You are on page 1of 30

1

BAB I

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Benigna Hipertrofi Prostat adalah penambahan berat prostat, BPH

didapat pada 50% laki-laki berusia antara 40-60 tahun dan pada 95% laki-laki

berusia lebih dari 70 tahun. Pada sebagian besar pasian, keadaan ini tanpa gejala,

namun BPH yang bermakna secara klinis didapatkan pada kira-kira 5-10% laki-

laki diatas usia 60 tahun. Sebagian kecil pasien ini memiliki gajala cukup

memerlukan tindakan pembedahan (Parakrama Chandrasoma & Clive R Taylor,

2006:686).

Sedangkan menurut Marilynn E Doenges dkk (2000) Benigna

Hipertofi Prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostate (secara umum

pada pria lebih tua 50 tahun) menyebabkan obstruksi uretral dan aliran urinaris.

Dari dua pengartian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna

Hipertrofi Prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostate (secara

umum pada pria lebih tua 50 tahun) menyebabkan obstruksi uretral dan aliran

urinaris yang pada sebagian besar pasian, keadaan ini tanpa gejala dan sebagian

kecil pasien ini memiliki gajala cukup memerlukan tindakan pembedahan.

B. ETIOLOGI

Menurut Parakrama Chandrasoma dan Clive R Taylor (2006)

etiologi dari BPH tidak diketahui. Perubahan status hormonal diduga sangat
2

berperan yaitu penurunan kadar androgen relatif terhadap terhadap kadar estrogen

diduga merangsang hyperplasia kelenjar dan stroma.

C. PATOFISIOLOGI

Prostate merupakan kelenjar yang berkapsul beratnya kira-kira dua

puluh gram yang melingkari uretra pria dibawah leher kandung kemih. Tanda dan

gejala yang berhubungan dengan BPH adalah akibat pembesaran prostate yang

berdampak penyumbatan parsial atau sepenuhnya pada saluran perkemihan bagian

bawah.

Salah satu tanda dan gejala dari BPH adalah nukturia (banyak

berkemih pada mala hari). Pada awalnya orang mengenal berkemih menjadi

sedikit dan sukar. Otot kandung kemih akan berkontraksi lebih kuat untuk

mengalirkan urin dari daerah yang tersumbat dan otot harus bekerja keras

sehingga menjadi hipertrofi. Urin yang tertahan pada trabekula atau cellula, yang

terjadi akibat kelenturan dari selaput mukosa diantara serabut-serabut yang

hipertrofi. Kandung kemih tidak mampu mengosongkan sepenuhnya ketika

berkemih (residu urin) sehingga air kencing menjadi alkali akibat status dan

menjadi subur untuk pertumbuhan bakteri. Kemudian penderita akan mengeluh

tanda dan gejala (frekuensi dan mendesak) dan bias tumbuh vesicolithiasis.

Sementara orang menderita hematuri karena pecahnya pembuluh darah akibat

terlalu meregang. Kerusakan fungsi ginjal bias terjadi akibat tekanan yang

membalik dari ureter ke ginjal. (Barbara C Long, 1996).


3

D. PATHWAY

Pathway menurt Barbara C Long (1996) dapat memunculkan

diagnosa diantaranya

Bagan 1.1 pathway Benigna Hipertrofi Prostat menurut Barbara C

Long (1996)

Perubahan usia

Perubahan keseimbangan hormon estrogen dan testoteron

Pembesaran prostate

Penyumbatan parsial/total

Tanda dan gejala kurang informasi

kurang pengetahuan

Nokturia sering bak berkemih sedikit dan sering

Kontraksi kandung kemih tidak normal

Isi kandung kemih tidak dikeluarkan secara tuntas

Retensi urin

Pemasangan kateter

Nyeri Resiko terjadinya infeksi


4

E. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinis menurut Marilynn E Doenges dkk (2000) pasien

biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dan aliran yang lambat

menyebabkan pancaran kemih yang buru. Pengosongan kandung kemih yang

tidak sempurna menyebabkan retensi urin kronis dan peningkatan frekuensi

berkemih. Obstruksi leher kandung kemih disebabkan oleh penekanan uretra dan

pembesaran lobus median periuretra yang menonjok ke dalam kandung kemih dan

bertindak seperti suatu kantup bola.

