You are on page 1of 93

Daftar Isi

1. Daftar Isi ........................................................................................... 1 2. infeksi saluran kemih ......................................................................... 5 3. batu saluran kemih ............................................................................. 14 4. Benign Prostat Hipertrofi ................................................................... 33 5. Trauma Urogenital............................................................................. 38 6. Hidrokel ............................................................................................ 45 7. Varikokel........................................................................................... 48 8. Torsio Testis ...................................................................................... 56 9. Strikture Uretra .................................................................................. 59 10. Tumor Urogenital .............................................................................. 68 11. Hematuria .......................................................................................... 82 12. Retensi Urin Akut .............................................................................. 85 13. Infertilitas .......................................................................................... 91

INFEKSI SALURAN KEMIH


ISK adalah merupakan reaksi inflamasi sel-sel urotelium melapisi saluran kemih. Cara penanggulangannya kadang-kadang cukup dengan pemberian antibiotika yang sederhana, atau bahkan tidak perlu diberi antibiotika. Namun pada infeksi yang berat dan sudah menimbulkan kerusakan pada berbagai macam organ, membutuhkan terapi suportif dan antibiotika yang cukup adekuat. Tujuan terapi pada infeksi organ urogenitalia adalah mencegah atau menghentikan diseminasi kuman dan produk yang dihasilkan oleh kuman pada sirkulasi sistemik dan mencegah kerusakan terjadinya kerusakan organ urogenitalia.

Insiden Pada umumnya wanita lebih sering mengalami episode ISK daripada pria; hal ini karena uretra wanita lebih pendek daripada pria.

Patogenesis ISK terjadi pada saat mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih dan berbiak di dalam media urine. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui cara : (1) ascending, (2) hematogen seperti pada penularan M tuberculosis atau S aureus, (3) limfogen, dan (4) langsung dari organ sekitarnya yang sebelumnya teah terinfeksi. Kuman penyebab ISK pada umnya berasal dari flora normal usus dan hidup secara komensal didalam intoitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan disekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra prostat vas deferns testis (pada pria) buli-buli ureter, dan sampai ke ginjal. Terjadinya ISK karena adanya gangguan keseimbangan antara

mikroorganisme penyebab infeksi (uropatogen) sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent meningkat.

Faktor dari host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk kedalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah ; (1) pertahanan lokal dari host, dan (2) peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral maupun imunitas seluler. Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash out urine yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urine. Supaya aliran urin adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out adalah jika (1) jimlah urin cukup dan (2) tidak ada hambatan di dalam saluran kemih. Keadaan lain yang bisa mempengaruhi aliran urin dan menghalangi mekanisme wash out adalah adanya (1) stagnasi atau stasis urine dan (2) didapatkannya benda asing di dalam saluran kemih yang dipakai sebagai tempat persembunyian oleh kuman. Stagnasi urin bisa terjadi pada keadaan (1) miksi yang tidak teratur atau sering menahan kencing, (2) obstruksi saluran kemih seperti pada BPH, striktura uretra, batu saluran kemih, atau obstruksi karena sebab lain, (3) adanya kantong-kantong didalam saluran kemih yang tidak dapat mengalir dengan baik, dan (4) adanya dilatasi atau refluks sistem urinaria.

Faktor dari mikroorganisme Bakteri dilengkapi dengan pili atau fimbriae yang terdapat dipermukaannya. Pili berfungsi untuk menemel pada urotelium melalui reseptor yang ada dipermukaan urotelium. Ditinjau dari jenis pilinya, terdapat 2 jenis bakteri yang mempunyai virulensi berbeda, yaitu bakteri tipe pili 1 (yang banyak menimbulkan infeksi pada sistitis) dan tipe pili P (yang sering menimbulkan infeksi berat pielonefritis akut).

Diagnosis Pada umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat, epididimis, dan testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada organorgan berongga (buli-buli, ureter, dan pielum) memberikan keluhan yang lebih ringan.

Pemeriksaan urin Pemeriksaan urin merupakan salah satu pemeriksaan yang sangat penting pada infeksi saluran kemih. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan urinalisis dan pemeriksaan kultur urin. 2

Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk mengungkapkan adanya proses inflamasi atau infeksi.

Pencitraan Pada ISK uncomplicated (sederhana) tidak diperlukan pemeriksaan

pencitraan, tetapi pada ISK complicated (yang rumit) perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyeab/sumber terjadinya infeksi. Foto polos abdomen berguna untuk mengetahui adanya batu radio-opak pada saluran kemih atau adanya distribusi gas yang abnormal pada pielonefritis akuta. PIV adalah pemeriksaan rutin untuk mengevaluasi pasien yang menderita ISK compilcated. Voiding sistouretrografi diperlukan untuk mengungkapkan adanya refluks vesiko ureter, buli-buli neurogenik, atau divertikulum uretra pada wanita yang sering menyebabkan infeksi yang sering kambuh. USG untuk mengungkapkan adanya hidronefrosis, pionefrosis, ataupun abses pada perirenal/ginjal terutama pada gagal ginjal. CT scan lebih sensitif dalam mendeteksi penyebab ISK daripada PIV atau USG.

Penyulit 1. Gagal ginjal akut, 2. Urosepsis, 3. Nekrosis papilla ginjal, 4. Terbentuknya batu saluran kemih, 5. Supurasi atau pembentukan abses, dan 6. Granuloma.

Batu Saluran Kemih


Latar belakang Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman babilonia dan zaman mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di Negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostate benigna.

Etiologi Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Factor-faktor itu adalah factor intrinsic yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan factor ekstrinsik yang berasal dari lingkungan disekitarnya. Factor intrinsic itu antara lain adalah: 1. herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya. 2. umur: penyakit inipaling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun. 3. jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan. Beberapa factor ekstrinsik adalah: 1. geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah bantu di Afrika Selatan hamper tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2. iklim dan temperature 3. asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. diet: diet banyak purin, oksalat, dankalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih. 5. pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.

Komposisi dan pembentukan batu Komposisi batu diketemukan pada seseorang perlu ditentukan karena komposisi batu dipakai sebagai landasan untuk menyelusuri etiologi penyakit batu saluran kemih. Analisa batu dapat dilakukan secara kimiawi, yaitu dengan cara kualitatif dan cara kuantitatif dengan metode kromatografik dan autoanalisis. Cara lain ialah cara optic dengan diseksi mikroskopik binokuler dengan mikroskop petrografik, spektroskopi inframerah, termoanalitik, dan mikroskop electron. Kristalografi radiografik merupakan cara yang dianggap paling baik ditinjau dari segi kesederhanaan dan ketepatannya. Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah jenis urat, asam urat, oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; diantaranya berkaitan dengan sindroma alkali atau kelebihan vitamin D. batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat ammonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik yang disebabkanoleh bacteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan ureum. Batu asam urat disebabkan oleh hiperuremia pada arthritis urika. Batu urat pada anak terbentuk karena pH urin rendah. Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang jelas. Factor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, statis, dan litiasis merupakan factor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau circulus visiosus. Jaringan abnormal atau mati pada nefrosis papilla di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan inti batu. Demikian pula telor sistoma kadang merupakan nidus batu.

Batu idiopatik disebabkan oleh pengaruh berbagai factor. Misalnya batu urat pada anak di Negara yang sedang berkembang. Factor yang memegang peranan kausal adalah dehidrasi dan gastroenteritis. Factor ini mengakibatkan oliguria dengan urinyang mengandung asam tinggi urin dan ikatan kimia lain. Factor lain adalah imobilisasi lama pada penderita cedera dengan fraktur multiple atau paraplegia yang menyebabkan dekalsifikasi tulang dengan peningkatan ekskresi kalsium dan statis sehingga presipitasi batu mudah terjadi. Pada sebagian kecil penderita batu didapatkan kelainan kausal yang menyebabkan ekskresi kelebihan bahan dasar batu seperti pada hiperparatiroidisme, hiperoksaluria, arthritis urika, dan sistinuria.

Tanda dan Gejala Klinis Tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian, penyakit ini mempunyai tanda umum, yaitu hematuria, baik hematuria nyata maupun mikroskopik. Selain itu bila disertai infeksi saluran kemih dapat juga ditemukan endapan urin, bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lain. Batu saluran kemih dapat mengakibatkan kelainan patologik yang

menunjukkan gejala dan tanda akut, kronik, atau sama sekali tidak ada keluhan dan gejala. Batu pelvis ginjal Batu pielum didapatkan dalam bentuk yang sederhana sehingga hanya menempati bagian pelvis, tetapi dapat tumbuh mengikuti bentuk susunan pelviokaliks sehingga bercabang seperti tanduk rusa. Kadang batu hanya terdapat pada suatu kaliks. Batu pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai gejala yang berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan ostruksi aliran kemih dan infeksi. Nyeri di pinggang dapat dalam bentuk pegal hingga kolik atau nyeri yang terus-menerus dan hebat karena adanya pielonefrosis. Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis. Nyeri dapat berupa nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena. Sesuai dengan gangguan yang terjadi, batu ginjal yang terletak di pelvis dapat menyebabkan terjadinya hidronefrosis, sedangkan batu kaliks pada umumnya tidak memberikan kelainan fisik.

Batu ureter Anatomi ureter mempunyai beberapa tempat penyempitan yang

memungkinkanbatu ureter terhenti. Karena peristaltic, akan terjadi gejala kolik, yakni nyeri yang hilang timbul disertai perasaan mual dengan atau tanpa muntah dengan nyeri alih. Selama batu bertahan di tempat menyumbat, selama itu kolik akan berulang-ulang sampai batu bergeser dan memberi kesempatan pada air kemih untuk lewat. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimptomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. Bila keadaan obstruksi terus berlangsung, lanjutan dari kelainan yang terjadi dapat berupa hidronefrosis dengan atau tanpa pielonefritis sehingga menimbulkan gambaran infeksi umum.

Batu kandung kemih Karena batu menghalangi aliran kemih akibat penutupan leher kandung kemih, aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan terhenti dan menetes disertai dengan nyeri. Pada anak, nyeri menyebabkan anak yang bersangkutan menarik penisnya sehingga tidak jarang dilihat penis yang panjang. Bila pada saat sakit tersebut penderita berubah posisi, suatu saat air kemih akan dapat keluar karena letak batu yang berpindah. Bila selanjutnya terjadi infeksi yang sekunder, selain nyeri, sewaktu miksi juga akan terdapat nyeri menetap suprapubik.

Batu prostat Pada umumnya batu prostat juga berasal dari kemih yang secara retrograde terdorong kedalam saluran prostat dan mengendap, yang akhirnya menjadi batu yang kecil. Pada umumnya batu ini tidak memberikan gejala sama sekali karena tidak menyebabkan gangguan pasase kemih.

Batu uretra 7

Batu uretra merupakan batu yang berasal dari ureter atau kandung kemih yang oleh aliran kemih sewaktu miksi terbawa uretra, tetapi menyangkut di tempat yang agak lebar. Tempat uretra yang agak lebar ini adalah di pars prostatika, bagian permulaan pars bulbosa, dan di fosa navikular. Bukan tidak mungkin dapat ditemukan di tempat lain. Gejala yang ditimbulkan umumnya miksi tiba-tiba terhenti, menjadi menetes dan nyeri. Penyulitnya dapat berupa terjadinya divertikulum, abses, fistel proksimal, dan uremia karena obstruksi urin

Diagnosis Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologic, laboratorium, dan penunjang lain untuk menetukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi, dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Yang radiolusen umumnya adalah dari jenis asam urat murni. Pada radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu saluran kemih bila diambil foto 2 arah. Pada keadaan istimewa tidak jarang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari pengamatan. Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan filing defek pada tempat batu sehingga memberikan gambaran pada daerah yang kosong. Yang menyulitkan adalah bila ginjal mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal seperti ini, perlu dilanjutkan dengan pielografi retrograde yang dilaksanakan pemasangan kateter ureter melalui sistikop pada ureter ginjal yang tidak dapat berfungsi untuk memasukkan kontras. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menetukan sebab terjadinya batu. Pemeriksaan renogram berguna untuk menetukan faal kedua ginjal secara terpisah pada batu bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan USG dapat untuk 8

melihat semua jenis batu, baik radiolusen maupun radiopak. Selain itu dapat ditentukan ruang dan lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai untuk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertingganya batu.

Diagnosis banding Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya distensi usus dan pielonefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau appendicitis akut. Selain itu perempuan juga dipertimbangkan adneksitis. Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, juga diingat bahwa batu saluran kemih yang terjadi bertahun-tahun dapat menyebabkan tumor umunya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Khusus batu ginjal dengan hidronefrosis peril dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz. Pada batu ureter, terutama dari jenis radiolusen, apalagi bila disertai dengan hematuria yang tidak disertai kolik, perlu dipertmbangkan tumor ureter walaupun tumor ini jarang ditemukan. Dugaan batu kandung kemih jga perlu dipertimbangkan tumor kandung kemih terutama jenis batu radiolusen. Batu prostat biasanya tidak sukar terdiagnosis karena gambaran radiologic yang khas, yang kecil seperti kumpulan pasir di daerah prostate. Akan tetapi, pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan adanya keganasan, teritama bila terdapat batu cukup banyak sehingga teraba seperti karsinoma prostat. Dalam keadaan yang tidak pasti seperti itu dilakukan biopsy prostat.

Tata laksana Piatalaksanaan batu saluran kemih harus tuntas sehingga bukan hanya mengeluarkan batu saja, tetapi harus disertai dengan terapi penyembuhan penyakit batu atau paling sedikit disertai dengan terapi pencegahan. Hal ini karena batu sendiri hanya merupakan gejala penyakit batu sehingga pengeluaran batu dengan cara apapun bukanlah merupakan terapi yang sempurna. Selanjutnya perlu juga diketahui bahwa pengerluaran batu menyebabkan gangguan pada slauran kemih. Bila batu tersebut 9

tidak memberi gangguan fungsi ginjal makabatu tersebut tidak perlu diangkat diharapkan batu tersebut keluar dengan sendirinya. Penanganannya dapat berupa terapi medis dan simptomatik atau dengan bahan pelarut. Dapat pula dengan pembedahan atau dengan tindakan yang kurang invasive misalnya nefrostomi perkutan.

Terapi medis dan simptomatik Pengelolaan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik yang terjadi menghilang dengan pemberian simpatolitik. Selain itu terutama untuk batu ureter yang dapat diharapkan keluar dengan sendirinya, dapat diberikan minum berlebihan disertai diuretic. Dengan produksi air kemih yang banyak diharapkan dapat mendorong batu. Batu ureter ini adalah batu yang tidak menganggu saluran kemih termasuk ginjal dan ukurannya kurang dari setengah centimeter.

