Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4 – 4 cm, yaitu pada akhir
bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial
pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian
membesar, tumbuh kea rah bawah mengalami migrasi ke bawah yang akhirrnya
melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang
berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang
pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap, sehingga dapat terjadi
kelenjar di sepanjang jalan tersebut, yaitu antara kartilago tiroid dengan basis lidah.
Dengan demikian, kegagalan menutupnya duktus akan mengakibatkan terbentuknya
kelenjar tiroid yang letaknya abnormal yang disebut persistensi duktus tiroglosus.
Persistensi duktus tiroglosus dapat berupa kista duktus tiroglosus, tiroid lingual atau tiroid
servikal. Sedangkan desensus yang terlalu jauh akan menghasilkan tiroid substernal. Sisa
ujung kaudal duktus tiroglosus ditemukan pada lobus piramidalis yang menempel di ismus
tiroid. Branchial pouch keempatpun ikut membentuk bagian kelenjar tiroid, dan
merupakan asal mula sel – sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus yang menutupi cincin trakea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada facia pratrakea sehingga pada setiap gerakan menelan
selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kea rah cranial, yang merupakan cirri
khas kelenjar tiroid. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu
bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Setiap lobus tiroid yang
berbentuk lonjong berukuran panjang 2,5 – 4 cm, lebar 1,5 – 2 cm dan tebal 1 – 1,5 cm.
berat kelenjar tiroid dipengaruhi oleh berat badan dan masukan yodium. Pada orang
dewasa beratnya berkisar antara 10 – 20 gram. Vaskularisasi kelenjar tiroid termasuk amat
baik. A. tiroidea superior berasal dari a. karotis komunis atau a. karotis eksterna, a.
tiroidea inferior dari a. subclavia, dan a. tiroid ima berasal dari a. brakiosefalik salah satu
cabang arkus aorta. Ternyata setiap folikel tiroid diselubungi oleh jala – jala kapiler dan
limfatik, sedangkan system venanya berasal dari pleksus perifollikuler yang menyatu di
permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral dan inferior. Aliran darah ke
kelenjar tiroid diperkirakan 5 ml/ gram kelenjar/ menit; dalam keadaan hipertiroidisme
aliran ini akan meningkat sehingga dengan stetoskop terdengar bising aliran darah dengan
jelas di ujung bawah kelenjar.
Secara anatomis dari dua pasang kelenjar paratiroid, sepasang kelenjar paratiroid
menempel di belakang lobus superior tiroid dan sepasang lagi di lobus medius, sedangkan
nervus laringeus rekuren berjalan di sepanjang trakea dibelakang tiroid.
Pembuluh getah bening kelenjar tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus
trakealis. Selanjutnya dari pleksus ini kea rah nodus pralaring yang tepat berada di atas
ismus menuju ke kelenjar getah bening brakiosefalik dan sebagian ada yang langsung ke
duktus torasikus. Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran
keganasan yang berasal dari kelenjar tiroid.
Dengan mikroskop terlihat kelenjar tiroid terdiri atas folikel dalam berbagai ukuran
antara 50 – 500 mm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak
menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap kea rah membrane basalis.
Folikel ini berkelompok – kelompok sebanyak kira – kira 40 buah untuk membentuk
lobules yang mendapat darah dari end arteri. Folikel mengandung bahan yang jika
diwarnai dengan hematoksilin – eosin berwarna merah muda yang disebut koloid dan
dikelilingi selapis epitel tiroid. Ternyata tiap folikel merupakan kumpulan dari klon sel
tersendiri. Sel ini berbentuk kolumnar apabila dirangsang oleh TSH dan pipih apabila
dalam keadaan tidak terangsang / istirahat. Sel folikel mensintesis tiroglobulin (Tg) yang
disekresikan ke dalam lumen folikel. Tg adalah glikoprotein berukuran 660 kDa, dibuat di
reticulum endoplasmik, dan mengalami glikosilasi secara sempurna di aparat golgi.
