You are on page 1of 13

Perkembangan Islam Di Dunia

Pendidikan Agama Islam

Penyusun :

Galih Citra Yogyanti

Mianda Utami

Siti Sadiah

Tommi Febrian

Yulia Yulastri

Yustika Prihandini

XII IPA 1

R-SMA-BI Negeri 2 Bogor


KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala kebesaran dan
limpaha nikmat yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Perkembangan Islam Di Dunia “ .

Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami tentang sejarah perkembangan
islam di dunia sejak jaman dahulu hingga sekarang.

Dalam penulisan makalah ini, berbagai hambatan telah penulis alami. Oleh karena itu,
terselesaikannya makalah ini tentu saja bukan karena kemampuan penulis semata-mata. Namun
karena adanya dukungan dan bantuan dari pihak-pihak yang terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut, perlu kiranya penulis dengan ketulusan hati
mengucapkan terima kasih kepada bapak Drs. Endang Suherman, M.Pd. I yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu menyelesaikan laporan
percobaan ini.

Dalam penyusunan makalah, penulis menyadari pengetahuan dan pengalaman penulis


masih sangat terbatas. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran dari
berbagai pihak agar makalah ini lebih baik dan bermanfaaat.

Serta akhir kata penulis ucapkan semoga Allah SWT selalu membalas budi baik anda
semua.

Bogor, Februari 2010

Tim Penulis
PENDAHULUAN

Pasang surut kebudayaan dan peradaban islam di dunia dapat kita saksikan dalam
sejarah.akan tetapi, tentu sejarah itu harus memberikan kemajuan. Perkembangan ajaran, ilmu
pengetahuan, dan kebudayaan islam di dunia serta kemajuan dan kemundurannya umumnya
tergantung dari pemimpin dan penguasa islam dalam menyikapi problematika negerinya. Ada
pemimpin islam yang berpikiran cerdas terhadap ilmu pengetahuan sehingga negerinya
memperoleh kemajuan pesat, tetapi disamping itu, ada pula pemimpin islam yang senantiasa
bertikai, bermusuhan sehingga menyengsarakan rakyatnya, dan pada gilirannya terjadi
kemunduran.

Sesudah berakhirnya periode klasik Islam 650-1250 M dan kaum muslim memasuki
masa kemunduran. Akan tetapi justru eropa bangkit dari keterbelakangan politik, pengetahuan
dan teknologinya. Bahkan, kemajuan pengetahuan dan teknologi itulah yang mendukung
keberhasilan politik Eropa. Kemajuan Eropa sesungguhnya tidak bias dipisahkan dengan adanya
penyebaran Islam di Spanyol karena dari Islam Spanyol, Eropa banyak menimba ilmu.

A. Perkembangan agama, politik dan ekonomi

1. Dinasti islam di Spanyol


Pada periode klasik paruh pertama - masa kemajuan – (650-1000M), wilayah kekuasaan
Islam meluas melalui Afrika Utara (Aljazair dan Maroko) sampai ke Spanyol di Barat.
[2] Spanyol adalah nama baru bagi Andalusia zaman dahulu. Nama Andalusia berasal dari suku
yang menaklukkan Eropa Barat di masa lalu[3] sebelum bangsa Goth dan Arab (Islam).

Spanyol diduduki umat Islam pada zaman Khalifah Al-Walid[4] (705-715M), salah


seorang Khalifah dari Dinasti Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Ada tiga nama yang
sering disebut berjasa dalam penaklukan Spanyol, yaitu Musa bin Nushair, Tharif bin Malik dan
Thariq bin Ziyad. Dari ketiga nama tersebut, nama terakhirlah yang sering disebut paling
terkenal, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari
sebagian suku Barbar (muslim dari Afrika Utara) yang didukung Musa bin Nushair dan sebagian
lagi orang Arab yang dikirim Al-Walid. Pasukannya yang berjumlah 7000 orang menyeberang
selat di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad.[5] Tentara Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick
dapat ditaklukkan. Cordova jatuh pada tahun 711 M. dari sana, wilayah-wilayah Spanyol, seperti
Toledo, Sevilla, Malaga, dan Granada dapat dikuasai dengan mudah.