Pelarutan Jenis batu yang memang dapat dilarutkan adalah dari batu asam urat. Batu ini terjadi bila pH urin asam (pH: 6,2) sehingga dengan pemberian bikarbonas natrikus disertai makanan alkalis, batu asam urat diharapkan larut. Hasil lebih baik dilaporkan dengan pemberian alopurinol dan usaha menurunkan kadar asam urat. Batu struvit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah dengan pengasaman urin dan pemberian antiurease. Bila terdapat kuman harus dibasmi. Akan tetapi pemberian antibiotic sukar membasmi kuman karena kuman didalam batu susah dicapai oleh antibiotic.

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) Alat ESWl adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Batu pun dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.

10

Endourologi Tindakan endourologi adalah tindakan invasive minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkanya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung kedalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Probe pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hiraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah: 1. PNL( Percutaneus Nephro Litholapaxy): yaitu mengeluarkan batu yang berada didalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke system kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil. 2. litotripsi: yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu (litotriptor) kedalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik. 3. uretroskopi atau uretro-renoskopi: yaitu memasukkan alat uretroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau system pielo-kalises ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada didalam ureter maupun system pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

uretroskopi/uretreorenoskopi ini.

11

4. ekstraksi Dormia: yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang dormia. Bedah laparoskopi Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter. Bedah terbuka Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakantindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain: pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan uretrolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani nefrektomi atau pemgambilan ginjal karena ginjalnya tidak berfungsi lagi dan berisi nanak (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalamu pengkerutan akibat batu yang menimbulkan obstruksi dan infeksi menahun. Pencegahan Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang penting

adalah upaya mengindari timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun. Pada umumnya pencegahan itu berupa menghindari dehidrasi dengan minum air 2-3 liter per hari, diet mengurangi kadar zat-zat pembentuk batu, aktivitas harian yang cukup, pemberian medikamentosa. Diet yang dianjurkan adalah diet rendah protein karena protein memacu ekskresi kalsium urine yang dapat membuat urine menjadi asam, rendah oksalat, rendah garam karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri, rendah purin. Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita hiperalsiuri absortif tipe II.

Daftar pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 756-764 2. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV. Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 57-67 3. Healthy wise. Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL). Available at: http://myhealth.centrahealth.com. Last update: May 30, 2007.

12

BENIGN PROSTAT HIPERPLASI (BPH)


DEFINISI BPH adalah hiperplasi kelenjar periuretral (sel-sel glanduler dan intersisial) dari prostat. BPH merupakan tumor jinak yang paling sering terjadi pada laki-laki dan berhubungan dengan usia, jarang ditemukan pada usia di bawah 40 tahun. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional.

INSIDENSI Pada usia 55 tahun 25% dari pria ditemukan gejala obstruktif. Pada usia 75 tahun 50% pada pria mengeluhkan gejala pancaran urin yang lemah pada waktu miksi. Faktor resiko BPH masih belum jelas. Menurut penelitian diketahui pula karena perbedaan ras. 50% pada pria dibawah 60 tahun terkena BPH karena

mempunyai sifat diturunkan. Sifat ini diturunkan secara dominan autosomal. ANATOMI Kelenjar Prostat Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di depan rectum dan membungkus uretra posterior. Bila pengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli. Bentuknya seperti buah kenari dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm

dan beratnya 20 gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona

13

transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra.

Sebagian besar

hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Secara histopatologik kelenjar prostat

terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain. Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian di keluarkan bersama cairan semen lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat. Prostat mendapat inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus ( pleksus pelvikus ) menerima masukan serabut

parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu banyak terdapat reseptor adrenegika. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankannya tonus otot polos tersebut.

14

ETIOLOGI Etiologi BPH belum pasti, tetapi kemungkinan berhubungan dengan multifaktor dan endokrin. Kelenjar prostat terdiri atas elemen stromal dan epitel. Masing-masing atau bahkan keduanya dapat berkembang menjadi nodul-nodul hiperplastik dan gejala-gejala yang ada dapat diartikan sebagai suatu BPH. Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Beberapa hipotesis yang di duga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah: 1. Teori dihidrotestosteron DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat oleh enzim 5a-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berkaitan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada BPH kadar DHT tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal. Hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5a-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak dibandingkan dengan prostat normal. 2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron Pada usia semakin tua kadar testosteron samakin menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen: testostron relatif meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah sel-sel prostat (apoptosis). Jadi meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai umur lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

15

3. Interaksi stroma-epitel Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung di kontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma sehingga menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel-sel stroma. 4. Berkurangnya kematian sel prostat Estrogen di duga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGFB berperan pada proses apoptosis. 5. Teori sel stem Sel stem adalah sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi secara ekstensif. Terjadinya BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun epitel.

PATOFISIOLOGI Suatu hubungan gejala dapat dikaitkan antara BPH dengan obstruksi dari prostat atau terjadinya respon sekunder pada kandung kencing saat berkemih. Komponen obstruksi dapat menjadi komponen obstruksi dinamis atau komponen mekanis. Saat pembesaran prostat timbul, obstruksi mekanis terjadi dari adanya gangguan didalam lumen uretra atau leher kandung kencing, menyebabkan kesulitan yang tinggi dalam berkemih. Saat prostat membesar terjadi proses penyempitan

lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistokopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-buli). Mukosa dapat menerobos keluar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan

sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS). Komponen dinamis dalam obstruksi prostat menerangkan variasi natural dalam gejala yang terjadi pada pasien. Stroma prostat, yang terdiri dari otot polos dan 16

kolagen, kaya akan suplai persarafan adrenergik. Tingkat stimulasi otonom diatur oleh uretra prostatika. Penggunaan terapi -blocker menurunkan tonus, sehingga

resitensi saat berkemih berkurang. Keluhan iritatif berkemih yang kosong pada BPH berasal dari respon sekunder dari kandung kencing untuk meningkatkan pengeluaran isi kandung kencing. Pengeluaran ini terhambat karena otot detrusor hipertrofi dan hyperplasia dikarenakan terjadinya deposisi kolagen. Meskipun selanjutnya keluhan ini akan berkurang tidak stabilnya otot detrusor juga menjadi factor. Pada pemeriksaan inspeksi, penebalan otot detrusor pada serabut otot terlihat sebagai trabekula pada pemeriksaan cystocospic. Jika terlewat pada pemeriksaan, herniasi mucosal antara otot detrusor terjadi divertikula (disebut juga Divertikula vera yang hanya terdiri mukosa dan serosa) Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh buli-buli tidak terkecuali pada kedua ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesikoureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh kedalam gagal ginjal. Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

GEJALA KLINIS 1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) Gejala-gejala pada BPH dapat dibagi menjadi 2, yaitu : gejala obstruksi dan gejala iritasi. Gejala obstruksi dapat berupa hesitansi (menunggu lama pada permulaan buang air kecil), pancaran urin yang lemah pengosongan buli-buli yang kurang

17

puas, double voiding (miksi untuk kedua kalinya dalam 2 jam dari yang sebelumnya, nyeri bila miksi, air kencing menetes), mengedan bila miksi. Gejala iritatif berupa urgensi (tergesa-gesa buang air kecil), frekuensi (sering buang air kecil), disuria, dan nokturia (buang air kecil malam hari lebih dari 1 kali). 2. Gejala pada saluran kemih bagian atas Nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi/ urosepsis. 3. Gejala di luar saluran kemih Hernia inguinalis, hemoroid karena peningkatan tekanan intraabdominal. Urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan tanda inkontinensia paradoksa.

MENEGAKKAN DIAGNOSA

1. ANAMNESIS American Urological Association (AUA) telah mengembangkan suatu standar daftar pertanyaan yang berlaku dan dapat dipercaya dalam identifikasi kebutuhan akan perawatan terhadap pasien-pasien dan dalam memonitoring terhadap terapi yang dilakukan. Penilaian ini terfokus pada 7 pertanyaan yang di ajukan terhadap pasien-pasien untuk mengetahui seberapa sering timbul gejala iritasi dan obstruksi. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0-5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai 1-7. Dimana score 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 20-35 berat. SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS) Untuk pertanyaan nomer 1 hingga 6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut: 0 = Tidak pemah 1 = Kurang dari sekali dari 5 kali kejadian 2 = Kurang dari separuh kejadian 3 = Kurang lebih separuh dari kejadian 4 = Lebih dari separuh dari kejadian 5 = Hampir selalu Dalam satu bulan terakhir ini berapa seringkah anda: 1. Merasakan masih terdapat sisa urine sehabis kencing ? 18

2. Harus kencing lagi padahal belum ada setengah jam yang lalu anda baru saja kencing ? 3. Harus berhenti pada saat kencing dan segera mulai kencing lagi dan hal ini dilakukan berkali-kali? 4. Tidak dapat menahan keinginan untuk kencing ? 5. Merasakan pancaran urine yang lemah ? 6. Harus mengejan dalam memulai kencing ? Untuk pertanyaan nomer 7, jawablah dengan skor seperti di bawah ini: 0 = Tidak pernah 3 = Tiga kali 1 = Satu kali 2 - Dua kali 4 = Empat kali 5 = Lima kali

7. Dalam satu bulan terakhir ini berapa kali anda terbangun dari tidur malam untuk kencing ? Total Skor (S) = ............ Pertanyaan nomer 8 adalah mengenai kualitas hidup sehubungan dengan gejala di atas; jawablah dengan: 1. Sangat senang 3. Puas 5. Sangat tidak puas 7. Buruk sekali 8. Dengan keluhan seperti ini bagaimanakah anda menikmati hidup ini? Kesimpulan: S__, L_I , Q_, R _ ,V_I (S:Skor I-PSS, L:Kualitas hidup, Q: pancara urine dalam ml/detik, R: sisa urine, V: volume prostat) 2. Senang 4. Campuran antara puas dan tidak puas 6. Tidak bahagia

2. PEMERIKSAAN FISIK Untuk mengetahui adanya penurunan kekuatan pancaran aliran urin, pemeriksa harus menilai proses pengosongan urin pasien sebagai hal utama dalam pemeriksaan. Dalam hal ini dapat ditemukan adanya suatu gejala obstrutif: (1) adanya penurunan berat badan atau udem pada wajah dan kedua tangan, (2) pucat atau anemia, (3) kardiomegali atau udem pulmonal, (4) ada massa yang teraba di abdomen bagian bawah. Pada pemeriksaan rectal toucher kelenjar prostat diperiksa dengan memperhatikan dari segi bentuk dan ukuran serta konsistensi. Pada suatu keadaan hiperplasia 19

biasanya di dapatkan suatu prostat dengan keadaan licin, keras dan elastis. Pasien dengan pembesaran prostat mungkin tidak ditemukan gejala obstruksi traktus urinarius, sedangkan pada pasien dengan pembesaran lobus medial dapat ditemukan dengan jelas suatu adanya gejala obstruktif dan retensi urin tanpa adanya suatu pembesaran prostat yang teraba. Sebagai tambahan dalam menilai kelenjar prostat, pada pemeriksaan rectal toucher dapat memberikan keuntungan bagi pemeriksa dalam menilai kekuatan tonus dari spingter ani, yang secara tidak langsung juga memberikan gambaran keadaan dari persarafan vesika urinaria. a. Pemeriksaan Bimanual Dengan melakukan Rectal-toucher dan penekanan pada supra-pubik. Jika teraba pembesaran prostat maka dapat diperkirakan besar prostat > 50 gram. b. Rectal Grading Dengan Rectal-toucher: Stage 0 Stage 1 Stage 2 Stage 3 Stage 4 : prostat teraba < 1 cm, berat < 10 gram : prostat teraba 1-2 cm, berat 20-25 gram : prostat teraba 2-3 cm, berat 25-60 gram : prostat teraba 3-4 cm, barat 60-100 gram : prostate teraba > 4 cm, berat > 100 gram

Pada BPH Rectal-toucher menunjukan konsistensi prostat kenyal, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul-nodul. c. Clinical Grading Pada pagi hari atau setelah diberi minum yang banyak, pasien disuruh BAK sampai habis. Dengan kateter di ukur sisa urin dalam buli-buli. Normal Grade 1 Grade 2 Grade 3 Grade 4 : sisa urin tidak ada : sisa urin 0-50cc : sisa urin 50-150 cc : sisa urin > 150 cc : retentio urin total

d. Intra-Uretral Grading Dilakukan pemeriksaan dengan endoskopi untuk melihat seberapa penonjolan kedalam lumen uretra. e. Intra-Vesikal Grading Dengan pemeriksaan Cystogram 20

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Laboratorium Sedimen urin diperiksa untuk menandakan infeksi/hematuri. Kultur urine untuk mencari jenis kuman dan menentukan sensitifitas. Faal ginjal, ureum kreatinin, mengetahui adanya penyulit pada saluran kemih bagian atas. Pemeriksaan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu di periksa kadar penanda tumor PSA. b. Gambaran Radiologis Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Ultrasonografi transrektal atau TRUS, dimaksudkan untuk mengetahui besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai petunjuk untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urine. Disamping itu ultrasonografi

transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. Pembesaran prostat dapat pula dilakukan dengan ultrasonografi suprapubik. Pemeriksaan sistografi dilakukan bila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan mikrohematuria.

pemeriksaan ini untuk mengetahui asal dari perdarahan yang ada, selain itu untuk mengetahui besar prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan penonjolan prostat ke dalam uretra. c. Uroflowmetri Dengan uroflowmetri dapat diukur: (1) pancaran urin maksimal (maximal flow rate-Qmax); (2) volume urin yang keluar (voided volume); (3) lama waktu miksi. Pengukuran sisa urin yang tertinggal dalam buli-buli

21

setelah buang air kecil diukur dengan memasang kateter setelah buang air kecil. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/ detik dan pancaran maksimal sampai sekitar 20 ml/detik. Pada obstruksi ringan pancaran

menurun antara 6-8 ml/detik, sedang pancaran maksimal menjadi 15 ml/detik atau kurang.

DIAGNOSA BANDING Kondisi obstruksi lainnya dari traktus urinarius bagian bawah adalah striktur uretra, kontraktur leher buli-buli, batu buli-buli atau ca prostat. Yang harus diketahui dalam menilai pria dengan dugaan BPH yaitu adanya riwayat urethritis atau trauma untuk menyingkirkan adanya striktur uretra atau kontraktur leher buli-buli. Hematuri dan nyeri biasanya merupakan gejala adanya batu buli-buli.ca prostat dapat diketahui pada DRE atau kenaikan serum PSA. Suatu infeksi pada traktus urinarius dapat memberikan gambaran gejala iritasi BPH, untuk mengetahui adanya infeksi maka dilakukan kultur urine dan urinalisis.

KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang dibiarkan tanpa pengobatan: Pertama, trabekulasi, yaitu terjadi penebalan serat-serat detrusor akibat tekanan intra vesika yang selalu tinggi akibat obstruksi. Kedua, dapat terjadi sakulasi, yaitu mukosa buli-buli menerobos di antara serat-serat detrusor. Ketiga, bila sakulasi menjadi besar dapat menjadi divertikel. Komplikasi lain adalah pembentukan batu vesika akibat selalu terdapat sisa urin setelah buang air kecil, sehingga terjadi pengendapan batu. Bila tekanan intra vesika yang selalu tinggi tersebut diteruskan ke ureter dan ginjal, akan terjadi hidroureter dan hidronefrosis yang akan mengakibatkan penurunan fungsi ginjal

TERAPI Untuk BPH dengan gejala ringan (score 0-7) terapi hanya berupa Watchful Waiting. Disamping itu terapi spesifik lainnya berupa adanya indikasi untuk tindakan operasi termasuk retensio urine kronik (sedikitnya 1 kali percobaan menggunakan kateter yang gagal), infeksi traktus urinarius berulang, gross hematuri 22

berulang, batu buli-buli,insufisiensi ginjal dari buli-buli atau divertikula buli-buli yang besar.

1. Watchful Waiting Pilihan terapi ini hanya untuk pasien BPH dengan gejala ringan(score 0-7). Pasien dengan gejala sedang dapat dilakukan terapi ini jika pasien menginginkan. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, seperti: y y y y y Jangan mengkonsumsi alkohol atau rokok setelah makan malam Kurangi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin Kurangi makanan pedas atau asin Jangan menahan kencing terlalu lama

2. Terapi Medis I. Alpha Bloker Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergik alpha sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alpha yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi postural dan kelainan kardiovaskuler lain. Ditemukannya obat penghambat adrenegik-a1 adalah : Prazosin dua kali sehari, terazosin, afluzosin, dan doksazosin yang diberikan sehari sekali. Obat-obat ini dilaporkan dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Akhir-akhir ini telah ditemukan pula golongan penghambat adrenegik-a1A, yaitu tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut jantung. II. Inhibitor 5 alpha-reduktase Finasteride adalah merupakan inhibitor 5 alpha-reduktase yang memblok perubahan hormon testosteron menjadi dihydrotestosteron. Obat ini

23

mempengaruhi komponen epitel dari kelenjar prostat yang mengakibatkan pengurangan ukuran dari kelenjar dan memberikan perbaikan gejala. 6 bulan terapi diperlukan untuk mengetahui efek maximum dari ukuran prostat. III. Fitofarmaka Beberapa ekstrak tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk

memperbaiki gejala-gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai : anti-androgen, menurunkan kadar sex hormon binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (BFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Di antara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum, serena repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.

3. Terapi Operasi Konvesional I. Transurethral Resection Of The Prostat (TURP) 95% dari simple prostatektomi dapat dilakukan secara endoskopi yang di masukan melalui penis atau uretra. Kebanyakan dari prosedur ini memerlukan pemakaian anestesi spinal serta membutuhkan 1-2 hari perawatan di RS. Keuntungan dari TURP tidak dilakukan sayatan sehingga mengurangi terjadinya infeksi.Resiko pada TURP termasuk didalamnya berupa ejakulasi retrograd, impoten, dan inkontinensia. Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai yaitu H2 O steril (aquades). Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke saluran sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi, yang jika berlebih dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat , dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, 24

pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh kedalam koma dan meninggal. Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP, dipakai cairan isotonik yaitu glisin dan harus membatasi untuk tidak melakukan reseksi lebih dari satu jam. Terapi standar sindrom ini terdiri dari pemberian diuretik dan penggunaan salin hipotonik intravena

II. Transurethral Inscision Of The Prostat (TUIP) Sering pada pria dengan gejala BPH sedang sampai berat serta kelenjar prostat yang kecil, sering mempunyai hyperplasia pada komisura posterior (leher bulibuli terangkat). Pada pasien-pasien ini akan sangat bermanfaat, cara ini lebih cepat dan sedikit mengalami kesalahan daripada TURP. Pada cara ini melibatkan 2 potongan menggunakan pisau Colinns pada arah jam 5 dan jam 7. kedua potongan ini dimulai dari arah distal sampai mulut uretra dan meluas keluar sampai ke verumontirium. Sebelum melakukan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya Ca prostate dengan melakukan colok dubur, melakukan USG Transrektal, dan pengukuran kadar PSA. Komplikasi yang terjadi perdarahan, infeksi, penyempitan uretra, dan impontensi.

25

III. Open Simple Prostatektomi Jika ukuran prostat terlalu besar untuk dipindahkan secara endoskopi, maka diperlukan suatu enukleasi terbuka. Kelenjar prostate lebih dari 100 g biasanya dilakukan suatu enukleasi terbuka. Open prostatektomi mungkin dapat pula berguna, yaitu dengan seiring adanya divertikula buli-buli atau batu buli-buli atau jika posisi litotomi tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi. Indikasi absolut prostatektomi : 1. kronik obstruktif dengan azotemia 2. obstruksi kronik dengan eksaserbasi akut 3. batu buli-buli dengan obstruksi kronik 4. kerusakan pada buli-buli dan traktus urinarius bagian atas dari obstruksi 5. infeksi traktus urinarius berulang dari obstruksi 6. perdarahan dari hipertrofi benigna

Indikasi relatif prostatektomi : 1. retensi akut 2. frekuensi BAK yang mengganggu tidur atau kerja perubahan obstruksi awal pada buli-buli serta traktus urinarius bagian atas 3. residual urin 4. batu buli-buli 5. prostatitis berulang 6. BPH dengan komplikasi Pembesaran kelenjar prostat bukan indikasi prostatektomi. Pada open

prostatektomi dapat dilakukan 2 cara yaitu: suprapubik dan retropubik. Simple suprapubik prostatektomi dilakukan secara transvesical dan merupakan operasi pilihan dalam menangani masalah kelainan dalam buli-buli. Setelah

26

buli-buli di buka kemudian dibuat satu potongan semisirkuler pada mukosa buli-buli, distal dari trigonum. Pemotongan pada bidang datar harus sangat tajam, kemudian pada potongan tumpul dengan menggunakan jari dibuat untuk memindahkan adenoma. Pada potongan apical juga dibuat setajam

mungkin untuk menghindari injuri terhadap distal spingter mekanisme. Setelah adenoma di angkat, setelah hemostasis dicapai dengan melakukan penjahitan, dimana sebelumnya telah dipasang kateter uretra dan suprapubik sebelum di lakukan penutupan.

Pada simple retropubik prostatektomi buli-buli tidak di masuki. Kemudian insisi pada daerah kapsul prostate yang akan di operasi, lalu adenomanya di enukleasi. Pada simple retropubik hanya digunakan 1 kateter.

4. Terapi Invasif Minimal I. Terapi Laser Ada 4 sumber tenaga yang digunakan pada terapi ini yaitu : Nd YAG, Holmium YAG, KTP YAG, dan diode yang dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre, interstitial fibre. Beberapa perbedaan tehnik Necro coagulation telah diketahui : y Transurethral Laser Induced Prostatectomy (TULIP) Dilakukan dengan cara menggunakan panduan memakai USG

Transurethral. Alat-alat pada TULIP diletakkan di dalam uretra dan USG Transurethral digunakan untuk menuntun alat TULIP, perlahan mungkin ditarik dari leher buli-buli sampai ke apex. Untuk mengetahui kedalamannya dapat dilihat melalui USG.

27

Visual Contact Ablative Cara ini merupakan cara yang membutuhkan waktu yang lama, karena di lakukan dengan cara meletakkan serat dari lasernya langsung berada didalam jaringan prostat yang dapat menguap.

Terapi Laser Intersitiel Pada cara ini seratnya diletakkan langsung pada prostat, dan biasanya dibawah kendali cytoskopi. Pada setiap penusukan, lasernya ditembakan langsung, sehingga mengakibatkan lapisan submukosanya mengalami nekrosis koagulasi. Penggunaan cara ini hanya dapat mengurangi sedikit gejala iritasinya saja, karena mukosa dari uretera berbeda dan sisa dari jaringan prostatnya dipisahkan serta jaringan dari prostatnya diresobpsi.

Keuntungan dari penggunaan bedah laser adalah (1) perdarahannya minimal, (2) gejalanya jarang timbul lagi, (3) berguna pada pasien pasien yang menggunakan terapi antikoagulan, (4) dapat dilakukan pada pasien- pasien rawat jalan. Kerugiannya adalah : (1) kurangnya jaringan patologik yang tersedia, (2) membutuhkan waktu saat kateterisasi post operasi, (3) bertambahnya gejala iritasi. II. Elektrovaporasi Prostat Sama dengan TURP, hanya teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, perdarahan minimal, masa rawat di RS lebih singkat. Namun hanya dapat dilakukan pada prostat yang tidak terlalu besar (<50 gram) dan butuh waktu operasi lebih lama. III. Termoterapi

28

Energi panas bersamaan gelombang mikro dipancarkan melalui kateter transuretra. Besar dan arah pancaran energi diatur sehingga dapat melunakkan jaringan prostat yang membuntu uretra. Morbiditas rendah, dapat dilakukan tanpa anestesi, dapat dijalani oleh pasien dengan kondisi kurang baik jika menjalani pembedahan. Direkomendasikan bagi prostat yang ukurannya kecil. IV. Transurethral needle ablation of the prostate (TUNA) Metode ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai 100o, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri dari kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator. Metode ini tidak dapat digunakan pada terapi pembesaran lobus medial dan leher buli buli . pasien seringkali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang retensi urine dan epididimo-orkitis.

V. High intensity focused ultrasound (HIFU) Metode ini merupakan bentuk lain dari ablasi thermal jaringan. Alat ini didesain khusus sebagai USG dengan dual fungsi yang diletakkan direktum. Probenya dapat digunakan untuk memberikan gambaran prostat dan juga dapat menghantarkan ledakan kecil dari energi USG yang terfokus dengan kekuatan tinggi yang mana dapat mengakibatkan panasnya jaringan prostat dan dapat mengakibatkan suatu nekrosis koagulasi. Pada pembesaran lobus medial dan leher buli buli tidak dapat menggunakan metode ini. Metode ini memerlukan anestesi umum.

29

VI. Intrauretrhal stenting Intrauretrhal stenting merupakan suatu alat yang secara endoskopi diletakkan didalam fossa prostatika dan dibuat untuk menahan bentuk dari uretrha pars prostatika. Alat ini dibuat secara khusus digunakan pada pasien pasien dengan angka harapan hidup terbatas dan bukan pada pasien pasien dengan indikasi operasi. Namun setelah pemasangan kateter ini, pasien masih merasakan

keluhan miksi berupa gejala iritatif, perdarahan uretra, rasa tidak enak di daerah penis.

VII.Transurethral balloon dilatation of the prostate Dilatasi balon dari kelenjar prostat dibentuk secara khusus dengan suatu kateter yang mampu mendilatasi fossa prostatika saja atau fossa prosatika dan leher buli buli. Metode ini sangat efektif pada prostat prostat dengan ukuran kecil ( < 40 cm3 ).

30

Keuntungannya : mudah digunakan, aman, hospitalisasi yang minimal, sejauh ini tidak menimbulkan impotent.

DAFTAR PUSTAKA

1. Basuki B. Purnomo. Dasar-dasar Urologi. 2003 2. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2: (Sabistons Essentials Surgery); alih bahasa, Petrus Andrianto; editor, Devi H. Ronardy. Jakarta: EGC.1994 3. De Jong, Wim, R Sjamsihidajat (ed). Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 2. Jakarta: EGC. 2004 4. www.prostata-therapie.de.co.uk www.prostateinformation.co.uk

31

TRAUMA UROGENITALIA
Secara anatomis sebagian besar organ urogenitalia terletak di rongga ekstraperitoneal (kecuali genitalia eksterna), dan terlindung oleh otot-otot dan organorgan lain. Cedera yang mengenai organ urogenitalia bias merupakan cedera dari luar berupa trauma tumpul maupun trauma tajam, dan cedera iatrogenic.

TRAUMA GINJAL
Ginjal terletak dirongga retroperitoneum dan terlindung oleh otot-otot punggung sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya; karena itu cedera ginjal tidak jarang diikuti oleh cedera organ-organ yang mengitarinya. Cedera ginjal dapat terjadi secara: (1) langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggan atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba didalam rongga retroperitoneum. Goncangan ginjal didalam rongga retroperitoneum menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Penderajatan Trauma Ginjal Menurut derajat berat ringannya kerusakan ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi :

Table 1. penderajatan Trauma Ginjal Derajat Jenis kerusakan

Derajat I Derajat II Derajat III

Kontusio ginjal/hematoma perirenal Laserasi ginjal terbatas pada korteks Laserasi ginjal sampai pada medulla ginjal, mungkin terdapat thrombosis arteri segmentalis

Derajat IV

Laserasi sampai mengenai system kalises ginjal

32

Derajat V

o Avulse pedikel ginjal, mungkin terjadi thrombosis arteri renalis o Ginjal terbelah (shatered)

Diagnosis Patut dicurigai adanya cedera pada ginjal jika terdapat : 1. Trauma didaerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu. 2. Hematuria 3. Fraktur kosta sebelah bawah (T8-12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra 4. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang 5. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas. Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri didaerah pinggang terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik. Pada trauma major atau rupture pedikel seringkali pasien dating dalam keadaan syok berat dan terdapat hematoma didaerah pinggang yang makin lama makin membesar. Pencitraan Pemeriksaan pencitraan dimulai dari PIV guna menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral. Pembuatan PIV dikerjakan jika diduga ada (1) luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal, (2) cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria makroskopik, dan (3) cedera tumpul ginjal yang menberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik dengan disertai syok. Jika PIV belum dapat menerangkan keadaan ginjal perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau arteriografi. Pemeriksaan PIV pada kontusio renis sering menunjukkan gambaran system pelvikalises normal. Dalam keadaan ini pemeriksaan ultrasonografi abdomen dapat menunjukkan adanya hematoma parenkim ginjal yang terbatas pada subkapsuler dan dengan kapsul ginjal yang masih utuh. Kadang kala

33

kontusio renis yang cukup luas menyebabkan hematoma dan edema yang hebat sehingga memberikan gambaran system pelvikalises yang spstik atau bahkan tak tampak (non visualized). System pelvikalises yang tak nampak pada PIV dapat pula terjadi pada rupture pedikel atau pasien yang berada dalam keadaan syok berat pada saat menjalani pemeriksaan PIV. Pada derajat PIV tampak adanya ekstravasasi kontras, hal ini karena terobeknya system pelvikalises ginjal. Ekstravasasi ini akan tampak semakin luas pada ginjal yang mengalami fragmentasi (terbelah) pada cedera derajat V. Pengelolaan Terapi yang dikaerjakan pada trauma ginjal adalah :

1. Konservatif Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi dan suhu tubuh), kemungkinan adanya penambahan massa dipinggang, adanya pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar hemoglobin darah, dan perubahan warna urine pada pemeriksaan urine serial. 2. Operasi Operasi ditujukan pada trauma ginjal major dengan tujuan untuk segera menghentikan perdarahan. Selanjutnya mungkin perlu dilakukan debridement, reparasi ginjal (berupa renorafi atau penyambungan vaskuler) atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi total karena kerusakan ginjal yang sangat berat. Penyulit Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma major dan trauma pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan

34

kematian. Selain itu kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi urin hingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang menimbulkan fistula renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis atau pielonefritis kronis.