Protein lain yang amat penting disini ialah tiroperoksidase (TPO). Enzim ini berukuran
dengan 103 kDa yang 44 %- nya berhomologi dengan mieloperoksidase. Baik TPO
maupun Tg bersifat antigenik seperti halnya pada penyakit tiroid autoimun, sehingga dapat
digunakan sebagai penanda penyakit. Biosintesis hormone T4 dan T3 terjadi di dalam
tiroglobulin pada batas antara apeks sel – koloid. Di sana terlihat tonjol – tonjol mikrovili
folikel ke lumen; dan tonjol ini terlihat juga dalam proses endositosis tiroglobulin.
Hormon utama yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) tersimpan dalam koloid sebagai
bagian dari molekul tiroglobulin. Hormon ini hanya akan dibebaskan apabila ikatan
dengan tiroglobulin ini dipecah oleh enzim khusus.
Yodium diserap oleh usus halus bagian atas dan lambung, dan 1/3 hingga ½
ditangkap kelenjar tiroid, sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Ditaksir 95 % yodium
tubuh tersimpan dalam kelenjar tiroid, sisanya dalam sirkulasi (0,04 – 0,57 %) dan
jaringan.
Hormon kalsitonin, yang juga dihasilkan oleh kelenjar tiroid, berasal dari sel
parafolikular (sel CO). hormon ini berperan aktif dalam metabolisme kalsium dan tidak
berperan sama sekali dalam metabolisme yodium. Mengingat asal hormon ini, kalsitonin
seringkali digunakan sebagai penanda untuk mendeteksi adanya carcinoma medullare
thyroid.
Proses biosintesis hormon tiroid secara skematis dapat dilihat dalam beberapa tahap,
sebagian besar distimulir oleh TSH, yaitu tahap :
a) Tahap trapping
b) Tahap oksidasi
c) Tahap coupling
e) Tahap deiyodinasi
f) Tahap proteolisis
Yodida (I) bersama dengan Na diserap oleh transporter yang terletak di membrane
plasma basal sel folikel. Protein transporter ini disebut sodium iodide symporter (NIS),
berada di membrane basal, dan kegiatannya tergantung adanya energy, membutuhkan O2
yang didapatkan dari ATP. Proses ini distimulir oleh TSH sehingga mampu meningkatkan
konsentrasi yodium intrasel 100 – 500 x lebih tinggi dibandingkan kadar ekstrasel. Hal ini
dipengaruhi njuga oleh tersedianya yodium dan aktivitas tiroid. Beberapa bahan seperti
tiosianat (SCN) dan perklorat (ClO4) justru menghambat proses ini. Beberapa ion lain
dapat menghambat pompa yodida ini dengan urutan kekuatan: TcO4, SeCN, NO2, Br. TcO4
maupun perklorat secara klinis dapat digunakan memblok uptake yodida dengan cara
inhibisi kompetitif pada pompa yodium. Nitrit (NO2) dan Br dengan kadar yang cukup
tinggi juga dapat menghambat, meskipun kekuatannya lebih lemah. Berdasarkan hal ini
maka ‘perchlorate discharge test’ dilakukan untuk diagnosis adanya defek proses yodinasi
yang bersifat kongenital. Pertechnetat (TcO4-) juga mampu lewat pompa yang sama,
sehingga dalam klinis Pertechnetat radioaktif digunakan memindai kelenjar tiroid.
H2O2 + I- -----------------TPO--------------------- I0
Tg-DIT-------------------TPO-------------------- Tg-T4
Proses tangkapan yodium, sintesis Tg, proses yodinasi di apeks serta proses
endositosis dipengaruhi oleh jenuhnya yodium intrasel. Akan dibentuk yodolips atau
yodolakton yang berpengaruh atas generasi H2O2 yang mempengaruhi keempat proses
tersebut. Ini dikenal sebagai autoregulasi kelenjar tiroid. Pemberian yodium dalam jumlah
banyak dan akut menyebabkan terbentuknya yodolipid banyak, yang berakibat uptake
yodium dan sintesis hormon berkurang (efek Wolff- Chaikoff). Proses ini akan berkurang
dengan sendirinya karena yodolipid yang dibentuk akan berkurang dan hilang, dan terjadi
escape. Bila tiroid gagal dalam adaptasi ini, missal pada tiroiditis autoimun atau pada
dishormogenesis, terjadilah hipotiroidisme Iodine induced.
