Professional Documents
Culture Documents
Saya akan menyimpulkan dengan mengidentifikasi penyusun-penyusun utama perpindahan dari paradigma pengendalian ke paradigma chaos dalam lingkungan komunikasi kontemporer. Kendali Kelangkaan informasi Tertutup Opasitas Eksklusivitas Kehomogenan Hierarki Kepasifan Dominasi Chaos Kelebihan informasi Bocor (terbuka) Transparansi Aksesibilitas Keheterogenan (keberagaman) Jaringan Ke(inter)aktifan Kompetisi
berubah adalah asupan dan ketersediaan informasi, serta pula kedalaman dan jangkauan potensial pengetahuan individu dan kolektif.
Tarik menarik antara opasitas dan transparansi bersifat konstan dan dapat berubah setiap saat. Para elit politik dapat memberikan kesan keterbukaan melalui cara legislatif atau presentational, dan aparat-aparat hubungan masyarakat dipekerjakan untuk mencapai kesan ini dan juga untuk mencapai tujuan-tujuan yang tidak terlampau licik. Tetapi predisposisi publik terhadap transparansi dalam proses pemerolehan dan manajemen kekuasaan telah menjadi kebiasaan bawaan pada aktor-aktor politik serius dalam suatu pemerintahan demokrasi. Ini adalah ciri dari lingkungan politik kontemporer dengan konsekuensi-konsekuensi nyata pada batas-batas kekuasaan.
Eksklusivitas Aksesibilitas
Keluasan informasi yang tersedia saat ini, baik dari segi kualitas maupun kuantitas, baik dalam bentuk situs web Hutton Inquiry atau laporan Drudge, sebagian besar diakibatkan oleh terkikisnya eksklusivitas media global. Hingga beberapa saat yang lalu, kelompok-kelompok bersumber daya rendah memiliki akses terbatas kepada produksi media, dan sedikit banyak bergantung pada media-media yang arus besar (mainstream) yang ajeg. Pada akhir abad kedua puluh, Ithiel de Sola Pool mengamati media elektronik dan mengatakan bahwa media tersebut menyediakan lebih banyak pengetahuan, akses yang lebih mudah, dan kebebasan berbicara yang lebih luas (1983: 251). Seperempat abad kemudian, dengan munculnya internet sebagai media massa, akan muncul ratusan juta produsen-produsen online. Bab 8 mengamati faktor-faktor tersebut yang bisa jadi menentukan kualitas informasi yang disebabkan oleh ketersediaan akses, tetapi kenyataan bahwa ketersediaan ini dapat terjadi adalah sebuah fenomena budaya yang tak disangka-sangka, seperti yang dinyatakan oleh Hakim Amerika Serikat Stewart Dalzell ketika ia menentang kecenderungan sensor Undang-undang Kepatutan Komunikasi (Communications Decency Act) tahun 1996: Internet telah menjadi pasar partisipasi pendapat massa terbesar di dunia. Penduduk-penduduk dengan perangkat yang terbatas dapat berbicara kepada pemirsa di seluruh dunia tentang masalah yang menjadi perhatian mereka. (Dalzell dalam Katz 1997: 44)
Hierarki Jaringan
Dampak kebocoran informasi, transparansi elit politik, dan meningkatnya keberagaman pendapat diperkuat dengan struktur jaringan sebagian besar sistem media global. Walaupun media nasional dan transnasional tidak banyak berubah, hierarkis dan terpusat walaupun sekarang lebih berpihak kepada kebocoran dan kesubversifan editorial, struktur jaringan world wide web, digabungkan dengan berita satelit terkini 24 jam sehari, menghasilkan lingkungan dengan kekayaan informasi yang tidak terduga, lebih aktif, dan lebih sulit untuk dikuasai oleh elit politik. Terpaan berita berkembang tanpa ada hambatan, membuat para elit politik berada dalam posisi reaktif dan defensif.
