You are on page 1of 18

Perkembangan Islam Pada Masa Bani Umayyah

Pendahuluan Sejarah peradaban Islam tentang Bani Umayyah yang kami tulis ini bertujuan untuk lebih bisa memahami secara kritis tentang peradaban dan kebudayaan Islam Bani Umayyah khususnya dan umumnya semua peradaban dan kebudayaan Islam, jadi bukan berarti bahwa masalah masalah yang menyangkut kebudayaan dan peradaban Islam lainnya menjadi tidak penting dalam pembahasan ini. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan dengan semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan manisfetasi-manisfetasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban, kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama) dan moral maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi. Kebudayaan paling tidak memiliki 3 wujud. 1. Wujud ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide -ide, gagasan, nilai-nilai, norma, dan sebagainya. 2. wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. 3. Wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda benda hasil karya. Sedangkan kebudayaan dipakai sebagai menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai system teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks.

A. Situasi Politik Ummat Islam Sepeninggal Ali ibn Abi Thalib Pada saat Ali r.a. menjabat sebagai khalifah, banyak terjadi

pemberontakan. Diantaranya dari Muawiyah ibn Abi Sufyan (yang pada

saat itu menjabat sebagai gubernur di Damaskus, Siria) dan didukung oleh sejumlah mantan pejabat tinggi yang telah dipecat Ali r.a. Disini timbul indikasi fitnah atau perang saudara karena Muawiyah menuntut balas bagi Utsman (keponakannya) dan atas kebijaksanaan -kebijaksanaan Ali. Tatkala Ali beserta pasukannya bertolak dari Kuffah menuju Siria, mereka bertemu dengan pasukan Muawiyah di tep i sungai Eufrat atas, Shiffin (657). Terjadi lah perang yang disebut perang Shiffin. Perang ini
1

tidak konklusif sehingga terjadi kebuntuan yang akhirnya mengarah pada tahkim atau arbitrase. Dalam majlis tahkim ini ada dua mediator atau penengah. Mediator dari pihak Ali adalah Abu Musa al -Asyari (gubernur Kuffah), sedangkan mediator dari pihak Muawiyah adalah Amr ibn al Ash. Namun tahkim pun tetap tidak menyelesaikan masalah. Menurut Ibnu Khaldun, setelah fitnah antara Ali Muawiyah, jalan yang ditempuh adalah jalan kebenaran dan ijtihad . Mereka berperang bukan untuk menyebar kebatilan atau menimbulkan kebencian, tapi sebatas perbedaan dalam ijtihad dan masing-masing menyalahkan hingga timbul perang. Walaupun yang benar adalah Ali, Muawiyah tidak melakukan tindakan berlandaskan kebatilan, tetap orientasinya dalam kebenaran. Partai Ali terpecah menjadi dua golongan, yaitu Khawarij (orang -orang yang keluar dari barisan Ali sekaligus menentang tahkim) dan Syiah (para pengikut setia Ali). Sementara itu, Muawiyah melakukan strategi dengan menaklukkan Mesir dan mengangkat Amr ibn al-Ash sebagai khalifah di sana. Jadi, di akhir masa pemerintahan Ali, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik; Muaiyah, Syiah, dan Khawarij. Kemunculan Khawarij
2

semakin memperlemah partai Ali, di sisi lain Muawiyah semakin kuat. Muawiyah memproklamirkan dirinya sebagai khalifah di Yerusalem (660).

Kemudian Ali wafat karena dibunuh oleh Ibn Muljam, salah seorang anggota Khawarij (661).

B. Pengangkatan Hasan ibn Ali sebagai Khalifah Setelah Ali wafat, kursi jabatan kekhalifahan dialihkan kepada anaknya, Hasan ibn Ali. Hasan diangkat oleh pengikutnya (Syiah) yang masih setia di Kuffah. Tetapi pengangkatan ini hanyalah suatu percobaan yang tidak mendapat dukungan yang kuat. Hasan menjabat sebagai khalifah hanya
3

dalam beberapa bulan saja.

