You are on page 1of 27

Bab 8 Business Continuity Planning and Disaster Recovery Planning

Kelompok 121M IKI-83408T MTI UI


Aston Freddy Sitorus Gerry Firmansyah Maulana Mukarom 7204000454 720400047Y 7204000535

2005 Kelompok 121M IKI-83408T MTI UI.


Silakan menggandakan bahan ajar ini, selama tetap mencantumkan nota hak cipta ini

Bab 8 Business Continuity Planning and Disaster Recovery Planning


Business Continuity Planning (BCP) dan Disaster Recovery Planning (DRP) membahas murni masalah bisnis. Keduanya tidak membicarakan tentang pelanggaran kebijakan keamanan atau akses tidak sah, melainkan tentang membuat rencana darurat untuk keadaan darurat yang mengancam kelangsungan bisnis dan meneruskan bisnis tersebut walaupun terjadi bencana. BCP membahas tentang membuat rencana dan menciptakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa bisnis itu dapat hidup dalam keadaan darurat; sedangkan DRP membahas tentang proses pemulihan secara cepat dari suatu keadaan darurat dengan dampak minimum pada organisasi.

Cakupan BCP dan DRP


BCP dan DRP membahas mengenai pemeliharaan bisnis dalam menghadapi gangguan dan mengembalikannya ke kondisi normal. Business Continuity Planning dan Disaster Recovery Planning terdiri dari persiapan, pengujian, dan memperbarui tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melindungi proses bisnis yang kritis dari akibat kegagalan jaringan dan sistem utama. BCP proses meliputi: Penentuan Lingkup dan Rencana Business Impact Analysis (BIA) Pengembangan Business Continuity Plan

DRP proses meliputi: Proses Disaster Recovery Planning (DRP) Pengujian Disaster Recovery Plan Prosedur Disaster Recovery

I. Business Continuity Planning


Secara sederhana, Business Continuity Plan diciptakan untuk mencegah gangguan terhadap aktivitas bisnis normal. BCP dirancang untuk melindungi proses bisnis yang kritis dari kegagalan/bencana alam atau yang dibuat manusia dan akibatnya hilangnya modal dalam kaitannya dengan ketidaktersediaan untuk proses bisnis secara normal. BCP merupakan suatu strategi untuk memperkecil efek gangguan dan untuk memungkinkan proses bisnis terus berlangsung. Peristiwa yang mengganggu adalah segala bentuk pelanggaran keamanan baik yang disengaja ataupun tidak yang menyebabkan bisnis tidak bisa beroperasi secara normal. Tujuan BCP adalah untuk memperkecil efek peristiwa mengganggu tersebut pada perusahaan. Tujuan BCP yang utama adalah untuk mengurangi risiko kerugian keuangan dan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam proses pemulihan sesegera mungkin dari suatu peristiwa yang mengganggu. BCP juga membantu memperkecil biaya yang berhubungan dengan peristiwa yang mengganggu tersebut dan mengurangi risiko yang berhubungan dengan itu. Business Continuity Plan perlu melihat pada semua area pengolahan informasi kritis perusahaan, termasuk --tetapi tidak membatasi-- pada hal-hal berikut ini: LAN, WAN, dan server Telekomunikasi dan link komunikasi data Workstation dan workspaces Aplikasi, perangkat lunak, dan data Media dan penyimpanan arsip Tugas-tugas staf dan proses produksi

Peristiwa-peristiwa yang mengganggu Kesinambungan Bisnis


Berikut daftar peristiwa-peristiwa yang dapat mengganggu kesinambungan bisnis yang digolongkan pada sumber terjadinya, akibat alam atau ulah manusia. Contoh peristiwa alami yang dapat mempengaruhi kesinambungan bisnis adalah sebagai berikut: Kebakaran atau ledakan Gempa bumi, badai, banjir, dan kebakaran alami

Contoh peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang dapat mempengaruhi kesinambungan bisnis sebagai adalah berikut:

Peristiwa pemboman, sabotase, atau serangan lain yang disengaja Kegagalan infrastruktur komunikasi

Empat Unsur Utama BCP


Ada empat unsur utama proses BCP: Inisiasi Lingkup dan Rencana. Tahap ini menandai permulaan proses BCP. Proses ini meliputi pembuatan lingkup dan unsur-unsur lain yang diperlukan untuk menentukan parameter-parameter rencana. Business Impact Assessment. Proses BIA adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk membantu unit-unit bisnis memahami dampak suatu peristiwa yang mengganggu. Tahap ini meliputi pelaksanaan vulnerability assessment. Pengembangan Business Continuity Plan. Istilah ini mengacu pada penggunaan informasi yang dikumpulkan pada tahap BIA untuk mengembangkan business continuity plan yang sebenarnya. Proses ini meliputi area dari implementasi rencana, pengujian rencana, dan pemeliharaan rencana berkelanjutan. Persetujuan Rencana dan Implementasi. Proses ini melibatkan pengambilan keputusan akhir manajemen senior, menciptakan kesadaran terhadap rencana tersebut ke seluruh personil perusahaan, dan menerapkan suatu prosedur pemeliharaan untuk membaharui rencana jika dibutuhkan.

A. Inisiasi Lingkup dan Rencana


Tahap inisiasi lingkup dan rencana adalah langkah pertama dalam pembuatan business continuity plan. Tahap ini menandai permulaan proses BCP. Proses ini melibatkan pembuatan lingkup untuk rencana dan unsur-unsur lain yang diperlukan untuk menentukan parameterparameter rencana tersebut. Tahap ini merepresentasikan suatu pengujian terhadap dukungan pelayanan dan operasi perusahaan. Lingkup aktivitas harus meliputi: pembuatan akun yang terperinci dari pekerjaan yang diperlukan, mendaftar sumber daya yang akan digunakan, dan mendefinisikan manajemen praktek untuk dipekerjakan. Peran dan Tanggung Jawab Proses BCP melibatkan banyak personil dari berbagai bagian dari perusahaan. Pembuatan komite BCP akan merepresentasikan keterlibatan seluruh aspek perusahaan yang pertama dari