Goitrogen alamiah juga berefek di tahap ini, sehingga produksi hormon berkurang
dan memberi reaksi umpan balik berupa gondok. Yodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi
kadar yodium plasma, sehingga makin tinggi kadar yodium intrasel akan makin banyak
yodium terikat. Kejadian sebaliknya pada defisiensi yodium, yodium yang terikat
berkurang, akibatnya T3 diproduksi lebih banyak daripada T4. Apabila hormon ini
disekresikan akan terlihat kadar T3 didarah meningkat, suatu fenomena yang umumnya
ditemukan di daerah GAKI berat, dikenal sebagai preferential secretion of hormone.
TRANSPORTASI HORMON
T3 maupun T4 diikat oleh protein serum. Hanya 0,35% T4 total dan 0,25% T3 total
berada pada keadaan bebas. Ikatan T3 dengan protein, kurang kuat dibandingkan T4, tapi
efek hormonnya lebih kuat dan turnovernya lebih cepat, sehingga T3 ini sangat penting.
Ikatan hormon-protein makin melemah dari TBG (thyroxin binding globulin), TBPA
(thyroxin binding prealbumin atau transtiretin), serum albumin. Normalnya kadar
yodotironin total menggambarkan kadar hormon bebas, namun dalam keadaan tertentu
jumlah protein binding dapat berubah, meningkat pada neonates, penggunaan estrogen
termasuk kontrasepsi oral, penyakit hati kronik dan akut, meningkatnya sintesis di hati
karena pemakaian kortikosteroid dan pada kehamilan. Menurun pada penyakit ginjal dan
hati kronik, penggunaan androgen dan steroid anabolik, sindrom nefrotik dan keadaan
sakit berat. Penggunaan obat salisilat, hidantoin, obat anti-inflamasi seperti fenklofenak
menyebabkan kadar hormon total menurun, karena obat-obat tersebut mengikat protein
secara kompetitif, akibatnya kadar hormon bebas meningkat.
Metabolisme protein
Metabolisme karbohidrat
Metabolisme lipid.
Efeknya membutuhkan waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Efek genomnya
menghasilkan panas dan konsumsi O2 meningkat, pertumbuhan dan maturasi otak dan
susunan saraf yang melibatkan Na+K+ATPase, sebagian lagi karena reseptor beta
adrenergik yang bertambah. Ada juga efek non genomic misalnya, meningkatnya transport
asam amino dan glukosa, menurunnya enzim tipe-2 5’-deyodinasi di hipofisis.
Pertumbuhan fetus
Sebelum minggu 11 tiroid belum bekerja, juga TSHnya. Dalam keadaan ini karena
DIII tinggi di plasenta, hormon tiroid bebas yang masuk fetus amat sedikit, karena
diinaktivasi di plasenta. Tidak adanya hormon yang cukup menyebabkan lahirnya
bayi kretin (retardasi mental dan cebol).
Dirangsang olehT3 lewat Na+K+ATPase di semua jaringan kecuali otak, testis dan
limpa. Metabolisme basal meningkat. Hormon tiroid menurunkan kadar
superoksida dismutase hingga radikal bebas anion superoksida meningkat.
Efek kardiovaskuler
T3 menstimulasi:
Efek simpatik
Efek hematopoeitik
Efek gastrointestinal
Pada hipertiroidisme motilitas usus meningkat, hingga kadang ada diare. Pada
hipotiroidisme terjadi obstipasi dan transit lambung melambat, yang menyebabkan
menurunnya berat badan.
Turn over tulang meningkat, resorbsi tulang lebih terpengaruh dari pada
pembentukannya. Hipertiroidisme dapat menyebabkan osteopenia. Dalam keadaan
berat dapat terjadi hiperkalsemia, hiperkalsiuria, dan penanda hidroksiprolin dan
cross-link piridium.
Efek neuromuskuler
Turn-over yang meningkat juga menyebabkan miopati dan miolisis. Dapat terjadi
kreatinuria spontan, kontraksi serta relaksasi otot meningkat (hiperrefleksia).