Menurut Brunner and Suddarth (2002) menyebutkan

bahwa manifestasi dari BPH adalah peningkatan frekuensi penuh,

nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan, abdomen

tegang, volume urine yang turun dan harus mengejan saat

berkemih, aliran urine tak lancar, dribbing (urine terus menerus

setelah berkemih), retensi urine akut.

Adapun pemeriksaan kelenjar prostat melalui

pemeriksaan di bawah ini :

1. Rectal Gradding

Dilakukan pada waktu vesika urinaria kosong :

Grade 0 : Penonjolan prostat 0-1 cm ke dalam rectum.

Grade 1 : Penonjolan prostat 1-2 cm ke dalam rectum.

Grade 2 : Penonjolan prostat 2-3 cm ke dalam rectum.

Grade 3 : Penonjolan prostat 3-4 cm ke dalam rectum.

Grade 4 : Penonjolan prostat 4-5 cm ke dalam rectum.


5

2. Clinical Gradding

Banyaknya sisa urine diukur tiap pagi hari setelah bangun tidur,

disuruh kencing dahulu kemudian dipasang kateter.

Normal : Tidak ada sisa

Grade I : sisa 0-50 cc

Grade II : sisa 50-150 cc

Grade III : sisa > 150 cc

Grade IV : pasien sama sekali tidak bisa kencing.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doengoes (2000:672) pemeriksaan diagnostic pada BPH

adalah sebagai berikut :

1. Urinalisa

Warna kuning, coklat gelap atau terang (berdarah), penampilan

keruh, pH 7 atau lebih besar (menunjukan infeksi), bakterimia, SDP, SDM

mungkin ada secara mikroskopi.

2. Kultur urin

Dapat menunjukan Staphylococus aureus, Proteus, Klebsiela,

Pseudomonas atau Escherichia coli.

3. sitologi urin

Untuk mengesampingkan kandung kemih.

4. BUN/creatinin

Meningkat bila terjadi kelainan fungsi ginjal.


6

5. Asam fosfat serum/antigen khusus prostatik

Meningkat karena pertumbuhan seluler dan pengaruh hormonal

pada kanker prostate (dapat mengidentifikasiakan metastase tulang).

6. SDP

Mungkin lebih dari sebelas ribu mengidentufikasikan bila

pasian tidak imunosupresi.

7. IVP dengan film pasca berkemih

Menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih,

membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan adanya pembesaran

prostate, divertikuli kandung kemih dan penebalanabnormal otot kandung

kemih.

8. Sistourenografi berkemih

Digunakan sebagai ganti IVP untuk memvisualisasikan kandung

kemih dan uretra karena ini menggunakan bahan kontras lokal.

9. Penentuan kecepatan penentuan aliran urin

Mengkaji derajat obstruksi kandung kemih.

10. Sistogram

Mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk

mengidentifikasi disfungsi yang tidak berhubungan dengan BPH.

11. Sistourenoskopi

Untuk mengggambarkan derajat pembesaran prostat dan

perubahan dinding kandung kemih (kontrainikasi adanya ISK akut

sehubungan dengan resiko sepsis gram negatif)


7

12. Sistometri

Mengevaluasi fungsi otot detrusor dan tonusnya.

13. Ultrasound transrektal

Mengukur ukuran prostat, jumlah residu urin, melokalisai lesi

yang tidak berhubungan dengan BPH.

G. PENATALAKSANAAN

Menurut Doengoes (2000:679) penataksanaan dari BPH

adalah dengan prosedur pembedahan prostatektomi yaitu reseksi bedah

bagian prostate yang memotong uretra untuk memperbaiki aliran urin dan

mengahilangkan retensi urinaria akut. Dan ada beberapa jenis prostatectomi

antara lain :

1) Trans Urethral Resection of the Prostat (TURP)

Jaringan prostat obstruktif dari modus medial sekitar uretra

diangkat dengan sistoskopi/resektoskopi dimasukan melalui uretra.

2) Suprapubik/Open Prostatectomy

Diindikasikan untuk massa lebih dari 60g/60cc. penghambat

jaringan prostat diangkat melaui insisi garis tengah bawah dibuat melalui

kandung kemih. Tindakan jenis lebih ditujukan bila ada batu kandung kemih.