unit bisnis fungsional kritis yang utama. Unit-unit bisnis lainnya akan dilibatkan dalam beberapa cara di kemudian hari, terutama sepanjang tahap implementasi dan tahap pembentukan kesadaran (awareness). Komite BCP. Komite BCP harus dibentuk dan diberi tanggung jawab untuk menciptakan, menerapkan, dan menguji rencana yang dibuat. Panitia terdiri dari wakil dari manajemen senior, semua unit bisnis fungsional, sistem informasi, dan administrasi keamanan. Komite memulai dengan menyusun lingkup rencana, hal-hal mana yang berhadapan dengan bagaimana cara memulihkan secara cepet dari suatu peristiwa yang mengganggu dan mengurangi kerugian keuangan dan kerugian sumber daya dalam kaitannya dengan suatu peristiwa yang mengganggu. Peran Manajemen Senior. Manajemen senior mempunyai tanggung jawab yang paling besar untuk semua tahap rencana, yang meliputi tidak hanya pada proses inisiasi rencana tetapi juga memantau dan mengatur rencana selama pengujian dan pengawasan; dan pelaksanaan rencana ketika peristiwa yang mengganggu terjadi. Dukungan ini amatlah penting, dan tanpa komitmen manajemen dalam hal sumber daya yang cukup baik intangible maupun tangible, rencana tidak akan sukses.

B. Business Impcat Assessment


Tujuan BIA adalah untuk menciptakan suatu dokumen yang akan digunakan untuk membantu memahami dampak apa yang akan ditimbulkan oleh suatu peristiwa yang mengganggu terhadap bisnis yang sedang berjalan. Dampak tersebut mungkin mempengaruhi sisi keuangan (kuantitatif) atau operasional (kualitatif, seperti ketidakmampuan untuk merespons keluhan pelanggan). Vulnerability assessment sering kali menjadi bagian dari proses BIA. BIA mempunyai tiga tujuan utama: Penentuan Prioritas. Tiap-Tiap proses unit bisnis kritis harus dikenali dan diprioritaskan, dan dampak suatu peristiwa yang mengganggu harus dievaluasi. Proses bisnis yang tidak time-critical diberi prioritas lebih rendah dibanding proses bisnis yang time-critical. Estimasi Downtime. BIA dilakukan untuk membantu menaksir maksimum downtime yang masih dapat ditolerir (MTD, maximum tolerable downtime) oleh perusahaan; di mana, periode waktu yang terpanjang suatu proses kritis dapat terus berlangsung sebelum perusahaan tersebut tidak mampu lagi memulihkan ke kondisi semula. Hal ini sering kali

ditemukan sepanjang proses BIA bahwa periode waktu tersebut jauh lebih pendek dibanding dengan apa yang diharapkan. Kebutuhan Sumber Daya. Kebutuhan sumber daya untuk proses yang kritis juga diidentifikasi pada proses ini, proses-proses yang paling time-sensitive memerlukan alokasi sumber daya yang paling banyak. Pada umumnya BIA terdiri dari empat tahap, yaitu: 1. Pengumpulan bahan-bahan penilaian yang diperlukan 2. Melakukan vulnerability assessment 3. Menganalisis informasi yang telah diolah 4. Mendokumentasikan hasilnya dan menentukan saran-saran terhadap apa yang harus dilakukan

1. Pengumpulan Bahan-bahan Penilaian yang Diperlukan


Langkah awal BIA adalah mengidentifikasi unit bisnis yang kritis. Sering kali, langkah awalnya adalah dengan melihat skema organisasi yang menunjukkan hubungan antar bisnis unit. Pada tahap ini dapat pula dilakukan pengumpulan dokumen-dokumen sebagai salah satu usaha untuk menentukan hubungan timbal balik fungsional organisasi. Setelah bahan-bahan dikumpulkan dan operasi-operasi fungsional bisnis dikenali, BIA akan menguji kebergantungan fungsi-fungsi bisnis ini dengan beberapa faktor, seperti faktor-faktor kesuksesan bisnis yang terlibat, menetapkan satu set prioritas antar unit, dan prosedurprosedur proses alternatif apa yang dapat digunakan.

2. Vulnerability Assessment
Vulnerability Assessment sering menjadi bagian dari suatu BIA. Proses ini mirip dengan Risk Assessment yang di dalamnya terdapat penilaian kuantitatif (finansial) dan penilaian kualitatif (operasional). Perbedaannya, vulnerability assessment dilakukan dalam cakupan yang lebih kecil dan dipusatkan untuk menyediakan informasi yang akan digunakan semata-mata untuk pembuatan business continuity plan atau dissaster recovery plan. Kegunaan vulnerability assessment adalah untuk melakukan suatu analisa dampak kerugian. Ada dua bagian penilaian, penilaian keuangan dan penilaian operasional. Penting untuk menentukan ukuran-ukuran kerugian keduanya baik secara kuantitatif maupun kualitatif.

Ukuran-ukuran kerugian secara kuantitatif dapat digambarkan sebagai berikut: Penentuan besarnya kerugian keuangan dari hilangnya pendapatan, pengeluaran modal, atau resolusi kewajiban pribadi Biaya operasional yang tambahan yang dibutuhkan dalam kaitan dengan kejadian yang mengganggu Penentuan kerugian keuangan dari resolusi pelanggaran persetujuan kontrak Penentuan kerugian keuangan dari resolusi pelanggaran pengatur atau pemenuhan kebutuhan Ukuran-ukuran kerugian kualitatif terdiri dari: Hilangnya manfaat kompetisi atau penguasaan pasar Hilangnya kredibilitas atau kepercayaan publik

Selama vulnerable assesment, critical support area harus ditentukan dalam rangka menilai dampak suatu peristiwa yang mengganggu. Critical support area didefinisikan sebagai suatu unit atau fungsi bisnis yang harus ada untuk mendukung kesinambungan proses-proses bisnis, memelihara keselamatan hidup, atau menghindari kebingungan masyarakat. Critical support area bisa meliputi: Telekomunikasi, komunikasi data, atau area teknologi informasi infrastruktur fisik atau jasa transportasi Akuntansi, penggajian, proses transaksi, layanan pelanggan, pembelian

3. Analisa Informasi
Selama tahap analisa BIA, beberapa aktivitas berlangsung, seperti mendokumentasikan prosesproses yang diperlukan, mengidentifikasi ketergantungan satu proses dengan proses lainnya, dan menentukan periode gangguan yang masih bisa diterima. Tujuan dari tahap ini adalah untuk memaparkan secara jelas dukungan-dukungan apa saja yang diperlukan untuk memelihara arus pendapatan dan memelihara proses-proses bisnis sudah ada, seperti tingkatan proses transaksi dan tingkatan layanan pelanggan. Oleh karena itu, elemenelemen analisa harus datang dari seluruh area di perusahaan tersebut.