TRAUMA URETER
Cedera ini dapat terjadi karena trauma dari luar yaitu trauma tumpul maupun trauma tajam, atau trauma iatrogenic. Operasi endourologi transureter (ureteroskopi atau uterorenoskopi, ekstraksi batu dengan Dormia, atau litotripsi batu ureter) dan perasi didaerah pelvis (diantaranya adalah operasi ginekologi, bedah digestif, atau bedah vaskuler) dapat menyebabkan terjadinya cedera ureter iatrogenic. Cedera yang terjadi pada ureter akibat tindakan operasi terbuka dapat berupa: ureter terikat, crushing karena terjepit oleh klem, putus (robek), atau devaskularisasi karena banyak jaringan vaskuler yang dibersihkan. Diagnosis Kecurigaan adanya cedera ureter pada trauma dari luar adalah hematuria pasca trauma, sedangkan kecurigaan adanya cedera ureter iatrogenic bias diketemukan pada saat operasi atau setelah pembedahan (lihat table 2). Table 2. kecurigaan Cedera Ureter Iatrogenik

35

Saat operasi Pasca bedah

Lapangan operasi banyak cairan Hematuria Anuri/oliguri jika cedera bilateral Demam Ileus Nyeri pinggang akibat obstrusi Luka operasi selalu basah Sampai beberapa hari cairan drainase jernih dan banyak Hematuria persisten dan hematoma/urinoma di abdomen Fistula uterokutan/fistula uterovagina

Tindakan Tindakan yang dilakukan terhadap cedera ureter tergantung pada saat cedera ureter terdiagnosis, keadaan umum pasien, dan letak serta derajat lesi ureter. Tindakan yang dikerjakan mungkin : 1. Ureter saling disambungkan (anastomosis end to end) 2. Inplantasi ureter ke buli-buli (neoimplantasi ureter pada buli-buli, flap Boari, atau Psoas hitch) 3. Uretero-kutaneostomi 4. Transuretero-ureterotomi (menyambung ureter dengan ureter pada sisi yang lain) 5. Nefrostomi sebagai tindakan diversi atau nefrektomi.

36

TRAUMA BULI-BULI
Pada waktu lahir hingga usia anak, buli-buli terletak di rongga abdomen. Namun semakin bertambahnya usia, tempatnya turun dan terlindung di dalam kavum pelvis; sehingga kemungkinan mendapatkan trauma dari luar jarang terjadi. Etiologi Kurang lebih 90% trauma tumpul buli-buli adalah akibat fraktur pelvis. Fiksasi buli-buli pada tulang pelvis oleh fasia endopelvik dan diafragma pelvis sangat kuat sehingga cedera deselerasi terutama jika titik fiksasi fasia bergerak pada arah berlawanan (seperti pada fraktur pelvis), dapat merobek buli-buli. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis merobek dindingnya. Dalam keadaan penuh terisi urin, buli-buli mudah sekali robek jiak mendapatkan tekanan dari luar berupa benturan pada perut sebelah bawah. Buli-buli akan robek pada daerah fundus dan menyebabkan ekstravasasi uri ke rongga intraperitoneum. Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain pada reseksi buli-buli transurethral (TUR buli-buli) atau pada litotripsi. Demikian pula partus kasep atau tindakan operasi di daerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli. Klasifikasi Secara klinis cedera buli-buli dibedakan menjadi kontusio buli-buli, cedera buli-buli ekstraperitoneal, cedera intraperitoneal. Diagnosis Setelah mengalami cedera pada abdomen sebelah bawah, pasien mengeluh nyeri didaerah suprasimfisis, miksi bercampur darah atau mungkin pasien tidak dapat miksi. Gambaran klinis yang lain tergantung pada etiologi trauma, bagian buli-buli yang mengalami cedera yaitu intra/ekstraperitoneal, adanya organ lain yang 37

mengalami cedera, serta penyulit yang terjadi akibat trauma. Dalam hal ini mungkin didapatkan tanda fraktur pelvis, syok, hematoma perivesika, atau tanpa tanda sepsis dari suatu peritonitis atau abses perivesika. Pemeriksaan pencitraan berupa sistografi yaitu dengan memasukkan kontras kedalam buli-buli sebanyak 300-400 ml secara gravitasi (tanpa tekanan) melalui kateter per-uretram. Kemudian dibuat beberapa foto, yaitu (1) foto pada saat buli-buli terisi kontras dalam posisi anterior-posterior (AP), (2) pada posisi oblik, dan (3) wash out film yaitu foto setelah kontras dikeluarkan dari buli-buli. Terapi Pada kontusio buli-buli, cukup dilakukan pemasangan kateter dengan tujuan untuk memberikan instirahat pada buli-buli. Dengan cara ini diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10 hari. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparatomi untuk mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera pada organ lain. Jika tidak dioperasi ekstravasasi urin ke rongga intraperitoneum dapat menyebabkan peritonitis. Rongga intraperitoneum dicuci, robekan pada buli-buli dijahit 2 lapis, kemudian dipasang kateter sistostomi yang dilewatkan di luar sayatan laparatomi. Pada cedera ekstraperitoneal, robekan yang sederhana (ekstravasasi minimal) dianjurkan untuk memasang kateter selama 7-10 hari, tetapi sebagian ahli lain menganjurkan untuk melakukan penjahitan buli-buli denagn pemasangan kateter sistostomi. Namun tanpa tindakan pembedahan kejadian kegagalan penyembuhan luka 15%, dan kemungkinan untuk terjadinya infeksi pada rongga perivesika

sebesar 12%. Oleh karena itu jika bersamaan dengan rupture buli-buli terdapat cedera organ lain yang membutuhkan operasi, sebaiknya dilakukan penjahitan buli-buli dan pemasangan kateter sistostomi. Untuk memastikan bahwa buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra atau kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi guna melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

38

Penyulit Pada cedera buli-buli ekstraperitoneal, ekstravasasi urin ke rongga pelvis yang dibiarkan dalam waktu lama dapat menyebabkan infeksi dan abses pelvis. Yang lebih berat lagi adalah robekan buli-buli intraperitoneal, jika tidak segera dilakukan operasi, dapat menimbulkan peritonitis akibat dari ekstravasasi urin pada rongga

intraperitoneum. Kedua keadaan itu dapat menyebabkan sepsis yang dapat mengancam jiwa.

TRAUMA URETRA
Secara klinis trauma uretra dibedakan menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior, hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda klinis, pengelolaan, serta prognosisnya. Etiologi Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul tang menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan rupture uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan rupture uretra pars bulbosa. Gambaran klinis Kecurigaan adanya trauma uretra adalah jika didapatkan perdarahan peruretram yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra eksternum setelah mengalami trauma. Pada trauma uretra yang berat, seringkali pasien mengalami retensi urin. Pada keadaan ini tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah. Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras melalui uretra, guna mengetahui adanya rupture uretra.

39

Ruptura Uretra Posterior Rupture uretra posterior paling sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis. Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostate-membranasea. Klasifikasi Colapinto dan McCollum (1976) membagi derjat cedera uretra dalam 3 jenis : 1. Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). 2. Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, selanjutnya diafragma urogenitalia masih utuh. 3. Uretra posterior, diafragma urogenitalis, dan uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Diagnosis Rupture uretra posterior seringkali memberikan gambaran yang khas berupa: (1) perdarahan per-uretram, (2) retensi urin, dan (3) pada pemeriksaan colok dubur didapatkan adanya floating prostate (prostat melayang) di dalam suatu hematom. Pada pemeriksaan uretrografi retrigrad mungkin terdapat elongasi uretra atau ekstravasasi kontra pada pars prostate-membranasea. Tindakan Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi untuk diversi urin. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi melakukan primary endoscopic realignment yaitu melakukan pemasangan kateter uretra sebagai splint melalui tuntunan uretroskopi. Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca rupture dan kateter uretra dipertahankan selama 14 hari. Penyulit Penyulit yang terjadi pada rupture uretra adalah striktura uretra yang seringkali kambuh, disfungsi ereksi, dan inkontinensia urin. 40

Rupture Uretra Anterior Cedera dari luar yang sering menyebabkan kerusakan uretra anterior adalah straddle injury (cedera selangkangan) yaitu uretra terjepit diantara tulang pelvis dan benda tumpul. Jenis kerusakan urerta yang terjadi berupa: kontusio dinding uretra, rupture parsial, atau rupture total dinding uretra. Patologi Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urin keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu. Diagnosis Pada kontusio uretra, pasien mengeluh adanya perdarahan per-uretram atau hematuria. Jika terdapat robekan pada korpus spongiosum, terlihat adanya hematom pada penis atau hematoma kupu-kupu. Pada keadaan ini seringkali pasien tidak dapat miksi.

Tindakan Kontusio uretra tidak memerlukan terapi khusus, tetapi mengingat cedera ini dapat menimbulkan penyulit striktura uretra dikemudian hari, maka setelah 4 6 bulan perlu dilakukan pemeriksaan uretrografi ulangan. Pada rupture uretra parsial dengan ekstravasasi ringan, cukup dilakukan sistostomi untuk mengalihkan aliran urin. Kateter sistostomi dipertahankan sampai 2 minggu, dan dilepas setelah diyakinkan melalui pemeriksaan uretrografi bahwa sudah tidak ada ekstravasasi

kontras atau tidak timbul striktura uretra. Namun jika timbul striktura uretra, dilakukan reparasi uretra atau stachse.

41

TRAUMA PENIS
Trauma yang mencederai penis dapat berupa trauma tumpul, truma tajam, terkena mesin pabrik, rupture tunika albuginea, atau strangulasi penis. Pada trauma tumpul atau terkena mesin, jika tidak terjadi amputasi total, penis cukup dibersihkan dan dilakukan penjahitan primer. Jika terjadi amputasi penis total dan bagian distal dapat diidentifikasi, dianjurkan dicuci dengan larutan faram fisiologis kemudian disimpan didalam kantung es, dan dikirim ke pusat rujukan. Jika masih mungkin dilakukan replantasi (penyambungan) secara mikroskopik. Fraktur Penis Fraktur penis adalah rupture tunika albuenia korpus kavernosum penis yang terjadi pada saat penis dalam keadan ereksi. Rupture ini dapat disebabkan karena dibengkokkan sendiri oleh pasien pada saat masturbasi, dibengkokkan oleh pasangannya, atau tertekuk secara tidak sengaja pada saat hubungan seksual. Akibat tertekuk ini, penis menjadi bengkok (angulasi) dan timbul hematoma pada penis dengan disertai nyeri. Untuk mengetahui letak rupture, pasien perlu menjalani pemeriksaan foto kavernosografi yaitu memasukkan kontras kedalam korpus kavernosum dan kemudian diperhatikan adanya ekstravasasi kontras keluar dari tunika albugenia. Tindakan Eksplorasi rupture dengan sayatan sirkuminisi, kemudian dilakukan evakuasi hematoma. Selanjutnya dilakukan penjahitan pada robekan tunika albugenia. Strangulasi Penis Strangulasi penis adalah jeratan pada pangkal penis yang menyebabkan gangguan aliran darah pada penis. Gangguan aliran darah ini mengakibatkan penis menjadi iskemia dan edema yang jika dibiarkan akan menjadi nekrosis. Jeratan pada penis harus segera ditanggulangi dengan melepaskan cincin atau penjerat yang melingkar pada penis.

42

Beberapa cara untuk melepaskan cincin yang menjerat batang penis adalah (1) memotong logam itu dengan gerinda atau gergaji listrik, (2) melingkarkan tali pada penis pada sebelah distal logam dan kemudian melepaskannya perlahan-lahan, atau (3) melakukan insisi pada penis yang telah mengalami edema dengan tujuan membuang cairan (edema0 sehingga logam dapat dikeluarkan. Trauma genitalia eksterna Trauma yang dapat terjadi pada trauma genitalia eksterna adalah avulsi, crushing, luka tajam, luka tumpul, atau luka bakar. Avulsi Avulse adalah kehilangan sebagian atau seluruh dinding skrotum. Pertolongan pertama adalah memberikan analgetika, sedative, serta

transquiliser untuk menenangkan pasien. Kemudian dilakukan pencucian luka dari debris dan rambut yang menempel dengan melakukan irigasi memakai air bersi dan kalau tersedia dengan garam fisiologis. Dilakukan debridement jaringan yang mengalami nekrosis, tetapi diusahakan sedapat mungkin jangan terlalu banyak membuang kulit skrotum yang masih hidup karena skrotum penting untuk membungkus testis. Jika kulit skrotum yang tersisa tidak cukup untuk membungkus testis, dianjrkan membuat kantong dip aha atau di inguinal guna meletakkan testis.

43

Hidrokel Testis
Definisi Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi oleh system limfatik disekitarnya.

Etiologi Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena: 1. belum sempurnanya prosesus vaginalis 2. belum sempurnanya system limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Peyebab sekunder terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimitis yang menyebabkan terganggunya system sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trama pada tstis/epididimis.

Gambaran Klinis Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hirokel yang terinfeksi atau kulit skrotm yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan

ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel yaitu: 1. hidrokel testis 2. hidrokel funikulus 3. hidrokel komunikan Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kanting hidrokel tidak berubah sepanjang hari.