3) Retropubik Prostatectomy

Massa jaringan prostate hipertrofi (lokasi tinggi di bagian

pekvis) diangkat melalui insisi abdomen bawah tanpa pembukaan kandung

kemih.
8

4) Perineal Prostatectomy

Massa prostate besar di bawah area pelvis diangkat melalui

insisi diantara skrotum dan rectum. Prosedur radikal ini dilakukan untuk

kanker dan dapat mengakibatkan impotensi.

I. FOKUS PENGKAJIAN

Fokus pengkajian menurut Doengoes (2000:671) adalah sebagai

berikut :

1. Sirkulasi

Tanda :

Penungkatan tekanan darah (efek pembesaran ginjal).

2. Eliminasi

Gejala :

Penurunan kekuatan/dorongan aliran urin, keragu-raguan

pada berkemih awal, ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung

kemih dengan lengkap dengan dorongan dan frekuensi berkemih, nokturia,

disuria, hematuri, duduk untuk berkemih, ISK berulang, riwayat batu

(statis urinaria), konstipasi (prostusi prostate ke dalam rectum)

Tanda :

Massa padat di bawah abdomen bawah (distensi kandung

kemih), nyeri tekan kandung kemih, hernia inguinalis, hemoroid

(mengakibatkan peningkatan tekanan abdomeminal yang memerlukan

pengosongan kendung kemih mengatasi tahanan).


9

3. Makanan dan Cairan

Gejala :

Anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan.

4. Nyeri/kenyamanan

Gejala :

Nyeri suprapubis, panggul atau punggung bawah.

5. Keamanan

Gejala :

Demam.

6. Seksualitas

Gejala :

Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan

seksual, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim, penurunan

kekuatan kontraksi ejakulasi.

Tanda :

Pembesaran dan nyari tekan prostate.

7. Penyuluhan/pembelajaran

Gejala :

Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit gagal ginjal,

penggunaan antihipersensitif atau antidepresan, antibiotic urinaria atau

agen antibiotic, obat yang dijual bebas untuk flu/alegi obat mengandung

simpatomimetik.
10

J. FOKUS INTERVENSI

Fokus intervensi menurut Doengoes (2000) adalah sebagai berikut :

1. Nyeri (akut)

Kriteria hasil :

Melapokan nyeri hilang dan klien tampak rileks.

Intervensi :

a. Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10) dan lamanya.

b. Beri posisi yang nyaman

c. Ajarkan tekhik distraksi relaksasi

d. Beri analgetik sesuai indikasi

2. Resiko tinggi infeksi

Kriteria hasil :

Bebas dari tanda-tanda infeksi atau inflamasi

Intervensi :

a. Awasi tanda-tanda vital

b. Lakukan perawatan prosedur invasive

c. Beri antibiotic sesuai indikasi

3. Kurang pengetahuan

Kriteria hasil :

Melaporkan paham tentang penyakit/prognosa

Intervensi :

a. Kaji pengetahuan klien tenteng penyakit


11

b. Beri pendidikan kesehatan

BAB II

RESUME KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Hari/tanggal/jam : Rabu/27 April 2011/07.45 WIB

Oleh : Luthfi Arifiyatun Nissa

Metode : Observasi dan wawancara

Sumber informasi : Klien, keluarga klien dan rekam medik

Tempat praktek : RSUD Brebes ruang Paviliun Adenium

1. Identitas Diri Klien

Nama : Tn. W

Umur : 83 tahun

Alamat : Pulosari Brebes

Pendidikan : Tidak sekolah

Pekerjaan : Buruh

Status perkawianan : Kawin

Tanggal masuk RS : Minggu, 24 April 2011

Data keluarga :

Klien mempunyai seorang isteri dan tujuh anak. Lima anak laki-

laki dan dua anak perempuan.

Bagan 1.2 genoragram


12

Keterangan :

= laki-laki

= perempuan

= laki laki meninggal

= perempuan meninggal

= klien

2. Riwayat Keperawatan

a. Keluhan Utama

Klien mengatakan nyeri di daerah kelamin karena

terpasang katater.
13

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Klien mengatakan sebelum masuk RS keluhan yang

dirasakan klien buang air kecil tidak lancar, merasa tidak puas saat

buang air kecil dan badan terasa panas dingin. Kemudian oleh keluarga

klien dibawa ke RSUD Brebes.

