crude Distillation Unit/CDU dan Vacuum
Distillation Unit/VDU.
2. Secondary Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam secondary processing adalah unit-unit
yang melibatkan reaksi kimia. Secondary processing terdiri dari Hydrotreating
process, Catalytic Reforming/Platforming process, Hydrocracking process, Fluid
Catalytic Cracking/Residual Catalytic Cracking/Residual Fluid Catalytic
Cracking/High Olefine Fluid Catalytic Cracking, Hydrogen Production Unit/HPU,
Delayed Coking Unit/DCU, dan Visbraking.
3. Recovery Processing
Unit-unit yang dikelompokkan ke dalam recovery processing adalah unit-unit yang
bertujuan untuk memperoleh kembali minyak yang diproduksi atau chemical yang
digunakan di unit-unit primary dan secondary processing atau untuk mengolah
limbah cair atau gas sebelum dibuang ke laut atau udara luar/lingkungan sekitar.
Recovery processing terdiri dari Amine unit, Sour Water Stripping Unit, dan
Sulphur Recovery Unit.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 3 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
LPG
Gasoline/Premium/
LN Pertamax/
CN Fixed Bed
HOMC Pertamax Plus
Catalytic
Reforming
HOMC
SRN OR OR
NHDT/
NRU Catalytic HOMC
Reforming Kerosene
- CCR
HN
KHDT Avtur
Kerosene (Aviation Turbine)
OR OR
LCN/HCN/Sour HCN
C GO HDT Diesel
Crude D LGO LCO
U OR OR Propylene Petrochem. Plants
Oil FCC
OR LN-HN LBO Lube Base Oil
GO HDT
HGO HCC OR
OR
LVGO UCO
HVGO CN LSWR
VDU DCU
HCGO LCGO DCO
SR
OR
Green Coke/
Visbreaker Calcined Coke
LR
OR ARHDM RCC Produk RCC Spt
Produk FCC
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 3 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 3 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
BAB II
CRUDE DISTILLATION UNIT
(CDU)
I. Pendahuluan
Atmospheric residue pada kilang lama, yang tidak memiliki Vacuum Distillation
Unit/VDU, biasanya hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah atau
dijual ke kilang lain untuk dioleh lebih lanjut di VDU. Sedangkan pada kilang
modern, atmospheric residue dikirim sebagai feed Vacuum Distillation Unit atau
sebagai feed Residuel Catalytic Cracking (setelah sebagiannya di-treating di
Atmospheric Residue Hydro Demetalization unit untuk menghilangkan
kandungan metal atmospheric residue).
II.1.1.Paraffin
Senyawa paraffin paling simple adalah methane (CH 4 ). Contoh
senyawa parafin lain adalah ethane (C 2 H 6 ) atau biasa disebut dry
gas, propane (C 3 H 8 ), butane (C 4 H 1 0 ), pentane (C 5 H 1 2 ), hexane
(C 6 H 1 4 ), heptane (C 7 H 1 6 ), octane (C 8 H 1 8 ) dan seterusnya. Molekul
paraffin mempunyai formula standard C n H n + 2 dengan n adalah
jumlah atom carbon. Penamaan senyawa parafin mempunyai
keunikan, yaitu diberi akhiran “-ane”.
II.1.2.Naphthene
Struktur hydrocarbon jenis ini lebih kompleks daripada struktur
hydrocarbon jenis paraffine karena atom carbon tersusun dalam
suatu cincin. Contoh struktur hydrocarbon jenis naphthene adalah
sebagai berikut :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
H H
H C H
H C C H
H C C H
H C H
H H
Cyclohexane (C6H12)
H H
H H C C H
H C H H
H C C H
H C C H
H C H
H H
II.1.3.Aromatic
Senyawa aromatik yang paling sederhana dan yang memiliki boiling
point paling rendah adalah benzene (C 6 H 6 ). Senyawa ini serupa
dengan senyawa naphthene dalam hal struktur ring namun berbeda
dalam hal jumlah atom hydrogen yang hanya satu yang terikat pada
atom carbon (naphthene memiliki 2 atom hydrogen yang terikat
pada atom carbon).
H
C
H C C H
H C C H
C
H
Benzene (C6H6)
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
H
C H H
H C C C C H
H H
H C C
C H
H
Ethylbenzene (C8H10)
II.1.4.Olefin
Olefin sangat jarang ditemukan dalam crude oil karena komponen ini
merupakan produk dekomposisi dari jenis hydrocarbon lainnya. Konsentrasi
olefin terbesar ditemukan dalam produk thermal cracking dan catalytic
cracking.
H H H H
H C C C C H
H H
Butene (C4H8)
H H H H
H C C C C H
Butadiene (C4H6)
II.1.5.Senyawa Lain
Selain mengandung senyawa-senyawa hydrocarbon seperti tersebut
di atas, crude oil juga mengandung senyawa-senyawa lain dalam
jumlah kecil yang dikelompokkan sebagai impurities, seperti
sebagai berikut :
• Salts/Garam
Senyawa garam yang paling banyak adalah senyawa chloride,
seperti sodium chloride, magnesium chloride, dan calcium
chloride. Senyawa garam ini dapat membentuk asam yang dapat
menimbulkan korosi pada bagian atas kolom CDU. Senyawa
garam juga bisa menyebabkan plugging pada peralatan seperti
heat exchanger dan tray kolom fraksinasi.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
• Senyawa sulfur
Jika sulfur content suatu crude tinggi disebut ”sour crude”.
Senyawa sulfur yang paling ringan adalah hydrogen sulfide
(H 2 S) yang selain korosif juga merupakan deadly gas. Senyawa
lain adalah mercaptan yang merupakan nama umum untuk
paraffinic hydrocarbon yang satu atom hydrogennya diganti
dengan radikal –SH. Senyawa sulfur lainnya mempunyai struktur
ring olefin dan biasanya diberi nama depan “thio”.
H H H H
H C C C C SH
H H H H
Butyl Mercaptan
(C4H9SH)
Mercaptan (RSH)
H
H C
C
S
C
H C
H
Thiophene
(C4H4S)
C-C-S-C-C
Sulfide (RSR)
H H H H
H C C S S C C H
H H H H
Disulfide (RSSH)
• Metal
Jenis metal yang biasa ditemukan di crude oil adalah arsenic,
lead (timbal), vanadium, nikel, dan besi. Sebagian besar metal
dalam umpan CDU akan keluar bersama atmospheric residue.
Arsenic dan lead merupakan racun paling mematikan dari
katalis unit catalytic reforming, sedangkan vanadium, nikel, dan
besi akan mendeaktivasi katalis catalytic cracking.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
II.2. Desalter
Seperti telah dijelaskan di atas, crude oil mengandung salt water
dan sediment. Salt content crude oil biasanya dilaporkan sebagai
pounds salt (diukur sebagai sodium chloride) per thousand barrels
minyak (ptb). Range salt content bervariasi antara 0 s/d 1000 ptb,
biasanya antara 10 s/d 200 ptb.
Pada sebagian besar crude oil, sekitar 95% total salt content
ditemukan dalam BS&W crude oil. Salt terjadi dalam bentuk highly
concentrated brine droplet yang terdispersi dalam crude oil.
Droplet ini sangat kecil dan sangat susah terpisah dari crude oil.
Proses desalting berfungsi untuk mengencerkan high salt content
brine dengan menambahkan fresh water pada crude oil untuk
memproduksi low salt content water.
PDC PDC
LC LC
Jenis umpan CDU dapat berupa ”sour” crude atau “sweet” crude
tergantung dari disainnya. Penggunaan crude non-disain tetap
dimungkinkan namun terlebih dahulu harus dilakukan uji coba
pemakaian untuk mengetahui efeknya terhadap unit-unit
dowstream.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VI. Troubleshooting
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di
Crude Distillation Unit dapat dilihat dalam table II berikut ini :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Crude Distillation Unit
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VII. Istilah-istilah
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 9 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
BAB III
VACUUM DISTILLATION UNIT
(VDU)
I. Pendahuluan
Pada awalnya kilang hanya terdiri dari suatu Crude Distillation Unit (CDU) yang
beroperasi dengan prinsip dasar pemisahan berdasarkan titik didih komponen
penyusunnya. Dengan hanya memiliki CDU, maka CDU hanya memproduksi
produk LPG, naphtha, kerosene, dan diesel sebesar 50-60% volume feed,
sedangkan 40-50% volume feed yang berupa atmospheric residue biasanya
hanya dijadikan fuel oil yang value-nya sangat rendah.
Ide dasar operasi VDU adalah bahwa titik didih (boiling point) semua material
turun dengan menurunnya tekanan. Sebagai contoh, pada tekanan 1 atmosfer
air mempunyai titik didih 100 oC, sedangkan pada tekanan 10 atmosfer air
mempunyai titik didih 180 oC. Jika tekanan dikurangi hingga 1 psia maka titik
didih air akan menjadi 39 oC.
Crude oil mengandung berbagai macam komponen yang mempunyai titik didih
berbeda-beda, seperti tergambar dalam gambar berikut :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Seperti terlihat pada gambar di atas, crude oil mengandung komponen yang
mempunyai titik didih > 370 oC. Jika bottom CDU (atau biasa disebut
atmospheric residue atau long residue atau reduced crude) pada tekanan
atmosferis dipanaskan hingga temperature > 370 oC untuk dapat menguapkan
komponen vacuum gas oil yang terkandung dalam long residue, maka akan
terjadi thermal decomposition.