4. Dokumentasi dan Rekomendasi


Langkah yang terakhir dalam proses BIA melibatkan pendokumentasian secara menyeluruh dari semua proses, prosedur, analisa, dan hasil dan mempresentasikan rekomendasi yang tepat kepada manajemen senior. Laporan berisi bahan-bahan yang sebelumnya dikumpulkan, daftar area kritis yang membutuhkan dukungan, rangkuman dampak kualitatif dan kuantitatif, dan menyediakan rekomendasi prioritas mengenai pemulihan yang pelru dilakukan yang diperoleh dari hasil analisa.

C. Pengembangan Business Continuity Plan


Pengembangan business continuity plan mengacu pada penggunaan informasi yang dikumpulkan pada proses BIA untuk membuat rencana strategi pemulihan untuk mendukung fungsi bisnis kritis. Di sini kita mengambil informasi yang dikumpulkan dari BIA dan memulai merencanakan suatu strategi untuk membuat continuity plan. Tahapan ini terdiri dari dua langkah utama: 1. Pendefinisian continuity strategy 2. Pendokumentasian continuity strategy

1. Pendefinisian Continuity Strategy


Untuk menggambarkan strategi BCP, informasi yang dikumpulkan dari BIA digunakan untuk menciptakan continuity strategy untuk perusahaan. Tugas ini sangat besar, dan setiap unsurunsur perusahaan harus dilibatkan dalam menentukan continuity strategy, seperti: Komputasi. Suatu strategi perlu ditentukan untuk memelihara unsur-unsur perangkat keras, perangkat lunak, jalur-jalur komunikasi, aplikasi, dan data. Fasilitas. Strategi perlu ditentukan untuk penggunaan gedung-gedung utama atau kampus dan fasilitas remote lainnya. Orang-Orang. Para operator, manajemen, dan personil pendukung teknis harus ditentukan peranannya di dalam menerapkan continuity strategy.

Persediaan dan Peralatan. Dokumen-dokumen, formulir-formulir, atau peralatan keamanan lainnya harus didefinisikan ketika mereka dibutuhkan pada saat pelaksanaan continuity plan tersebut.

2. Pendokumentasian Continuity Strategy


Pendokumentasian continuity plan mengacu pada pembuatan dokumentasi yang dihasilkan pada tahap pendefinisian continuity strategy. Akan terdapat banyak dokumentasi. Dokumentasi diperlukan hampir di semua bagian, dan itu merupakan sifat alami BCP/DRP memerlukan banyak catatan/kertas.

D. Persetujuan Rencana dan Implementasi


Langkah yang terakhir adalah penerapan business continuity plan. Rencana tersebut harus berisi roadmap untuk implementasi. Implementasi di sini bukan berarti pelaksanaan skenario bencana dan menguji rencana tersebut, tetapi lebih mengacu pada langkah-langkah sebagai berikut: 1. Persetujuan oleh manajemen senior. 2. Membangun kesadaran terhadap rencana tersebut ke seluruh jajaran perusahaan. 3. Pemeliharaan rencana, termasuk pembaharuan ketika diperlukan. Persetujuan Manajemen Senior. Seperti telah disebutkan sebelumnya, manajemen senior mempunyai tanggung jawab yang paling akhir untuk semua tahap rencana. Sebab mereka mempunyai tanggung jawab untuk pengawasan dan pelaksanaan rencana selama peristiwa yang mengganggu terjadi, mereka harus memberikan persetujuan akhir. Ketika suatu serangan bencana, manajemen senior harus mampu membuat keputusan yang diberitahukan dengan cepat selama proses penyelamatan berlangsung. Kesadaran Rencana. Kesadaran terhadap rencana tersebut dari seluruh jajaran perusahaan amatlah penting. Ada beberapa pertimbangan untuk ini, mencakup fakta bahwa kemampuan organisasi untuk memulihkan keadaan dari suatu peristiwa akan hampir bisa dipastikan tergantung pada usaha dari banyak individu. Pelatihan spesifik mungkin diperlukan untuk personil tertentu untuk menyelesaikan tugas mereka, dan pelatihan berkualitas dirasa sebagai manfaat yang dapat meningkatkan minat dan komitmen personil di dalam proses BCP.

Pemeliharaan Rencana. Business continuity plan sering kali kadaluwarsa karena terdapat perubahan baru atau adanya alasan yang berbeda dari sebelumnya. Perusahaan dapat menyusun kembali dan bisnis-bisnis unit yang kritis mungkin berbeda dibanding ketika rencana yang pertama diciptakan. Paling umum, jaringan atau infrastruktur komputasi berubah, mencakup perangkat keras, perangkat lunak, dan komponen lainnya. Pertimbangan boleh jadi bersifat administratif: rencana yang sulit tidak mudah untuk dibaharui, personil yang kehilangan minat atau lupa, atau terjadinya pergantian karyawan bisa mempengaruhi keterlibatan.

Apapun alasannya, teknik pemeliharaan rencana sebaiknya dilakukan oleh pihak luar sejak dari permulaan untuk memastikan bahwa rencana tersebut selalu up-to-date dan dapat dipakai. Adalah penting untuk membuat prosedur pemeliharaan di dalam organisasi dengan menerapkan job description yang memusatkan tanggung jawab untuk membaharui rencana. Juga, menciptakan prosedur audit yang dapat melaporkan secara teratur atas status rencana itu. Adalah juga penting untuk memastikan bahwa tidak muncul rencana dengan versi-versi yang berbeda, sebab hal itu bisa menciptakan kebingungan selama suatu keadaan darurat. Selalu menggantikan versi yang lebih lama dengan versi yang dibaharui ketika suatu rencana diubah atau digantikan.

Bagai mana UKM menjalankan BCP :


BCP melibatkan pengembangan rencana dan persiapan terhadap bencana sebelum bencana itu terjadi dengan tujuan untuk meminimalkan kerugian (loss) dan memastikan sumber daya, orang, dan proses binis dapat berjalan sebagaimana mestinya. Prosesnya (otomatis maupun manual) dirancang untuk mengurangi ancaman terhadap fungsi-fungsi penting organisasi, sehingga menjamin kontinuitas layanan bagi operasi yang penting. Guna mengantisipasi kasus terburuk, BCP harus mempertimbangkan strategi jangka pendek (short-term) dan strategi jangka panjang (long-term). BCP disebut juga dengan tindakan pencegahan.