Kepasifan Ke(inter)aktifan
Ketika lingkungan ini memperoleh informasi, muncullah kesempatan terjadinya interaktivitas massal dengan sistem media, dan melalui interaktivitas itu, muncul pula hubungan dengan elit-elit kekuasaan. Para pemirsa tidak lagi pasif seperti yang dikhawatirkan oleh para pemikir budaya yang pesimis, mereka memiliki kapasitas untuk menerjemahkan pesan-pesan yang mereka terima secara ternegosiasi, diferensial, atau dengan cara yang tidak umum (Hall 1980). Di masa lalu, sebagian besar orang tidak punya pilihan kecuali diam saja menghadapi pesan-pesan tersebut, hampir tanpa akses sedikit pun untuk memberikan balasan atau masukan kepada pesan-pesan tersebut. Seseorang dapat menulis surat kepada sebuah surat kabar, tanpa kepastian apakah surat itu akan dimuat, dan media-media besar pada abad kedua puluh seperti radio, film, dan TV, hanya memberikan sedikit kesempatan untuk partisipasi publik. Saat ini ada acara bincang-bincang pada siang hari, program-program debat politik, dan cara-cara digital untuk memberikan pendapat tentang isi suatu program. Terdapat jutaan situs pribadi dan blog, tempat semakin banyaknya orang berhadapan dan berpendapat tentang permasalahan-permasalahan di dunia saat ini.
Dominasi Kompetisi
Maka, lingkungan informasi yang semula dikuasai oleh dominasi dan hierarki telah berubah menjadi lingkungan dengan kompetisi dan ketidakpastian yang semakin besar; lebih seperti sebuah pasar dengan gagasan yang saling bersaing dan bukan seperti ekonomi terencana yang diterapkan oleh pihak yang mendominasi; lebih seperti anarki informasi dan bukan seperti kendali informasi, dan dengan kapasitas perlawanan terhadap otoritas politik yang terbesar dalam sejarah manusia. Bahkan sebelum internet menjadi media massa, Arquilla dan Ronfeldt mengamati bahwa revolusi informasi membuat negara apapun semakin tidak mampu mengendalikan penyebaran informasi , dan bahwa [revolusi informasi] melawan dan mengikis hierarki yang merancang terbentuknya institusi-institusi; revolusi ini menyerap dan menyebarkan kembali kekuasaan, terutama kepada mereka yang semula dianggap sebagai pihak yang lebih kecil dan lemah; revolusi ini melewati batas-batas dan bahkan menentukan batas-batas baru; revolusi ini membuat sistem-sistem yang tertutup membuka diri. (Arquilla dan Ronfeldt 1997: 26) Bagi Robins dan Aksoy, sebagai akibat dari tren ini, negara-bangsa saat ini adalah sebuah lembaga yang semakin terancam oleh turbulensi global (2005: 18). 4
periode kontemporer. Politik etnik dan seksual progresif dalam dunia kapitalis yang maju, modernisasi ekonomi, dan demokratisasi di negara-negara berkembang semakin tersebar luas dalam kondisi-kondisi baru yang dapat disesuikan dengan kebutuhan negara-negara tersebut. Jika perubahan budaya adalah sebuah proses evolusi memetik dengan makna yang berubah dari waktu ke waktu (makna-maknan etnisitas, homoseksualitas, kesetaraan perempuan, dan lain-lain), proses tersebut semakin melaju kencang dalam kondisi-kondisi yang telah saya paparkan dalam buku ini.
nyata dalam komunikasi global, tetapi sekaligus juga mempertahankan efek-efek desentralisasi dan demokratisasinya baik pada tingkat nasional maupun global.