Dengan menurunkan tekanan, hingga < 1 psia, maka komponen vacuum gas
oil tersebut dapat dipisahkan dari bottom VDU (atau biasa disebut vacuum
residue atau short residue) tanpa mengalami thermal decomposition.
Kemudian keduanya (vacuum gas oil dan vacuum residue) dapat dipisahkan
menjadi 2 stream yang bebeda untuk dapat meningkatkan margin kilang.
1. Fuel type
Vacuum Distillation Unit fuel type merupakan fraksinasi terbatas, yang
biasanya menghasilkan 3 macam produk, yaitu Light Vacuum Gas Oil,
Heavy Vacuum Gas Oil, dan Vacuum Residue. Produk Light Vacuum Gas
Oil biasanya sudah memenuhi spesifikasi diesel dan dapat langsung
dikirim ke tangki penyimpanan. Produk Heavy Vacuum Gas Oil biasanya
dikirim ke unit Hydrocracker atau Fluid Catalytic Cracking / FCC.
Sedangkan vacuum residue dapat diolah di Delayed Coking Unit atau
Visbraker atau sebagai komponen blending Low Sulfur Waxy Residue
(LSWR) atau sebagai komponen blending fuel oil.
2. Lubes type
Vacuum Distillation Unit lubes type memerlukan pemisahan yang baik
diantara lube cuts. Umpan VDU jenis ini sudah sangat tertentu karena
produk-produk lubes cut mempunyai spesifikasi yang sangat sempit. VDU
lubes type biasanya mempunya pressure drop yang lebih tinggi dan cut
point yang lebih rendah daripada VDU fuel type. VDU lubes type biasanya
memproduksi 3-4 macam lube base oil dengan spesifikasi yang jauh lebih
ketat jika dibandingkan produk VDU fuel type (terutama dalam hal
spesifikasi viscosity dan viscosity index).
Perbedaan antara CDU dan VDU dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel I. Perbedaan antara CDU dan VDU
Parameter CDU VDU
Flash Zone Pressure 1 atm (760 mmHg) 30 mmHgA
Flash Zone Temp. 330-350 oC 400-410 oC
Heater COT 330-350 oC 416-427 oC
Produk LPG, Naphtha, Light Vacuum Gas Oil,
Kerosene, Diesel, Heavy Vacuum Gas Oil,
Atmospheric Vacuum Residue (untuk VDU
Residue fuel type) dan Lube Cut-1,
Lube Cut-2, Lube-Cut-3
(untuk VDU lubes type; nama
tergantung viscosity atau
viscosity index-nya).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Produk-produk VDU lubes type tergantung jenis grade lube base oil
yang ingin dihasilkannya, biasanya ada 3 jenis grade yang dapat
dihasilkan oleh VDU lubes type.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Aliran proses VDU Fuel Type secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut :
Aliran proses VDU Lubes Type secara umum dapat digambarkan sebagai
berikut :
V.1. Tekanan
Variabel proses utama yang mempengaruhi operasi VDU dan yield produk gas
oil adalah tekanan kolom VDU. Semakin vacuum tekanan kolom VDU, maka
semakin banyak yield produk gas oil dapat dihasilkan. Tekanan kolom VDU
yang dijadikan acuan adalah tekanan top kolom VDU. Biasanya tekanan top
kolom VDU diatur sekitar 15 mmHg untuk dapat memaksimalkan yield produk.
Semakin tinggi tekanan kolom maka yield produk gas oil akan semakin sedikit
dan yield produk vacuum bottom semakin banyak. Untuk tekanan top kolom
VDU sebesar 15 mmHg, maka tekanan bottom kolom VDU/tekanan flash zone
biasanya sekitar 30 mmHg (untuk kondisi tray yang bersih).
Setelah tekanan, maka temperatur flash zone menjadi variabel proses lain
yang penting. Semakin tinggi flash zone temperature maka semakin banyak
pula yield produk gas oil yang dihasilkan. Namun flash zone temperature
tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan kecenderungan
pembentukan coke pada sekitar flash zone (terutama di area slop wax)
menjadi tinggi. Best practice yang biasa dipakai adalah temperature flash
zone dijaga agar temperature draw off slop wax tidak lebih dari 380 oC atau
temperature stack slop wax tidak lebih dari 400 oC. Namun jika kondisi
packing tray sangat kotor maka best practice ini menjadi hampir tidak
mungkin dipakai, karena dengan menjaga kondisi operasi seperti ini yield gas
oil akan sangat rendah dan yield vacuum bottom akan menjadi sangat tinggi.
Best practice ini dapat sedikit diabaikan sambil menunggu kedatangan
packing tray dan plant stop untuk penggantian packing tray. Kenaikan
temperature draw off slop wax sebesar 10 oC akan menaikkan kecepatan
pembentukan coking sebanyak 2 kali lipat (UOP Engineering Design
Seminar, Des Plaines – Materi Vacuum Unit Design). Biasanya flash zone
temperature dijaga antara 397 s/d 410 oC.
Flash zone temperature diatur secara tidak langsung, yaitu dengan mengatur
Combined Outlet Temperatur/COT fired heater.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Semakin tinggi level bottom kolom VDU maka semakin tinggi juga residence
time-nya. Biasanya level bottom kolom VDU dijaga sekitar 50 % yang
merupakan optimasi antara residence time dan menghindari terjadinya loss
suction pada pompa bottom kolom VDU.
Slop wax section pada kolom VDU berfungsi untuk menghilangkan 5% gas
oil terberat dari aliran uap yang mengalir ke atas dari flash zone.
Kepentingan penghilangan 5% gas oil terberat adalah untuk menghilangkan
kandungan metal dan asphaltene yang biasanya terkandung di dalam fraksi
terberat gas oil. Pengaturan temperature slop wax tidak dilakukan secara
langsung tetapi dengan cara mengatur temperature flash zone/combined
outlet temperature fired heater. Best practice pengaturan temperature slop
wax adalah seperti telah dijelaskan pada point V.2.
Hot reflux HVGO biasa disebut juga sebagai HVGO wash karena aliran reflux
ini berfungsi untuk mencuci/membasahi packing tray yang berada pada
bagian bawah HVGO accumulator agar pada packing tray tidak terjadi
coking. Best practice UOP, jumlah hot reflux HVGO adalah 0,3-0,5 gpm/ft2
luas permukaan packing tray (2006 UOP Engineering Design Seminnar, Des
Plaines, USA).
Gas oil draw off temperature diatur untuk dapat menghasilkan yield produk gas
oil (LVGO-HVGO untuk VDU fuel type atau Lube Cut-1, Lube Cut-2, Lube Cut-
3 untuk VDU lubes type). Untuk VDU fuel type dapat diatur dengan
memaksimalkan produk LVGO atau dengan memaksimalkan produk HVGO.
Jika spesifikasi produk LVGO sudah dapat memenuhi spesifikasi produk
diesel, maka lebih baik unit VDU dioperasikan dengan memaksimalkan produk
LVGO dan meminimalkan produk HVGO. Namun jika spesifikasi produk LVGO
tidak dapat memenuhi spesifikasi produk diesel dan hanya digunakan sebagai
salah satu komponen blending diesel, maka lebih baik unit VDU dioperasikan
dengan memaksimalkan HVGO, karena HVGO dapat diolah di unit
Hydrocracker yang akan meng-crack HVGO menjadi produk-produk yang
bernilai lebih tinggi, yaitu, LPG, Naphtha, Kerosene, dan Diesel.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VI. Troubleshooting
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Vacuum Distillation Unit
Permasalahan Penyebab Troubleshooting
Pour Point LVGO tinggi. • Adanya fraksi HVGO yang terikut sebagai produk • Naikkan jumlah reflux LVGO, dan/atau
LVGO. • Turunkan temperature reflux LVGO.
• Terbentuk coking pada packing tray sehingga • Naikkan temperature flash zone.
proses kontak uap-cair dalam kolom VDU • Naikkan kevakuman kolom VDU (turunkan
Yield produk gas oil terganggu. tekanan top kolom VDU dengan mengatur
rendah/yield produk • Kevakuman kolom VDU kurang (tekanan top operasi steam ejector).
vacuum bottom tinggi kolom VDU naik). • Naikkan temperature draw off gas oil.
• Temperature flash zone rendah.
• Temperature draw off gas oil rendah.
• Jika masih mungkin mem-bypass condenser,
maka dilakukan bypass condenser dan
kemudian dilakukan perbaikan condenser.
Biasanya disain VDU masih tersedia spare
Leaking pada • Kondensasi gas yang mengandung senyawa
untuk condenser, sehingga dapat dilakukan
downstream top kolom korosif.
change over condenser untuk kemudian
VDU (biasanya di • Kebocoran pada sisi pendingin yang medianya
condenser yang bermasalah dilakukan
daerah condenser). biasanya adalah air laut.
perbaikan.
• Jika tidak mungkin mem-bypass condenser
atau tidak ada spare condenser, maka unit
harus stop untuk dilakukan perbaikan.
• Perbaiki level indicator bottom VDU.