Untuk membuat BCP, perlu adanya dukungan dari pihak manajemen. Oleh karena itu BCP Pada sebuah UKM dibuat dengan pendekatan top-down (top down approach) bukan dengan pendekatan buttom up (buttom up approach).

Kebijakan dan tujuan dari usaha perencanaan perlu dibuat oleh pihak manajemen. Sekali pihak manajemen menetapkan tujuan dan kebijakan serta prioritas perusahaan, staf lain yang bertanggung jawab dalam rencana ini akan dapat mengisi sisanya. Organisasi yang mengatur BCP ini biasanya level manajemen.

Ada enam langkah pendekatan untuk contingency planning yang dapat diberikan sebagai berikut : 1. Indentifikasi fungsionalitas bisnis yang kritis. Pada tahap ini akan dilihat proritas dari fungsionalitas bisnis yang ada bagi perusahaan. Bagi sebuah UKM, proritas dari fungsionalitas bisnis yang ada dalam perusahaan adalah : Data operasional proyek karena pada data tersebut melibatkan data-data untuk keperluan tender dan pelaksanaan proyek. Jika fungsional ini down, maka perusahaan kehilangan data atau tidak bisa mengolah data untuk pengajuan tender dan pelaksanaan proyek. Dukungan sistem informasi yang digunakan untuk menjaga agar kondisi jaringan perusahaan sehingga pekerjaan operasional bisa dilakukan. Keuangan dan akuntansi karena digunakan untuk mengelola perhitungan laba rugi perusahaan. Penggajian dianggap penting karena digunakan untuk mengelola pembayaran gaji karyawan perusahaan.

2. Identifikasi sistem dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung fungsi-fungsi kritis. 3. Memperkirakan bencana dan ancaman potensial. Hal ini telah dijelaskan pada bab sebelumnya. 4. Pemilihan Strategi Perencanaan. Disaster Recovery Plan dan Contingency Plan akan terdiri dari emergency response, recovery dan resumption activities. Emergency response berhubungan dengan melindungi hidup dan mengurangi dampak kerusakan (praktek manajemen keamanan), recovery mencakup langkah-langkah yang penting untuk mengembalikan fungsi-fungsi kritis kembali berjalan. Sedangkan resumption

10

merupakan tindakan untuk mengembalikan perusahaan kembali pada operasional (keduanya bisa memanfaatkan dana asuransi). 5. Implementasi Strategi. Dokumentasi menjaid perhatian penting. 6. Test dan Revisi Perencanaan. Disaster Recovery Plan dan Contingency Plan harus diuji secara periodik karena lingkungan terus berubah dan menimbulkan kebutuhan perbaikan.

Oleh karena itu rencana-rencana tesebut harus diuji secara terus-menerus supaya perbaikan yang timbul dapat diatasi.

11

II. Disaster Recovery Planning


Disaster recovery planning adalah suatu pernyataan yang menyeluruh mengenai tindakan konsisten yang harus diambil sebelum, selama, dan setelah suatu peristiwa yang mengganggu yang menyebabkan suatu kerugian penting sumber daya sistem informasi. Disaster recovery plan adalah prosedur untuk merespons suatu keadaan darurat, menyediakan backup operasi selama gangguan terjadi, dan mengelola pemulihan dan menyelamatkan proses sesudahnya. Sasaran pokok disaster recover plan adalah untuk menyediakan kemampuan dalam menerapkan proses kritis di lokasi lain dan mengembalikannya ke lokasi dan kondisi semula dalam suatu batasan waktu yang memperkecil kerugian kepada organisasi, dengan pelaksanaan prosedur recovery yang cepat.

Tujuan dan Sasaran DRP


Tujuan DRP yang utama adalah untuk menyediakan suatu cara yang terorganisir untuk membuat keputusan jika suatu peristiwa yang mengganggu terjadi. Tujuan disaster recovery plan adalah untuk mengurangi kebingungan organisasi dan meningkatkan kemampuan organisasi untuk berhubungan dengan krisis tersebut. Sesungguhnya, ketika suatu peristiwa yang mengganggu terjadi, organisasi tidak akan mempunyai kemampuan untuk menciptakan dan melaksanakan suatu rencana pemulihan dengan segera. Oleh karena itu, jumlah perencanaan dan pengujian yang telah dilakukan sebelumnya bencana. DRP mempunyai banyak sasaran, dan masing-masing sasaran tersebut penting. Sasaran-sasaran tersebut meliputi: Melindungi suatu organisasi dari kegagalan penyediaan jasa komputer. Memperkecil risiko keterlambatan suatu organisasi dalam menyediakan jasa Menjamin keandalan sistem melalui pengujian dan simulasi Memperkecil pengambilan keputusan oleh personil selama suatu bencana akan menentukan kemampuan organisasi tersebut dalam mengangani suatu

Tahapan DRP ini meliputi: Proses DRP

12

Pengujian disaster recovery plan Prosedur disaster recovery

A. Proses Disaster Recovery Planning


Tahap ini meliputi mengembangan dan pembuatan rencana recovery yang mirip dengan proses BCP. Di sini, kita mengasumsikan bahwa identifikasi itu telah dibuat dan dasar pemikiran telah diciptakan. Sekarang kita tinggal menentukan langkah-langkah yang harus kita lakukan untuk melindungi bisnis itu ketika bencana yang sebenarnya terjadi. Langkah-Langkah di dalam tahap disaster planning process adalah sebagai berikut: Data Processing Continuity Planning. Perencanaan ketika terjadi bencana dan menciptakan rencana untuk mengatasi bencana tersebut. Disaster Recovery Plan Maintenance. Melihara rencana tersebut agar selalu diperbarui dan relevan.

1. Data Processing Continuity Planning


Berbagai cara proses backup adalah unsur-unsur terpenting dalam disaster recovery plan. Di bawah ini dapat lihat jenis-jenis proses yang paling umum: Mutual aid agreements Subcription services Multiple centers Service bureaus Data center backup alternatif lainnya

a. Mutual Aid Agreements


Mutual aid agreements adalah suatu perjanjian dengan perusahaan lain yang mungkin punya kebutuhan komputasi serupa. Perusahaan lain mungkin punya bentuk wujud perangkat lunak atau perangkat keras serupa, atau memerlukan komunikasi data jaringan yang sama atau akses internet yang serupa dengan organisasi milik kita.