Sukses Thariq bin Ziyad di masa Al-Walid (Daulat Umayyah-Damaskus) diikuti oleh
Abd Al-Rahman Al-Dakhil (penguasa pertama Daulat Umayyah-Spanyol), yang berusaha
menata sistem pemerintahan. Ia melihat masyarakat Spanyol adalah masyarakat heterogen, baik
berdasarkan strata sosial, suku, ras, maupun agama. Dia memiliki tentara yang terorganisir
dengan baik yang jumlahnya tidak kurang dari 40.000 tentara bayaran Barbar dan juga
membangun angkatan laut yang kuat. Gebrakan lain yang dilakukannya adalah mendirikan
mesjid agung Cordova dan sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol.

Sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam
terakhir di sana, Islam memainkan peran yang sangat besar. Masa itu berlangsung selama hampir
8 abad (711-1429 M).[6] sejarah panjang yang dilalui umat Islam di Spanyol itu dapat dibagi
menjadi enam periode, yaitu:

1. Periode Pertama (711-755 M)

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh
Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri
Spanyol belum terkendali akibat gangguan keamanan di beberapa wilayah, karena pada masa ini
adalah masa peletakkan dasar, asas dan invasi Islam di Spanyol. Hal ini ditandai dengan adanya
gangguan dari berbagai pihak yang tidak senang kepada Islam. Sentralisasi kekuasaan masih di
bawah Daulat Umayyah di Damaskus.

2. Periode Kedua (755-912 M)

Pada masa ini Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang


bergelar amir (panglima atau gubernur), tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam,
yang ketika itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di Bagdad. Amir
pertama  adalah  Abdurrahman  I yang memasuki Spanyol tahun 138 H/755 M dan diberi gelar
al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol).[8] Dia adalah keturunan Bani Umayyah yang berhasil lolos
dari kerajaan Bani Abbas, ketika Bani Abbas berhasil menaklukkan Bani Umayyah di
Damaskus. Selanjutnya, ia berhasil mendirikan Dinasti Bani Umayyah di Spanyol.

Pada masa ini umat Islam di Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam
bidang politik, peradaban serta pendidikan. Abdurrahman mendirikan mesjid Cardova dan
sekolah-sekolah di kota-kota besar di Spanyol. Kemudian penerus-penerusnya yang lain seperti
Hisyam dikenal berjasa dalam menegakkan hukum Islam, dan Hakam dikenal sebagai
pembaharu dalam bidang kemiliteran, sedangkan Abdurrhman al-Ausath dikenal sebagai
penguasa yang cinta ilmu. Pada masa Abdurrhma al-Ausath ini pemikiran filsafat mulai masuk,
maka ia mengundang para ahli dari dunia Islam lainnya untuk datang ke Spanyol sehingga
kegiatan ilmu pengetahuan di Spanyol mulai semarak. 

3. Periode Ketiga (912-1013 M)

Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan Abdurrahman III, yang bergelar “An-
Nasir” sampai munculnya muluk at-thawaif (raja-raja kelompok). Pada periode ini Spanyol
diperintah oleh penguasa dengan gelar ‘Khalifah”. Pada periode ini juga umat Islam di Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan menyaingi Daulat Abbasiyah di Bagdad. Abdurrahman
an-Nasir mendirikan universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu buku.
Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.

4. Periode Keempat (1013-1086 M)

Pada periode ini Spanyol terpecah menjadi lebih dari 30 negara kecil di bawah pimpinan
raja-raja golongan atau al-muluk at-thawaif, yang berpusat di suatu kota seperti Sivilie, Toledo
dan sebagainya. Yang terbesar diantaranya adalah Abbadiyah di Sivilie.