Tindakan yang dilakukan saat pertama masuk RS adalah

memasang kateter.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan sekitar lima bulan lalu pernah dirawat

di RS karena sakit BPH.

d. Diagnosa medis pada saat masuk RS, pemeriksaan penunjang dan

tindakan yang telah dilakuakan

Diagnosa saat masuk RS : BPH

Tindakan/terapi obat Minggu. 24 April 2011

Infus RL 20 tpm

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram

Paracetamol 3x500 gram

Rontgen thorak

Pemeriksaan laboratorium Minggu. 24 April 2011

Bagan 1.3 hasil pemariksaaan labotorium

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal


Hb 12,2 g% L=13-16
g% W=11-14
Leukosit 8100 M2drh 4000-10000
Trombosit 203000 Mm3 200000-500000
Hematokrit 39 Vol% L=40-48
14

Vol% W=37-43
LED 15 Mm 1=0-10
40 Mm 2=2-20
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1-3
Staf 1 % 2-6
Segmen 60 % 50-70
Limfosit 35 % 20-40
Monosit 4 % 2-8
SGOT 9 u/l L=<37
u/l W=<31
SGPT 24 u/l L=<37
u/l W=<31
Kolesterol 137 Mg/dl <200
Trigliserol 132 Mg/dl <200
Ureum 27 Mg/dl 10-50
Creatinin 0.50 Mg/dl L=0,6-0,9
Mg/dl W=0,5-0,9
GDS 99 Mg/dl 70-115
Golongan darah 0

Tindakan/terapi obat Senin. 25 April 2011

Infus RL 20 tpm

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram

Paracetamol 3x500 gram

Tindakan/terapi obat Selasa. 26 April 2011

Infus RL 20 tpm

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram

Paracetamol 3x500 gram

Tindakan/terapi obat Rabu. 25 April 2011

Infus RL 20 tpm

Injeksi Cefotaxime 2x1 gram


15

Paracetamol 3x500 gram

3. Pengkajian Saat Ini

1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan

Klien mengatakan bahwa dengan dirawat di RS keadaan klien

akan pulih kembali. Klien mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik

Program diit di RS adalah diit TKTP. Selama di RS klien

makan tiga kali sehari porsi habis. Klien mengatakan tidak mual, muntah dan

tidak ada keluhan dengan nutrisi.

Selama di RS klien minum 500cc peroral dan 1000 cc per iv.

Klien mengatakan tidak ada keluhan minum.

Jumlah cairan masuk seribu lima ratus milliliter dengan

masukan peroral limaratus milliliter dan seribu milliliter cairan inful jenis RL.

Jumlah cairan keluar saat pengkajian adalah seratus milliliter urin di dalam

urin bag.

Berat badab klien enam puluh kilogram dan tinggi badan

seratus tujuhpuluh centimeter. Dari data tersebut dapat diketahui status gizi

klien yaitu IMT=Kg/m2. Nilai normal IMT adalah delapanbelas sampai

duapuluh. Hasil perhitungan adalah 20,7. dari hasil tersebut maka status gizi

klien normal.

3. Pola Eliminasi
16

Klien mengatakan selama di Rs klien BAB satu kali bengan

konsistensi lunak, warna kuning dan bau khas. Klien mengatakan tidak ada

keluhan BAB.

Klien mengatakan selama di RS klien terpasang kateter.

Volume urinn pada saat pengkajian seribu milliliter dan warna kuning. Klien

mengatakan nyeri di daerah kelamin karena terpasang selang. P= prosedur

invasive (pemasangan kateter), Q= skala 4, R= daerah kelamin, S= klien

terlihat kesakitan, T= saat mengejan.

4. Pola Aktivitas dan Istirahat

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4


Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
Keterangan :

0 : mandiri

1 : dengan alat bantu

2 : dibantu orang lain

3 : dibantu alat dan orang lain

4 : tergantung total

Oksigenasi

Klien tidak terpasang kanul oksigen.