13

Di dalam persetujuan ini, kedua belah pihak setuju untuk mendukung satu sama lain ketika suatu peristiwa yang mengganggu terjadi. Persetujuan ini dibuat dengan asumsi bahwa masingmasing operasi organisasi mempunyai kapasitas untuk mendukung operasi organisasi lain yang sejenis pada saat diperlukan. Ada keuntungan yang jelas dari perjanjian ini. Hal ini memungkinkan suatu organisasi untuk memperoleh tempat sementara untuk melakukan kegiatan operasionalnya ketika terjadi bencana dengan biaya yang sangat kecil atau tanpa biaya sama sekali. Juga, jika perusahaan mempunyai kebutuhan proses yang serupa, seperti sistem operasi jaringan yang sama, kebutuhan komunikasi data yang sama, atau prosedur proses transaksi yang sama prosedur, persetujuan jenis ini mungkin tepat dan dapat dilakukan. Persetujuan jenis ini mempunyai kerugian serius pula, bagaimanapun, dan benar-benar harus dipertimbangkan hanya jika organisasi mempunyai mitra yang sempurna dan tidak punya alternatif lain terhadap disaster recovery. Satu kerugiannya adalah mau tidak mau masingmasing infrastruktur organisasi harus mempunyai ekstra kapasitas yang tak terpakai untuk memungkinkan pengolahan operasional penuh sepanjang peristiwa yang mengganggu terjadi.

Kekurangan yang paling besar dalam rencana jenis ini adalah apa yang akan terjadi ketika bencana tersebut cukup besar dan mempengaruhi kedua organisasi tersebut. Ketika keduanya mengalami bencana, keuntungan yang sedianya bisa diperoleh menjadi tidak lagi dimungkinkan.

b. Subscription Services
Jenis skenario lain yaitu dengan menggunakan jasa langganan (subcription services). Di dalam skenario ini, pihak ketiga, jasa komersial menyediakan proses backup dan fasilitas pemrosesannya. Jasa Langganan mungkin yang paling umum dilakukan. Jenis ini mempunyai kerugian dan keuntungan yang sangat spesifik. Terdapat tiga bentuk dasar subcription service dengan beberapa variasi: Hot Site Warm Site Cold Site

14

i. Hot Site
Ini adalah lokasi backup alternatif yang paling hebat. Hot site adalah suatu tempat yang mempunyai fasilitas komputer yang dipasok dengan daya listrik, pemanasan, ventilasi, dan proses pengaturan suhu, dan berfungsi sebagai file/print server dan workstation. Aplikasi yang diperlukan untuk mendukung proses transaksi secara remote di-install pada server dan workstation dan dijaga agar selalu up-to-date sesuai dengan kondisi operasional biasa. Lokasi jenis ini memerlukan pemeliharaan perangkat keras, perangkat lunak, data, dan aplikasi yang teratur untuk menjaga kesesuaian dengan kondisi biasanya. Hal ini memerlukan biaya administratif yang lebih dan cukup menghabiskan sumber daya. Keuntungan dari hot site ini cukup banyak. Keuntungan yang utama adalah bahwa ketersediannya selama 24/7. Hot site dapat digunakan secara cepat dan tersedia (atau di dalam toleransi waktu yang diperbolehkan) sesaat setelah peristiwa yang mengganggu terjadi.

ii. Warm Site


Warm site merupakan kombinasi antara hot site dan cold site. Seperti halnya hot site, pada warm site terdapat suatu fasilitas komputer yang tersedia dengan daya listrik dan HVAC, tetapi aplikasinya belum di-install atau dikonfigurasi. Untuk memungkinkan pengolahan secara remote pada lokasi jenis ini, workstation harus dikirimkan dengan cepat; dan aplikasi dan data mereka perlu di-restore dari backup media. Keuntungan warm site adalah sebagai berikut: Harga. Lebih murah dibanding hot site. Lokasi. Lokasi bisa dipilih lebih fleksibel. Sumber daya. Sumber daya yang digunakan lebih sedikit daripada sumber daya yang dibutuhkan hot site. Kerugian yang utama dibandingkan dengan hot site, adalah diperlukannya waktu dan usaha yang lebih besar untuk memulai proses recovery di tempat yang baru. Jika proses operasional transaksi tidak begitu penting dan kritis, warm site dapat menjadi pilihan yang tepat.

15

iii. Cold Site


Cold site merupakan pilihan paling tidak siap dari ketiga pilihan yang ada, tetapi mungkin yang paling umum. Cold site berbeda dengan dua yang lain, cold site merupakan suatu ruang dengan daya listrik dan HVAC, tetapi komputer harus dibawa dari luar jika diperlukan, dan link komunikasi bisa ada ataupun tidak. File/print server harus dibawa masuk, seperti halnya semua workstation, dan aplikasi perlu diinstall dan data di-resore dari backup. Ada beberapa keuntungan cold site, bagaimanapun, yang menjadi alasan utama adalah biaya. Jika suatu organisasi mempunyai anggaran sangat kecil untuk suatu lokasi proses backup alternatif, cold site mungkin lebih baik dibanding tidak ada sama sekali.

b. Multiple Centers
Variasi untuk lokasi alternatif yang sebelumnya telah disebutkan sebelumnya dinamakan multiple centers, atau lokasi rangkap. Dalam suatu konsep multiple-center, proses pengolahan tersebar di beberapa pusat operasi, menciptakan suatu pendekatan reduncancy dan pembagian sumber daya tersedia. Multiple-center ini dimiliki dan diatur oleh organisasi yang sama (lokasi in-house) atau penggunaan bersama dengan beberapa macam persetujuan timbal balik. Keuntungannya terutama hanya semata-mata masalah finansial. Kerugian yang utama adalah relatif lebih sulit untuk dikelola.

c. Service Bureaus
Dalam kasus yang langka, suatu organisasi dapat mengontrak suatu kantor jasa/layanan untuk secara penuh menyediakan semua proses backup. Keuntungan yang besar pada jenis ini adalah ketersediaan dan tanggapan yang cepat kantor jasa/layanan dan uji coba bisa dilakukan. Kerugian dari jenis ini adalah biaya yang dibutuhkan cukup besar.