C. Peralihan Kekuasaan dari Hasan ke Muawiyah Di tengah masa kepemimpinan Hasan yang makin lemah dan posisi Muawiyah lebih kuat, akhirnya Hasan mengadakan akomodasi atau membuat perjanjian damai. Syarat-syarat yang diajukan Hasan dalam perjanjian tersebut adalah:
1. Agar Muawiyah tidak menaruh dendam terhadap seorangpun dari

penduduk Irak.
2. Menjamin keamanan dan memaafkan kesalahan -kesalahan mereka. 3. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan kepadanya dan

diberikan tiap tahun.


4. Agar Muawiyah membayar kepada saudaranya, yaitu Husain, dua

juta dirham.
5. Pemberian

kepada Bani

Hasyim haruslah lebih banyak dari


4

pemberian kepada Bani Abdi Syams.

Perjanjian itu berhasil mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah pimpinan Muawiyah ibn Abi Sufyan. Dengan kata lain, Hasan telah menjual haknya sebagai khalifah kepada Muawiyah.Akibat perjanjian itu menyebabkan Muawiyah menjadi

penguasa absolut. Naiknya Muawiyah menjadi khalifah pada awalnya tidak melalui forum pembaiatan yang bebas dari semua umat. Muawiyah dibaiat pertama kali oleh penduduk Syam karena memang berada di bawah kekuasaannya, kemudian ia dibaiat oleh umat secara keseluruhan setelah tahun persatuan atau am jamaah (661). Pembaiatan tersebut tidak lain hanyalah sebuah pengakuan terpaksa terhadap realita dan dalam upaya menjaga kesatuan umat. Maka, di sini telah masuk unsur kekuatan dan keterpaksaan menggantikan musyawarah. Karenanya dapat dikatakan bahwa telah terjadi perceraian antara idealisme dan realita.
5

D. Pengangkatan Yazid sebagai Putra Mahkota dan Implikasinya Terhadap Perubahan Sistem Pemerintahan dan Kekuasaan Sistem kekhalifahan mengalami perubahan baru, yaitu sist em monarki (kerajaan) atau monarchiheredetis (kerajaan turun menurun). Suksesi kepemimpinan seperti ini terjadi ketika Muawiyah menitahkan untuk mewariskan jabatan kekhalifahan kepada anaknya, Yazid ibn Muawiyah. Maka mulai masuk prinsip warisan jabatan dalam sistem kekhalifahan. Ide awal pewarisan kekhalifahan ini sebenarnya berasal dari alMughirah ibn Syubah (gubernur Kufah). Ia menyarankan agar Muawiyah mengangkat Yazid. Kemudian Muawiyah mengikuti saran al-Mughirah karena beberapa alasan yang menurutnya kuat, meski harus mengabaikan saran Ziyad (gubernur Bashra).

Muawiyah mempunyai beberapa alasan mengenai pengangkatan Yazid, yaitu: Pertama, Yazid adalah satu-satunya orang yang bisa diterima orang-orang Siria, karena apabila dari keluarga lain ak an membawa ke dalam keluarga dan marganya sesuatu yang mengganggu keseimbangan kekuatan-kekuatan rawan yang telah dikembangkan oleh Muawiyah. Latar belakang pengangkatan Yazid sebagai putra mahkota dan bukan yang lainnya adalah untuk menjaga kemashlahatan rakyat dalam kesatuan dan kebersatuan aspirasi mereka, dengan kesepakatan Bani Umayyah. Alasannya bahwa Bani Umayyah tidak rela bila khalifah bukan dari kalangan dalam mereka dalam kapasitas mereka sebagai elit masyarakat Quraisy dan para penganut Islam secara keseluruhan, sekaligus kelompok yang paling berkuasa diantara mereka. Kedua, faktor usia Muawiyah yang sudah tua mendesaknya untuk cepat memilih siapa penggantinya. Ketiga, Muawiyah khawatir akan terjadi fitnah

sebagaimana fitnah petumpahan darah sejak kematian Khalifah Utsman. Atas dasar itu, Muawiyah meminta dikirimkan delegasi-delegasi dari kota-kota besar. Kemudian delegasi yang datang dari kota Bashra, Kufah, dan Madinah berkumpul dalam sebuah konferensi yang pada akhirnya mereka sepakat mendukung pembaiatan Yazid. Yang perlu dikritisi disini ialah Muawiyah telah membuat tradisi baru yang mengubah karakter sistem pemerintahan dalam Islam. Sistem warisan telah menggantikan posisi sistem permusyawaratan, dan hal itu nampaknya berdampak abadi dalam sejarah.

E. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban yang Dicapai Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama -lamanya dari pusat

Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan polit ik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Dari kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan
6

pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.

Ekspansi yang berhasil dilakukan pada masa Muawiyah antara lain ke wilayah-wilayah: Tunisia, Khurasan sampai ke sungai Oxus, Afganistan sampai ke Kabul, serangan ke ibukota Bizantium (Konstantinopel). Kemudian ekspansi ke timur dilanjutkan oleh kh alifah Abdul Malik yang berhasil menaklukkan Balkh, Sind, Khawarizm, Fergana, Samarkand, dan India. Ekspansi ke barat dilanjutkan pada masa al-Walid ibn Abdul Malik dengan mengadakan ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju barat daya, benua Eropa. Wilayah lainnya yang berhasil ditaklukan adalah al Jazair, Maroko, ibukota Spanyol (Kordova), Seville, Elvira, dan Toledo. Di zaman Umar ibn Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Perancis. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam meliputi Spanyol, Afrika Utara, Siria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, dan sebagian Asia Tengah. Jasa-jasa dalam pembangunan di berbagai bidang banyak dilakukan Bani Umayyah. Muawiyah mendirikan dinas pos, menertibkan angkatan bersenjata, mencetak mata uang, dan jabatan Qadhi (hakim) mulai berkembang menjadi profesi sendiri. Abdul Malik ibn Marwan adalah khaifah yang pertama kali membuat mata uang dinar dan menuliskan di atasnya ayat-ayat al-Quran. Ia juga melakukan pembenahan administrasi
7

pemrintahan dan mmberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam. Pada masa khalifah Al-Walid ibn Abdul Malik di bangun panti-panti untuk orang cacat, membangun jalan -jalan raya, pabrik-pabrik, gedung pemerintahan dan masjid-masjid yang megah. Khalifah Umar ibn Abdul Aziz memprioritaskan pembangunan dalam negeri, keberhasilannya antara lain ialah menjalin hubungan baik

dengan golongan Syiah, memberi kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinannya, pungutan pajak diperingan, dan kedudukan mawali (non Arab) disejajarkan dengan muslim Arab. Dengan keberhasilan dan keteladanannya, maka Umar ibn Abdul Aziz sering disebut-sebut sebagai khalifah kelima setelah Ali ibn Abi Thalib. Di bidang keilmuan atau pendidikan, cakupan keilmuannya tentang teologi dan keagamaan, misalnya legalisasi penyusunan al-Quran pada masa Utsman yang telah disusun oleh Abu Bakar. Di bidang kesastraan, muncul para penyair terkenal, seperti Umar ibn Abi Rabiah, Tuwais, Ibnu Suraih, dan Al-Garidh. Selain itu, jenis atau pola pemerintahan terdahulu mulai berubah sejak zaman Muawiyah. Muawiyah bermaksud mengikuti gaya

pemerintahan monarki di Persia dan Bizantium. Ia tetap memakai istilah khalifah, namun memberi interprestasi baru. Ia menyebut dirinya khalifah Allah dalam pengertian penguasa yang diangkat oleh Allah. Menurut beberapa ahli sejarah, pola pemerintahan yang dipakai pada masa Bani Umayyah adalah Otokrasi.
8

Walaupun telah berbentuk

kerajaan, Bani Umayyah tetap membuktikan eksistensinya dengan terus membuat kemajuan-kemajuan.

F. Gerakan Separatis, Perlawanan dan Pemberontakan Berbagai kemajuan memang telah dicapai oleh bani Umayyah, namun konflik internal tetap terjadi. Hal ini terbukti dengan banyaknya gerakan pemberontakan yang muncul dan pada akhirnya menimbulkan perang saudara. Diantara gerakan-gerakan perlawanan tersebut antara lain:

Syiah Gerakan ini merupakan gerakan yang paling kuat, paling berani dan solidaritas kaumnya sangat tinggi, hingga dapat menjatukan kekuasaan Bani Umayyah. Pemberontakan kaum ini didasarkan atas kebencian mereka teradap Bani Umayyah dan rasa cinta mereka terhadap keluarga Ali. Gerakan ini erat kaitannya dengan

pemikiran. Salah satu contoh yaitu dukungan kepada Hussain ibn Ali agar menolak baiat terhadap Yazid. Karena Hussain tetap mempertahankan keteguhannya, ia bersama pasukannya dibunuh di Karbela.