5. Pola Tidur dan Istirahat Selama Di RS


17

Klien mengatakan tidur malam dari pukul sepuluh malam dan

bangun pukul empat pagi. Klien mengatakan tidak ada masalah pola tidur.

6. Pola Perseptual

Pola penglihatan, pengecapan dan sensori klien masih baik.

Namun pola pendengaran klien sedikit berkurang karena faktor usia. Dan itu

merupakan hal yang normal terjadi pada lansia.

7. Pola Seksual dan Reproduksi

Klien mengatakan mempunyai seorang istri dan tujuh orang

anak. Lim anak kali-laki dan dua anak perempuan. Klien mengatakan bahagia

dengan keluarganya.

8. Pola Persepsi

Klien mengatakan bahwa sakit yang diderita adalah ujian dari

Allah SWT. Namun klien yakin dengan menjalani perawatan di RS kondisinya

akan pulih kembali.

9. Pola Peran dan Hubungan

Klien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang kepala

keluarga dalam keluarganya, suami dari istri dan bapak dari tujuh orang anak.

Hubungan klien dengan keluarga baik dan hubungan dengan orang-orang di

RS juga baik.

10. Pola Manageman Koping-Stress

Klien mengatakan jika terjadi masalah klien berdiskusi dengan

keluarganya untuk bersama menyelesaikan masalahnya.

11. Pola Nilai dan Keyakinan


18

Klien mengatakna bahwa dirinya adalah seorang muslim.

Sebelum sakit klien menjalankan kewajiban salat namun selama sakit klien

hanya berdoa kepada Allah SWT.

4. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan Umum : baik

2. Kesadaran : compos mentis

3. Vital Sign : TD=110/80 mmHg, N=78x/menit, S=36,50C dan

RR=24x/menit

4. BB/TB : 60kg/170cm

5. Kepala : bentuk mesosepal

6. Rambut : warna rambut hitam, putih dan bersih

7. Telinga : bersih, simetris dan tidak ada jejas

8. Hidung : bersih, tidak ada jejas dan tidak ada polip

9. Mata :

CA (-). SI (-), reflek cahaya (+), pupil Ø 3mm, edema palbebra (-)

10. Gigi dan mulut :

Membrane mukosa oral lembab, lidah bersi, bau (-), rongga mulut bersih, gigi

dan gusi bersih, stomatitis (-)

11. Leher : Inn (-) dan JVP (-)

12. Thorak :

I= pengembangan dada (+), retraksi dada (-) dan jejas (-)

P= pengembangan dinding dada (+/+) dan vocal vermitus (+)


19

P= sonor

A= bunyi paru vesikuler (+/+), suara tambahan (-), bunyi jantung S1-2

normal konstan dan bising jantung (-)

13. Abdomen :

I= dinding abdomen supel dan jejas (-)

A= bising usus (+) 14x/menit

P= timpani

P= spleen tidak terabs, hepar tidak teraba, nyeri tekan (-) dan nyeri lepas (-)

14. Inguinal :

Klien terpasang kateter hari keempat. Keteter bersih dan posisi masih baik.

Tanda-tanda infeksi/inflamasi tidak ada yaitu:

R= daerah inguinal tidak kemerahan

C= daerah inguinal tidak panas

T= daerah inguinal tidak membesar

D= daerah inguinal terasa sakit jika mengejan

F= daerah inguinal tidak ada penurunan fungsi

15. Ekstremitas :

Turgaor elastis baik, kulit lembab, bersih, jejas (-), WPK < 2 menit, edema (-),

terpasang iv line ditangan kanan hari keempat, eksremitas atas kekuatan 5/5

dan ekstremitas bawah kekuatan 5/5.