Pada masa Khlaifah Sulaiman (1009-1010/1013-1016) keadaan pusat kekhalifahan


Spanyol dilanda kekacawan politik berlangsung secara cepat, akhirnya pada tahun 1013 M
dewan menteri yang memerintah Cardova menghapuskan jabatan khalifah. Pada saat ini
kekuatan muslim Spanyol terpecah dalam banyak negara kecil di bawah pimpinan raja-raja
atau muluk at-thawaif. Tercatat lebih 30 negara kecil yang berpusat di Seville, Cardova, Toledo
dan lain-lain.

5. Periode Kelima (1086-1248 M) Masa Dinasti Kecil

Pada periode ini terdapat suatu kekuatan yang masih dominan, yaitu kekuasaan dinasti
Murabbitun (1146-1235 M). dinasti Murabbitun pada mulanya adalah sebuah gerakan agama di
Afrika Utara yang didirikan oleh Yusuf ibn Tasyifin. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan
sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesh. Ia masuk ke Spanyol atas undangan penguasa-
penguasa Islam yang tengah mempertahankan kekuasaannya dari serangan raja-raja kristen. 
Pada tahun 1143 M, kekuasaan dinasti Murabbitun berakhir, baik di Afrika Utara maupun
di Spanyol dan digantikan oleh dinasti Muwahhidun. Dinasti Muwahhidun datang ke Spanyol di
bawah pimpinan Abdul Mun’im sekitar tahun 1114 dan 1154 M, kota-kota penting umat Islam di
Cordova, Almeria, dan Granada jatuh di bawah kekuasaannya. Untuk beberapa dekade dinasti ini
mengalami banyak kemajuan.

6. Periode Keenam (1248-1492 M)

Pada periode ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada di bawah dinasti Bani Ahmar
(1232-1492 M). peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman an-
Nasir. Namun secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Pada periode ini
adalah akhir dari ekstensi umat Islam di Spanyol. Menurut Harun Nasution, pada sekitar tahun
1609 M boleh dikatakan tidak ada lagi umat Islam di daerah ini.

2. Dinasti mamalik di Mesir

Dinasti mamalik adalah dinasti yang selamat dari serangan serangan-serangan bangsa
Mongol. Banyak kemajuan yang dicapai dari dinasti yang didirikan oleh para budak ini. Di
bidang politik atau pemerintahan, pemerintahan dinasti ini bersifat oligarki militer, kecuali dalam
waktu yang singkat ketika Qalawun (1280-1290 M) menerapkan pergantian sultan secara turun
temurun. Anak Qalawun berkuasa hanya empat tahun, karena kekuasaannya direbut oleh
Kitbugha (1295- 1297 M). Sistem pemerintahan oligarki ini banyak mendatangkan kemajuan di
Mesir. Kedudukan amir menjadi sangat penting. Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena
mereka merupakan kandidat sultan. Kemajuan-kemajuan itu dicapai dalam bebagai bidang,
seperti konsolidasi pemerintahan, perekonomian, dan ilmu pengetahuan. Di bidang ekonomi dan
perdagangan, dinasti Mamalik merupakan jalur utama perdagangan antara Asia dan Eropa
menggantikan posisi Baghdad yang telah hancur akibat serangan Mongol. Di bidang ilmu
pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad. Karena itu, ilmu-
ilmu banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika, dan ilmu
agama.
3. Masa tiga kerajaan besar (1500 – 1800 M)

a. Kerajaan Usmani

Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol
dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke
Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad kesembilan atau
kesepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan
Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat
pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran
tinggi Asia Kecil[1]. Di sana, di bawah pimpinan Erthogrul, mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Alauddin II, Sultan Seljuka yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat
bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin
menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak saat itu,
mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai itu kota.
Ketika pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin
terbunuh. Kerajaan Seljuk Tum kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usman
pun menyatakan kemerdekaan dan berkusasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah,
kerjaan Usmani dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang sering disebut juga
Usman I.

Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al Usman (raja besar keluarga


Usman) tahun 1300 M setapak demi setapah wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang
daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian, pada
tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan. Pada masa pemerintahan Orkhan (1326 M –
1359 M) Kerajaan Turki Usmani ini dapat menaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M,
Thawasyanli (1330 M, Usandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M). Daerah ini
adalah bagian benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Usmani.
Ketika Murad I, pengganti Orkhan, berkuasa (1359 M – 1389 M), selain memantapka keamanan
dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Ia dapat menaklukkan
Adrianopel-yang kemudian dijadikannya sebagai ibu kota kerajaan yang baru-, Macedonia,
Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian utara Yunani.

Ekspansi kerajaan Usmani sempat terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi diarahkan ke
Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan serangan ke Asia kecil.
Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara Turki Usmani mengalami
kekalahan. Bayazid I, pengganti Murad I, bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam
tawanan tahun 1403 M.
Kekalahan Bayazid I di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki Usmani. Penguasa-
penguasa Seljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah
Serbia dan Bulgaria juga memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu, putra-putra Bayazid
saling berebut kekuasaan. Suasana burk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403
-1421 M) dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan
mngembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sedia kala.

Usaha yang dilakukan oleh Sultan Muhammad I kemudian diteruskan oleh Murad II
(1421 – 1451 M), sehingga Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya pada masa Muhammad
II atau biasa disebut Muhammad Al-Fatih (1451 – 1484 M).

Sultan Muhammad Al-Fatih dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukkan


Konstantinopel tahun 1453 M. Dengan terbukanya Konstatinopel sebagai benteng pertahanan
terkuat Kerajaan Bizantium, lebih mudahlah arus ekspansi Turki Usmani ke Benua Eropa. Akan
tetapi ketika Sultan Salim I (1512 – 1520 M) naik tahta, ia mengalihkan perhatian ke arah timur
dengan menaklukkan Persia, Syria, dan dinasti Mamalik di Mesir[5]. Usaha Sultan Salim I ini
dikembangkan oleh Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520 – 1566 M). Ia tidak mengarahkan
ekspansinya ke salah satu arah timur atau barat, tetapi seluruh wilayah yang berada di sekitar
Turki Usmani merupakan obyek yang menggoda hatinya. Sulaiman berhasil menundukkan Irak,
Bergrado, Pulau Rhodes, Tunis, Budapest, dan Yaman.
Dengan demikian, luas wilayah Turki Usmani pada masa Sultan Sulaiman Al-Qanuni
mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak Syria, Hejaz, dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis, dan
Aljazair di Afrika; Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa[6].
Bangsa Turki juga banyak berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa
bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti Masjid Al-Muhammadi atau Mesjid Jami’ 
Sultan Muhammad Al-fatih, Mesjid Agung Sulaiman dan Mesjid Abi Ayyub al-Anshari.Mesjid-
mesjidtersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu mesjid yang terkenal dengan
keindahan kaligrafinya adalah mesjid yang asalnya gereja Aya Sopia. Hiasan kaligrafi itu,
dijadikan penutup gambar-gambar Kristiani yang ada sebelumnya.

Banyak faktor yang menyebabkan Kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran,


diantarannya adalah :

1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas.


2. Heterogenitas penduduk.
3. Kelemahan para penguasa.
4. Budaya pungli.
5. Pemberontakan tentara Jenisari.
6. Merosotnya ekonomi.
7. Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.

b. Kerajaan Safawi di Persia

Kerajaan safawi berdiri ketika kerajaan Usmani telah mencapai puncaknya. Dalam
perkembangannya kerajaan safawi sering bentrok dengan kerajaan Usmani. Berbeda dengan
kerajaan Usmani dan Mughal, kerajaan Safawi menyatakan diri sebagai Negara yang bermadhab
syi’ah.

Kerajaaan Safawi berasal dari sebuah tarekat yang berdri di Ardabil, yaitu sebuah kota di
Azerbaijan. Tarekat safawiyah ini berdiri hampir bersamaan dengan berdirinya kerajaan Usmani.
Nama tarekat ini diambil dari nama pendirinya yang bernama Safi Al-Din pada tahun (1252M-
1334M) dan nama safawi terus dipertahankan hingga menjadi kerajaan.