Perlawanan Abdullah ibn Zubair Ia adalah seorang yang berambisi ingin menjadi pemimpin. Pertama kali perlawanannya pada saat perang Jamal. Ia adalah seseorang yang memiliki tipu daya. Ia juga tidak mempunyai falsafah, revousinya tidak berdasar kepada prinsip-prinsip yang benar dan bukan pula militer. Hampir dalam setiap pemberontakan, ia turut ambil bagian,tetapi hanya sebagai provokator.

Khawarij Gerakan ini merupakan kumpulan dari orang-orang yang keluar dari barisan Ali atau tidak mendukung Ali. Meskipun benci terhadap Ali, kaum ini lebih benci lagi terhadap Bani Umayyah. Nama lain dari golongan ini adalah Muakkimah. Pemberontakannya terjadi di Kufah dan di Madinah. Mazhab kaum ini sangat sedikit menggunakan falsafah dan pemikiran-pemikirannya kurang mendalam.

Mutazilah Gerakan ini bersifat keagamaan, tidak mengumpulkan pasukan dan tidak pernah menghunuskan pedang. Gerakan ini sangat berkaitan dengan mazhab Khawarij. Dalam gerakan ini, muncul lagi pendapat golongan, seperti Murjiah, Jabariyah dan Mutazilah itu sendiri.

Karena konflik internal dalam negeri yang tidak bisa diselesaikan, akhirnya dinasti ini tumbang (750), dan digantikan dengan Daulat Bani Abbasyiyah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Bani Umayya melemah dan membawanya pada keancuran, yaitu:
1. Sistem pergantian kalifah melalui garis keturunan merupakan

sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang menekankan aspek senioritas. Cara pengaturan yang tidak jelas serta terjadi

persaingan tidak sehat di dalam keluarga kerajaan.


2. Latar belakang Bani Umayyah tidak lepas dari k onflik politik pada

masa Ali, jadi banyak perlawanan dari golongan oposisi.


3. Terjadi pertentangan antar etnis, antar suku dan status golongan

mawali.
4. Sikap hidup mewah di istana yang dilakukan anak -anak khalifah. 5. Muncul kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn

Abd al-Muthalib.

Penutup

Masa-masa keemasan (golden age) yang terjadi pada zaman Muhammad saw. dan Khulafa ar-Rasyidin telah berakhir dan digantikan dengan masa Kerajaan (Mulkan/ Kingdom/ Monarchi/ Otokrasi) oleh Bani Umayyah. Sebagaimana perputaran roda kehidupan, begitulah yang terjadi dalam sejarah Islam, kadang berada pada posisi puncak kejayaan dan kadang berada pada posisi paling bawah. Banyak yang mengecam pemerintaan Bani Umayyah, namun kita jangan sampai lupa terhadap jasa-jasa dinasti ini yang telah turut membangun sebuah peradaban. Di tangan Bani Umayyah, Islam mengalami banyak kemajuan dengan tersebarnya hingga ke banyak wilayah. Walaupun berubah sistem tapi syiar islam begitu luas. Bani Umayyah memang tidak bisa disalahkan begitu saja, karena pastinya para penguasa ini mempunyai ijtihad tersendiri untuk merubah sistem musyawarah menjadi warisan khalifah disamping kondisi dan tekanan yang terjadi di masa itu.
1 Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam, (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm. 311. 2 DR. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003), hlm. 40. 3 Prof. DR. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid2, (Jakarta: Pustaka Alhusna,1982), hlm.33. 4Aqidatus Syiah, hlm. 86. 5 DR. M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm.139140. 6 John L. Esposito, Islam dan politik, (Jakarta: Bulan Bintang,1990) 7 Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2003), hlm. 258. 8 Aden Wijdan SZ. Dkk., Pemikiran dan Peradaban Islam, (Jakarta: Safiria Insania Press, 2007)