• Jika perbaikan level indicator bottom VDU
memakan waktu lama atau sudah tidak
Loss suction pompa
Level indicator bottom VDU bermasalah. dapat diperbaiki, maka gunakan acuan
bottom VDU.
temperature pada bottom kolom VDU
(biasanya bottom kolom VDU didisain
memiliki 3 level indicator).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VII. Istilah-istilah
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 8 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
BAB IV
HYDROTREATING PROCESS
I. Pendahuluan
Panas reaksi dalam kilojoule per kg umpan per meter kubik hidrogen yang
dikonsumsi untuk masing-masing reaksi :
• Desulfurisasi : 8.1
• Saturasi Olefin : 40.6
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
• Denitrifikasi : 0.8
Merkaptan
C – C – C – C – SH + H2 → C – C – C – C + H2S
Sulfida
C – C – S – C – C + 2 H2 → 2 C – C + H2S
Disulfida
C – C – S – S – C – C + 3 H2 → 2 C – C + 2 H2S
Thiophene C – C – C – C + H2 S
C C
+ 4 H2 C
C C
S C – C – C + H2S
H2S hasil reaksi akan bereaksi dengan sejumlah kecil olefin untuk membentuk
mercaptan.
C – C – C – C = C – C + H2S → C – C – C – C – C – C
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Pyridine
C C – C – C – C – C + NH3
C C
+ 5 H2 C
C C
N C – C – C – C + NH3
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Quinoline
C C C
C C C C C–C–C–C
+ 4 H2 + NH3
C C C C C
C N C
Pyrrole
C–C–C–C + NH3
C C
+ 4 H2 C
C C
N C – C – C + NH3
Methyl Amine
H
– C– N + 4 H2 CH4 + NH3
H
H
C C
C C – OH C C
+ H2 + H2O
C C C C
C C
Phenol
Olefin linier
C – C = C – C – C – C + H2 → C – C – C – C – C – C (dan isomer)
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Olefin siklik
C C
C C C C
+ 2 H2
C C C C
C C
C C
C C – C – C - Cl C C– C – C
+ H2 → + HCl
C C C C
C C
Sebagian besar impurities metal terjadi pada level part per billion (ppb) di
dalam naphtha. Biasanya katalis naphtha hydrotreater atau distillate
hydrotreater mampu menghilangkan senyawa metal ini pada konsentrasi yang
cukup tinggi, yaitu hingga 5 ppmwt atau lebih, dengan basis intermittent pada
kondisi normal operasi. Impurities metal ini tetap berada di dalam katalis
hydrotreater dan dianggap sebagai racun katalis permanent karena meracuni
katalis secara permanen, tidak dapat dihilangkan dengan cara regenerasi
katalis. Beberapa logam yang sering terdeteksi dalam spent catalyst
hydrotreater adalah arsenic, iron, calcium, magnesium, phosphorous, lead
(timbal), silicon, copper, dan sodium.
Iron biasanya ditemukan terkonsentrasi pada bagian atas catalyst bed sebagai
iron sulfide. Sedangkan arsenic walaupun jarang ditemukan lebih dari 1 ppbwt
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Reactor Inlet
Space
Gas-Liquid Distributor
Inert catalyst
Graded Catalyst/Hydrotreating Catalyst
Quenching Distributor
Hydrotreating Catalyst
Catalyst Support Material/Alumina Ball 1/8”
Catalyst Support Material/Alumina Ball 3/4”
Catalyst Support Material/
Alumina Ball ¼”
Manway
Unloading spout
Hydrotreating Catalyst
Unloading spout
Reactor Effluent/Outlet
Outlet Collector
(Basket system)
Gambar
Teknologi
U 2. Reaktor
Proses Hydrotreater
Kilang Minyak Bumi yang Terdiri
Halaman dari
7 dari 1
21 ReaktorKontributor
(2 catalyst bed)
: Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
• Coke
• Keracunan logam
• Severity operasi
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Umpan naphtha hydrotreater adalah naphtha yang dapat berupa straight run
naphtha, naphtha dari tangki penyimpan, ataupun cracked naphtha. Jika
umpan naphtha berasal dari tangki maka harus diyakinkan bahwa tangki
dilengkapi dengan gas atau nitrogen blanketing. Jika tangki tidak dilengkapi
dengan gas atau nitrogen blanketing, maka naphtha kemungkinan akan
bereaksi dengan oksigen (yang berasal dari udara; biasanya tangki naphtha
adalah floating roof yang sangat mungkin terdapat kebocoran seal sehingga
dapat menyebabkan udara luar masuk ke dalam tangki) yang kemudian akan
menyebabkan terbentuknya gums. Gums ini biasanya terbentuk pada
preheater atau bahkan pada permukaan katalis.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
HYDROTREATER
LIGHT NAPHTHA
H2
ATMOSPHERIC HYDROTREATER REFORMER AROMATICS
CRUDE HEAVY NAPHTHA EXTRACTION
DISTILLATION GASOLINE
HYDROTREATER
AROMATICS
KEROSENE
CRUDE
CRUDE KEROSENE
DESALTER HYDROTREATER
OIL
ATM GAS OIL FUEL OILS
VACUUM HYDROTREATER/HYDROCRACKER
GAS OIL
VACUUM FCC
HYDROTREATER
CRUDE
DISTILLATION DAO
HYDROTREATER
ASPHALT
DEASPHALTING
COKER COKE
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
P ro s e s T e m p e ra tu r T e k a n a n P a rs ia l LHSV K onsum si
H y d ro tre a tin g (oC ) H id ro g e n H id ro g e n
(a tm ) (N m 3 m -3 )
N a p h th a 320 1 0 -2 0 3 -8 2 -1 0
K e ro s e n e 330 2 0 -3 0 2 -5 5 -1 5
A tm . G O 340 2 5 -4 0 1 .5 -4 2 0 -4 0
VGO 360 5 0 -9 0 1 -2 5 0 -8 0
ARDS 3 7 0 -4 1 0 8 0 -1 3 0 0 .2 -0 .5 1 0 0 -1 7 5
VGO HCR 3 8 0 -4 1 0 9 0 -1 4 0 1 -2 1 5 0 -3 0 0
R e s id u e H C R 4 0 0 -4 4 0 1 0 0 -1 5 0 0 .2 -0 .5 1 5 0 -3 0 0
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Temperatur operasi reactor bervariasi tergantung jenis feed, yaitu antara 285
o
C s/d 385 oC. Cracked feed akan memerlukan temperature yang lebih tinggi
karena biasanya mengandung sulfur, nitrogen, dan olefin yang lebih tinggi.
Reaktor delta T untuk reaksi hydrotreater biasanya antara 10 s/d 55 oC.
Jika kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam produk keluar reactor
meningkat, maka temperature reactor dapat dinaikkan sebagai kompensasi
untuk mempertahankan tingkat kandungan sulfur, nitrogen, dan olefin dalam
produk keluar reactor. Jika kenaikan temperature tidak dapat meningkatkan
kualitas produk atau kenaikan temperature sudah tidak mungkin karena
keterbatasan disain mechanical reactor (biasanya didisain hingga 400 oC),
maka diperlukan catalyst regeneration atau penggantian katalis. Saat ini
pelaksanaan catalyst regeneration sudah jarang dilakukan untuk katalis-katalis
hydrotreater karena tidak ekonomis.
Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh
perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadap
severity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju
recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan. Batasan
minimum hydrogen to hydrocarbon ratio (Nm3/m3 atau SCFB) tergantung pada
konsumsi hydrogen, karakteristik umpan, dan kualitas produk yang diinginkan.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Jumlah katalis yang dibutuhkan untuk tiap satuan umpan akan tergantung
pada feed properties, kondisi operasi, dan kualitas produk yang diperlukan.
Liquid Hourly Space Velocity (LHSV) didefinisikan sebagai (feed,
m3/jam)/(volume katalis, m3), sehingga satuan LHSV adalah 1/jam. Kenaikan
feed rate dengan volume katalis yang tetap akan menaikkan nilai LHSV.
Untuk memperoleh tingkat konversi reaksi yang sama, maka sebagai
kompensasinya maka temperature reaksi (temperature inlet reactor) harus
dinaikkan. Namun kenaikan temperature catalyst akan menyebabkan
peningkatan kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis sehingga
akan mengurangi umur katalis.
LHSV1
T2 = T1 – 45 ln ---------- (untuk T dalam oF)
LHSV2
LHSV1
T2 = T1 – 25 ln ---------- (untuk T dalam oC)
LHSV2
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Injeksi wash water biasanya dilakukan pada inlet fin fan cooler upstream high
pressure separator.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Jika katalis deaktivasi terjadi akibat akumulasi endapan pada bagian atas bed
catalyst, maka untuk men-troubleshoot-nya cukup dengan melakukan catalyst
skimming (seperti dijelaskan pada point II.5).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 18 dari 21 Kontributor : Adhi Budhiarto
VI. Troubleshooting
Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrotreating tidak sebanyak permasalahan yang terjadi pada unit hydrocracker.
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit hydrotreating dapat dilihat dalam tabel
VI berikut ini :
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Unit Hydrotreater
U U U U
BAB V
CATALYTIC REFORMING PROCESS/
PLATFORMING PROCESS
I. Pendahuluan
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
P Loss P Loss
P P
N
N Dari P
Dari P
N A N A
Dari N
Dari N
A A
Dari A Dari A
Keterangan :
P = Paraffin Loss : Karena cracking dan shrinkage
N = Naphthene
A = Aromatic
II.1.1.Dehidrogenasi Naphthene
R R
+ 3 H2
Keterangan :
R R’
R-C-C-C-C R-C-C-C
II.1.3.Dehydrocyclization Paraffin
R-C-C-C-C
R”
S + H2
II.1.4.Hydrocracking
C C
R-C-C-C + H2 RH + C-C-C
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
II.1.5.Demetalization
R-C-C-C-C + H2 R - C - C – CH + CH4
dan
R-C RH
+ H2 + CH4
II.1.6.Dealkylation Aromatic
Reaksi-reaksi yang terjadi pada unit catalytic reforming dapat diringkas sebagai
berikut :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Platina Chloride
(Metal Function) (Acid Function)
Demethylation Cracking
Dehydrogenation
Dehydrocyclization
Isomerization
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
• Sulfur
• Nitrogen
• Water
• Metal
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada
gambar berikut :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VI. Troubleshooting
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Tabel II. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Catalytic Reforming Unit
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VII. Istilah-istilah
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 14 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
BAB VI
HYDROCRACKING PROCESS
I. Pendahuluan
Hydrocracking merupakan unit proses kilang minyak bumi yang termasuk
kelompok secondary processing, yaitu proses downstream kilang minyak bumi
yang menggunakan reaksi kimia untuk menghasilkan produk-produknya.