44

Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah cranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari. Pada hirokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen.

Terapi Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 2 tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakan untuk megatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena angka kekambuhan tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyulit berupa infeksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah: 1. hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah 2. indikasi kosmetik 3. hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan menganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pada hidrokel congenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus

45

melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa dilakukan tindakan pendekatan scrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel dengan cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel sesuai dengan cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in toto.

Penyulit Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis.

Daftar pustaka
1. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 797 2. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV. Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 140-142

46

VARIKOKEL
PENDAHULUAN Varikokel dapat menyebabkan keluhan testis terasa berat, dan ini terjadi akibat tekanan meninggi di dalam vena testis yang tidak berkatup dari muara di vena kava inferior atau vena renalis sampai di testis. Kadang varikokel merupakan faktor kausal gangguan fertilitas sehingga merupakan indikasi ligasi v.testis. varikokel merupakan penyebab penting rendahnya produksi sperma dan menurunnya kualitas sperma, walaupun tidak semua varikokel mempengaruhi produksi sperma. Peninggian tekanan di dalam pleksus pampiniformis dapat diraba sebagai struktur yang terdiri atas varises pleksus pampiniformis yang memberikan kesan raba seperti kumpulan cacing. Permukaan testis normal licin tanpa tonjolan dan konsistensi elastis.

DEFINISI Varikokel adalah dilatasi abnormal vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Normalnya aliran balik vena memiliki satu arah katup yang berfungsi mencegah terjadinya turbulensi. Diameter normal pleksus pampiniformis > 2 mm.

47

INSIDENS Varikokel merupakan salah satu penyebab yang menyebabkan buruknya produksi sperma dan berkurangnya kualitas semen. Kelainan ini terdapat pada 15 % pria dan didapatkan 21-41 % pria yang mandul menderita varikokel. Varikokel sering ditemukan pada usia 15-25 tahun dan jarang ditemukan pada pria diatas 40 tahun. Banyak kasus varikokel yang berlangsung asimptomatis atau tanpa gejala. ETIOLOGI DAN ANATOMI Hingga sekarang belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel sebelah kiri lebih sering dijumpai ( 7093 % ). Hal ini disebabkan karena vena spermatika interna kiri bermuara pada vena renalis kiri dengan arah tegak lurus, sedang yang kanan bermuara pada vena kava dengan arah miring. Disamping itu vena spermatika interna kiri lebih panjang daripada yang kanan dan katupnya lebih sedikit dan inkompeten. Jika terdapat varikokel di sebelah kanan atau varikokel bilateral patut dicurigai adanya : Kelainan rongga retroperitoneal ( obstruksi vena karena tumor ) Muara vena spermatika kanan pada vena renalis kanan Adanya situs inversus.

KLASIFIKASI

48

Untuk keseragaman klinis, besar varikokel dibagi 4 derajat sesuai anjuran Glezerman : Derajat 1 : varikokel teraba saat pasien berdiri dan lakukan maneuver valsava berulang kali Derajat 2 : varikokel terlihat saat pasien berdiri dan maneuver valsava sekali, saat baring varikokel tidak nampak Derajat 3 : varikokel teraba dan terlihat jelas saat pasien berdiri tanpa maneuver valsava. Saat berbaring varikokel tidak terlihat jelas Derajat 4 : varikokel terlihat jelas baik pasien berdiri maupun duduk, seringkali disertai nyeri

PATOGENESIS Varikokel dapat menimbulkan gangguan proses spermatogenesis melalui beberapa cara, antara lain : 1. Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi testis sehingga testis mengalami hipoksia karena kekurangan oksigen 2. Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal ( katekolamin dan prostaglandin ) melalui vena spermatika interna ke testis. 3. Peningkatan suhu testis. 4. Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,

memungkinkan zat-zat hasil metabolit dialirkan dari testis kiri ke testis kanan sehingga menyebabkan gangguan spermatogenesis testis kanan, pada akhirnya terjadi infertilitas. GAMBARAN KLINIS Pasien datang ke dokter biasanya mengeluh belum : mempunyai anak setelah beberapa tahun menikah atau kadang mengeluh adanya benjolan di atas testis yang terasa nyeri. Gejala klinis varikokel ditandai : Rasa tidak enak/berat di daerah testis. Semakin terasa bila penderita banyak berdiri dan cenderung lebih berat sore hari Benjolan diatas testis Nyeri daerah inguino-skrotalis ketika berdiri atau duduk lama Mengecilnya bentuk testis ( atropi testis )

49

DIAGNOSIS Pemeriksaan dilakukan dalam posisi berdiri, dengan memperhatikan keadaan skrotum kemudian dilakukan palpasi. Jika diperlukan, pasien diminta untuk melakukan maneuver valsava atau mengedan. Jika terdapat varikokel, pada inspeksi dan palpasi terdapat bentukan seperti kumpulan cacing dalam kantung sebelah cranial testis. Kadangkala sulit untuk menemukan adanya bentukan varikokel secara klinis meskipun terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan adanya varikokel. Untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya : a. Stetoskop Doppler Pemeriksaan dengan auskultasi, alat ini untuk mendeteksi adanya peningkatan aliran darah pada pleksus pampiniformis. b. Orkidometer Supaya lebih objektif menetukan besar/volume testis dilakukan

pengapuran dengan alat ini. c. Pemeriksaan analisis semen Untuk menentukan seberapa jauh varikokel telah menyebabkan kerusakan pada tubuli seminiferi. d. USG atau CT scan USG dan CT scan bukanlah standard evaluasi kecuali pemeriksaan fisis tidak menemukan kesimpulan yang memuaskan.

DIAGNOSIS BANDING  Hernia inguinalis

50

 Hidrokel  Kista epididimis KOMPLIKASI   Atrofi testis Infertilitas

TERAPI Masih terjadi silang pendapat di antara para ahli tentang perlu tidaknya melakukan operasi. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa varikokel yang telah menimbulkan gangguan infertilitas atau gangguan spermatogenesis merupakan indikasi mendapatkan suatu terapi. Setelah diketahui adanya hubungan varikokel dengan infertilitas, tindakan operasi lebih dititikbertakan pada koreksi gangguan fertilitas tersebut. Tindakan yang dikerjakan adalah : Ligasi tinggi vena spermatika interna secara palomo melalui operasi terbuka/bedah laparoskopi. Varikokelektomi cara ivanisevich. Perkutan dengan memasukan bahan sklerosing dalam vena spermatika interna.

51

52

EVALUSI Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan melihat beberapa indikator antara lain :  Bertambahnya volume testis  Perbaikan hasil analisis semen ( tiap 3 bulan )  Pasangan menjadi hamil Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah vasoligasi tinggi dari palomo didapatkan : y y y 80 % terjadi perbaikan volume testis 60-80 % terjadi perbaikan analisis semen 50 % pasangan menjadi hamil

KESIMPULAN Varikokel adalah dilatasi abnormal vena pada pleksus pampiniformis akibat gangguan aliran darah balik vena spermatika interna. Belum diketahui secara pasti penyebab varikokel, tetapi dari pengamatan membuktikan bahwa varikokel kiri lebih sering dijumpai ( 70-93 % ). Varikokel sering ditemukan pada usia 15-25 tahun dan

53

jarang ditemukan pada pria diatas 40 tahun. Merupakan slah satu penyebab yang menyebabkan buruknya produksi sperma dan berkurangnya kualitas semen. Setelah diketahui adanya hubungan varikokel dengan infertilitas, tindakan operasi lebih dititik beratkan pada koreksi gangguan fertilitas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA 1. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV. Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 142-145 2. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 797 3. Varicocele,available from :

http://www.mayoclinic.com/health/Varicocele/DS00618 accessed on januari 20,2008

54

TORSIO TESTIS
Torsio testis adalah terpluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis.

Anatomi Testis normal dibungkus oleh tunika albugenia. Pada permukaan anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempel ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum. Pada masa janin dan neonates lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididmis, tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan system penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral dari testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomaly bell-clapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.

Pathogenesis Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan system penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.

55

Terpluntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstrusi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis. Gambaran klinis dan diagnosis Pasien mengeluh nyeri hebat didaerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikena sebagai akut skrotum. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisik, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio tesris dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sitigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis. Diagnosis Banding 1. Epididimis akut 2. Hernia skrotalis inkarserata 3. Hidrokel terinfeksi 4. Tumor testis 5. Edema skrotum. Terapi Detorsi Manual Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis keasalnya, yaitu dengan jalan memutar testis kearah berlawanan dengan arah torsio. Operasi Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis.

56

Jika testis masih hidup dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkodopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.

57

STRIKTUR URETRA

Pendahuluan Penyakit striktur uretra telah ditemukan sejak dahulu, sejak Yunani Kuno menulis tentang pembuatan drainase vesica urinaria dengan berbagai kateter. Striktur uretra adalah penyempitan uretra karena berkurangnya diameter dan atau elastisitas uretra akibat digantinya jaringan uretra dengan jaringan ikat yang kemudian mengerut. Striktura uretra sering terjadi di pars bulbaris karena sebagian besar striktur uretra terjadi karena trauma di daerah perineal, yang disebut straddle injury. Striktur uretra dapat berasal dari berbagai sebab, dan dapat tanpa gejala atau muncul dengan ketidaknyamanan yang berat sebagai efek sekunder dari retensi urin.

Anatomi Traktus urinarius terdiri atas kaliks mayor dan minor, pelvis renalis, ureter, vesica urinaria dan uretra. Uretra merupakan suatu saluran fibromuscular yang dilalui oleh urin yang mengalir keluar dari vesica urinaria. Saluran ini menutup apabila kosong.

Uretra pada wanita adalah suatu saluran yang pendek dari vesica urinaria ke ostium uretra eksternum. Panjang 4 cm, terletak di bagian anterior vagina. Muaranya disebut ostium uretra eksternum, berada dalam vestibulum vagina, di ventralis dari ostium vagina, di antara kedua ujung anterior labia minora. Berjalan melalui diafragma pelvis dan diafragma urogenital. Uretra pada pria termasuk kelenjar prostat, diafragma urogenital, korpus kavernosum uretra sampai bagian akhir glans penis. Mempunyai ukuran sepanjang 20 cm, terbagi atas uretra anterior dan uretra posterior.

Uretra anterior merupakan bagian uretra pria yang memanjang dari bulbus ke meatus di puncak glans penis, menembus korpus kavernosum. Bagian ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian bulbus, pendulous, dan paling distal, bagian glandular. 1. Pars bulbaris: terletak di proksimal, merupakan bagian uretra yang melewati bulbus penis.

58

2. Pars pendulan/cavernosa/spongiosa: bagian uretra yang melewati corpus spongiosum penis. 3. Pars glandis: bagian uretra di glans penis. Uretra ini sangat pendek dan epitelnya sudah berupa epitel squamosa (squamous compleks noncornificatum). Kalau bagian uretra yang lain dilapisi oleh epitel kolumner berlapis.

Uretra posterior merupakan bagian uretra yang berjalan dari vesica urinaria ke bulbus, dan terdiri dari: 1. Pars prostatika berjalan menembusi prostat, mulai dari basis prostat sampai apeks prostat dengan panjang kira-kira 3 cm. Bagian distal dari uretra pars prostatika sedikit lebih lebar daripada proksimal. 2. Pars membranous berada di antara lapisan diafragma urogenital. Merupakan bagian yang terpendek dan tersempit, serta kurang mampu berdilatasi. Memiliki panjang kira-kira 1-2 cm. 3. Pars kavernous berada di dalam korpus kavernosum penis, berjalan di dalam bulbus penis, korpus penis sampai ke glans penis panjang kira-kira 15 cm.

Etiologi

Keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan striktur uretra : 1. Kongenital Hal ini jarang terjadi. Misalnya:

59

a. Meatus

kecil

pada

meatus

ektopik

pada

pasien

hipospodia.

b. Divertikula kongenital -> penyebab proses striktura uretra. 2. Trauma Merupakan penyebab terbesar striktura (fraktur pelvis, trauma uretra anterior, tindakan sistoskopi, prostatektomi, katerisasi). a. Trauma uretra anterior, misalnya karena straddle injury. Pada straddle injury, perineal terkena benda keras, misalnya sadle sepeda, sehingga menimbulkan trauma uretra pars bulbaris. b. Fraktur/trauma pada pelvis dapat menyebabkan cedera pada uretra posterior. Jadi seperti kita ketahui, antara prostat dan os pubis dihubungkan oleh lig. puboprostaticum. Sehingga kalau ada trauma disini, ligamentum tertarik, Jadi memang sebagian besar striktura uretra Di pars Trauma

uretra posterior bisa sobek.

terjadi dibagian-bagian yang terfiksir seperti bulbus dan prostat. pendulan jarang terjadi cedera karena sifatnya yang mobile. merupakan penyebab tersering striktur uretra. 3. Infeksi

Seperti uretritis, baik spesifik maupun non spesifik (GO, TBC). Infeksi gonorrhea pada uretra biasa menjadi penyebab utama striktur uretra. Namun kini perkembangan antibiotik telah menyebabkan penurunan komplikasi infeksi gonorrhea. Kalau kita menemukan pasien dengan urteritis akut, pasien harus diberi tahu bahwa pengobatannya harus sempurna. Kalau pengobatannya tidak tuntas, uretritisnya bisa menjadi kronik. Pada uretritis akut, setelah sembuh jaringan penggantinya sama dengan iarinqan asal. Jadi kalau asalnya epitel squamous, jaringan penggantinya juga epitel squamous. Kalau pada uretritis kronik, setelah penyembuhan, jaringan penggantinya adalah jarinqan lumen uretra menjadi sempit, fibrous. Akibatnya Itulah

dan elastisitas ureter menghilang.

sebabnya pasien harus benar-benar diberi tahu agar menuntaskan pengobatan. Di dalam bedah urologi dikatakan bahwa sekali striktur maka selamanya striktur. 4. Tumor Tumor bisa menyebabkan striktura melalui dua cara, yaitu proses penyembuhan tumor yang menyebabkan striktura uretra, ataupun tumornya itu sendiri yang mengakibatkan sumbatan uretra 5. Pembedahan terbuka atau endoskopik 60

Prosedur bedah yang melibatkan uretra dapat menghasilkan striktur. Walaupun jarang, pemasangan kateter juga dapat menyebabkan striktur.