Perkembangan Islam periode Bani Abbasiyah


Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh orang Mameluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan. Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan dunia Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasyiah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah yang mengaku bahwa anak perempuannya adalah keturunan Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga t imbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya ia hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisua dan Libya. Namun kemudian, ia mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai, dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Ummayah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031. Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Bagdad (sekarang ibu kota Irak) sejak tahun 750. Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini meredup setelah naiknya bangsa tentara-tentara Turki yang mereka bentuk. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Bagdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Bagdad. Bani Abbasiyyah merupakan keturunan dari Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652) yang juga merupakan paman dari Nabi Muhammad s.a.w., oleh karena itu mereka termasuk ke dalam Bani Hasyim. Sedangkan Bani Umayyah yang merupakan salah satu kabilah dalam Quraisy, bukan termasuk yang seketurunan dengan Nabi.

Muhammad bin Ali, cicit Saidina Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsia pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah menang melawan pasukan Bani Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.

Kekhalifahan Abbasiyah adalah yang pertama kali mengorganisasikan penggunaan tentara tentara budak yang disebut Mamaluk pada abad 9. Dibuat oleh Al-Mamun tentara-tentara budak ini didominasi oleh bangsa Turki tetapi juga banyak diisi oleh bangsa Berber dari Afrika Utara dan Slav dari Eropa Timur. Ini adalah suatu inovasi sebab sebelumnya yang digunakan adalah tentara bayaran dari Turki.

Bagaimanapun tentara Mamaluk membantu sekaligus menyulitkan kekhalifahan Abbasiyah. karena berbagai kondisi yang ada di umat muslim saat itu pada akhirnya kekhalifahan ini hanya menjadi simbol dan bahkan tantara Mamaluk ini berhasil berkuasa dan mendirikan kesultanan di Mesir, dengan menyatakan diri berada di bawah kekuasaan (simbolik) kekhalifahan. Ilmu Pengetahuan

Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah dite rjemahkannya karyakarya di bidang pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan. Banyak golongan pemikir lahir zaman ini, banyak diantara mereka bukan Islam dan bukan Arab Muslim. Mereka ini memainkan peranan yang penting dalam menterjemahkan dan mengembangkan karya Kesusasteraan Yunani dan Hindu, dan ilmu zaman pra -Islam kepada masyarakat Kristen Eropa. Sumbangan mereka ini menyebabkan seorang ahli filsafat Yunani yaitu Aristoteles terkenal di Eropa. Tambahan pula, pada zaman ini menyaksikan penemuan ilmu geografi, matematik, dan astronomi seperti Euclid dan Claudius Ptolemy. Ilmu-ilmu ini kemudiannya diperbaiki lagi oleh beberapa tokoh Islam seperti Al-Biruni dan sebagainya. Zaman ini juga menyaksikan lahir ilmuwan Islam terkenal seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, alFarabi dan sebagainya. Penyebab runtuhnya IPTEK masa kejayaan Islam

keruntuhan khilafah dan kemunduran umat Islam itu banyak disebabkan oleh persoalan internal umat Islam sendiri, seperti kecenderungan penguasa korup yang lebi h mementingkan uang dan kekuasaan, serta perpecahan di kalangan umat Islam.

Berbicara masalah ilmu pengetahuan dan teknologi, jika dibandingkan dengan masyarakat Barat, umat Islam jauh tertinggal. Umat Islam senantiasa berteman akrab dengan kebodohan, bahkan sumber daya alam yang melimpah ruah di negara-negara berpenduduk muslim mayoritas tidak bisa membuat rakyatnya makmur. Penyebabnya, ketidakmampuan mengelola sumber daya alam yang dimiliki. Jika kita membandingkan realitas umat Islam saat ini dengan realitas umat Islam di masa Khilafah Abbasiyah, terlihat perbedaan yang mencolok Di zaman Abbasiyah umat Islam mampu menjadi sumber ilmu pengetahuan yang dipegang Barat saat ini. Sedangkan umat Islam saat ini hanya menjadi konsumen dari ilmu pengetahuan dan t eknologi yang dikembangkan masyarakat Barat. Melihat keterpurukan umat saat ini dan kemajuan umat Islam masa lampau muncul ide membangun kembali runtuhnya peradaban Islam yang dikemas dalam bentuk jihad membangun