Pemikiran akhir
Selain fokus-fokus ini, tugas kritis tradisional untuk mengawasi kinerja media dalam peran demokratiknya adalah tugas yang sah. Hanya karena hubungan antara kepemilikan media (sebuah ungkapan kekuatan ekonomi) dan kekuasaan budaya dan politik semakin renggang, tidak berarti bahwa hasrat untuk menerapkan kembali kekuasaan yang tidak demokratis, seperti para pemilik media besar yang memiliki ideologi tertentu atau pemerintah yang dengan egois berusaha bertahan, semakin menipis. Jika penelaahan kritis kekuatan politik oleh jurnalisme adalah kunci menuju demokrasi, dan jika penelaahan ini semakin intensif dan mengikuti tren-tren yang dibahas dalam buku ini, penelaahan kritis baik media maupun kekuasaan politik, dan hubungan antar keduanya yang selalu berkembang, adalah mekanisme lanjut untuk mempertahankan akuntabilitas demokrasi, sebuah mekanisme yang tidak dapat mengandalkan baik politisi maupun jurnalis untuk melaksanakan kepentingan umum secara menyeluruh. Segala sesuatu, secara seimbang, dapat menjadi semakin baik dalam dunia abad kedua puluh satu, tetapi kemajuan berikutnya tidak terhindarkan. Pada saatnya nanti, perkembangan lingkungan ekonomi, geopolitik, dan ideologis global (dan juga kemerosotan drastis lingkungan alam) bisa jadi akan merevisi simpulan yang secara pragmatis sangat optimistis, dan menghambat atau memutarbalikkan tren-tren positif yang telah disebutkan dalam buku ini.
Bangkitnya Cina
Dalam evolusi ekonomi modal global, perkembangan masa depan Cina sangatlah penting. Seperti yang telah kita lihat, modernisasi ekonomi Cina telah berlangsung tanpa adanya modernisasi politik. Suatu hari, tak lama dari sekarang, Cina akan menjadi kekuatan utama ekonomi dunia. Tanpa kepemimpinan politik yang bijak baik di timur maupun barat, Cina sangat memungkinkan untuk muncul tidak hanya sebagai pesaing ekonomi, tetapi juga pesaing kekuatan militer bagi Amerika Serikat, Rusia, India, Uni Eropa atau Jepang, mengarah pada konflik yang tidak hanya berdasar pada pemisahan kapitalis-komunis pada masa Perang Dingin, tetapi juga pada kompetisi perebutan sumber daya yang langka, yang juga menyebabkan terjadinya Perang Dunia I. Tidak seperti ancaman keras tetapi kosong yang diteriakkan 9
oleh fundamentalisme Islam kepada modernitas kapitalis, tantangan Cina akan berdasar pada kekuasaan kuat ekonomi, melahirkan persaingan antara dua varian kapitalisme model otoriter yang dimiliki oleh Cina dan negara-negara lain di Asia melawan model demokratik liberal yang diusung oleh Amerika Serikat. Kompetisi ini mungkin tidak akan pernah pecah menjadi perang, mengingat kapasitas nuklir Barat dan pernyataan rakyat Cina bahwa tujuan utama negaranya adalah persaingan ekonomi yang sehat dan bukan konflik miltier (Friedman 2005). Di sisi lain, pertikaian dengan Taiwan yang disokong oleh Amerika Serikat sepertinya tidak akan pernah selesai, dan terdapat sebagian besar unsur dalam militer Cina yang melihat bahwa masalah ini lebih berhubungan dengan prestise nasional dan tidak berhubungan dengan keberhasilan ekonomi. Pada Juli 2005, Mayor Jenderal Zhu Chenghu dari Universitas Pertahanan Nasional Cina kabarnya pernah menyatakan dalam suatu pidato umum bahwa Beijing akan mengenyahkan intervensi militer Amerika Serikat di Taiwan dengan meluncurkan senjatasenjata ke kota-kota besar Amerika Serikat... Ratusan kota Amerika Serikat akan dihancurkan oleh Cina . Walaupun pemerintah Cina menyatakan bahwa pendapat tersebut adalah sebuah pendapat minoritas , tetapi kemungkinan bahwa pendapat tersebut dapat mewakili mayoritas tidak dapat diabaikan. Dan konflik militer dalam skala ini, jika terjadi, akan menegasi tren-tren demokratisasi dan liberalisasi yang disebutkan dalam buku ini, seperti juga perang terhadap terorisme yang dijadikan justifikasi untuk tindakan-tindakan iliberal yang dilakukan Amerika Serikat dan Inggris.