16

2. Disaster Recovery Plan Maintenance


Disaster Recovery Plan sering kali kadaluarsa. Perusahaan dapat menyusun kembali DRP-nya, bisnis unit yang kritis mungkin berbeda dibanding ketika rencana yang yang pertama diciptakan. Yang paling umum adalah berubahnya infrastruktur jaringan atau infrastruktur komputasi berubah (perangkat keras, perangkat lunak, dan lain komponennya). Pertimbangan boleh jadi administratif: DRP yang kompleks tidaklah dengan mudah dibaharui, personil kehilangan minat, atau terjadinya pergantian karyawan yang mempengaruhi keterlibatannya. Apapun alasannya, merencanakan teknik pemeliharaan harus dimulai sejak dari permulaan untuk memastikan bahwa rencana tersebut selalu up-to-date dan dapat dipakai. Adalah penting untuk membangun prosedur pengelolaan ke dalam organisasi dengan memasukkannya ke dalam job description masing-masing staf yang memusatkan tanggung jawab untuk selalu diperbaharui. Juga, menciptakan prosedur audit yang dapat melaporkan secara teratur atas status rencana tersebut. Adalah juga penting memastikan bahwa tidak ada versi yang ganda atas rencana tersebut, sebab hal tersebut bisa menciptakan kebingungan ketika terjadi suatu keadaan darurat.

Tes Perencanaan Pemulihan bencana


Tes terhadap rencana pemulihan bencana sangat penting (tape backup system tidak dapat di nyatakan bekerja hingga testes restorasi/perbaikan telah dilakukan), sehingga rencana pemulihan bencana memiliki banyak elemen yang hanya merupakan teori hingga elemenelemen tersebut di tes dan diakui secara nyata. Tes terhadap rencana tersebut harus diciptakan dan percobaan harus dilakukan secara berurutan, dalam bentuk standar dan dilakukan pada basis reguler. Juga terdapat lima pengetesan pemulihan bencana yang spesifik yang harus diketahui oleh kandidat CISSP, latihan-latihan dan tes-tes pemulihan bencana yang reguler adalah secara berurutan dari setiap rencana pemulihan bencana. Tak ada kemampuan pemulihan yang didemonstrasikan hingga rencananya telah di tes. Setiap tes harus melatih setiap komponen rencana meminimalkan benturan-benturan dari kejadian-kejadian yang merusak.

17

Alasan pengetesan Sebagai tambahan atas alasan umum untuk melakukan tes yang kita telah sebutkan sebelumnya, terdapat beberapa alasan khusus untuk melakukan tes, yang utama untuk menginformasikan manajemen kemampuan-kemampuan pemulihan perusahaan. Alasan-alasan lainnya yang lebih spesifikasi adalah sebagai berikut : 1. Pengetesan memverifikasikan keakuratan/ketepatan prosedur-prosedur dan mengidentifikasikan kekurangan-kekurangan. 2. Pengetesan menyiapkan dan melatih personil-personil untuk melakukan tugas-tugas penting mereka. 3. Pengetesan memverifikasikan kemampuan proses dari alternatif backup lapangan.

Membuat Dokumen Tes Untuk memperoleh keuntungan maksimal-maksimal koordinasi tes, sehingga dokumen outline skenario tes harus dibuat, yang berisi alasan pengetesan, tujuan tes dan jenis/tipe tes yang dijalankan (lihat lima tes di bawah). Juga di dalam dokumen seharusnya termasuk butir-butir detail apa yang terjadi selama tes, termasuk di bawah ini : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jadwal tes (schedule and timing). Durasi lama tes langkah-langkah spesifik dalam tes siapa yang menjadi partisipasi dalam tes petunjuk-petunjuk tugas untuk personil tes sumber daya dan layanan yang diminta (supply, hardware, software, dokumentasi)

Konsep-konsep dasar yang pasti akan diaplikasikan pada prosedur tes, pada dasarnya tes harus tidak merusak/mengacaukan fungsi-fungsi normal bisnis, juga tes harus dimulai dengan jenis tes yang mudah (lihat seksi selanjutnya) dan dikerjakan hingga ke simulasi utama secara perlahan-perlahan, setelah tim recovery memperoleh keahlian-keahlian dalam tes. Hal yang penting diingat adalah bahwa alasan dari tes ini adalah untuk menemukan kelemahan dalam perencanaan tersebut. Jika ditemukan kelemahan, kemungkinan ini bukanlah tes yang akurat. Tes tersebut bukan sehingga kontes kualitas bagaimana rencana pemulihan yang baik/performa para pelaksana. Kesalahan-kesalahan akan terjadi dan ini adalah waktu untuk membuatnya. Dokumenkan masalah-masalah yang terjadi selama tes dilakukan dan update perencanaan di perlukan, lalu dilakukan tes lagi.

18

Lima Jenis Tes Disaster Recovery Plan


Ada 5 tipe tes rencana pemulihan bencana. Susunan di bawah ini adalah berdasarkan prioritas, dari yang paling sederhana hingga jenis/tipe tes yang paling lengkap. Setiap tes terlibat secara lebih progresif dan lebih akurat melukiskan tanggung jawab aktual perusahaan. Beberapa tipe-tipe tes, contohnya dua yang terakhir memerlukan investasi besar baik waktu, sumber daya dan koordinasi saat implementasi. Berikut ini adalah jenis/tipe tes : Checklist Test. Duplikasi dari rencana tersebut didistribusikan ke masing-masing business units management. Rencana tersebut kemudian di-review untuk menjamin rencana tersebut terhubungkan memuaskan. Simulation Test. Selama tes simulasi, seluruh personil operasional dan support diharapkan menjalankan actual emergency meet pada sesi latihan. Tujuannya di sini adalah untuk menguji kemampuan personil dalam merespons simulasi bencana. Simulasi tersebut mengarah pada point relokasi untuk alternatif backup site atau menentukan prosedur pemulihan, tetapi tidak dilaksanakan proses pemulihan aktual atau proses alternatif. Paralel Test. Paralel adalah tes penuh dari rencana recovery, dengan menggunakan seluruh personil. Perbedaan antara paralel test dengan full interruption test selanjutnya adalah proses produksi utama pada bisnis tidak berhenti. Tujuan dari tes jenis ini adalah untuk memastikan bahwa critical system akan berjalan aktual pada alternatif proses backup site. Sistem-sistem tersebut direlokasikan ke site alternatif , proses paralel mulai dijalankan dan hasil transaksitransaksi dan elemen-elemen lainnya yang dibandingkan. Tipe ini yang paling umum dari tes disaster recovery plan. Full Interruption Test. Selama full interruption test, sesuatu bencana direplikasikan langsung ke sesuatu saat pelaksanaan produksi normal yang terhenti. Rencana tersebut secara keseluruhan di implementasikan seperti sebuah bencana yang nyata, langsung melibatkan emergency sevices (meskipun untuk tes yang lebih besar, local authorities mungkin di informasikan dan membantu cordinate). Tes tersebut merupakan bentuk tes yang sangat kesemua prosedur-prosedur dan area-area organisasi yang critical. Kenyataannya, ini dianggap sesuatu langkah pendahuluan tes yang nyata dan bukan tes yang

19

menakutkan, dari mana ini dapat menyebabkan sesuatu bencana pada tes tersebut. Ini juga merupakan jalan yang terbaik yang paling pasti untuk menguji disaster recovery plan.