peradaban. Apa yang dimaksud dengan j ihad membangun peradaban? Untuk mengupas masalah ini Center for Moderate Muslim (CMM) bekerjasama dengan Radio Republik Indonesia (RRI) menggelar dialog interaktif dengan narasumber M. Hilaly Basya, Direktur Eksekutif Center for Moderate Muslim (CMM) pada tanggal 19 Juni 2006. Berikut petikannya: Topik kita kali ini adalah jihad membangun peradaban . Mungkin kita sudah pahami

makna jihad karena sering kita dengar dan perbincangkan. Bisakah Anda jelaskan yang dimaksud dengan peradaban? Kalau kita sudah paham tentang pengertian jihad, maka kita harus pahami juga makna peradaban yang menjadi topik perbincangan kita kali ini. Makna peradaban bisa kita pahami dari gambaran peradaban -peradaban yang sudah ada dalam sejarah. Misalnya peradaban Islam dan Barat. Peradaban biasanya selalu dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi, jihad membangun peradaban berarti upaya bersungguh-sungguh membangun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sesungguhnya makna peradaban lebih luas lagi dari apa ya ng tadi saya katakan. Seperti persoalan kemanusiaan, kebudayaan, moralitas, dan seterusnya.

Apakah peradaban didefinisikan hanya dikaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi? Dalam batas-batas tertentu peradaban selalu dikaitkan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Anda, ilmu pengetahuan dan teknologi akan memengaruhi aspekaspek lain dari peradaban? Benar sekali.

Apa signifikansi jihad membangun peradaban ini? Peradaban Barat yang maju saat ini memberikan kontribusi besar bagi kehidupan manusia secara umum. Artinya, seluruh

kehidupan manusia tertolong, katakanlah mendapatkan kemudahan akibat peradaban Barat yang maju. Pentingnya membangun peradaban dalam rangka memudahkan kehidupan manusia itu sendiri. Misalnya dalam transportasi. Transportasi saat ini lebih mudah dan lebih cepat dibandingkan dengan zaman dulu.

Adakah agenda atau langkah-langkah penting yang harus dilakukan dalam rangka membangun peradaban? Sebelum membahas masalah ini, kita perlu mendapat gambaran bagaimana umat Islam dahulu membangun peradaban dan bagaimana pula masyarakat sekarang membangun peradaban. Setelah membahas masalah ini, saya kira kita akan mempunyai gambaran bagaimana seharusnya kita membangun atau membuat langkah langkah dalam rangka membangun peradaban. K ita melihat bahwa saat ini peradaban Islam tertinggal dari peradaban Barat. Apa sebenarnya yang menyebabkan hal ini? Tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di Barat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama. Kalau dihitung dari sekarang, sekitar 300 atau 400 tahun yang lalu Barat mengembangkan teknologi secara tekun. Dari sini kita pahami bahwa kemajuan Barat yang merupakan proses panjang dari ketekunan dan keuletan masyarakat Barat mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kalau dibandingkan dengan masyarakat atau bangsa-bangsa Islam, kita melihat bahwa tradisi pengembangan ilmu pengetahuan sebenarnya telah ada saat Islam baru tumbuh. Sayangnya tradisi pengembangan ilmu pengetahuan ini terputus di tengah tengah dan barangkali sekarang baru beranjak untuk bangkit kembali.

Jadi, karena tradisi pengembangan ilmu pengetahuan terputus, maka umat Islam saat ini tertinggal? Benar sekali. Banyak faktor yang menyebabkan keterputusan tradisi pengembangan ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam, seperti perpecahan internal dan adanya orientasi yang berbeda di kalangan pemimpin Islam. Akibat keterputusan ini, kita tertinggal dari masyarakat Barat dan kita membutuhkan sekitar 100 tahun untuk berpikir kembali membangun ilmu pengetahuan di tubuh umat Islam. Apakah ide jihad membangun peradaban ini merupakan terobosan baru atau merupakan penyegaran dari

ide yang telah ada sebelumnya? Saya kira jihad membangun peradaban ini merupakan penyegaran. Artinya, konsep ini sebenarnya sudah ada dalam ajaran Islam, tetapi karena umat Islam dipengaruhi oleh budaya dan lingkungannya, maka konsep membangun peradaban ini menjadi layu di tengah perjalanan umat Islam dan karena itu perlu kita segarkan kembali.