Walaupun menggunakan katalis dan prosesnya meng-cracking umpan, namun
seringkali Hydrocracking tidak dikelompokkan ke dalam catalytic cracking.
Seringkali istilah catalytic cracking hanya diperuntukkan kepada unit-unit proses
Fluid Catalytic Cracking atau Residual Catalytic Cracking atau Residual Fluid
Catalytic Cracking (perbedaan ketiganya terutama hanya pada jenis umpannya).
Sedangkan hydrocracking dikelompokkan terpisah, berdiri sendiri sebagai
Hydrocracking.
Komposisi proses pengolahan minyak bumi secara katalitik yang ada di kilang-
kilang seluruh dunia dapat digambarkan sebagai berikut :
17%
7%
52%
24%
Pada beberapa tahun terakhir ini, proses Catalytic Cracking (FCC - Fluid Catalytic
Cracking / RCC - Residual Catalityc Cracking / RFCC - Residual Fluid Catalytic
Cracking) lebih diminati terutama karena keunggulannya yang dapat mengubah
minyak berat (gas oil dan bahkan residu) menjadi gasoline/bensin (maksimasi
gasoline) serta dapat menghasilkan umpan untuk kilang Petrokimia (propylene).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Namun proses Hydrocracking tetap tidak kehilangan pamor dan tetap diminati
karena keunggulannya yang dapat mengubah minyak berat (gas oil) menjadi
distillate (maksimasi kerosene dan diesel).
1% FSU
6%
20% India
15%
Timur Tengah
Amerika Utara
Amerika Latin
Cina
Negara Asia Lainnya
14%
Eropa-Afrika
5%
1% 38%
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Semua reaksi di atas bersifat eksotermis sehingga temperatur akan naik saat feed
melewati unggun katalis (catalyst bed).
Merkaptan
C – C – C – C – SH + H2 → C – C – C – C + H2S
Sulfida
C – C – S – C – C + 2 H2 → 2 C – C + H2S
Disulfida
C – C – S – S – C – C + 3 H2 → 2 C – C + 2 H2S
Thiophene C – C – C – C + H2 S
C C
+ 4 H2 C
C C
S C – C – C + H2S
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Pyridine
C C – C – C – C – C + NH3
C C
+ 5 H2 C
C C
N C – C – C – C + NH3
Quinoline
C C C
C C C C C–C–C–C
+ 4 H2 + NH3
C C C C C
C N C
Pyrrole
C–C–C–C + NH3
C C
+ 4 H2 C
C C
N C – C – C + NH3
H
Reaksi penjenuhan olefin yang umum terjadi di hydrocracker adalah sebagai
berikut :
Olefin linier
C – C = C – C – C – C + H2 → C – C – C – C – C – C
Olefin siklik
C C
C C C C
+ 2 H2
C C C C
C C
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
C C
C C – OH C C
+ H2 + H2O
C C C C
C C
C C
C C – C – C - Cl C C– C – C
+ H2 → + HCl
C C C C
C C
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Biasanya promoter berupa Pd, Pt, NiW, NiMo, CoMo, dan CoW. Kekuatan
hydrogenation-nya berturut-turut adalah Pt > Pd > NiW > NiMo > CoMo > CoW
> PdS > PtS. Namun Pd dan Pt sangat tidak toleran terhadap sulfur dan
harganya sangat mahal.
Secara umum pemilihan katalis adalah berdasarkan pada 5 faktor utama sebagai
berikut :
• Initial activity (temperature)
• Selectivity (produk yang diinginkan)
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Catalyst properties
• Meningkatkan acid site strength
• Meningkatkan acid site concentration
• Meningkatkan metal site strength
Kondisi operasi
• Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi
• CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi
• End point produk yang lebih tinggi
• LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah
• Feed components (Aromatic vs Parafinic)
Catalyst properties
• Mengurahi acid site concentration
• Metal-acid balance yang sesuai
• Struktur pori yang sesuai
Kondisi operasi
• Hydrogen partial pressure yang lebih tinggi
• CFR/Combined Feed Ratio yang lebih tinggi
• End point produk yang lebih tinggi
• LHSV/Liquid Hourly Space Velocity yang lebih rendah
Catalyst properties
• Metal-acid balance yang sesuai
• Initial metal dispersion yang tinggi
Kondisi operasi
• PNA/Poly Nucleic Aromatic concentration yang rendah
• Metal content yang rendah
• Salt concentration yang rendah
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
(Inert Catalyst)
Gambar 5. Bentuk Katalis Hydrocracker
Umumnya katalis hydrocracking yang baru (fresh catalyst) dibuat berbentuk oksida.
Bentuk aktif dari katalis adalah metal sufide, sehingga untuk mengaktifkan katalis
yang berbentuk metal oksida tersebut, maka dilakukan proses sulfiding. Proses
sulfiding adalah proses injeksi senyawa sulfide ke dalam system reactor sehingga
bentuk metal oksida dari katalis akan bereaksi dengan senyawa sulfide dan
berubah menjadi metal sulfide.
Jumlah sulfur yang diinginkan untuk dapat diserap oleh katalis selama proses
sulfiding untuk dapat mengaktifkan katalis adalah sebesar 8%wt katalis untuk
katalis hydrocracking. Sedangkan untuk graded catalyst yang digunakan di
hydrocracker, kebutuhan sulfur bervariasi antara 8 s/d 12%wt katalis.
Kondisi operasi yang penting diperhatikan saat proses sulfiding adalah sebagai
berikut :
• Hydrogen atmosphere (suasana hydrogen)
• Tekanan operasi normal
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
• Temperatur terkendali
• Aliran recycle gas maksimum
• Tidak ada quenching kecuali keadaan emergency
• Tidak ada injeksi air
Pelaksanaan in-situ sulfiding dapat dilakukan dengan 2 macam cara, yaitu fase
liquid atau fase gas. Yang dimaksud dengan fase liquid atau fase gas adalah
fase dari sulfiding agent yang digunakan saat diinjeksikan ke dalam sistem.
Perbadingan antara cara fase liquid dan fase gas dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel III. Perbandingan In-situ Sulfiding Fase Liquid dan Fase Gas
In-situ Sulfiding Fase Liquid In-situ Sulfiding Fase Gas
Jumlah waktu total yang dibutuhkan Jumlah waktu total yang dibutuhkan
lebih sedikit daripada yang dibutuhkan lebih lama daripada yang dibutuhkan
untuk fase gas (+) untuk fase liquid
Tidak perlu pendinginan sebelum cut Perlu cooling down sebelum cut in
in feed (+) feed
Unit lebih cepat on-line dan produk Unit lebih lama on-line dan produk
lebih cepat diproduksi (+) lebih lama diproduksi
Kemungkinan terjadi cracking minyak Tidak ada kemungkinan terjadi
pada temperature tinggi cracking minyak (+)
Lebih banyak loss H2S ke seksi Konsumsi sulfiding agent lebih
fraksinasi (konsumsi sulfiding agent sedikit (+)
lebih banyak)
Jumlah startup oil yang diperlukan Tidak diperlukan startup oil
banyak (jika prosesnya once through)
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Diantara kedua metode sulfiding ini, in-situ sulfiding fase liquid paling banyak
dilakukan terutama karena waktu yang dibutuhkan lebih singkat.
Prosedur in-situ sulfiding fase liquid dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Prosedur in-situ sulfiding fase gas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Senyawa sulfide yang dapat dipakai dalam proses sulfiding adalah DMDS
(Dimethyl disulfide), Ethyl mercaptan, TBPS (Di-Tertiary Butyl Poly Sulfide), DMS
(Dimethyl Sulfide), DMSO (Dimethyl Sulfide Oxyde), dan n-Butyl mercaptan (3
senyawa pertama adalah yang paling sering digunakan untuk proses sulfiding).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Ethyl Mercaptan
C2H5SH + H2 C2H6 + H2S
DMDS
CH3SSCH3 + 3H2 2CH4 + 2H2S
DMSO
CH3SOCH3 + 3H2 2CH4 + H2S + H2O
Jika two stage maka jumlah reaktor biasanya tiga. Reaktor pertama dan kedua
seperti pada single stage hydrocracker. Sedangkan reaktor ketiga seperti pada
reaktor kedua, seluruhnya berisi hydrocracking catalyst. Reaktor ketiga ini
berfungsi untuk mengolah recycle feed yang berasal dari main fractionator bottom.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Reactor Inlet
Hydrocracking Catalyst
Thermowell
Quenching Distributor
Hydrocracking Catalyst
Reactor Effluent/Outlet
Outlet Collector
(Basket system) Gambar 9. Reaktor Hydrocracker no. 1
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Reactor Inlet
Thermowell
Hydrocracking Catalyst
Reactor Effluent/Outlet
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Reactor Inlet
Hydrocracking Catalyst
Thermowell
Johnson’s screen
Unloading spout
Reactor Effluent/Outlet
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Catalyst skimming adalah mengambil sejumlah katalis bagian atas yang banyak
mengandung impurities/coke. Proses catalyst skimming biasanya dilakukan untuk
katalis yang performance-nya masih bagus tetapi menghadapi masalah pressure
drop yang tinggi. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan secara inert
dengan menggunakan nitrogen untuk mencegah terjadinya flash akibat adanya
senyawa pirit akibat katalis berkontak dengan udara. Pengambilan katalis
dilakukan oleh pekerja yang masuk ke dalam reactor menggunakan breathing
apparatus. Pelaksanaan catalyst skimming harus dilakukan dengan sangat hati-
hati untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kenaikan temperature
bed reactor akibat kurangnya supply nitrogen, atau terputusnya supply oksigen ke
breathing apparatus yang akan mengakibatkan pekerja tidak sadarkan diri.