Prosedur-Prosedur Pemulihan Bencana


Seperti asuransi jiwa, berikut ini adalah prosedur-prosedur yang anda harapkan anda tidak akan pernah mengimplementasikan. Bagian dan rencana tersebut menjelaskan serinci aturan-aturan bermacam-macam personil yang berperan, apa tugas yang harus diimplementasikan untuk recover and salvage the site, bagaimana perusahaan berhadapan dengan grup-grup eksternal dan pertimbangan keuangan. Elemen-elemen utama dari proses recovery bencana dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Tim recovery 2. Salvage team 3. Normal operation resume 4. Isu-isu recovery lainnya

Disaster Recover untuk UKM


Disaster recovery plan tak cuma monopoli perusahaan besar. UKM pun kini bisa memiliki dan memanfaatkannya, yang mungkin sangat berdampak terhadap daya tahan hidup perusahaan. Bencana datangnya tak terduga. Dalam hampir satu tahun belakangan ini, alam memang lagi menunjukkan kemurkaannya. Dari tsunami yang menimpa Aceh, topan Katrina dan Wilma yang memporakporandakan wilayah selatan dan tenggara AS, serta gempa besar yang melanda Kashmir di Pakistan. Selain korban jiwa dan harta benda, dampak pasca bencana pun tak kalah berat. Lumpuhnya ratusan bahkan ribuan usaha kecil dan menengah (UKM), dan besar juga sangat mempengaruhi ekonomi. Bagi perusahaan UKM, dampak bencana akan terasa lebih berat. Mungkin banyak dari perusahaan itu yang benar-benar kehilangan segalanya, sehingga sulit untuk bangkit. Kalaupun ada asuransi, yang dicakup sebagian besar adalah sarana fisiknya saja. Bagaimana dengan aset digitalnya? Kini banyak UKM yang menyimpan informasi penting, baik keuangan

20

maupun data pelanggan, dalam bentuk digital, tersimpan di hard-drive maupun media penyimpanan lainnya. Kalau informasi ini tak terselamatkan, mungkin dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengembalikan seluruh informasi tersebut agar usaha kembali berjalan. Bagi perusahaan besar, masalah perlindungan informasi ini mungkin sudah tertata jauh lebih baik. Dari jauh hari mereka sudah mengantisipasi berbagai kemungkinan yang dapat mengancam keselamatan aset digital mereka, baik dari bencana alam maupun serangan teroris. Contohnya Lehman Brothers, sebuah perusahaan keuangan raksasa, yang kantor pusatnya luluh lantak bersamaan runtuhnya menara kembar WTC pada serangan 11 September 2001 di New York. Meski porak poranda, toh pada hari itu juga bagian treasury-nya masih sanggup menjalankan fungsi cash-management. Bahkan, keesokan harinya, perusahaan ini sudah memperdagangkan produk fixed-income-nya. Kurang dalam seminggu, 400 online trader-nya sudah siap melakukan transaksi jual beli saham di bursa New York. Hal itu mungkin terjadi karena perusahaan ini memiliki disaster recovery di dua tempat, satu di New Jersey dan satunya lagi di London, Inggris. Di kedua tempat itulah tersimpan backup informasi penting milik perusahaan. Memang, itulah keistimewaan yang dimiliki perusahaan-perusahaan besar, yang dengan kocek tebalnya sanggup membangun sendiri disaster recovery center-nya. Atau, menyerahkannya ke pihak ketiga, seperti IBM dan Sungard, guna mengamankan data mereka, membantu memulihkan diri dari bencana, dan bahkan membantu mendirikan kantor sementara lengkap dengan semua infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi yang dibutuhkan. Bagi perusahaan sekelas UKM, fasilitas disaster recovery seperti yang dimiliki perusahaanperusahaan besar, mungkin tidak terjangkau. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa membuat rencana untuk mengantisipasi bencana. Bencana seperti tsunami, gempa atau badai skala besar termasuk peristiwa langka. Namun bukan berarti ketika alam sedang ramah, bencana tidak akan terjadi. Misalnya Anda berkantor di rukan, bisa saja terjadi rukan tetangga Anda mengalami kebakaran yang merembet ke tempat Anda. Atau kantor Anda berada di daerah rawan banjir, misalnya. Nah, dalam menghadapi kejadian seperti ini, salah satu langkah antisipasi paling mudah dan sederhana, dan bisa dilakukan oleh perusahaan manapun, adalah membuat cadangan data. Seperti diungkapkan Robert Boyd, CEO Agility Recovery Solution, dengan memiliki copy catatan