Ketertinggalan umat Islam dalam ilmu pengetahuan dan teknologi bisa kita a nalogikan dengan kebodohan. Sedangkan kebodohan erat kaitannya dengan kemiskinan, dan dua

variable ini, kemiskinan dan kebodohan, saling memengaruhi. Bagaimana Anda melihat kaitan kemiskinan dan kebodohan? Kebodohan atau ketertinggalan umat Islam dalam ilm u pengetahuan sangat berpengaruh terhadap kemampuan umat Islam sendiri mengembangkan ekonominya. Bisa kita lihat dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat Islam. Indonesia pertumbuhan ekonominya sangat jauh sekali dari kemakmuran karena ketidakmampuan ilmu pengetahuan. Sedangkan masyarakat yang menguasai ilmu pengetahuan rata-rata lebih makmur daripada mereka yang tidak menguasai ilmu pengetahuan. Semua ini terkait dengan kemampuan untuk melakukan terobosan, inovasi dalam pengembangan ekonomi sekaligus persaingan ekonomi.

Kita mengetahui keterkaitan antara kebodohan dengan kemiskinan bahwa keduanya saling memengaruhi. Apakah masyarakat Barat saat mengembangkan ilmu pengetahuan ekonomi mereka telah kuat? Kita harus berangkat dari asumsi bahwa kemiskinan disebabkan kebodohan. Karena itu kalau orang mau bangkit dari kemiskinan ia harus pintar terlebih dahulu. Dalam ukuran-ukuran tertentu, masyarakat Barat saat mengembangkan ilmu pengetahuan sebetulnya ekonomi mereka tidak begitu makmur. Walaupun kita tahu masyarakat Barat sudah lama ekspansi perdagangan lewat kolonialisme di Timur Tengah dan di Asia Tenggara. Seiring dengan pengembangan ilmu pengetahuan terjadi peningkatan perdagangan sehingga peningkatan ilmu pengetahuan diiringi dengan peningkatan perekonomian masyarakat Barat. Kalau kita kembali ke masyarakat Islam, saya kira negaranegara Islam sebenarnya kaya. Negara-negara Islam di Timur Tengah kaya akan sumberdaya alam, begitu juga dengan Indonesia. Sebenarnya, kita kaya atau tidak sumberdaya alam, kita harus mengembangkan ilmu pengetahuan, apalagi kaya sumberdaya alam. Seharusnya kita mengembangkan ilmu pengetahuan. Buktinya, meskipun kita kaya sumberdaya alam, tapi toh kita tidak bisa mengolahnya. Semua itu menunjukkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat penting. Kemunduran Peradaban Islam

Setelah mengetahui asas kebangkitan peradaban Islam kini kita perlu mengkaji sebab -sebab kemunduran dan kejatuhannya. Dengan begitu kita dapat mengambil pelajaran dan bahkan menguji letak kelemahan, kekuatan, kemungkinan dan tantangan (SWOT). Kemunduran suatu peradaban tidak dapat dikaitkan dengan satu atau dua faktor saja. Karena peradaban adalah sebuah organisme yang sistemik, maka jatuh bangunnya suatu perdaban juga bersifat sistemik. Artinya kelemahan pada salah satu organ atau elemennya akan membawa dampak pada organ lainnya. Setidaknya antara satu faktor dengan faktor lainnya yang secara