Berdasarkan pengalaman, katalis yang di-skimming biasanya seluruh inert catalyst,
seluruh graded catalyst, dan 50 cm layer hydrocracking catalyst (tergantung
banyaknya kotoran yang ada pada permukaan katalis).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Kinerja katalis dapat diketahui atau diukur dengan beberapa parameter sebagai
berikut :
• Peak temperature, yaitu temperature bed maksimum. Peak temperature
biasanya dibatasi oleh desain reactor atau dibatasi oleh kecenderungan
kemungkinan terjadinya temperature runaway. Reaktor yang didesain
menggunakan katalis amorphous mempunyai mechanical design reactor
maksimum 454 oC.
• ΔT reaktor, yaitu selisih antara temperature bed reaktor tertinggi dengan
temperature inlet reaktor. Untuk katalis amorphous ΔT maksimum agar tidak
terjadi temperature runaway adalah 28 oC (fresh feed reactor) dan 14 oC
(recycle feed reactor). Sedangkan untuk katalis zeolite, ΔT maksimum agar
tidak terjadi temperature runaway adalah 42 oC (fresh feed reactor) dan 21 oC
(recycle feed reactor).
• ΔP (pressure drop) reaktor, yaitu penurunan tekanan reaktor akibat adanya
impurities yang mengendap pada katalis.
• Jumlah produk gasoline ataupun middle distillate (kerosene atau diesel).
• Radial temperature difference, yaitu perbedaan temperature radial. Radial
temperature difference yang tinggi dapat terjadi karena terjadi channeling, yaitu
distribusi aliran dalam reaktor yang tidak merata. Channeling dapat terjadi
pelaksanaan loading katalis yang tidak baik, frekuensi start-stop yang sering,
frekuensi emergency stop yang sering (terutama saat depressuring reaktor),
pelaksanaan prewetting yang kurang sempurna, atau perubahan komposisi
feed yang mendadak yang menyebabkan temperature bed reaktor menjadi
lebih tinggi daripada kebutuhan dan menyebabkan terjadinya coking pada
katalis.
• Umur katalis
Umur katalis hydrocracker diukur berdasarkan kemampuan setiap satuan berat
katalis hydrocracker untuk mengolah feed. Umur katalis hydrocracker dapat
mencapai 18 m3 feed/kg katalis.
• Akumulasi senyawa ammonia pada katalis
Reaksi hydrotreating yang terjadi di dalam reaktor hydrocracker akan
mengubah senyawa nitrogen organic yang ada dalam umpan menjadi
ammonia. Ammonia akan berebut tempat dengan umpan untuk mengisi active
site katalis. Jika active site katalis tertutup oleh ammonia maka aktivitas katalis
akan langsung menurun. Untuk menghindari terjadinya akumulasi ammonia
pada permukaan katalis, diinjeksikan wash water pada effluent reactor,
sehingga ammonia akan larut dalam air dan tidak menjadi impurities bagi
recycle gas. Ammonia bersifat racun sementara bagi katalis. Jika injeksi wash
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 18 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
water dihentikan atau kurang maka akan terjadi akumulasi ammonia pada
permukaan katalis, namun setelah injeksi wash water dijalankan kembali maka
akumulasi ammonia pada permukaan katalis akan langsung hilang.
• Coke
Coke dapat terjadi karena beberapa hal sebagai berikut :
Terjadi reaksi kondensasi HPNA (heavy polynucleic aromatic).
Temperature reaksi yang tidak sesuai (temperature terlalu tinggi atau
umpan minyak terlalu ringan).
Hydrogen partial pressure yang rendah (tekanan reaktor atau hydrogen
purity recycle gas yang rendah).
Jumlah recycle gas yang kurang (jumlah H2/HC yang kurang/lebih rendah
daripada disain).
Pembentukan coke dapat dihambat dengan cara menaikkan hydrogen partial
pressure (tekanan reaktor atau hydrogen purity pada recycle gas), atau
penggunaan carbon bed absorber untuk menyerap HPNA.
• Keracunan logam
Pada proses penghilangan logam dari umpan, senyawa logam organic
terdekomposisi dan menempel pada permukaan katalis. Jenis logam yang
biasanya menjadi racun katalis hydrocracker adalah nikel, vanadium, ferro,
natrium, kalsium, magnesium, silica, arsenic, timbal, dan phospor. Keracunan
katalis oleh logam bersifat permanent dan tidak dapat hilang dengan cara
regenerasi. Keracunan logam dapat dicegah dengan membatasi kandungan
logam dalam umpan. Best practice batasan maksimum kandungan logam yang
terkandung dalam umpan hydrocracker adalah 1,5 ppmwt untuk nikel dan
vanadium, 2 ppmwt untuk ferro dan logam lain, serta 0,5 ppmwt untuk natrium.
• Kandungan air dalam katalis
Air dapat masuk ke dalam katalis jika pemisahan air dari feed hydrocracker di
dalam tangki penyimpanan tidak sempurna ataupun terjadi kerusakan steam
coil pemanas tangki penyimpanan. Air dapat dicegah masuk ke dalam reactor
dengan memasang filter 25 micron.
• Severity operasi
Severity operasi yang melebihi disain akan menyebabkan laju pembentukan
coke meningkat, sehingga akan meningkatkan laju deaktivasi katalis.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 19 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
memakan waktu operasi dan biaya yang tinggi. Ex-situ catalyst regeneration
menjadi pilihan utama, karena dapat menghilangkan potential loss operasi dan
biaya lebih murah serta resiko yang jauh lebih kecil. Dengan semakin tingginya
margin hydrocracker bahkan banyak kilang hydrocraker yang sudah tidak lagi
melakukan regenerasi katalis; sebagai gantinya kilang hydrocracker tersebut
selalu menggunakan katalis baru untuk operasinya. Pola seperti ini dapat
dilakukan untuk hydrocracker yang mengolah umpan yang tidak banyak impurities-
nya, sehingga umur katalis tidak dibatasi oleh pressure drop reactor tetapi
sepenuhnya disebabkan oleh aktivitas katalis.
10%
28%
41%
21%
Gross margin (dihitung berdasarkan selisih harga produk dan feed belum termasuk
biaya bahan bakar/fuel) hydrocracker untuk komposisi yield produk seperti di atas
adalah antara Rp 1500 s/d 2300/liter feed hydrocracker (berdasarkan harga rata-
rata tahun 2006; tergantung juga dari komposisi produk/jenis katalis dan kapasitas).
Umpan
Hydrocarbon berat molekul tinggi
Kandungan Sulfur, Nitrogen,
Oksigen tinggi
Senyawa hydrocarbon tidak jenuh
Catalytic Hydrogenation
Process Cracking
Produk
Hydrocarbon berat molekul rendah
Kandungan Sulfur, Nitrogen, Oksigen
rendah
Senyawa hydrocarbon jenuh
(isoparaffine, naphthene)
High yields (C4+ ~ 125%; C5+ ~
110%)
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 21 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Gambar 15. Diagram Alir Petunjuk Pemilihan Skema Aliran Proses Hydrocracker
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 22 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Typical proses hydrocracking seksi reactor (single stage) adalah sebagai berikut :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 23 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 24 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan kualitas feed hydrocracker adalah
sebagai berikut :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 25 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
V.2. Fresh Feed Rate atau LHSV (Liquid Hourly Space Velocity)
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 26 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
• Menurunkan panas yang dilepaskan oleh reaksi, karena recycle feed tersebut
telah terdesulfurisasi dan telah jenuh serta hanya membutuhkan reaksi
hidrocracking. Hal ini dapat menurunkan beban katalis.
• Menurunkan severity reaksi.
• Efek langsung kenaikan CFR adalah pengurangan yield naphtha (dan kenaikan
yield produk 150 oC+) dan dari kenaikan yield produk 150 oC+ yang tertinggi
adalah kenaikan jumlah produksi diesel.
CFR optimum untuk operasi Hydrocracker adalah antara 1,6 s/d 1,65. CFR > 1,65
berarti unit dijalankan dengan low severity, sedangkan jika CFR < 1,6 berarti unit
dijalankan dengan high severity. CFR ini bisa juga untuk mensiasati umur katalis;
jika peak temperature fresh feed reactor sudah tercapai, CFR dapat dinaikkan
untuk menurunkan severity operasi fresh feed reactor.