Pada awalnya gerakan tarekat safawi ini adalah bertujuan untuk memerangi orang-orang
yang ingkar. Kemudian memerangi golongan yang mereka sebut ahli-ahli bid’ah. Suatu ajaran
yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan keinginan dikalangan para
penganut ajaran itu untuk berkuasa. Karena itu lama-kelamaan murid-murid tarekat safawiyah
berubah menjadi tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menantang setiap orang
yang bermadhab berbeda atau selain mereka.

Kecenderungan memasuki dunia politik itu dapat terwujud pada masa kepemimpinan  Juned
(1447M-1460M). Dinasti safawi memperluas gerakannya dengan menambahkan kegiatan politik
pada kegitan keagamaan. Perluasan wilayah ini menimbulkan konflik dengan karo ko-yulu dan
juned kalah, akhirnya dia diasingkan ke suatu tempat. Ditempat itu dia mendapatkan
perlindungan dan bantuan dari para penguasa Diyar Bakr, ak-Koyulu. Selama dalam
pengasingan, Juned menghimpun kekuatan untuk kemudian beraliansi secara politik dengan
Uzun Hasan. Dan dia berhsil mempersunting sepupu Uzun Hasan . Kemudian dia terbunuh pada
saat mencoba merebut Sisilia.

Dibawah pimpinan Ismail pada tahun 1501M. Pasukan Qizilbazh menaglahkan Ak-konyulu
di Sharur dan behasil merebut ibu kotanya yaitu Tabriz dan di tempat itu dia memproklamasikan
dirinya sebagai raja petama dinasti Safawi (disebut Ismail I). Ismail I berkuasa selama 23 tahun.
Dalam waktu 10 tahun Ismail sudah mampu memperluas kekuaaannya hingga seluruh Persia.

Karena  ambisi politik yang kuat maka Ismail ingin mengembangkan kekuasaan kedaerah-daerah
lain seperti Turki Usmani. Rasa permusuhan terus berlangsung sampai sepeninggal Ismail.
Peperangan antara kedua kerajaan tersebut masih berlangsung hingga beberapa kali, yaitu pada
zaman pemerintahan Tahmasp (1524-1576 M), Ismail II(1576-1587 M), dan Muhammad
Khudabanda (1577-1587 M). Pada masa raja-raja tersebut kerajaan Safawi sangat lemah.
Keadaan ini baru bias diatasi pada raja ke-5 yaitu Abbas I.

Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan kerajaan Safawi. Secara poliltik Ia mampu
mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang menggangu kestabilitasan Negara dan berhasil
merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja
sebelumnya.

Di bidang seni, kemajuan tampak begitu jelas dalam gaya arsitektur bangunan-bengunannya,
seperti terlihat pada masjid Shah yang dibangun tahun 1611 M. Unsur seni lainnya juga terlihat
pula dalam bentuk kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode,
tembikar, dan benda seni lainnya.

c.  Kerajaan Mughal di India

Kerajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin
Babur (1482-1530 M), salah satu dari cucu Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza,
penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia
11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menaklukkan Samarkand yang menjadi kota penting di
Asia Tengah pada masa itu. Pada mulanya ia mengalami kekalahan tetapi karena mendapat
bantuan dari Raja Syafawi, Ismail I, akhirnay ia berhasil manaklukkan Samarkand tahun 1494
M. Pada tahun 1504 M ia menduduki Kabul, ibukota Afghanistan.

Pada tahun 1512 M, Babur berhasil menguasai Punjab denagn ibukotanya Lahore.
Setelah itu, ia memimpin tentaranya menuju delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah
pertempuran yang dahsyat di Panipat. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam
pertempuran itu. Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan
pemerintahannya di sana. Dengan demikian, berdirilah Kerajaan Mughal di India.
Setelah karajaan Mughal berdiri, raja-raja Hindu di seluruh India menyusun angkatan perang
yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan Hindu ini dapat dikalahkan Babur.
Sementara itu, di Afghanistan masih ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi. Mereka
mengangkat adik kandung Ibrahim Lodi, Mahmud, menjadi Sultan. Tetapi Sultan Mahmud Lodi
dengan mudah dikalahkan Babur dalam pertempuran dekat Gogra tahun 1529 . Pada tahun 1530
M Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah memerintah selama 30 tahun, dengan
meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh
anaknya humayyun.