umum dibagi menjadi faktor eksternal dan internal berkaitan erat sekali. Untuk itu, akan dipaparkan faktor-faktor ekternal terlebih dahulu dan kemudian faktor internalnya. Untuk menjelaskan faktor penyebab kemunduran umat Islam secara eksternal kita rujuk paparan al-Hassan yang secara khusus menyoroti kasus kekhalifahan Turkey Uthmani, kekuatan Islam yang terus bertahan hingga abad ke 20. Faktor-faktor tersebut adalah sbb: 1. Faktor ekologis dan alami, yaitu kondisi tanah di mana negara-negara Islam berada adalah gersang, atau semi gersang, sehingga penduduknya tidak terkonsentrasi pada suatu kawasan tertentu. Kondisi ekologis ini memaksa mereka untuk bergantung kepada sungaisungai besar, seperti Nil, Eufrat dan Tigris. Secara agrikultural kondisi ekologis seperti ini menunjukkan kondisi yang miskin. Kondisi ini juga rentan dari sisi pertahanan dari se rangan luar. Faktor alam yang cukup penting adalah Pertama, Negara-negara Islam seperti Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain mengalami berbagai bencana alam. Antara tahun 1066-1072 di Mesir terjadi paceklik (krisis pangan) disebabkan oleh rusaknya pertanian mereka. Demikian pula di tahun 1347-1349 terjadi wabah penyakit yang mematikan di Mesir, Syria dan Iraq. Kedua, letak geografis yang rentan terhadap serangan musuh. Iraq, Syria, Mesir merupakan target serangan luar yang terus menerus. Sebab letak kawasan itu berada di antara Barat dan Timur dan sewaktu-waktu bisa menjadi terget invasi pihak luar. 2. Faktor eksternal. Faktor eksternal yang berperan dalam kajatuhan peradaban Islam adalah Perang Salib, yang terjadi dari 1096 hingga 1270, dan serangan Mongol dari tahun 1220-1300an. Perang Salib , menurut Bernard Lewis, pada dasarnya

merupakan pengalaman pertama imperialisme barat yang ekspansionis, yang dimotivasi oleh tujuan materi dengan menggunakan agama sebagai medium psikologisnya. Sedangkan

tentara Mongol menyerang negara-negara Islam di Timur seperti Samarkand, Bukhara dan Khawarizm, dilanjutkan ke Persia (1220-1221). Pada tahun 1258 Mongol berhasil merebut Baghdad dan diikuti dengan serangan ke Syria dan Mesir. Dengan serangan Mongol maka kekhalifahan Abbasiyah berakhir. 3. Hilangnya Perdagangan Islam Internasional dan munculnya kekuatan Barat. Pada tahun 1492 Granada jatuh dan secara kebetulan Columbus mulai petualangannya. Dalam upayanya mencari rute ke India ia menempuh jalur yang melewati negara-negara Islam. Pada saat yang sama Portugis juga mencari jalan ke Timur dan juga melewati negaranegara Islam. Di saat itu kekuatan ummat Islam baik di laut maupun di darat dalam sudah memudar. Akhirnya pos-pos pedagangan itu dengan mudah dikuasai mereka. Pada akhir abad ke 16 Belanda, Inggris dan Perancis telah menjelma menjadi kekuatan baru dalam

dunia perdagangan. Selain itu, ternyata hingga abad ke 19 jumlah penduduk bangsa Eropa telah meningkat dan melampaui jumlah penduduk Muslim diseluruh wilayah kekhalifahan Turkey Uthmani. Penduduk Eropa Barat waktu itu berjumlah 190 juta, jika ditambah dengan Eropa timur menjadi 274 juta; sedangkan jumlah penduduk Muslim hanya 17 juta. Kuantitas yang rendah inipun tidak dibarengi oleh kualitas yang tinggi.

Sebagai tambahan, meskipun Barat muncul sebagai kekuatan baru, Muslim bukanlah peradaban yang mati seperti peradaban kuno yang tidak dapat bangkit lagi. Peradaban Islam terus hidup dan bahkan berkembang secara perlahan-lahan dan bahkan dianggap sebagai ancaman Barat. Sesudah kekhalifahan Islam jatuh, negara-negara Barat menjajah negara-negara Islam. Pada tahun 1830 Perancis mendarat di Aljazair, pada tahun 1881 masuk ke Tunisia. Sedangkan Inggris memasuki Mesir pada tahun 1882. Akibat dari jatuhnya kekhalifahan Turki Uthmani sesudah Perang Dunia Pertama, kebanyakan negara-negara Arab berada dibawah penjajahan Inggris dan Perancis, demikian pula kebanyakan negara negara Islam di Asia dan Afrika. Setelah Perang Dunia Kedua kebanyakan negara-negara Islam merdeka kembali, namun sisa-sisa kekuasaan kolonialisme masih terus bercokol. Kolonialis melihat bahwa kekuatan Islam yang selama itu berhasil mempersatukan berbagai kultur, etnik, ras dan bangsa dapat dilemahkan. Yaitu dengan cara adu domba dan tehnik divide et impera sehingga konflik intern menjadi tak terhindarkan dan akibatnya negaranegara Islam terfragmentasi menjadi negeri-negeri kecil.

You might also like