Patofisiologi Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatrik pada lumen menimbulkan hambatan aliran urine sehingga terjadi retensi urine. Aliran urine yang terhambat mencari jalan keluar di tempat lain (proksimal dari striktur) dan akhirnya mengumpul di rongga periuretra. Jika terinfeksi dapat terjadi abses periuretra, yang akan pecah membentuk fistula uretrokutan. Bila terjadi abses multiple atau berulang sehingga terbentuk

beberapa fistel yang disebut fistel seruling. Striktur uretra terjadi setelah perlukaan pada urotelium atau korpus spongiosum yang menyebabkan pembentukan jaringan parut. Fase dekompensasi yang timbul pada saat vesica urinaria berkontraksi menimbulkan residu urin yang memudahkan terjadinya infeksi.

Derajat Penyempitan Uretra 1. Ringan : jika oklusi yang terjadi kurang dari 1/3 diameter lumen uretra. 2. Sedang : jika terdapat oklusi 1/3 sampai diameter lumen uretra. 3. Berat : jika terdapat oklusi lebih besar dari diameter lumen uretra.

Pada penyempitan derajat berat kadang kala teraba jaringan keras di korpus spongiosum yang dikenal dengan spongiofibrosis.

Gejala Klinis Gejala striktur uretra meliputi : 1. Pancaran air kencing lemah, yang merupakan keluhan paling sering. 2. Pancaran air kencing bercabang Pada pemeriksaan sangat penting untuk ditanyakan bagaimana pancaran urinnya. Normalnya, pancaran urin jauh dan diameternya besar. Tapi kalau terjadi penyempitan karena striktur, maka pancarannya akan jadi turbulen. Mirip seperti pancaran keran di westafel kalau ditutup sebagian. 3. Frekuensi Disebut frekuensi apabila kencing lebih sering dari normal, yaitu lebih dari tuiuh kali. Apabila sering kencing di malam hari disebut nocturia. Dikatakan nocturia 61

apabila di malam hari, kencing lebih dari satu kali, dan keinginan kencingnya itu sampai membangunkannya dari tidur sehingga mengganggu tidurnya. 4. Overflow incontinence (inkontinensia paradoxal) Terjadi karena meningkatnya tekanan di vesica akibat penumpukan urin yang

terus menerus. Tekanan di vesica menjadi lebih tinggi daripada tekanan di uretra. Akibatnya urin dapat keluar sendiri tanpa terkontrol. Jadi disini terlihat adanya perbedaan antara overflow inkontinensia (inkontinesia paradoksal) dengan flow incontinentia. Pada flow incontinenntia, misalnya akibat paralisis musculus

sphincter uretra, urin keluar tanpa adanya keinginan untuk kencing. Kalau pada overflow incontinence, pasien merasa ingin kencing (karena vesicanya penuh), namun urin keluar tanpa bisa dikontrol. Itulah sebabnya disebut inkontinensia paradoxal. 5. Dysuria dan hematuria 6. Keadaan umum pasien baik 7. Keadaan umum pasien jelek bila telah lama akibat adanya perubahan pada

faal ginjal (infeksi -> striktur -> refluks -> hidroureter -> hidronefrosis -> faal ginjal turun).

Pemeriksaan 1. Fisik : a. Tidak jelas, karena memang letaknya di uretra, kecuali bila ada fistula uretrocutaneus. b. Meatus kecil c. Vesika urinaria dapat teraba karena ada retensio urine. Vesika terlihat menonjol di atas simfisis pubis. 2. Radiologi a. Uretrosistografi Pemeriksaan urethrocystography ini diindikasikan setelah terjadi trauma, bila terdapat darah dalam urin serta dicurigai terjadi fraktur pelvis. Pemeriksaan tidak dilakukan bila terdapat infeksi uretra yang akut. Pada urethrocystography bahan kontras dimasukkan dengan semprit yang ujungnya sesuai dengan meatus uretra eksterna, diisi sampai kontras masuk ke vesica urinaria.

62

Selain itu, pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan klem atau dengan cara memasukkan kateter kecil ke distal penis. Pemeriksaan dengan cara memasukkan kateter, sebelumnya harus

memasukkan anestetik lokal ke dalam uretra, dan setelah beberapa menit kateter Foley dimasukkan sampai balonnya terletak lebih kurang 1 cm dari lubang uretra. Kontras dimasukkan setelah balon dikembangkan.

Foto diambil pada waktu pengisian kontras dengan posisi antero-posterior, oblik kanan dan kiri. Oleh karena itu, si pemeriksa harus memakai apron dan sarung tangan Pb. Pada gambaran urethrocystography, striktur uretra menyebabkan dilatasi uretra bagian distal dari obstruksi. Biasanya juga terlihat ekstravasasi kontras. b. Uretrosistografi bipolar (untuk mengetahui panjang, serta total tidaknya striktur). Kontras bisa di atas (pool atas lewat vesika urinaria) ataupun di bawah (pool bawah lewat uretra), sehingga panjang dan juga ketebalan striktur dapat diketahui. Dikatakan striktur total bila sampai tidak ada kontras yang tersisa pada striktur. Keuntungan Uretrosistografi bipolar : Mengetahui persis panjang striktur Mengetahui total penyempitan Mengetahui persis lokasinya

c. Micturating Cystourethrography Pemeriksaan radiografi vesica urinaria dan uretra setelah pengisian medium kontras dan selama miksi. Vesica urinaria diisi melalui kateter (alternatif lain melalui pungsi vesica suprapubik) dengan medium kontras yang dapat larut dalam air dan telah dihangatkan sesuai dengan suhu tubuh sebanyak 200 ml. Vesica urinaria perlu diperiksa dari posisi anterior, lateral dan oblik untuk menemukan adanya fistula, divertikel atau ruptur. Pemasukan medium kontras diatur dengan fluoroskopi intermitten.

Pada orang dewasa, vesica urinaria diisi dari botol yang diangkat setinggi 1 m di atas meja pemeriksaan dan pengisian dilanjutkan sampai penderita merasakan keinginan kuat untuk miksi. Jika mungkin, posisi miksi pada pasien pria yang paling mudah adalah posisi berdiri. Pasien wanita dapat duduk. Pengambilan foto radiografi selama miksi termasuk posisi oblik ureter distal, vesica urinaria dan uretra. 63

Selama micturating cystourethrography, uretra posterior terlihat dilatasi. Kadang tidak terlihat, tetapi karakteristik uretra posterior adalah gambaran suatu balon. 3. IVP IVP dilakukan untuk: a. Melihat anatomi saluran kencing bagian atas . b. Melihat sisa urin (Post Voiding/ PV) pada striktur parsial yang biasanya disertai BPH (Benign Prostate Hyperplasy). c. Melihat tulang pelvis (post trauma), dengan melihat ada tidaknya tulang pelvis yang retak.

Laboratorium Pemeriksaan darah menilai faal ginjal, dimana kadar ureum/kreatinin naik menunjukkan adanya kerusakan fungsi ginjal. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan darah rutin, Hb.

Diagnosis Diagnosis pertama kali ditegakkan ketika pemasangan kateter melalui uretra tidak dapat dilakukan. Striktur dapat juga dicurigai berdasarkan gejala dan riwayat medik seseorang. Diagnosis pasti dibuat dengan pemeriksaan yang dikenal dengan uretrografi retrograde atau urethrocystography. Diagnosis pasti pada wanita adalah dengan bougie a boule, dengan tanda khas berupa hambatan pada waktu lepas.

Diagnosa Banding Ruptura Uretra Gambaran ekstravasasi kontras. BPH

Terapi 1. Konservatif: bouginasi (logam, plastik) Yaitu dengan memasukkan bahan dari logam atau plastik untuk memperlebar saluran yang mengalami penyempitan tadi. 64

Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena yang melakukan harus tahu betul bentuk uretra. Bentuk uretra seperti huruf S. Dapat terjadi cedera di bagian belokan. Terutama sekali di daerah pars bulbaris, sehingga bahan tadi bisa tembus ke rektum. Oleh karena itulah sewaktu dilakukan tindakan, bentuk uretra diubah dulu menjadi bentuk huruf L atau U. Itulah sebabnya pada pemasangan kateter, fiksasi dilakukan di bagian depan paha atau di abdomen bagian bawah. Maksudnya untuk membuat uretra menjadi berbentuk L atau U itu tadi. Tindakan ini dapat dilakukan untuk pasien pasca prostatektomi dan striktura yang parsial. 2. Operatif a. Tertutup (uretrotomi interna), dapat berupa otis (tanpa lensa) dan dengan sache (dengan lensa). Prosedur sache ini yang paling sering digunakan. Indikasi Sache adalah: Struktur lumen masih berlubang (incomplete) Striktur pendek. Panjangnya < 0,5 cm. tapi di Indonesia teknik ini dilakukan juga pada striktura yang panjangnya 1-2 cm (asal partial), akibat tingkat residifnya tinggi. b. Terbuka, ada 2 cara, yaitu: Jika pendek (0,5-1 cm) -> reseksi anastomose end to end. Jika panjang, maka tidak dianastomose lagi karena bentuknya bisa seperti belut ketika ereksi. Untuk striktur yang panjang ini operasi dilakukan dalam dua tahap menurut Johansen, yaitu:

Tahap I, yaitu hipospodia artifisial, dibuat hipospodia (muara uretra terletak di ventral proksimal dari penis) Tahap II, yaitu uretroplasti berupa menutup uretra yang terbuka dengan mengambil dari preputium, mukosa buccal, atau dari belakang daun telinga.

Komplikasi 1. Infeksi traktus urinarius 2. Fistula uretrokutan 3. Striktur uretra rekuren 4. Terbentuknya divertikel uretra/ buli-buli 5. Abses periuretra 65

6. Batu uretra 7. Karsinoma uretra

Pencegahan Tindakan pencegahan yang paling penting adalah berhati-hati terutama dalam pemasangan kateter.

DAFTAR PUSTAKA

http://medika.blogspot.com/2005/11/striktur-uretra.html http://agusjati.blogspot.com/2006/05/striktura-uretra.html http://www.medicastore.com http://www.kalbefarma.com

66

TUMOR UROGENITAL
Pendahuluan Tumor traktus urogenitalia merupakan keganasan yang sering ditemukan pada tempat praktek sehari hari yang mungkin terlewatkan karena kurang kewaspadaan dokter mengenali penyakit ini. Gejala yang penting dan sering dianggap remeh adalah adanya hematuri yang berulang. Hematuri ini sering sembuh sendiri sehingga pasien tidak datang untuk berobat dan tumor tetap tumbuh dan membesar serta mengadakan penyebaran terus sehingga pasien biasanya datang dengan stadium yang sudah lanjut. Keganasan urogenital dapat terjadi mulai dari ginjal, ureter, buli-buli, prostat, uretra, testis dan penis. Manifestasi klinis tergantung dari letak tumor, stadium dan penyulit yang disebabkan oleh tumor tersebut. Metastasis pada organ lain juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gangguan organ tersebut dan memberikan manifestasi klinis pada organ yang terkena. Stadium Pengukuran derajat penyebaran tumor diukur dalam stadium tumor menurut UICC ( union International Centre Le Cancere ) atau perhimpunan kanker internasional, tingkat tumor dinyatakan dengan system TNM atau Tomor Nodul Metastasis. T adalah tingkat pertumbuhan tumor di dalam organ atau tingkat penyebaran tumor ke organ sekitarnya. T diberi tanda T0 - T4. N adalah penyebaran tumor secara limfogen, dinilai dengan adanya pembesaran limfonoduli yang mengandung sel-sel ganas. N diberi tanda N0 N3. M adalah penyebaran secara hematogen ke organ-organ lain yang letaknya berjauhan dari tumor primer. Diberi tanda M0 - M1. Sedangkan penulisan derajat diferensiasi sel berdasarkan atas pemeriksaan histopatologi dengan : G1 : diferensiasi baik G2 : diferensiasi sedang G3 : diferensiasi buruk Untuk mengetahui apakah sel-sel telah menjadi ganas dpat dilakukan pemeriksaan patologi yaitu sitopatologi melalui pemeriksaan sitologi urine dan

67

sitologi yang diperoleh dari FNAB ( Fine Nedlee Aspiration Biopsy ) atau BJAH ( Biopsi Aspirasi Jarum Halus ). Untuk mengetahui ganas tidaknya suatu jaringan yang diperiksa, jenis histopatologinya, stadium patologi dan derajat diferensiasi tumor untuk menegakkan diagnosis suatu keganasan menggunakan suatu pemeriksaan histopatologis dengan bahan pemeriksaan yang didapat dari biopsy jaringan atau specimen lengkap hasil operasi.

TUMOR GINJAL
Di rumah sakit merupakan tumor saluran kemih ketiga terbanyak yang ditemukan setelah tumor prostat dan tumor buli-buli. Tumor ginjal jinak lebih jarang ditemukan daripada tumor ganas. Namun sering banyaknya penggunaan USG abdomen sebagai screening di klinik-klinik rawat jalan makin banyak ditemukan tumor ginjal yang masih dalam stadium jinak. Tumor ginjal berdasarkan letak dibagi menjadi dua : tumor pada kortex ginjal dan tumor pada system saluran ginjal. Tumor pada kortex ginjal dibagi menjadi jinak dan ganas. Tumor jinak kortex adalah adenoma, lipoma, hamartoma, onkositoma. Tumor ganas kortex adalah adenokarsinoma dan nefroblastoma. Tumor pada saluran ginjal juga dibagi menjadi jinak dan ganas. Tumor saluran ginjal jinak adalah pailoma. Sedangkan tumor ganas saluran ginjal adalah tumor pelvis renalis.

Hamartoma ginjal Hamartoma atau angiomiolipoma merupakan tumor yang terdiri dari komponen lemak, pembuluh darah dan otot polos. Tumor ini sering terjadi pada pasien dengan tuberous sklerosis atau penyakit boumeville yaitu kelainan bawaan yang ditandai dengan retardasi mental, epilepsy, adenoma sebaseum dan hamartoma. Tumor ini banyak menyerang wanita dewasa daripada pria dengan ratio 4 : 1. Gambaran klinis Pada hamartoma sering tanpa gejala biasanya ditemukan tidak sengaja pada pemeriksaan USG. Gejala klinisyang mungkin dikeluhkan adalah nyeri pinggang,

68

hematuri,gejal obstruksi saluran kemih bagian atas dan kadang terdapat perdarahan retroperitoneal. Atau dapat pula bersamaan dengan penyakit tuberous sklerosis. Diagnosis Hamartoma dapat ditentukan dengan USG yang memberikan gambaran hiperekoik dan dapat pula dikonfirmasi dengan CT scan ampak area dengan densitas negative. Gambaran ini patognomonis untuk hamartoma. Penatalaksanaan Jika tumor kecil dan tidak mengganggu tidak perlu diobati tetapi jika tumor besar dan mengganggu dilakukan nefrektomi.