Bangkitnya agama
Sosiologi media akan memiliki dampak yang kecil pada dua skenario tersebut, tetapi terdapat sumber ketiga kendali ideologis yang diperbarui, dengan penelahaan ilmiah memainkan peranan untuk dalam pencegahan. Bab 5 membahas hubungan antara pupusnya ideologi dan lingkaran media debat dan ketidaksetujuan yang semakin meluas. Perluasan ini dapat dicegah oleh pemerintahan-pemerintahan Barat yang berkomitmen pada gagasan bahwa perang melawan teror adalah perjuangan strategis yang menyerupai Perang Dingin. Di Amerika Serikat, misalnya, rezim tersebut akan didirikan berdasarkan gabungan reaksioner antara neo-konservatisme dan fundamentalisme Kristen, sebagai respon terhadap fundamentalisme Islam yang diusung Al-Qaida dan benturan peradaban (Huntington 1996) yang akan mereka lancarkan. Terjadi beberapa gerakan untuk menghambat liberalisme seksual di Amerika Serikat pada kedua masa jabatan Bush. Penerapan pendekatan Tuhan bersama kita pada politik global dapat mengarah pada kendali yang lebih ketat terhadap media berita dunia (dan pada seluruh media secara umum). Kita telah menyaksikan maraknya protes-protes agama terhadap ekspresi budaya di Amerika, Inggris, Perancis, dan negara-negara lain. Walaupun terlalu dini untuk melihat tren ini sebagai kelahiran masyarakat Barat yang digambarkan dalam The Handmaid s Tale, novel distopia Margaret Atwood, tetapi kemunculannya adalah produk sampingan yang tidak terduga dari lingkungan politik saat ini, yang ditandai dengan tumbuhnya kepercayaan dan keyakinan diri kecenderungan fundamentalis dalam semua agama saat buku ini tengah dicetak. Kemampuan media modern untuk menyebarkan pesan-pesan modernitas dan liberalisme kepada budaya-budaya yang asing atau resisten terhadap pesan-pesan tersebut, menjadi penyebab utama bangkitnya Al Qaida dan kelompok-kelompok sejenisnya. Bahaya yang mengancam kaum 10
progresif bukan terletak pada kemenangan jihad kelompok-kelompok ini, tetapi justru pada reaksi religius terhadap kebebasan-kebebasan seksual, intelektual, dan politik yang diberikan oleh kapitalisme pada akhir abad kedua puluh, dan juga pada kenyataan bahwa reaksi ini akan memunculkan kembali kekuatan konservatisme Kristen di Barat. Sejak 2001, serangan para fundamentalis Islam terhadap nilainilai Barat telah menghasilkan reaksi domestik yang tidak menyenangkan bagi liberalisasi seksual dan budaya politik masa kini, dan tidak jelas sejauh apakah reaksi ini akan dapat menghambat kebebasan yang diperoleh oleh perempuan, kaum homoseksual, dan komunitas-komunitas lain. Media yang terbuka, mudah beradaptasi, dan tidak disensor dalam lingkungan informasi yang kaotik akan terus berupaya melawan upaya untuk kekuasaan untuk memegang kendali. Dengan demikian, kemungkinan bahwa masa kita hidup saat ini adalah awal dari akhir era singkat aksesibilitas komunikasi dan keberagaman yang berkaitan dengan transisi fase dari Perang Dingin menuju benturan antar peradaban, dan bukan era permanen kapitalisme global demokratis pada abad keduapuluh satu, adalah sebuah kenyataan. Paradigma chaos melihat media jurnalistik kontemporer sebagai agen demokratisasi dan perubahan sosial, bukan agen stasis atau reaksi konservatif. Paradigma ini sebenarnya dapat menjadi keduanya, dan dapat menjadi konservatif kembali apabila digunakan oleh kekuatan religius fundamental. Bagi mereka yang memilih untuk tidak terlibat dalam benturan itu para ateis, humanis, liberalis, multikulturalis, pemikir sipil di dunia Islam, para religius moderat di mana saja yang mengutamakan toleransi, keberagaman, kebebasan intelektual, dan sekularisme, paradigme kritis baru berfokus pada menolak serangan terhadap media bebas dan independen, dari manapun datangnya, seperti penyerangan terhadap menara