5. Program Terapi

1) Infuse RL 20 tpm
20

2) Injeksi cefotaxime 3x1 garam

3) Paracetamol 2x500

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium hari Minggu, 24 April 2011

Bagan 1.4 hasil pemeriksaan laboratorium

Parameter Hasil Satuan Nilai Normal


Hb 12,2 g% L=13-16
g% W=11-14
Leukosit 8100 M2drh 4000-10000
Trombosit 203000 Mm3 200000-500000
Hematokrit 39 Vol% L=40-48
Vol% W=37-43
LED 15 Mm 1=0-10
40 Mm 2=2-20
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0 % 1-3
Staf 1 % 2-6
Segmen 60 % 50-70
Limfosit 35 % 20-40
Monosit 4 % 2-8
SGOT 9 u/l L=<37
u/l W=<31
SGPT 24 u/l L=<37
u/l W=<31
Kolesterol 137 Mg/dl <200
Trigliserol 132 Mg/dl <200
Ureum 27 Mg/dl 10-50
Creatinin 0.50 Mg/dl L=0,6-0,9
Mg/dl W=0,5-0,9
GDS 99 Mg/dl 70-115
Golongan darah 0

Secara keseluruhan hasil nilai laboratorium masih dalam batas

normal.
21

Hasil pemeriksaan thorak pada Minggu, 24 April 2011 secar umum

baik.

ANALISA DATA

No Hari/ tanggal Data Problem Etiologi


1 Rabu, DS : Klien mengatakan Gangguan Prosedur

27 April 2011 nyeri di daerah kelamin rasa nyaman invasive

09.00 yang terpasang selang. nyeri (pemasangan

DO : kateter)

P : prosedur invasive

(pemasangan kateter)

Q : skala 4

R : daerah kelamin

S : Klien terlihat

kesakitan

T : saat mengejan
2 Rabu, DS : klien mengatakan Resiko Prosedur

27 April 2011 terpasang kateter hari terjadinya invasive

09.00 keempat. infeksi (pemasangan

DO : kateter)

Klien terpasang kateter

TD=110/80 mmHg

N=78x/menit

S=36,50C
22

RR=24x/menit

Tanda-tanda

infeksi/inflamasi

R= daerah inguinal

tidak kemerahan

C= daerah inguinal

tidak panas

T= daerah inguinal

tidak membesar

D= daerah inguinal

terasa sakit jika

mengejan

F= daerah inguinal

tidak ada penurunan

fungsi

3 Rabu, DS : Klien mengatakan Kurang Kurang

27 April 2011 tidak mengetahui pengetahuan informasi

09.00 tentang penyakitnya

DO :

Klien bertanya tentang

penyakitnya.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
23

1) Gangguan rasa nyamna nyeri berhubungan dengan prosedur invasive

(pemasangan kateter).

2) Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur invasive

(pemasangan kateter).

3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.


24

INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No. Intervensi Implementasi Evaluasi

Dx Tujuan/criteria hasil Rencana

1 Setelah dilakukan 1) Kaji nyeri Rabu, 27 April 2011 pukul 09.30 S : Klien mengatakan masih nyeri saat

asuhankeperawatan selama 2) Anjurkan posisi yang 1) Mengakaji nyeri mengejan.

1x8 jam diharapkan nyaman 2) Mengajurkan posisi yang nyaman O : P= prosedur invasive (pemasangan

kebutuhan rasa nyaman 3) Ajarkan distraksi 3) Mengajarkan distraksi relaksasi kateter), Q= skala 3, R= daerah kelamin,

nyeri klien terpenuhi relaksasi 4) Melanjutkan terapi pemberian S= klien terlihat kesakitan, T= saat

dengan criteria hasil : 4) Beri analgetik sesuai analgetik sesuai indikasi : mengejan.

1) Secara verbal klien indikasi. parasetamol 500 mg. A : maslah teratasi sebagian

melaporkan nyeri P : lanjutkan intervensi 1,2,3…

berkurang.

2) Skala nyari 0. Ttd Ttd

Luthfi Luthfi
2 Setelah dilakukan 1) Ukur TTV Rabu, 27 April 2011 pukul 09.45 S : klien mengatakn terpasang kateter
25

asuhankeperawatan selama 2) Kaji tanda-tanda 1) Mengukur TTV hari keempat.