Nefroblastoma Tumor ini dikenal dengan tumor Wilms yang berasal blastema metanefrik dan terdiri dari blastema, struma dan epitel. Biasanya terjadi pada anak-anak dibawah umur 10 tahun dan paling sering terjadi pada anak umur 3,5 tahun. Biasanya terjadi unilateral tetapi dapat juga terjadi bilateral. Penyebaran tumor ini dapat terajdi secara ekspansi lokal dengan simpai, hematogen, melalui vena kava atau vena renalis atau secara limfogen.

Gambaran klinis Biasanya tumor tidak bergejala atau biasanya pasien dibawa ke dokter karena perutnya membuncit karena teraba adanya massa. Kadang juga ditemukan hematuri dan hipertensi.

Stadium NWTS ( Natinal Wilms Tumor Study ) membagi tingkat penyebaran tumor ( setelah dilakukan nefrektomi ) dalam 5 stadium : I. Tumor terdapat pada ginjal dan dapat di eksisi dengan sempurna

69

II.

Tumor meluas keluar ginkal dan dapat dieksisi sempurna, mungkin telah mengadakan penetrasi ke jaringan lemak perirenal, limfonoduli para aorta atau vasa renalis.

III.

Ada sisa sel tumor di abdomen yang mungkin berasal dari : biopsy atau rupture yang terjadi sebelum atau selama operasi

IV. V. Diagnosis

Metastasis hematogen Tumor bilateral

Dengan USG ditemukan massa padat pada perut ( retroperitoneal ) sebelah atas. Pada pemeriksaan dengan IVP tampak adanya gambaran distorsi system pelvikokalises atau mungkin terdapat ginjal non-visualized. CT scan juga dapat memberi gambaran pembesaran ginjal dan sekaligus menunjukkan pembesaran kelenjar regional atau infiltrasi tumor ke jaringan sekitarnya. Atau dapat juga foto thoraks untuk mengetahui adanya metastasis karena 85 % metastasis ke paru. Dan dipastikan dengan pemeriksaan histopatologik. Diagnosis banding Hidronefrosis atau kista ginjal yang merupakan benjolan dengan konsistensi kistik. Pada neuroblastoma biasanya keadaan pasien lebih buruk dan pada pemeriksaan IVP terjadi pendesakan system kaliks gnjal ke kaudolateral serta kadar VMA dalam urin meningkat sedangkan pada tumor Wilms kadar VMA normal. Dan teratoma peritoneum. Penatalaksanaan Bila tumor masih dalam stadium dini dan ginjal di sebelah kontralateral masih normal dapat dilakukan nefrektomi radikal. Kadang kala diawali dengan pemberian sitostatika dengan kombinasi Actinomycin D dengan Vincristine dan radiasi eksterna karena tumor Wilms bersifat radiosensitive.

Adenokarsinoma ginjal Tumor ini dikenal dengan nama tumor grawitz dan merupakan tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari tubulus proksimal ginjal. Tumor ini banyak didapatkan pada pria daripada wanita dengan ratio 2 : 1 dan juga banyak didapatkan pada usia diatas 40 tahun. Biasanya terjadi unilateral. Factor resiko yang paling dekat menyebabkan tumor ini adalah merokok.

70

Biasanya tumor ini disertai dengan pseudo kapsul yang terdiri atas parenkim ginjal yang tertekan oleh jaringan tumor dan jaringan fibrosa. Fasia gerota merupakan barier yang menahan penyebaran tumor ke organ sekitarnya. Penyebaran tumor ini bisa secara langsung menembus simpai ginjal ke jaringan sekitarnay dan melalui pembuuh limfe atau v.renalis. Gambaran klinis Didapatkan trias klasik yaitu hematuri makroskopik, nyeri pinggang dan massa di daerah ginjal merupakan tanda tumor dalam stadium lanjut. Gejala lain yang Nampak adalah febris, hipertensi, anemia karena perdarahan intratumoral. Kadang ditemukan juga tanda sindroma paraneoplastik seperti polisitemia, hiperkalsemia dan gangguan fungsi hati yang non metastatic. Stadium Stadium I utuh. Stadium II : Tumor ke jaringan lemak perirenal dengan fasia Gerota masih utuh. Stadium III : tumor invasi ke vasa renalis/ v. kava atau limfonoduli regional. Stadium IV : tumor menjalar ke organ sekitarnya / metastasis jauh. Diagnosis Diagnosis ditegakkkan dengan ditemukannya gejala klinis, pencitraan dengan USG hanya untuk mengetahui massa solid atau tidak, CT scan merupakan pemeriksaan yang mempunyai akurasi tinggi pada karsinoma ginjal dan juga untuk mengetahui penyebaran tumor. MRI dan arteriografi selektif juga merupakan pilihan untuk menegakkan diagnosis. dan dengan pemerikasaan histopatologis. Diagnosis banding Hidronefrosis, polikistik ginjal dan tuberculosis ginjal. Penatalaksanaan Nefrektomi radikal yaitu mengangkat ginjal dengan kapsula Gerota. Hormonal dengan memberikan progestagen tetapi efeknya belum diketahui. Imunoterapi dengan mengguankan Interferon atau dikombinasi dengan interleukin tetapi hasilnya juga belum diketahui. Radiasi eksterna, hasilnya tidak memuaskan hanya untuk mencegah metastasis karena tumor ini bersifat radioresisten. Sitostatika juga tidak banyak memberikan manfaat. : Tumor masih terbatas dalam ginjal dengan fasia Gerota masih

71

Tumor pelvis renalis Tumor ini sangat jarang ditemukan. Menurut jenis histopatologisnya tumor ini dibedakan menjadi dua jenis : 1. Karsinoma sel trantitional, yang juga dapat menyerang ureter, buli-buli, uretra proksimal karena pada organ tersebut juga terdapat sel transtitional. 2. Karsinoma sel skuamosa, biasanya merupakan metaplasia sel-sel pelvis renalis karena adanya batu yang menahun pada pelvis.

Gambaran klinis Yang sering dikeluhkan pasien adalah kencing darah ( 80 % ). Kadang disertai juga nyeri pinggang dan teraba massa di pinggang. Keadaan tersebut akibat adanya bendungan akibat tumor sehingga menjadi hidronefrosis. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkkan dengan ditemukannya gejala klinis, IVP berguna untuk menemukan tumor ini dengan terlihat adanya filling defect dan tampak gambaran massa radiolusen, lalu dapat menggunakan USG dan CT scan untuk dapat membedakan apakah massa tersebut batu, tuberkuloma atau hemangioma pada pielum ginjal. Pemeriksaan sitologi urin dengan mengambil urin melalui kateter ureter. Melalui alat uretrorenografi dapat dilihat langsung keadaan pielum. Jika dicurigai ada massa maka dilakukan pemeriksaan histopatologi. Penatalaksanaan Nefrouretrektomi dilakukan dengan mengangkat sebagian dinding buli-buli sekitar muara ureter yang bersnagkutan. Tumor ini kurang memberikan respon dengan pemberian sitostatika dan dengan radiasi eksterna. Untuk tumor yang sudah menyebar, kemoterapi dengan cisplastin merupakan cara pengobatan yang dianjurkan.

TUMOR URETER
Hampir semua tumor ureter adalah karsinoma sel transtitional. Angka kejadian tumor ini sangat jarang sekitar 1 % dari seluruh tumor urogenitalia. Tumor ini biasanya terdapat pada ureter distal. Gambaran klinis Gejala yang sering dikeluhkan adalah nyeri pinggang, hematuri kambuhan atau gejala dari obstruksi oleh tumor. Lebih dari 10 % pasien ini tidak pernah

72

mengeluh dan tumor diketemukan secara tidak sengaja pada saat screening dengan USG atau pada pemeriksaan IVP. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dengan ditemukannya gejala klinis, IVP berguna untuk menemukan tumor ini dengan terlihat adanya filling defect di dalam lumen ureter, kadang terdapat hidronefrosis atau ginjal non visualized dan dalam keadaan ini dilakukan pemeriksaan pielografi retrograde. Sitologi urin diambil urine dengan memakai kateter uretre dan kadang dilakukan biopsy dengan alat brush biopsy. Pemakaian uretroskopi lebih dianjurkan untuk melihat langsung tumor dan sekaligus melakukan biopsy. Penatalaksanaan Nefroureterektomi dengan mengangkat ginjal, ureter berada di cuff buli-buli sebanyak 2 cm di sekeliling muara ureter. Untuk tumor yang terdapt pada distal ureter dapat dilakukan reseksi parsial ureter dan muaranya di kandung kemih serta neoureterovesikostomi.

TUMOR BULI-BULI
Tumor ini merupakan keganasan kedua terbanayk pada system urogenital setelah karsinoma prostat. Tumor ini dua kali lebih banyak pada pria daripada wanita. Pada daerah industry tingkat kejadian meningkat tajam. Fktor resiko yang mempermudah terjadinya karsinoma buli-buli adalah : pekerjaan ( pekerja di pabrik kimia, laboratorium, tekstil, pabrik kulit, salon sering terpapar bahan karsinogen berupa senyawa amin aromatic ), perokok, ( resiko meningkat 2-6 kali dari yang tidak merokok ), ISK ( E.coli dan proteus sp. Menghasilkan zat nitrosamine yang karsinogenik ), makanan dan obat-obatan ( kebiasaan mengkonsumsi kopi, pemanis buatan, penggunaan obat seperti siklofosfamid, fenasetin, opium dan INH dalam jangka lama juga meningkatkan resiko ). Bentuk tumor buli-buli : papiller, non-invasive ( in-situ ), noduler ( infiltrative ) atau campuran ( papiller dan infiltrative ).tumor ganas ini berkembang dari epitel yang atipik atau dysplasia yang berupa lesi yang mengalami proliferasi dan mengalamai infiltrasi ke lamina propria, otot, lemak perivesika lalu kemudian menyebar langsung ke jaringan sekitar dengan limfogen atau hematogen. Pada kelainan jinak sel epitel atipik atau dysplasia mengalami hiperplasi tanpa perubahan

73

sel atau inti. Secara histopatologis sebagian besar tumor ini adalah karsinoma sel transisional ( 90 % ), sedangkan jenis lainnya karsinoma sel skuamosa ( 10 % ) dan adenokarsinoma ( 2 % ). Gambaran klinis Perlu diwaspadai jika pasien datang dengan mengeluh hematuri yang bersifat tanpa rasa nyeri ( painless ), kambuhan ( intermiten ) dan terjadi pada seluruh miksi ( hematuri total ). Kadang terdapat gejala iritasi seperti disuria, tidak dapat menahan kemih dan polakisuri pada karsinoma in situ yang sudah mengadakan infiltrasi luas. Keluhan akibat penyakit yang lanjut seperti obstruksi saluran kemih karena retensi bekuan darah atau edema tungkai karena adanya penekanan kelenjat limfe oleh massa tumor. Diagnosis Selain melihat dari gambaran klinisnya pemeriksaan bimanual sangat berguna untuk menentukan infiltrasi. Pemeriksaan sitologi urin untuk memeriksa sel-sel urotelium yang terlepas bersama urin. Pemeriksaan antigen permukaan sel dan flow cytometri berguna untuk mendeteksi adanya kelainan kromoso sel-sel uretelium. Pada sistography dan IVP tampak filling defect dalam kandung kemih. Jika didapatkan hidroureter dan hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara ureter. CT scan dan MRI berguna untuk menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnay dan dipastikan dengan pemeriksaan histopatologi untuk jaringan tumor.

Penatalaksanaan Tindakan endoskopik merupakan terapi baku karsinoma bili-buli melalui reseksi transurethral ( TUR buli-buli ). Lalu dilakukan kemoterapi secara intravesikal dengan memberikan obat-obat Mitomisin C, BCG, 5 FU, Siklofosfamid, Doksorubisin atau dengan interferon. Dilakukan pembedahan dengan cara sistektomi radikal, parsial atau total bila penyebaran karsinoma telah sampai otot vesika. Radiasi eksterna dilakukan setelah TUR buli-buli atau setelah sistektomi. Dilakukan juga terapi adjuvant dengan kemoterapi sistemik. Jika dilakukan sistektomi radikal maka selanjutnya aliran urin dari ureter dilakukan melalui beberapa cara diversi urin, antara lain : 1. Uretrosigmoidostomi, membuat anastomosis kedua ureter kedalam sigmoid. Cara ini tidak banyak dipakai lagi karena menimbulkan bnayak penyulit. 74

2. Conduit usus, mengganti buli-buli dengan ileum sebagai penampang urin, sedangkan untuk mengeluarkan urin dipasang kateter menetap melalui sebuah stoma. Cara ini kurang praktis jadi saat ini jarang digunakan. 3. Diversi urin kontinen, mengganti buli-buli dengan segmen ileum dengan membuat stoma yang kontinen ( dapt menahan urin pada volume tertentu ), urin lalu dikeluarkan dengan melakukan kateterisasi mandiri melalui stoma secara berkala. 4. Diversi urin orthotopic, membuat neoblader dari segmen usus halus yang kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa lebih fisiologis untuk pasien, karena berkemih tetap melalui uretra dan tidak melalyui stoma yang dipasang di abdomen. Semua pasien buli-buli harus melakukan pemeriksaan secara berkala dan secara rutin dilakukan pemeriksaan klinis, sitologi urin dan sistoskopi.