kembar World Trade Center, pengeboman Al Jazeera di Bagdad oleh pihak lain, pelarangan pernikahan homoseksual di Massachusetts, atau pembunuhan atas dasar agama terhadap korban-korban perkosaan di Pakistan, pada awal abad kedua puluh peperangan telah berpindah dari tempatnya semula. Pemisahan-pemisahan lama kini telah diabaikan, dan penggolongan baru dibentuk berdasarkan pertanyaan-pertanyaan etnisitas, nasionalisme, agama, dan moralitas personal. Pertahanan gaya hidup dan kebebasan seksual saat ini menjadi garis depan politik abad keduapuluh satu. Dalam konteks ini, peran ilmuwan media adalah untuk memperjuangkan kebebasan media maksimum dalam lingkungan negara-bangsa, dan melawan sensor dan pelarangan isi informasi, siapapun yang melakukannya dan apapun alasannya, kecuali apabila pelarangan tersebut didasari oleh upaya pencegahan bahaya dan perlindungan hak individu (seperti dalam kasus pornografi anak, rasisme, pembajakan digital, dan peretasan (hacking) komputer). Prioritas kritis abad keduapuluh satu sangat jelas: bukan pertempuran yang sia-sia dan salah sasaran melawan kapitalisme secara umum, dan kapitalisme Amerika secara khusus, tetapi kritik yang secara moral berkesinambungan dan koheren terhadap kekuatan-kekuatan otoriter di mana saja (terutama kekuatan otoriter religius), dan juga mendukung demokrasi, modernitas, dan kebebasan (intelektual, politik, gaya hidup, dan budaya). Ini bukan perang kelas seperti pada abad kedua puluh, tetapi perang massal untuk mempertahankan hakhak asasi manusia, di manapun mereka berada.
Catatan
11
Pengantar
1. Perubahan paradigma terjadi dalam ilmu pengetahuan ketika fenomena-fenomena wajar atau intuitif mulai dipenuhi dengan bukti-bukti empiris yang tersedia bagi para pengamat objektif, bahkan terkadang seseorang memiliki teknologi observasi, pengukuran, dan analisis baru yang diberikan generasi sebelumnya yang tertantang secara paradigmatik. Pengamatan teleskopik Galileo mengenai pergerakan benda-benda langit menggugurkan anggapan bahwa bumi ini adalah pusat jagat raya. Penemuan fosil berusia jutaan tahun membuat versi penciptaan dalam Alkitab menjadi mitos semata, dan bukan lagi dianggap sebagai fakta ilmiah. 2. Penelitian Oliver Bennett berjudul Cultural Pessimism (2001) mengkaji sumber-sumber unsur intelektual utama pembentuk kritik budaya. Ia mengamati bahwa gagasan kemerosotan budaya telah menjadi ciri yang berulang dalam sejarah dunia Barat (ibid.: 12). 3. Penerapan media yang berkuasa dan dominan tidak dimonopoli oleh para ilmuwan media kritis. Banyak komentator non-akademis menggunakan teori kritik dengan menyalahkan media karena media menyebabkan seluruh bentuk fenomena sosio-kultural yang secara apriori didefinisikan sebagai sesuatu yang negatif (seperti misalnya homoseksualitas, toleransi seksual, kekerasan, dan perilaku anti-sosial). Pendapat paradigma kendali bahwa media dianggap melakukan hal-hal buruk bagi masyarakat, bukan hal-hal baik , dan pesimisme budaya yang melihat segala sesuatu menjadi tidak berguna, bukanlah fungsi pihak politik atau ideologis tertentu, tetapi cara untuk melihat dunia dan penduduknya sebagai objek pasif yang lemah dalam menghadapi serbuan pengaruh dari luar yang menindas mereka dan melemahkan kapasitas mereka untuk berpikir dan bertindak bagi diri mereka sendiri. Paradigma chaos pun tidak seharusnya dipandang sebagai cabang sosiologi kiri atau kanan, tetapi sebagai materialisme baru yang berhasil melampaui bipolaritas ideologis abad kedua puluh untuk kemudian berfokus pada lingkungan politik dan budaya yang berbeda pada abad keduapuluh satu. 4. Berbeda dengan agama, yang oleh Marx disebut sebagai candu lama masyarakat. 5. Baca buku-buku saya, Mediated Sex (1996) dan Striptease Culture (2002).
12