1x8 jam diharapkan klien infeksi/inflamasi 2) Mengkaji tanda-tanda O : TD=110/80 mmHg

bebas dari tanda-tanda 3) Lakukan perawatan kateter infeksi/inflamasi N=78x/menit

infeksi/inflamasi dengan 4) Beri antibiotik sesuai 3) Melakukan perawatan kateter S=36,50C

kriteria hasil : indikasi 4) Memberi antibiotic sesuai indukasi : RR=24x/menit

1) Bebas tanda- cefotaxime 1 gr per iv. R= daerah inguinal tidak kemerahan

tandainfeksi/inflam C= daerah inguinal tidak panas dan suhu

asi. tubuh 36,50C

2) TTV dalam batas T= daerah inguinal tidak membesar

normal. D= daerah inguinal terasa sakit jika

mengejan

F= daerah inguinal tidak ada penurunan

fungsi

A : masalah teratasi sebagian

P : lanjutkan intervensi 1,2,3…


26

Ttd Ttd

Luthfi Luthfi
3 Setelah dilakukan 1) Motivasi klien/keluarga Rabu, 27 April 2011 pukul 09.30 S : Klien dan keluarga mengatakan

asuhankeperawatan selama untuk mengungkapkan 1) Memotivasi klien/keluarga untuk sedikit mengerti tentag penyakit BPH.

1x8 jam diharapkan klien pertanyaan tentang mengungkapkan pertanyaan tentang O : klien dan keluarga mampu

mengarti tentang penyakit penyakit. penyakit. menjawab satu pertanyaan dari tiga

BPH dengan kriteria hasil : 2) Beri pendidikan kesehatan 2) Memberi pendidikan kesehatan pertanyaan.

1) Secara verbal tentang penyakit BPH tentang penyakit BPH. A : masalah teratasi sebagian

mengatakan P : lanjutkan intervensi 1,2,3…

mengerti tentang

penyakit BPH. Ttd Ttd

Luthfi Luthfi
27

BAB III

PEMBAHASAN

Penulis telah melaksanakan studi kasus pada hari rabu, 27 April 2011

dengan metode observasi dan wawancara. Adapun judul dari studi kasus tersebut adalah

“Asuhan Keperawatan pada Tn. W dengan Benigna Prostat Hipertrofi (BPH) Di Ruang

Paviliun Adenium Rumah Sakit Umum Daerah Brebes”.

Dalam bab ini akan dibahas pengelolaan kasus terhadap Tn. W dengan

membandingkan konsep dasar yang terdapat dalam literatur dengan proses keperawatan

di lapangan. Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan penulis maka dapat dirumuskan

diagnosa yang muncul pada Tn.S adalah :

A. NYERI BERHUBUNGAN DENGAN PROSEDUR INVASIF (PEMASANGAN

KATETER

Menurut Capernito (2000:225) nyeri akut adalah keadaan dimana individu

mengalami dan melaporkan adanya ketidaknyamanan berat atau sensasi tak nyaman,

berakhir dari pertama detik sampai kurang dari eman bulan. Batasan karakteristik pada

masalah nyeri menurut Capernito dapat diperoleh dari data subjektif yaitu komunikasi

(verbal atau kode) yang memberikan gambaran nyari. Sedangkan dilihat dari data objektif

yaitu adanya perilaku melindungi atau proteksi, memfokuskan pada diri sendiri, adanya

penyempitan fokus (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari kontak sosial dan

kerusakan proses fakir), perilaku distraksi (seperti menagis, mondar-mandir, mencari

orang lain, mencari aktivitas dan galisah) , wajah tampak menahan nyeri (mata tidak

bersemangat, tampak terpukul, gerakan terfiksasi dan meringis), perubahan pada tonus

otot (kaku) dan respon autonomik tidak terlihat pada nyeri stabil kronis (diaporesis,

perubahan tekanan darah dan nadi, pipil dilatasi, peningkatan atau penurunan frekuensi

nafas).

Pengkajian pada hari rabu, 27 April 2011 diperoleh data subyektif klien mengatakan

nyeri di daerah kelamin yang terpasang selang.P : prosedur invasive (pemasangan

kateter),Q : skala 4R : daerah kelaminS : Klien terlihat kesakitanT : saat mengejan


28

B. RESIKO TERJADINYA INFEKSI BERHUBUNGAN DENGAN PROSEDUR

INVASIF (PEMASANGAN KATETER)

Menurut Nanda (2005:121) resiko infeksi adalah peningkatan untuk

terinvasi organisme pathogen. Menurut Nanda faktor resiko dari resiko infeksi antara lain

prosedur invasive, tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen,

trauma, destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, rupture membrane

amniotik, agen parmasetikal (missal imunosepresan), malnutrisi, peningkatan paparan

terhadap pathogen, imunosupresi, imunitas didapat tidak adekuat, pertahanan sekunder

tidak adekuat (Hb menurun, leukopenia dan penekanan respon inflamasi), pertahanan

primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma jaringan, penurunan gerak silia, cairan tubuh

statis, perubahan sekresi Ph dan perubahan peristaltic) dan penyakit kronis.