Efek endokrin
a. Autoregulasi
TSH disintesis oleh sel tirotrop hipofisis anterior. Banyak kesamaan dengan
LH dan FSH. Ketiganya terdiri dari subunit α - dan β dan ketiganya mempunya
subunit α - yang sama namun berbeda subunit β . Efek pada tiroid akan terjadi
dengan ikatan TSH dengan reseptor TSH (TSHr) di membran folikel. Sinyal
selanjutnya terjadi lewat protein G (khususnya Gsa). Dari sinilah terjadi
perangsangan protein kinase A oleh cAMP untuk ekspresi gen yang penting untuk
fungsi tiroid seperti pompa yodium, Tg, pertumbuhan sel tiroid dan TPU, serta
faktor transkripsi TTF1, TTF2, dan PAX8. Efek klinisnya terlihat perubahan
morfologi sel, naiknya produksi hormon, folikel dan vaskularitasnya bertambah
oleh pembentukan gondok, dan peningkatan metabolisme.
T3 intratirotrop mengendalikan sintesis dan sekresinya (mekanisme umpan
balik) sedang TRH mengontrol glikosilasi, aktivasi dan keluarnya TSH. Beberapa
obat bersifat menghambat sekresi TSH : somatostatin, glukokorticoid, dopamine,
agonis dopamine (misalnya bromkriptin), juga berbagai penyakit kronik dan akut.
Medula Adrenal
Gonad
TIROIDITIS
PENGANTAR
Istilah tiroiditis mencakup segolongan kelainan yang ditandai dengan adanya
inflamasi tiroid. Termasuk didalamnya keadaan yang timbul mendadak dengan disertai
rasa sakit yang hebat pada tiroid ( misalnya subacute granulomatous thyroiditis dan
infectious thyroiditis), dan keadaan dimana secara klinis tidak ada inflamasi dan
manifestasi penyakitnya terutama dengan adanya disfungsi tiroid atau pembesaran kelenjar
tiroid ( misalnya subacute limphocytic painless thyroiditis ) dan tiroiditis fibrosa (Riedel
thyroiditis).
Pada golongan tiroiditis subakut pola perubahan fungsi tiroid biasanya dimulai
dengan hipertiroid, diikuti dengan hipotiroid dan akhirnya kembali eutiroid. Hipertiroid
terjadi karena kerusakan sel-sel folikel tiroid dan pemecahan timbunan tiroglobulin,
menimbulkan pelepasan yang tidak terkendali dari hormon T3 dan T4. Hipertiroid ini
berlangsung sampai timbunan T3 dan T4 habis. Sistesis hormon yang baru terhenti tidak
hanya karena kerusakan sel-sel folikel tiroid tetapi juga karena penurunan TSH akibat
kenaikan T3 dan T4. Hipotiroid yang terjadi biasanya sementara. Bila inflamasinya
mereda, sel-sel folikel tiroid akan regenerasi, sistesis dan sekresi hormon akan pulih
kembali.
KLASIFIKASI TIROIDITIS
Tirioditis dapat dibagi berdasar atas etiologis, patologi atau penampilan klinisnya.
Penampilan klinis dapat berupa perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit pada
tiroid. Ada tidaknya rasa sakit ini penting karena merupakan pertimbangan utama untuk
menegakkan diagnosis.
Berdasarkan perjalanan penyakit dan ada tidaknya rasa sakit tiroiditis dapat dibagi atas:
• Tiroiditis akut dan disertai rasa sakit:
1. Tiroiditis infeksiosa akut = tiroiditis supurativa
2. Tiroiditis oleh karena radiasi
3. Tiroiditis traumatika
• Tiroiditis subakut
A. Yang disertai rasa sakit : Tiroiditis granulomatosa = tiroiditis non
supurativa = Tiroiditis de quervain
B. Yang tidak disertai rasa sakit :
1. Tiroiditis limfositik subakut
2. tiroiditis postpartum
3. Tiroiditis oleh karena obat-obatan
• Tiroiditis kronik:
1. Tiroiditis Hashimoto
2. Tiroiditis Riedel
3. Tiroiditis infeksiosa kronis oleh karena mikrobakteri, jamur, dan sebagainya
TIROIDITIS SUBAKUT
Tiroiditis subakut dapat dibagi atas ada tidaknya rasa sakit.
TIROIDITIS KRONIS
Tiroiditis kronis meliputi tiroiditis Hashimoto, tiroiditis Riedel dan tiroiditis
infeksiosa kronis.