Selain digunakan untuk reaksi, hydrogen juga berfungsi untuk menjaga tingkat
kecepatan pembentukan coke pada permukaan katalis. Hydrogen partial pressure
yang rendah akan meningkatkan kecepatan deaktivasi katalis. Hydrogen partial
pressure dikendalikan dengan cara menjaga tekanan reaktor dan purity hydrogen
dalam recycle gas. Purity hydrogen dapat ditingkatkan dengan cara :
• Meningkatkan kandungan hydrogen dari make up compressor.
• Venting recycle gas dari High Pressure Separator untuk membuang impurities
seperti NH3 dan H2S.
• Menurunkan temperatur High Pressure Separator.
Peningkatan laju alir recycle gas akan meningkatkan rasio H2/HC. Pengaruh
perubahan H2/HC sama dengan pengaruh tekanan parsial hidrogen terhadap
severity reaksi. Variabel yang dikendalikan untuk menjaga H2/HC adalah laju
recycle gas, hydrogen purity dalam recycle gas, dan laju umpan.
Seperti telah dijelaskan pada point 4 dan 5 di atas, kualitas make up hydrogen
penting untuk menjaga tingkat kemurnian hydrogen dalam recycle gas.
V.7. Temperatur
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 27 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
(untuk 1st stage zeolite catalyst) atau > 21 oC (untuk 2nd stage zeolite catalyst),
dan
• Peak temperature reaktor melebihi batasan disain (untuk amorphous catalyst >
454 oC).
V.8. Katalis
Best practice jumlah injeksi wash water yang direkomendasikan biasanya antara 3
s/d 8% volume on feed hydrotreater. Atau untuk implementasi yang lebih akurat
adalah dengan melihat kandungan NH4HS yang terlarut dalam sour water di high
pressure separator. Kandungan NH4HS dalam sour water diusahakan sekitar
8%wt (di bawah 8%wt pelarutan oleh wash water dianggap kurang efektif sehingga
injeksi wash water harus ditambah dan di atas 8%wt akan menyebabkan sour
water yang dialirkan ke unit sour water stripper menjadi korosif sehingga injeksi
wash water harus dikurangi.
Injeksi wash water biasanya dilakukan pada inlet fin fan cooler upstream high
pressure separator.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 28 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Temperatur wash water tidak boleh terlalu tinggi. Best practice-nya, temperatur
wash water harus cukup rendah sehingga minimal 20% dari injeksi wash water
masih tetap berbentuk cair pada outlet fin fan cooler (inlet high pressure separator).
Jika injeksi wash water terganggu dalam waktu lebih dari 30 menit maka efeknya
akan langsung terasa, yaitu jumlah unconverted oil meningkat (karena konversi
menurun akibat meningkatnya kandungan ammonia pada recycle gas yang
berebut untuk menempati active site katalis). Oleh karena itu, jika dalam waktu 30
menit gangguan injeksi wash water tidak dapat diatasi, maka unit hydrocracker
harus turun feed atau bahkan harus shutdown jika injeksi wash water sama sekali
tidak ada karena ketidakadaan wash water akan menyebabkan plugging pada fin
fan cooler upstream high pressure separator.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 29 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VI. Troubleshooting
Permasalahan yang sering terjadi di unit hydrocracker sangat banyak karena unit hydrocracker merupakan unit
yang sangat kompleks. Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di unit
Hydrocracking dapat dilihat dalam table VI berikut ini :
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 32 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VII. Istilah-istilah
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 33 dari 33 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
BAB VII
INTRODUCTION TO
FLUID CATALYTIC CRACKING (FCC)
• Reactor
Feed masuk melalui bagian bawah riser, berkontak dengan
katalis yang sudah diregenerasi. Reaksi cracking terjadi dalam
fase uap. Kenaikan volum uap mengangkat katalis dan
meningkatkan jumlah minyak yang teruapka n. Reaksi yang
terjadi di reactor hanya dalam hitungan detik.
• Riser
Aliran umpan yang mengalir dalam riser adalah plug flow. Steam
digunakan untuk mengatomisasi umpan. Kecepatan uap keluar
adalah sekitar 18 me ter/detik, sedangkan hydrocarbon residence
time adal ah 2 detik.
• Cyclone
Cyclone terletak pada bagian akhir riser untuk memisahkan
katalis dari uap minyak. Cyclone menggunakan deflector device
untuk membelokkan arah katalis ke bawah. Biasanya digunakan
2 stage cyclone. Cyclone mengembalikan katalis ke stripper
melalui dipleg. Uap pr oduk keluar cyclone dan mengalir ke main
fractionation column.
Riser
Stripping Bed
• Stripper
Spent catalyst setelah bereaksi dengan minyak kemudian jatuh
ke stripper. Selama proses reaksi di riser, valuable hydrocarbon
akan terserap dalam catalyst bed. Oleh karena itu diperlukan
stripper untuk men-strip valuable hydrocarbon ini dari permukaan
katalis. Stripping steam, dengan kecepatan 4 kg per 1000 kg
sirkulasi katalis, digunakan untuk men-strip hydrocarbon dari
permukaan katalis. Level katalis menyediakan pre ssure head
yang membuat katalis mengalir menuju regenerator.
Catalyst
Level
Steam
Reactor
Reactor Riser
Stripper
• Regenerator
Regenerator mempunya dua fungsi, yaitu mengembalikan
aktivitas katalis (dengan cara membakar coke yang ada pada
permukaan katalis) dan menyediakan panas untuk meng-crack
umpan. Udara merupakan sumber oksigen untuk pembakaran
coke yang ada pada permukaan katalis. Kecepatan udara dari
main air blower adalah 1 meter/detik untuk mempertahankan
catalyst bed dalam kondisi fluidized. Pressure drop pada air
distributor dijaga sekita r 2 psi untuk menjamin positive air flow
melalui semua nozzle.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 3 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Catalyst Low
(high carbon) Oxygen
Catalyst
Dense
Phase
Bed
Udara
Catalyst High
(low carbon) Oxygen
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Regenerator Reactor
Flue gas Spent Catalyst
Products
Heat of Coke
Combustion Heat Losses
Heat losses
Heat of
Reaction
Recycle
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 5 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
BAB VIII
HYDROGEN PRODUCTION UNIT
(HPU)
I. Pendahuluan
II.1. Desulfurization
ZnO + H 2 S ZnS + H 2 O
CmHn + mH 2 O m CO + ((2m+n)/2) H 2
CO + H2O CO 2 + H2
Keterangan : C m H n dapat berupa CH 4 , C 2 H 6 , C 3 H 8 , dan lain-lain.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
CO + H 2 O CO 2 + H 2
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 4 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
K 2 CO 3 + H 2 O KOH + KHCO 3
KOH + CO 2 KHCO 3
K 2 CO 3 + H 2 O + CO 2 2KHCO3
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
CO 2 + R 2 NH R 2 NCOOH
R 2 NCOH + KOH R 2 NH + KHCO 3
Feed gas PSA adalah syntesis gas dari reformer furnace yang
carbon monoxide-nya telah diubah menjadi carbon dioxide di Shift
Converter. Biasanya HPU yang menggunakan PSA cukup memiliki
satu Shift Converter, yaitu High Pressure Shift Converter. Purity
hydrogen product HPU yang memiliki PSA dapat mencapai 99,9 %,
dengan recovery sekitar 90 % on feed gas PSA.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 6 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
II.5. Methanation
CO + 3 H 2 CH 4 + H 2 O
CO 2 + 4 H 2 CH 4 + 2H 2 O
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 8 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Process Flow Diagram Fixed Bed Catalytic Reforming dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Process Flow Diagram Hydrogen Production Unit dengan Benfield System
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Gambar 2. Process Flow Diagram Hydrogen Production Unit dengan Pressure Swing Adsorber
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
V.1. Desulfurizer
Seperti telah dibahas pada point II.2, reaksi yang terjadi di dalam
steam reformer adalah sebagai berikut :
CmHn + mH 2 O m CO + ((2m+n)/2) H 2
CO + H2O CO 2 + H2
Keterangan : C m H n dapat berupa CH 4 , C 2 H 6 , C 3 H 8 , dan lain-lain.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
V.4. Methanator
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VI. Troubleshooting
Beberapa contoh permasalahan, penyebab, dan troubleshooting yang terjadi di Hydrogen Production Unit dapat dilihat dalam
table I berikut ini :
Tabel I. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Hydrogen Production Unit
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 13 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
1. Tube overheating
Overheating pada tube dapat terjadi apabila terjadi kondisi-kondisi sebagai
berikut:
b. Tube Plugging
Apabila terjadi tube plugging, maka dapat terjadi hambatan aliran fluida
di dalam tube yang dapat berakibat penyerapan panas oleh fluida
berkurang, sehingga terjadi overheating pada tube tersebut. Adanya
tube plugging dapat ditandai dengan terjadinya kenaikan pressure drop
steam reformer, dan secara visual dapat terlihat permukaan luar tube
yang memerah atau belang merah-hitam, yang menandakan tidak ada
aliran (panas yang di-supply oleh burner hanya diserap oleh tube dan
tidak diserap oleh reaksi). Tube plugging dapat terjadi karena pressure
drop tube pada saat loading terlalu tinggi atau karena Steam/Carbon
ratio yang rendah yang menyebabkan terbentuknya coke pada
permukaan katalis atau feed gas mengandung olefin atau hydrocarbon
berat.