C. KURANG PENGETAHUAN BERHUBUNGAN DENGAN KURANG

INFORMASI

Kurang pengatahuan adalah suatu kondisi dimana individu/kelompok

mengalami kekurangan pengetahuan kognotif/ketrampilan psikomotor mengenai suatu

keadaan dan rencana tindakan pengobatan. (Capernito, 2000). Batasan karakteristik

mayor menurut Capernito pada masalah kurang pengetahuan antara lain klien

mengatakan kurangnya pengetahuan/ketrampilan/meminta informasi, mengekspresikan

persepsi yang tidak akurat terhadap kondisi kesehatan dan menampilkan secara tidak

tepat perikau sehat yang diinginkan/yang sudah ditentukan. Batasan minor pada masalah

kurang pengetahuan antara lain kurang integritas rencna tindak lanjut ke dalam kegiatan

sehari-hari, menunjukan/mengekspresikan gangguan psikologis misalnya cemas, depresi

yang diakibatkan oleh salahnya informasi/kurang informasi.


29

BAB IV

IMPLIKASI

Keberhasilan dalam suatu asuhan keperawatan sangat tergantung dari

pemberi asuhan keperawatan, sarana dan prasarana yang tersedia serta kaadaan pasien itu

sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kasus Benigna Hipertrofi

Prostat (BPH) memerlukan perawatan yang konperhensif. Dalam mengatasi kasus perlu

dilakukan tindakan yang tepat untuk menanganinya, maka dibutuhkan hasil anamnesa

yang valid waktu pertama kali masuk terutama pada keluhan pasien. Hal tersebut

dibutuhkan untuk menentukan tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi dan

menentukan tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi dan mementukan

diagnosa keperawatan yang tepat.

Kasus yang dikelola dalam satu hari pada hari Rabu, 27 April 2011 mulai

dari pengkajian sampai implementasi, didapatkan penglaman secara nyata dalam

memberikan asuhan keperawatan pada Tn. W dengan diagnosa Benigna Hipertrifi Prostat

(BPH). Ada beberapa kesenjangan antara kasus yang dihadapi dengan teori yang ada. Hal

ini sesuai dengan sifat manusia yang unik dimana antara yang satu dengan yang lain

dapat mempunyai pesmasalahan yang berbeda walaupun kasusnya sama.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dan evaluasi tidak semua masalah

teratasi. Hal ini tergantung pemberi asuhan keparawatan, sarana dan prasarana serta

pasien itu sendiri, dalam memberikan asuhan keperawatan hendaknya perawat mampu :

1. Menguasai penyakit yang diderita pasien dan menyampaikannya dalam

pendidikan kesehatan.

2. Memperhatikan rasa nyeri pada pasien dan keadaan kateter untuk mencegah

infeksi sehubungan prosedur invasive.

3. Bekolaborasi dengan tim medis lain seperti dokter, petugas laboratorium, ahli gizi

dan lain-lain agar dapat memberikan perawatan secara menyeluruh pada pasien.
30

4. Membina hubungan saling percaya sehingga perawat akan lebih mudah

menjalankan asuhan kepearawatan dengan jalan menjaga komunikasi yang baik.

Selain uraian diatas saran yang ingin penulis harapkan antara lain selama

proses pengkajian lebih fokus pada masalah keperwatan untuk mendapatkan data yang

valid serta kejelian dalam menganalisa data agar dapat menentukan dan memprioritaskan

diagnosa yang tepat sehingga dapat merencanakan dan melaksanakan tindakan

keperwatan yang tepat untuk pasien. Dengan demikian masalah keperawatan dapat

teratasi secara tepat dan menyeluruh.

You might also like