Humayyun, putera sulung Babur, dalam melaksanakan pemerintahan banyak menghadapi


tantangan. Sepanjang masa kekuasaannya selama sembilan tahun (1530-1539 M) negara tidak
pernah aman. Ia senantiasa berperang melawan musuh. Di antara tantangan yang muncul ialah
pemberontakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang memisahkan diri dari Delhi.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan. Bahadur Shah melarikan diri dan Gujarat dapat dikuasai.
Pada tahun 1540 M terjadi pertempuran dengan Sher Khan di Kanauj. Dalam pertempuran ini
Humayyun mengalami kekalahan.

Ia terpaksa melarikan diri ke Kandahar dan selanjutnya ke Persia. Di persia ia menyusun kembali
tentaranya. Kemudian dari sini ia menyerang musuh-musuhnya dengan bantuan raja Persia,
Tahmasp. Humayyun dapat mengalahkan Sher Khan Shah setelah hampir 15 tahun berkelana
meninggalkan Delhi. Ia kembali ke India dan menduduki tahta kerajaan Mughal pada tahun 1555
M. Setahun setelah itu (1556 M) ia meninggal dunia karena terjatuh dari tangga
perpustakaannya, Din Panah.
Humayyun digantikan oleh anaknya, akbar, yang berusia 14 tahun. Karena ia masih muda, maka
urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan, seorang Syi’i. Pada masa akbar inilah kerajaan
Mughal mencapai masa keemasannya.

Di awal pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan


Shah yang masih berkuasa di Punjab. Pemberontakan yang mengancam kekuasaan Akbar adalah
itu berusaha memasuki kota Delhi. Bairam khan menyambut kedatangan pasukan tersebut
sehingga terjadilah peperangan yang dahsyat, yang disebut Panipat II pada tahun 1556 M. Himu
dapat dikalahkan. Ia ditangkap, kemudian dieksekusi. Dengan demikian, Agara dan Gwalior
dapat dikuasai penuh.
Setelah Akbar dewasa ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai
pengaruh sangat kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran Syi’ah. Bairam khan
memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Julllandur tahun 1561  M. Setelah persoalan-
persoalan dalam negeri dapat diatasi, Akbar mulai menyusun program ekspansi. Ia berhasil
menguasai  Chundar, Ghond, Chitor, Ranthabar, Kalinjar, Gujarat, Surat, Bihar, Benal, Kashmir,
Orissa, Deccan, Gawigarh, Narhala, Ahmadnagar, dan Asirgah. Wilayah yang sangat luas itu
diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik.
Dalam pemerintahan militeristik tersebut, Sultan adalah penguasa diktator; pemerintahan daerah
dipegang oleh seorang sipah salar (kepala komandan), sedang sub-distrik dipegang oleh faujdar 
(komandan), Jabatan-jabatan sipil juga diberi jenjang kepangkatan yang bercorak kemiliteran.
Pejabat-pejabat itu memang diharuskan mengikuti latihan kemiliteran.
Akbar juga menerapkan apa yang dinamakan dengan politik sulakhul (toleransi universal).
Dengan politik ini, semua rakyat India dipandang sama. Mereka tidak dibedakan karena
perbedaan etnis dan agama.