Tiroiditis Hashimoto (TH)
Penyakit ini sering disebut tiroiditis autoimun kronis, merupakan penyebab utama
hipotiroid di daerah yang iodiumnya cukup. Karakter klinisnya berupa kegagalan tiroid
yang terjadi pelan – pelan, adanya stuma atau kedua - duanya yang terjadi akibat
kerusakan tiroid yang diperantarai autoimun. Hampir semua pasien mempunyai titer
antibodi tiroid yang tinggi, infiltrasi limfositik termasuk sel B dan T, dan apoptosis sel
folikel tiroid.
Penyebab tiroiditis Hasimoto diduga kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan.
Suseptibilitas gene yang dikenal adalah HLA dan CTLA – 4. Mekanisme
imunopatogenetik terjadi karena adanya ekresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan
presentasi langsung dari antigen tiroid pada sistem imun. Adanya hubungan familial
dengan penyakit Graves dan penyakit Graves sering terlibat pada tiroiditis Hasimoto atau
sebaliknya menunjukan bahwa kedua penyakit tersebut patofisiologinya sangat erat,
walaupun manifestasi klinis berbeda.
Ada 2 bentuk tiroiditis Hasimoto yaitu bentuk goitrous (90%) dimana terjadi
pembesaran kelenjar tiroid dan bentuk atropi (10%) dimana kelenjar tiroidnya mengecil.
Tiroidis Hasimoto umumnya terdapat pada wanita dengan ratio wanita : laki – laki = 7 : 1.
bentuk varian tiroiditis Hashimoto termasuk subacute lymphocytic painless tiroiditis dan
post partum thyroiditis
Perjalanan penyakit TH ini pada awalnya mungkin dapat terjadi hipertiroid karena
adanya proses inflamasi, tetapi kemudian akan diikuti terjadinya penurunan fungsi tiroid
yang terjadi pelan-pelan. Sekali mulai timbul hipotiroid maka gejala ini akan menetap.
Gambaran PA-nya berupa infiltrasi limfosit yang profus, lymphoid germinal centers
dan destruksi sel-sel folikel tiroid. Fibrosis dan area hiperplasi sel folikuler (oleh karena
TSH yang meningkat) terlihat pada TH yang hebat.
Ada 4 antigen yang berperan pada TH yaitu tiroglobulin, tiroid peroksidase, reseptor
TSH dan sodium iodine symporter. Hampir semua pasien TH mempunyai antibody
terhadap tiroglobulin dan TPO dengan konsentrasi yang tinggi. Pada penyakit tiroid yang
lain dan pada orang normal kadang - kadang didapatkan juga antibodi ini tetapi dengan
kadar yang lebih rendah. Antibodi terhadap reseptor TSH dapat bersifat stimulasi atau
memblok reseptor TSH. Pada penyakit Graves antibodi yang bersifat memacu lebih kuat
dan karena menimbulkan hipertiroid. Sedangkan pada TH antibodi yang bersifat memblok
lebih kuat dan karena menimbulkan hipotiroid. Antibodi terhadap reseptor TSH ini
bersifat spesifik pada penyakit Graves dan TH. Antibodi terhadap sodium iodine
symporter terdapat pada 0-20% pasien TH. Antibodi ini manghambat RAIU yang dipacu
TSH.
Pengobatan TH ditujukkan terhadap hipotiroid dan pembesaran tiroid. Levotiroksin
diberikan sampai kadar TSH normal. Pada pasien dengan struma baik hipotiroid maupun
eutiroid pemberian Levotiroksin selama 6 bulan dapat mengecilkan struma 30%.
Pasien TH yang disertai adanya nodul perlu dilakukan AJH untuk memastikan ada
tidaknya limfoma atau karsinoma. Walaupun jarang resiko limfoma tiroid ini meningkat
pada TH.
Tiroiditis Riedel
Tiroiditis Riedel dapat merupakan penyakit yang terbatas pada kelenjar tiroid saja atau
dapat merupakan bagian dari penyakit infiltratif umum suatu multifokal fibrosklerosis
yang dapat mengenai ruang retroperitoneal, mediastinum, ruang retroorbital dan traktus
biliaris. Kelenjar tiroid membesar secara progesif yang tidak disertai rasa sakit, keras dan
bilateral. Proses fibrotik ini berkaitan dengan adanya inflamasi sel mononuklear yang
menjorok melewati tiroid sampai kejaringan lunak peritiroid.