Pressure drop tube pada saat loading di HPU sangat penting karena
diameter tube yang kecil sehingga jika ada sesuatu yang masuk ke
dalam tube saat loading bisa sangat berpengaruh terhadap pressure
drop. Oleh karena itu prosedur loading katalis steam reformer dibuat
sangat ketat, yaitu pressure drop dicek sebelum loading (pressure drop
tube kosong) dan setelah selesai loading (setelah tube terisi katalis),
sehingga dapat diyakinkan bahwa loading telah dilaksanakan dengan
baik. Jika terjadi tube plugging, cek data pressure drop hasil loading.
d. Catalyst-Activity
Apabila catalyst activity menurun, maka reaksi reforming akan turun
sehingga panasan yang diberikan tidak digunakan seluruhnya sehingga
panas yang diterima tube akan menjadi lebih besar dan akibatnya
temperatur tube akan naik. Semakin tinggi catalyst activity maka akan
semakin tinggi juga daya absorb terhadap panas reaksi pada reaksi
steam reforming (reaksi endotermis), sehingga akan menghasilkan
temperature tube skin yang lebih rendah. Untuk menentukan
performance catalyst reformer dapat dilihat dari temperatur approach
(evaluasi katalis-katalis di Hydrogen plant biasanya menggunakan
pendekatan temperatur approach) dan methane slip.
i. Tube-Life-Time
Metal deterioration dapat terjadi apabila pada tube terjadi penurunan/
kenaikan temperatur yang sangat excessive. Penurunan/kenaikan
temperatur ini dapat terjadi akibat :
- Temperatur operasi
Temperatur operasi yang berlebihan dan bersifat terus menerus dapat
mengakibatkan life time tube yang pendek. Semakin tinggi temperatur
operasi semakin pendek life time tube.
Material tube sangat tergantung dari design dan kondisi operasi dari
peralatan, yaitu steam reformer, diantaranya : temperatur, tekanan, dan
feed/fluida yang mengalir (naphtha, natural gas, refinery/off gas, LPG,
light hydrocarbon). Oleh karena itu setiap pemilihan material harus
disesuaikan dengan kondisi operasi dan design peralatan. Semakin
tinggi temperatur, tekanan operasi maupun korosivitas dari fluida yang
digunakan, maka material yang digunakan harus mampu dan tahan
dengan kondisi temperatur dan tekanan yang tinggi serta korosifitas
yang tinggi juga. Jika hal ini diabaikan, maka akan terjadi kerusakan
material (creep) atau tube burst sebelum waktunya (life time tube
pendek). Sebagai contoh : HP-40 Nb adalah austenitic iron dengan
komposisi 35% Ni, 25% Chromium alloy dan Niobium. Material tube HP-
40 Nb ini mempunyai keunggulan dalam structural stability dan high
temperature stress rupture strength dan ketahanan terhadap
carburization, tetapi mempunyai kelemahan, diantaranya sangat rentan
terhadap impurities, terutama Chloride dan Sulfur.
Tube over pressure harusnya tidak terjadi, karena steam reformer biasanya
dilengkapi dengan safe guard seperti PSV di outlet steam reformer
disamping PSV yang ada pada discharge compressor feed gas. Namun jika
kedua PSV tersebut fail, maka tube over pressure dapat terjadi.
4. Tube expansion
VIII. Istilah-istilah
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 17 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
BAB IX
DELAYED COKING UNIT
(DCU)
I. Pendahuluan
Ketika hidrokarbon ditahan pada temperatur yang tinggi selama periode waktu
tertentu dapat diasumsikan akan pecah menjadi dua atau lebih radikal bebas.
Radikal bebas ini kemudian masuk ke sederetan reaksi yang menghasilkan
produk total dengan rentang molekul yang lebar. Rentang produk ini mulai dari
hidrogen sampai bitumen dan coke. Secara teori, reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut : panas dipergunakan untuk mendisosiasikan senyawa
(compound) membentuk radikal bebas.
Radikal reaktif yang lebih tinggi tidak muncul dalam effluent produk yang di
direngkah secara thermal, tetapi tergantung pada ukuran dan lingkungan
dimana mereka bereaksi dengan radikal yang lain. Senyawa-senyawa
hydrocarbons terdekomposisi menjadi olefins, bergabung dengan radikal yang
lain atau bereaksi dengan permukaan logam. Radikal yang besar tidak stabil
dan terdekomposisi membentuk olefins serta radikal yang lebih kecil.
Reaksi rantai radikal bebas berhenti ketika dua radikal berkombinasi atau
ketika terjadi reaksi radikal dengan logam atau racun (poison).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 1 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
C8H17* + H* → C8H18
x C 4H 8 + y C4H 6 + zC3 H →
Coke dan bitumen adalah polimer terakhir (ultimate polymers). Molekul menjadi
sangat besar dengan ikatan silang yang banyak. Tidak adanya hidrogen akan
menurunkan kelarutannya didalam hidrokarbon. Coke mempunyai rasio
hidrogen terhadap carbon kira-kira 1 : 1.
Sumber utama dari umpan Delayed Coking Unit adalah reduced crude dari
Vacuum Distillation Unit. Clarified oil yang merupakan produk dari Fluid
Catalytic Crackers (FCC) dan thermal cracking tars dianggap sebagai
komponen umpan yang juga penting yaitu untuk meningkatkan kualitas coke.
Coking yields dan sifat produk tergantung pada karakteristik umpan dan
kondisi operasi. Terkait dengan operasi coking, klasifikasi yang sangat umum
dipakai untuk menggambarkan unsur utama dari residu adalah asphaltenes,
resins, dan aromatics.
Fraksi resin dari residu mempunyai struktur yang sama dengan asphaltenes.
Resin merupakan material yang kental (viscous), yang menjelujur (tacky
materials) dengan volatilitas yang rendah. Berat molekul resin sedikit lebih
rendah daripada asphaltenes dan mengandung sejumlah material yang lebih
terkonsentrasi dari nitrogen dan sulfur.
Sifat-sifat yang ikut membantu terjadinya superior coke adalah low sulfur, low
volatile matter content, low metals and ash content, low porosity, low
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 2 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Kandungan sulfur yang tinggi tidak disukai untuk pembuatan anoda. Selama
proses grafitisasi (graphitization), evolusi sulfur dari kompleks carbon-sulfur
akan mendorong untuk mematahkan (fracturing) anoda. Kandungan logam
yang tinggi dari coke merusak kedua sifat electrical dan mechanical dari coke.
Volatile carbon matter merupakan sifat coke yang sangat menentukan yang
mempengaruhi harga jual dari green coke yang digunakan untuk industri
pabrik elektroda. Material ini mengandung volatile heavy hydrocarbon yang
tersimpan didalam coke matrix. Selama langkah kalsinasi dari peng-
konversian green coke menjadi calcined coke untuk carbon anodes,
hidrokarbon yang berat diuapkan dan secara esensial dihilangkan untuk
memperbanyak hasil coke yang mempunyai nilai carbon (carbon values)
melebihi 98 persen.
Tiga klasifikasi yang umum dari produk coke adalah sponge (bunga karang),
honeycomb (sarang madu), dan needle (jarum).
Sponge coke dihasilkan dari high resin asphaltene feedstock. Karena adanya
impurities dan low electrical conductivity, sponge coke tidak cocok untuk
pembuatan anoda. Penampakan fisis sponge coke adalah mengandung pori-
pori yang kecil yang dipisahkan oleh dinding yang tebal. Penggunaan dari
coke jenis ini adalah untuk :
Needle coke dihasilkan dari highly aromatic thermal tar atau decanted oil
feedstocks. Pada penampakannya, pori-pori yang unidirectional adalah sangat
kecil (very slender), berbentuk elliptical, dan dihubungkan pada major
diameter. Coke dengan sekelilingnya hampa yg mudah pecah dan setelah
pecah membentuk serpihan (splintery) atau bagian berbentuk jarum (needle).
Cracked distillates Delayed Coking Unit (LCGO dan HCGO) sungguh berbeda
dari distillate yang dihasilkan oleh unit lainnya. Cracked materials lebih olefinic,
lebih padat (denser), kurang stabil, dan incompatible untuk blending dengan
material yang murni (virgin materials). Olefins bersifat tidak stabil, dengan
adanya udara yang cenderung untuk bereaksi membentuk gum. Blending dari
cracked materials dengan virgin materilas pada proporsi tertentu menyebabkan
perubahan pada pelarutan material yang menghasilkan peningkatan
kandungan BS & W-nya, selain juga akan mem-promote terjadinya color
unstability produk.
Seksi coking terdiri dari coking heaters (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika 2
train), coke chambers (2 unit jika 1 train atau 4 unit jika 2 train), sebuah
fasilitas injeksi anti foam, dan sebuah coke chamber condensate receiver.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 5 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Bottom kolom fraksinasi (yang disebut sebagai combined feed karena terdiri
dari fresh feed dan recycle liquid) ditarik oleh pompa bottom fraksinasi dan
dialirkan ke coking heaters.
Sepasang coke chamber beroperasi dengan kerangan empat arah (four way
valve) pada inlet coke chamber untuk memungkinkan switching dari satu coke
chamber ke coke chamber lainnya. Untuk mengetahui level coke pada coke
chamber digunakan level detector radioaktif. Sebagai tambahan terhadap line
proses, disediakan line untuk quench water, steam, condensate removal, dan
blowdown.
Material yang tidak membentuk coke (fraksi ringan) meninggalkan top coke
chamber melalui vapor line dan dialirkan ke main fractionator dibawah bottom
tray.