Kemajuan yang dicapai Akbar masih dapat dipertahankan oleh tiga sultan berikutnya. Tiga
sultan penerus Akbar ini memang terhitung raja-raja yang besar dan kuat. Orang-orang Moghul
berhasil terus memerintah sampai 1739. Setelah itu, kemajuan kerajaan Mughal tidak dapat
dipertahankan oleh raja-raja berikutnya. Terjadi rekonsiliasi selama abad 18 antara Hindu dan
Muslim di istana. Mereka belajar untuk saling memahami bahasa masing-masing dan membaca
serta menerjemahkan buku-buku dari Eropa bersama-sama. Tapi para pemimpin Sikh dan Hindu
dari daerah pegunungan masih menentang pemerintahan ini, dan di kawasan barat laut suku-suku
Afghan yang menurunkan Kerajaan Safawiah di Iran tidak berhasil membangun sebuah
imperium Muslim yang baru di India. Muslim India mulai merasa tidak nyaman dengan posisi
mereka, dan masalah mereka memunculkan banyak kesulitan dan perdebatan berkelanjutan yang
menyita perhatian Muslim selama periode modern. Sekarang mereka merasa bahwa bahwa
mereka adalah minoritas yang terhimpit di sebuah daerah yang bukan kawasan pinggiran, seperti
jantung imperium Ottoman Anatolia, melainkan salah satu dari kebudayaan inti dunia yang
berperadaban. Mereka tidak hanya melawan Hindu dan Sikh, tapi orang Inggris juga membangun
sebuah perdagangan yang kuat di benua kecil tersebut, yang jadi semakin politis. Untuk kali
pertamanya, Muslim menghadapi prospek untuk diatur oleh orang-orang yang tidak setia, dan
mengingat pentingnya ummah dalam ketaatan Islam , ini jelas mengganggu. Ini bukan sekedar
masalah politik, tapi menyentuh celah terdalam dari diri mereka. Ketidakyakinan yang baru akan
terus memberikan  ciri kehidupan Muslim di India.

Kemantapan stabilitas politik karena sistem pemerintahan yang diterapkan Akbar membawa
kemajuan daalm bidang-bidang yang lain. Dalam bidang ekonomi, kerajaan Mughal dapat
mengembangkan program pertanian, pertambangan dan perdagangan. Akan tetapi, sumber
keuangan negara lebih banyak bertumpu pada sektor pertanian. Di sektor pertanian ini,
komunikasi antara pemerintah dan petani diatur dengan baik pengaturan itu didasarkan atas lahan
pertanian. Deh merupakan unit lahan pertanian terkecil. Beberapa deh tergabung dalam pargana
(desa). Komunitas petani dipimpin oleh seorang mukaddam. Melalui para mukaddam itulah
pemerintah berhubungan dengan petani. Kerajaan berhak atas sepertiga dari hasil pertanian di
negeri itu. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika itu adalah biji-bijian, padi,
kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rampah, tembakau, kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.
Di samping untuk kebutuhan dalam negeri,hasil pertanian itu diekspor keEropa, Afrika, Arabia,
dan Asia Tenggara bersaman dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan kain tipis bahn
gordyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengal. Untuk meningkatkan produksi,Jehangir
mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617 M) mendirikan pabrik pengolahan hasil
pertanian di Surat.
Bersamaan dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya
seni yang menonjol adalah karya satera gubahan penyair istana, baik yang berbahasa Persia
maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Malik Muhammad Jayazi, seorang
sasterawan sufi yang menghasilkan karya besar berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang
mengandung pesan kebajikan jiwa manusia.  Pada masa Aurang zeb, muncul seorang sejarawan
bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah
kerajaan Mughal berdasarkan figur pemimpinnya.
Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai
kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan. Pada masa Akbar
dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, villa dan mesjid-mesjid yang indah. Pada masa Syah Jehan
dibangun mesjid berlapiskan mutiara dan Taj Mahal di Agra,Mesjid Raya Delhi dan istana indah
di Lahore.
Ada bebrapa faktor juga yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur pada satu
setengah abad terakhir dan membawa kepada kehancuran pada tahun 1858 M, yaitu :

1. Kemerosotan moral dan hidup mewah dikalangan elit politik ,


yang mengakibatkanpemborosan dalam penggunaan uang negara.
2. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ”kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan
sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan sesudahnya.
3. Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang
kepemimpinan.
4. Terjadi stagnasi dalam pembinaan militer sehingga oprasi militer inggris di wilayah-
milayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal.
B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

C. Perkembangan Seni Dan Budaya

D. Hikmah Perkembangan Islam Di Dunia

You might also like