Fibrosis peritiroidal ini dapat mengenai kelenjar paratiroid yang menyebabkan
hipoparatiroid, n. laryngeus rekuren yang menyebabkan suara serak, ke trakea
menyebabkan kompresi, juga ke mediastinum dan dinding depan dada.
Penyebab TR belum jelas, mengingat proses autoimun mengingat adanya infiltrasi
mononuklear dan vaskulitis disertai adanya peningkatan titer antibodi terhadap tiroid.
Walaupun demikian, kemungkinan peningkatan antibodi tersebut karena terlepasnya
antigen yang terjadi akibat kerusakan jaringan tiroid. Tampaknya fibrislerosis multifokal
yang terjadi adalah kelainan fibrotik primer dimana proliferasi fibroblas terpacu oleh
sitokin yang berasal dari sel limfosit B dan T.
TR jarang dijumpai kira-kira hanya 0,05% dari seluruh operasi tiroid. Wanita lebih
sering daripada laki-laki (4:1), dengan umur 30-50 thn. Pembesaran tiroid yang terjadi
pelan-pelan dan tanpa rasa sakit. Pembesaran ini menekan leher kedepan menimbulkan
disfagia, suara serak, sesak napas dan kadang-kadang hipoparatiroid. Hipotiroid sendiri
terjadi 30-40% pasien, walaupun tidak hipotiroid pasien sering mengeluh malaise umum
dan kelelahan. Kelenjar tiroid yang membesar bisa kecil atau besar, biasanya kedua lobus
walaupun tidak simetris. Kelenjar ini teraba seperti batu dan melekat pada jaringan otot
sekitarnya dan keadaan ini menyebabkan TR tidak bergerak waktu menelan. Kadang-
kadang didapatkan pembesaran kelenjar limfe sekitarnya. Semua keadaan tersebut
menyebabkan kesan suatu karsinoma.
Kebanyakan pasien TR kadar T3, T4, dan TSH normal, sekitar 30-40% didapatkan
hipotiroid subklinis atau hipotiroid nyata. Pada 2/3 pasien didapatkan peningkatan
antibodi terhadap tiroid. Perlu juga diperiksa kadar kalsium dan fosfor untuk mengetahui
kemungkinan adanya hipoparatiroid. Skintigrafi tiroid menunjukkan gambaran yang
heterogen atau adanya uptake rendah.
Secara makroskopis gambaran TR adalah keras, putih, avaskuler. Secara histologi
didapatkan hyalinized fibrosis tissue dengan sedikit sel limfosit, plasma dan eosinofil,
disertai tidak adanya folikel tiroid. Jaringan fibrosis tersebut menembus ke jaringan
sekitarnya. Fibrosis tiroid ini juga terdapat pada TH atau Ca papilare tetapi tidak
menembus jaringan sekitarnya.
TR yang tidak diobati biasanya pelan-pelan progesif kadang-kadang stabil atau
malahan regresi. Pengobatan ditujukkan terhadap hipotiroid yang terjadi dan penekanan
yang terjadi karena fibrosklerosis terutama pada trakea dan esofagus. Operasi terbatas
pada obstruksi saja karena reseksi yang luas sulit karena medan yang sulit dan resiko
merusak struktur sekitarnya. Pemberian glukokortikoid dan tamoksifen dapat diberikan
walaupun belum banyak dilakukan karena kasusnya jarang.
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya,
sehingga referat ini dapat penulis selesaikan dengan baik.
Adapun tujuan penyusunan referat ini adalah untuk melengkapi tugas kepaniteraan Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 18 Januari – 27
Maret 2010 di RS Sumber Waras Jakarta serta sebagai tambahan untuk meningkatkan
pengetahuan penulis. Besar harapan penulis agar referat ini dapat bermanfaat juga bagi
para pembacanya.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada
pembimbing, yang telah banyak membantu selama kepaniteraan, yaitu dr. Soesilowati
Sp.PD
Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini.
Oleh karena referat ini masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangannya, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat membuat referat yang jauh
lebih baik lagi di kemudian hari.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bemanfaat bagi kita semua dan menjadi informasi bagi
para pembaca.
Penulis
TIROIDITIS
Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
DAFTAR PUSTAKA
Fauci AS, et al (eds). Harrison's Principles of Internal Medicine vol II. New York,
McGraw-Hill, 17th ed, 2008
Sudoyo, Aru. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI.
Jakarta. Juli 2006