Seksi fraksinasi terdiri dari main fractionator, LCGO Stripper, HCGO stripper,
charge surge drum, main fractionator overhead receiver, dan tanki cracked
slop.
Cold feed ke DCU dipompa dari tangki umpan dengan pompa storage feed
yang dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade dengan surge drum
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 7 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
bottom level controller. Cold feed bercampur dengan hot feed dari vacuum
bottom di Vacuum Distillation Unit sebelum masuk ke feed surge drum.
Total fresh feed dari feed surge drum dipompa oleh feed pump dengan
dikendalikan oleh flow controller yang di-cascade ke fractionator bottom level
controller. Aliran ini kemudian dipanaskan di feed/HCGO heat exchanger, dan
kemudian masuk ke main fractionator melalui distributor. Sebagai alternatif,
terdapat line feed yang masuk ke bottom main fractionator melalui sebuah
distributor yang berada di bawah level liquid normal (50%). Line alternatif ini
biasanya dipakai selama start up atau kapan saja diperlukan untuk
mempertahankan panas didalam kolom. Cracked slop oil dari tangki cracked
slop juga dapat ditambahkan ke fresh feed upstream dari feed/HCGO heat
exchanger yang dikendalikan oleh flow controller.
Seksi konsentrasi gas terdiri dari fractionator off gas compressor, high
pressure separator, kolom absorber, kolom debutanizer, dan LPG splitter.
LPG splitter berfungsi untuk menghilangkan ethane dan komponen yang lebih
ringan dari stream produk LPG. Bottom LPG splitter yang merupakan produk
LPG sebagian dialirkan ke thermosiphon LPG splitter reboiler dan sebagian
lagi diambil sebagai produk LPG dikirim ke tangki penyimpanan setelah
sebelumnya melalui LPG splitter feed/bottom heat exchanger, digunakan
sebagai pemanas. LPG splitter overhead vapor dikondensasi secara parsial di
LPG splitter overhead condenser sebelum masuk ke LPG splitter overhead
receiver. Liquid dari receiver dipompa dengan pompa LPG splitter reflux
kembali ke LPG splitter digunakan sebagai reflux. Sedangkan gas dari
receiver dikirim ke fuel gas system.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 9 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Seksi pembangkit steam terdiri dari sebuah steam disengaging drum, dua
common convection steam generators, sebuah circulating HCGO steam
generator, sebuah product HCGO steam generator, sebuah blowdown system
dan sebuah chemical feed system.
Fasilitas water handling dan blowdown terdiri dari sebuah coke pit, sebuah
clarifier, sebuah jet water storage tank, sebuah blowdown condenser knock
out drum, sebuah blowdown condenser, dan sebuah blowodown condenser
separator. Peralatan water handling dipakai untuk hydraulic decoking, water
quench dari coke chambers, dan fines handling. Line blowdown coke
chamber, yang dipakai secara intermittent selama cooling down dan warming
up dari chamber, mengalir ke blowdown condenser knock out drum.
Liquid yang ada di blowdown separator dan blowdown knock out drum
dipompakan dengan pompa blowdown condenser knock out drum melalui
blowdown condenser knockout drum cooler menuju tanki cracked slop pada
seksi fraksinasi. Vapour dari blowdown knock out drum mengalir ke blowdown
condenser separator. Air yang ada di blowodown condenser separator
mengalir ke blowdown separator secara gravitasi. Vapor dari blowdown
condenser separator mengalir ke flare header. Hidrokarbon dari blowdown
separator dan blowdown knock out drum dipompa dengan pompa slop
blowdown condenser separator dan dikirim ke tanki cracked slop pada seksi
fraksionasi.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 10 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
tanki penampungan inilah yang digunakan untuk membor coke yang ada di
coke chamber dengan menggunakan pompa jet hidrolik ke peralatan decoking.
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 11 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Best practice perhitungan yield Delayed Coking Unit dapat digambarkan dalam
tabel berikut :
Basis perhitungan :
a).
1. Coke drum pressure 35 – 45 psig Gunakan actual Conradson carbon bila ada
2. Feed adalah straight run residu b).
Semua °API adalah untuk fresh feed coker
3. End point gasoil 875 – 925 °F
4. End point gasoline 400°F
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 12 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
3,2 meter
Top point
Top source 137Cs
point detector
3 meter
Middle point
source 137Cs
Middle 18,4 meter
3 meter rod detector
Bottom point 15,4 meter
source 137Cs
12,4 meter
Bottom
9,4 meter
rod detector
19,6-19,8
meter
Coking unit dapat dioperasikan untuk menghasilkan high quality coke ataupun
untuk memaksimumkan yield gas, gasoline, dan produk middle distillate. Yield
dan kualitas produk dipengaruhi oleh variable-variabel operasi sebagai berikut:
Sumber crude dan jenis umpan mempunyai pengaruh yang besar pada yield
dan kualitas coke. Conradson carbon content umpan merupakan sifat yang
paling menonjol yang menentukan yield dari coke. Kandungan conradson
carbon yang lebih tinggi dari feed menghasilkan coke yield yang lebih tinggi.
Sifat-sifat umpan, yang terdiri dari komponen-komponen asphaltenes, resin,
dan aromatic, serta tingkat impuritiesnya, sangat mempengaruhi kualitas dari
coke.
yang tinggi, coke yang dihasilkan dari senyawa resin dan asphaltene
tidak dikehendaki untuk menghasilkan high grade carbon anodes.
• Mekanisme reaksi kedua meliputi polimerisasi dan kondensasi dari
aromatics. Coke dihasilkan melalui mekanisme kedua ini mengandung
konsentrasi aromatics yang tinggi dan konsentrasi impurities yang
rendah, yang kemudian akan memberikan premium grade carbon
anode setelah calcining dan graphitization.
Untuk rentang temperatur 485°C s/d 510°C untuk jenis umpan yang sama
maka kenaikan temperatur akan memperbaiki kualitas coke. Kenaikan
temperatur coke chamber akan meningkatkan penguapan hidrokarbon,
sehingga akan mengurangi coke volatile carbon matter content, yang
kemudian akan menghasilkan coke yang lebih keras (kualitas yang diinginkan
untuk anode). Namun hal ini akan menyebabkan kandungan impurities
meningkat, karena hidrokarbon yang teruapkan lebih banyak mengandung
hidrokarbon daripada impurities seperti logam dan sulfur yang sebagian besar
tertinggal dalam coke.
Secara umum reaksi thermal cracking adalah fungsi waktu dan temperatur.
Namun tekanan coke chamber dapat juga berpengaruh, yaitu dalam hal
menentukan derajat penguapan. Semakin rendah tekanan maka semakin
keras coke yang terbentuk, dan sebaliknya semakin tinggi tekanan maka
semakin lunak coke yang terbentuk. Namun biasanya tekanan coke chamber
dijaga pada kondisi disain, yaitu sekitar 4 kg/cm2g.
Seperti dijelaskan dalam point V.3, reaksi thermal cracking salah satunya
merupakan fungsi waktu, yaitu residence time. Semakin lama residence time-
nya maka yield coke semakin meningkat. Namun kondisi optimum harus
dicapai untuk mengakomodir yield coke dan kecepatan pembentukan coke
pada tube coking heater maupun pada transfer line (antara coking heater dan
switching valve).
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 14 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 15 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Coke
Chamber
Gantry
Crane
Coke Pit
Belt Conveyor
VI. Troubleshooting
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 16 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Tabel VI. Contoh Permasalahan, Penyebab, dan Troubleshooting Delayed Coking Unit
Permasalahan Penyebab Troubleshooting
Inlet pressure coking Terbentuknya coke pada bagian dalam tube coking • Perbaiki flame pattern.
heater meningkat. heater karena : • Cek properties umpan, atur kembali
• Flame pattern tidak bagus sehingga api komposisi umpan.
menyentuh tube yang menyebabkan hot spot. • Imbangi penurunan CFR dengan
• Perubahan properties umpan (umpan yang lebih penurunan temperatur coking heater.
ringan pada temperatur yang sama akan lebih • Jika inlet pressure meningkat sangat
mudah membentuk coke). tajam (dari 15 ke 19 kg/cm2) berarti
• Penurunan CFR yang drastis tidak diimbangi pembentukan coke pada bagian dalam
penurunan temperatur coking heater. tube coking heater sudah sangat
excessive, sehingga unit harus stop untuk
melakukan SAD (Steam-Air Decoking).
• Cleaning strainer pompa bottom
fractionator; over strainer ke strainer yang
stand by (strainer pompa bottom
fractionator dibuat tersendiri dan dibuat
memiliki spare, sedikit berbeda dengan
pompa pada umumnya).
• Strainer pompa bottom main fractionator penuh • Jika strainer bersih, cek flow fresh feed.
coke. Jika flow fresh feed normal maka
Pompa bottom main
• Loss of feed. kemungkinan besar terjadi penumpukan
fractionator loss suction
• Menumpuknya coke pada bottom main coke pada bottom main fractionator. Jika
fractionator. demikian maka unit harus distop dan
main fractionator harus dibuka untuk
mengeluarkan coke yang ada di bottom-
nya. Coke yang menumpuk di bottom ini
dapat berasal dari coke carry over dari
coke chamber (bentuk coke akan seperti
pasir, lunak dan berkaca-kaca karena
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 17 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 18 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto
BUKU PINTAR MIGAS INDONESIA
VII. Istilah-istilah
Teknologi Proses Kilang Minyak Bumi Halaman 19 dari 19 Kontributor : Adhi Budhiarto