21

bisnis, seperti data akuntansi, dokumen-dokumen penting, maupun copy email bisnis, bisa membuat perbedaan yang signifikan antara menjaga perusahaan tetap bertahan atau bubar. Kalau Anda tidak menyimpan data dengan baik, sulit mengatasi bencana yang tiba-tiba terjadi, ujarnya. Bisa jadi Anda tidak lagi mengetahui siapa saja pelanggan Anda, seberapa besar hutang mereka, atau bagaimana menagihnya. Bahkan Anda tidak bisa mengetahui lagi inventaris perusahaan. Namun memiliki copy backup data saja menurut Boyd tidak cukup. Copy backup itu harus disimpan di tempat lain yang aman. Pemilik atau eksekutif perusahaan yang membawa copy tersebut ke rumah, atau menyimpan ke dalam kotak safe deposit biasanya sudah cukup memadai untuk mengantisipasi bencana kecil. Namun, untuk menghadapi bencana yang sifatnya regional seperti gempa atau tsunami, copy backup mungkin perlu disimpan di wilayah lain, atau propinsi lain. Selain itu, menurut Boyd, Anda memerlukan infrastruktur, yang tentunya berlokasi di luar kantor Anda, untuk me-recover backup data, dan kemudian menggunakannya agar roda bisnis tetap berjalan. Memiliki komputer backup, yang berisi aplikasi-aplikasi standar, seperti word processing, spreadsheet dan email dalam beberapa kasus sudah cukup memadai. Namun, jika usaha Anda menjalankan aplikasi khusus, seperti misalnya aplikasi akuntansi, ada baiknya komputer backup Anda juga memiliki aplikasi-aplikasi seperti ini. Komputer backup ini bisa Anda tempatkan di lokasi-lokasi yang Anda yakini cukup aman, misalnya rekanan, atau bahkan kerabat dekat yang Anda percayai. Planning dan Execise. Perencanaan juga merupakan bagian penting dari strategi disaster recovery untuk perusahaan kecil. Menurut Boyd, perencanaan ini meliputi pengumpulan informasi yang rinci untuk menghubungi karyawan-karyawan Anda dalam keadaan darurat. Selain itu, perencanaan ini juga meliputi latihan praktek menjalankan langkah-langkah disaster recovery yang Anda bangun. Yang tak kalah penting, untuk perusahaan kecil sekalipun, disaster plan ini perlu dituangkan secara tertulis dan dibagi ke seluruh karyawan. Perencanaan ini memuat rincian peran dan tanggung jawab masing-masing karyawan pada saat bencana maupun pasca bencana. Rincian itu meliputi ke mana backup data dikirim, lokasi berkumpul pasca bencana, komunikasi antar karyawan, dan di mana alokasi alternatif untuk menjalankan perusahaan. Selain itu copy backup pun perlu dicoba untuk di-restore, guna memastikan bahwa backup tersebut memang benar-benar bisa berfungsi.

22

Perencanaan menghadapi bencana tidak hanya berhenti sampai di situ. Anda tidak hanya perlu menjaga bisnis tetap berjalan, tapi juga mengamankan informasi yang tertinggal di lokasi kantor yang terkena bencana. Seandainya infrastruktur komputer milik perusahaan Anda selamat dari bencana, namun Anda tidak bisa menjangkau kantor karena seluruh akses jalan tertutup, tentunya hal ini akan berisiko terhadap keamanan informasi perusahaan. Ini berarti Anda harus menempatkan sistem security yang memadai untuk komputer Anda. Selain menggunakan user name dan password yang aman, data dan informasi yang tersimpan di komputer juga perlu di-enkripsi, khususnya untuk informasi-informasi yang bersifat sensitif. Pengamanan tersebut juga berlaku pada perangkat-perangkat mobile yang bisa menyimpan data atau informasi bisnis, seperti PDA, smartphone dan notebook. Dalam kondisi evakuasi, perangkat-perangkat mobile seperti ini sangat rentan hilang atau jatuh ke tangan orang lain. Bencana memang terkadang tak bisa dihindari atau ditolak. Namun, dengan membangun disaster recovery plan yang tepat, sosialisasikan ke kalangan karyawan, serta latihan yang rutin setidaknya bisa membuat perusahaan Anda memiliki kemungkinan lebih besar untuk kembali pasca bencana.

Bagai mana UKM memperhatikan Rencana Pemulihan Bencana


Pada umumnya beberapa UKM akan menerapkan DRP yang baik agar aktifitas bisnisnya dapat tetap berjalan meskipun terjadi gangguan atau bencana.

Mengacu pada topik security management practices, terlihat bahwa data keuangan dan data pegawai adalah dua data terpenting untuk sebuah UKMdari segi availability. Sementara berdasarkan analisa, sebuah UKM itu sering menghadapi ancaman ancaman sbb: 1. Penghapusan (destruction),misalnya: penghapusan data-data penjualan secara tidak sengaja , bencana banjir, kebakaran, kerusuhan, listrik mati atau virus. 2. Pencurian (theft/disclosure), misalnya: data penjualan atau rugi laba yaang bocor kepada semua pegawai.

23

3. Pengubahan (modification), misalnya: secara tidak sengaja mengubah nilai gaji dalam sistem penggajian pegawai. 4. Penipuan (fraud), misalnya: mengubah nilai gaji dalam sistem penggajian pegawai secara tidak sah, mengubah data penjualan secara tidak sah. Untuk mengantisipasi ancaman ancaman yang mungkin timbul maka langkah langkah yang biasanya dilakukan oleh sebuah UKM adalah : 1. Ancaman Penghapusan (destruction) b. Bencana banjir Data diletakan ditempat yang kemungkinan tidak terkena banjir, termasuk backup data di kantor pusat dan mesin cash register di kantor cabang c. Kebakaran Saung garing mengharuskan setiap cabang mempunyai fire extinguisher didekat komputer operasional, dapur dan di dekat panel listrik. Mengharuskan mempunyai backup data 1 minggu terakhir yang disimpan dilemari tahan api. Data penjualan di kantor pusat menjadi backup data dari kantor cabang dengan selisih waktu 1 minggu. d. Kerusuhan Data dikirim ke kantor pusat minimum setiap minggu dan data transaksi disimpan dalam bentuk disket dan hardcopy. e. Listrik mati Semua komputer di kantor cabang maupun di kantor pusat diharuskan tersambung ke UPS f. Virus Semua komputer termasuk server diterapkan software anti virus dengan updatesetiap hari

1. Bekerja

sama

dengan

pengelola

gedung

dalam

membuat

perencanaan

penanggulangan bencana, khususnya terhadap aspek gangguan yang umum terjadi terhadap gedung, seperti kebakaran dan gangguan listrik.

24

2. Mempersiapkan UPS untuk setiap sumber daya sistem informasi yang menggunakan tenaga listrik. 3. Staf IT harus selalu melakukan up date anti virus, menjalankan back up secara rutin pada partisi hard disk server. 4. Karyawan diberikan pengarahan pengetahuan Perencanaan Pemulihan Bencana, termasuk agar berinisiatif untuk menggunakan komputer dengan sehat, dan rajin membuat back up di PC masing-masing.

25

Daftar Pustaka

Arief. 2005. Disaster Recovery untuk UKM. eBizz Asia, Volume IV No 31, November-Desember 2005 Disaster Recovery Information, http://recovery-disaster.info/?gclid=COGl6ajRIECFUwsGAodiT50lw#copy. diakses pada 10 Desember 2005 Krutz, R. L. & Vines R. D. 2003. The CISSP Prep Guide: Gold Edition. Indiana: Wiley Publishing, Inc. Contingency Planning For The Small Enterprise, http://www.contingency-planning-disasterrecovery-guide.co.uk/index.htm. Diakses pada 10 Desember 2005

26

You might also like