TUMOR PROSTAT
Merupakan keganasan urogenital yang terbanyak. Tumor ini menyerang pada usiadiatas usia 50 tahun. Kanker ini jarang menyerang pada usia dibawah 45 tahun. Insidens ini akhir-akhir ini meningkat karena meningkatnya umur harapan hidup, penegakkan diagnosis yang lebih baik dan kewaspadaan tiap-tiap individu mengenai keganasan ini menjadi meningkat karena adanya informasi mengenai di berbagai media. Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya karsinoma prostat adalah predisposisis genetika, hormonal, diet, pengaruh kebiasaan hidup sehari hari, lingkungan dan infeksi. Kemungkinan menderita karsinoma prostat meningkat jika dalam keluarganya ada yang menderita tumor ini. Diet yang mengandung banyak lemak, susu binatang, daging merah dan hati diduga meningkatkan kejadian kanker prostat. Sedangkan vitamin A, betakaroten, isoflavon atau fitosterol pada kedelai, likofen pada tomat, selenium ( yang terdapat pada ikan laut, daging dan biji-bijian ) dan vitamin E di duga dapat menurunkan insidens kanker prostat. Keganasan prostat ini biasanya merupakan adenokarsinoma yang berasal dari kelenjar prostat yang hipotrofik pada usia decade kelima sampai ketujuh. Karsinoma prostat sering terjadi pada zona perifer ( 75 % ) dan pada zona sentral dan transtitional ( 20 % ). Biasanya karsinoma ini berupa lesi multisentrik. Derajat keganasan pada

75

tumor ini berdasarkan atas diferensiasi sel, atipik sel dan kelainan inti sel. Derajat G I yaitu berdiferensiasi baik, G II yang berdiferensiasi sedang dan G III yang berdiferensiasi buruk. Pembagian derajat keganasan ini merupakan indicator pertumbuhan daan progesifitas tumor. Tumor yang berada pada kelenjar prostat tumbuh menembus kapsul prostat dan mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya. Penyebaran secara limfogen melalui kelenjar limfe melalui kelnjar limfe daerah pelvis menuju kelenjar limfe retroperitoneal, v.lumbalis, kosta, paru, hepar, dan otak. Metastasis ke tulang umumnya bersifat osteoblastik. Gambaran klinis Pada kanker prostat dini biasanya belum menunjukkan gejala apa-apa. Kebanyakan penderita datang pada stadium lamjut dengan tanda obstruksi atau tanda metastasis ke organ lain. Kanker pada stadium dini biasanya diketahui pada saat colok dubur berupa nodul keras pada prostat atau secara kebetulan diketemukan adanya peningkatan PSA ( Prostate Specific Antigen ) pada saat pemeriksaan laboratorium. Lebih dari 10 % pasien mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, disuri atau hematuri yang menunjukkan bahwa kankaer telah menekan uretra. Walaupun jarng, kanker juga dapat menekan rectum sehingga mengeluh kesulitan BAB. Kanker prostat yang sudah metastasis ke tulang menyebabkan nyeri pada tulang, fraktur pada tempat metastasis atau kelainan neurologic jika metastasis ke tulang vertebra. Diagnosis Selain melihat dari gejala klinisnya, pemeriksan fisik yang penting adalah colok dubur. Pada stadium dini sulit dideteksi sengan colok dubur sehingga untuk mendiagnosa dibantu dengan ultrasonography transrectal ( TRUS ). Jika dicurigai ada daerah hipoekoik selanjutnya dilakukan biopsy transrectal pada area tersebut dengan bimbingan TRUS. CT scan dapat untuk mengetahui adanya metastasis. MRI lebih akurat dalam menentukan ekstensi tumor ke ekstrakapsuler atau ke vesikula seminalis. Diagnosis pasti hanya dengan pemeriksaan patologik. Sediaan biopsy dapat diperoleh dengan menggunakan jarum biopsy besar secara transrectal atau transperineal. Cara lain untuk mendapatkan bahan pemeriksaan adalah dengan aspirasi jarum halus ( fine needle aspiration = FNA ). Untuk keganasan prostat dikenal dengan petanda tumor fosfatase asam prostat ( PAP ) dan Antigen khas prostat ( Prostate Spesific Antigen ) yang sensitivitasnya 76

tinggi dan spesifisitasnya tidak terlalu tinggi, tetap lebih tinggi dibandingkan PAP. PSA kadang juga meninggi pada hipertrofi prostat dan peninggian ini proporsional dengan berat jaringan prostat. Selain untuk keperluan diagnosis, PSA dapat digunakan untuk mengikuti perkembangan penyakit atau hasil pengobatan. Pada metastasis tulang kadar PSA darah meningkat. Penatalaksanaan Tindakan yang dilakukan tergantung daripada stsium, derajat diferensiasinya dan umur harapan hidup. Pada stadium yang masih dini dilakukan observasi seumur hidup. Prostatektomi radikal dilakukan pada stadium T1-2N0M0 dengan mengangkat seluruh prostat dan vesikula seminalis, hanya pada operasi ini dapat terjadi penyulit seperti perdarahan, disfungsi ereksi dan inkontinensia. Tetapi dengan tekhnik nerve sparring dapat dicegah terjadinya penyulit. Radiasi dilakukan untuk pasien tua dan tumor yang telah mengadakan metastasis. Pemberian radiasi biasanya didahului dengan limfadektomi dan dengan cara terapi hormonal, tetapi berdasarkan teori dari hugins yaitu : sel epitel prostat akan mengalami atrofi jika sumber androgen ditiadakan. Jadi pada terapi ini dilakukan dengan pemberian obat untuk melakukan blockade androgen total.

TUMOR TESTIS
Tumor ini merupakan keganasan terbanyak pada pria yang berusia 15-35 tahun dan merupakan 1-2 % semua neoplasma pada pria. Perbaikan pada pasien ini sekarang menjadi lebih baik karena etrdapat sarana diagnosis yang lebih baik karena terdapat sarana diagmosis yang lebih baik dan diketemukan patanda tumor serta tekhnik pembedahan yang lebih baik. Penyebab tumor belum diketahui pasti, tetapi terdapat beberapa factor yang meningkatkan insidens terjadinya tumor ini, yaitu : maldesensus testis, trauma testis, atrofi atau infeksi testis dan pengaruh hormone. Sebagian bear tumor ini berasal dari sel germinal ( 95 % ) yang terdiri atas seminoma dan non seminoma sedangkan isinya berasal dari non germinal. Sifat seminoma berbeda dengan non seminoma antara lain derajat keganasannya, respons terhadap radiasi dan prognosisnya. Tumor non germinal diantaranya adalah tumor sel leydig, sel sertoli dan gonadoblastoma.

77

Tumor testis pada mulanya berupa lesi intratestikular yang akhirnya mengenai seluruh parenkim testis dan kemudian menyebar ke rete testis, epididimis, funikulus spermatikus atau bahkan ke kulit skrotum. Tunika albugenia merupakan barier bagi perjalanan tumor ke organ lain. Sehingga jika tunika ini rusak peluang sel-sel tumor untuk menyebar lebih besar. Gambaran klinis Pasien biasanya mengeluh adanya pembesaran pada testis yang biasanya tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik testis terdapat benjolan keras, padat, tidak nyeri pada palpasi dan tidak menunjukkan tanda transiluminasi. Perhatikan adnya infiltrasi tumor pada funikulus atau epididimis. Diagnosis USG dapat membedakan lesi intra testikular atau ekstra testikuler dan massa padat atau kistik. MRI digunakan untuk mnegetahui luas ekstensi tumor testis. CT scan digunakan untuk menentukan ada tidaknya metastase pada retroperitoneum. Penanda tumor juga berguna untuk membantu diagnosis, penentuan stadium tumor, monitoring respon pengobatan dan sebagai indicator prognosis tumor testis. Penanda yang paling sering diperiksa adalah AFP ( alfa feto protein ) biasa meningkat pada karsinoma embrional, teratokarsinoma atau tumor yolk sack tetapi tidak pada tumor karsinoma murni dan seminoma murni. HCG ( Hman Chorionic Gonadotropin ) biasa meningkat pada semua pasien koriokarsinoma, pasien karsinoma embrional dan seminoma murni. penatalaksanaan pada dugaan tumor testis tidak boleh dilakukan biopsy testis, karena itu bahan untuk pemeriksaan di ambil dengan orkidektomi dengan pendekatan inguinal. Biopsy atau pendekatan trans-skrotal tidak diperbolehkan karena bisa sel-sel tumor bisa menyebar. Dari hasil pemeriksaan patologi dapat dibedakan jenis seminoma atau nonseminoma. Pada jenis seminoma responnya sangat baik terhadap radiasi sedangkan jenis non-seminoma tidak sensitive sehingga dilakukan pembersihan kelenjar retroperitoneal atau retroperitoneal lymphonode dissection ( RPLND ). Pemberian sitostatika terlebih dahulu diharapkan terjadi downstaging dan ukuran tumor akan mengecil.

78

TUMOR PENIS
Tumor ganas ini terdiri dari karsinoma sel basal, melanoma, tumor mesenkim dan yang paling sering adalah karsinoma sel skuamosa. Karsinoma sel skuamosa ini berasal dari kulit preputium, glans dan batang penis. FaKtor penyebab utama adalah rangsangan lama seperti balanoprostitis kronik pada fimosis. Sirkumsisi pada masa anak dapat memperkecil terjadinya karsinoma pada kemudian hari. Karsinoma penis pada stadium awal berupa bentukan tumor papiler, lesi eksofitik, lesi datar atau lesi ulseratif. Tumor kemudian mengadakan invasi limfogen ke kelenjar limfe inguinal dan selanjutnya menyebar ke kelenjar limfe di daerah pelvis hingga subklavia. Fasia Buck berfungsi sebagai barier dan jika fasia ini telah terinfiltrasi oleh tumor sel kanker menjadi lebih mudah mengadakan invasi hematogen. Gambaran klinis Biasanya pasien datng terlambat karena malu, takut dan merasa berdosa karena mengalami penyakit seperti itu. Lesi primer berupa tumor yang kotor, berbau dan serimg mengalami infeksi, ulserasi serta perdarahan. Kadang didapatkan pembesaran kelenjat limfe inguinal yang nyeri karena infeksi atau pembesaran kelenjar limfe subklavia. Diagnosis Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan patologi dan biopsy pada lesi primer, pemeriksaan pencitraan dibutuhkan untuk menentukan penyebaran ke organ lain. Penatalaksanaan Pengelolaan tumor ini dibagi menjadi dua tahap, yang pertama ditujukan pada tumor primer yang bertujuan menghilangkan tumor secara paripurna, mencegah kekambuhan dan mempertahankan penis agar dapat miksi dengan berdiri atau dapat melakukan senggama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah sirkumsisi ( jika tomor terbatas pad preputium ), penektomi parsial ( jika tumor terbatas pada glans atau batang sebelah distal ), penektomi total dan uretrostoi perineal ( untuk tumor batang sebelah proksimal ), terapi laser dengan Nd : YAG, dengan kemoterapi dengan krim 5 FU ( untuk tumor in-situ atau eritroplasia Queryat ) dan dengan radiasi eksterna. Tahap yang kedua ditujukan terhadap metastasis pada kelenjar limfe inguinal dengan cara pemberian antibiotic setelah operasi pada lesi primer jika klenjar masih tetap ada

79

dilakukan diseksi kelenjar. Bila kelenjar terlalu besar sehingga inoperable ( tidak bisa diangkat ) maka dapat dicoba pemberia sitostatika atau radiasi paliatif dengan harapan ukurannya mengecil.

DAFTAR PUSTAKA
4. Purnomo B Basuki, in : dasar-dasar urologi FK univ.Brawijaya, 2nd ed. CV. Sagung seto, Jakarta, 2003; hal. 161 - 186
5. Sjamsuhidajat R, Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997, hal. 774 790

80

HEMATURIA

Hematuria adalah suatu keadaan dimana terdapat sel darah merah pada urine. Hematuria dapat dibagi menjadi dua yaitu gross ( dimana jumlah sel darah merah yang terdapat di urine berjumlah banyak dan dapat terlihat dengan mata telanjang) dan microscopic ( dimana jumlah sel darah merah yang terdapat di urine sedikit dan hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Microscopic hematuria biasanya secara tidak sengaja ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan urim rutin sedangkan gross hematuri biasanya membawa pasien datang berobat. Hematuria dapat berasal dari bagian manapun di sepanjang traktus uriarius, termasuk ginjal, ureter, kandung kencing, prostat, dan urethra. Diperkirakan hematuria timbul pada 2,5% sampai dengan 21% dari populasi. Pada banyak pasien tidak ditemukan penyebab hematuria yang spesifik; walaupun begitu, hematuria dapat menjadi tanda untuk infeksi, batu, ataupun keganasan pada traktus urinarius. Faktorfaktor resiko yang dapat meyebabkan timbulnya penyakit- tersebut termasuk

merokok, radiasi, pemakaian obat-obat penghilang rasa sakit secara berlebihan, dan terpapar dengan zat kimia tertentu.

Etiologi Adanya sel darah merah dala urine tidak selalu merupakan tanda dari adanya penyakit yang serius. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 9% sampai 18% dari individu normal dapat mempunyai gejala hematuria dalam tingkat tertentu. Tetapi hematuria dapat menjadi tanda dari kondisi medis yang sangat penting yang memerlukan penaganan segera. Dibawah ini adalah beberapa penyebab hematuria yang tersering: Kanker kandung kemih Kanker ginjal Kanker prostat Kanker ureter Kanker urethra Batu traktus urinarius Infeksi traktus urinarius

81

Pielonefritis Benign Prostatic Hypertrophy Penyakit ginjal Radiasi atau cystitis yang di induksi oleh zat kimia Trauma traktus urinarius Prostatitis

Diagnosis Setiap pasien dengan gross hematuria atau mikroskopik hematuria yang bermakna harus di evaluasi lebih lanjut. Langkah pertama dalah anannesa riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah urinalisa dan pemeriksaan sedimen urin. Harus dicari tanda-tanda penyakit ginjal (salah satunya proteinuria) Dan tanda-tanda infeksi saluran kemih. Jumlah sel darah merah dalam lapang pandang besar dan bentuk sel darah merah harus diperhatikan. Hal ini dapat membantu untuk memperkirakan asal perdarahan. Untuk pasien dengan lekosit pada urine nya harus dilakukan kultur urin. Pemeriksaan sitologi pada urine juga perlu dilakukan untuk mencari adanya sel-sel abnormal pada urine. Pemeriksaan ureum kreatinin darah juga perlu dilakukan untuk menilai fungsi ginjal. Pasien-pasien dengan jumlah protein yang bermakna dalam urine, bentuk sel darah merah yang abnormal, atau hasil pemeriksaan kreatinin yang tidak normal harus menjalani pemeriksaan penyakit ginjal yang lebih lanjut. Pemeriksaan radiologi ginjal dan ureter perlu dilakukan untuk mendeteksi adanya massa pada ginjal, tumor ureter dan batu pada traktus urinarius. Pemeriksaan radiologi yang paling sering dilakukan adalh IVP. Yang dilakukan dengan menyuntikkan kontras pada pembuluh darah kemudian dilakukan beberapa kali foto Rontgen selama ginjal mengeksresikan kontras tersebut. Kelemahan IVP adalah sering tidak dapat mendeteksi massa ginjal yang kecil. Pemeriksaan ini biasanya digabung dengan USG ginjal. Cara lain yang lebih baik untuk mendeteksi massa pada ginjal atau batu pada traktus urinarius adalah menggunakan CT scan. Untuk pasien dengan peningkatan kadar kreatinin dalam darah atau pasien yang alergi terhadap kontras dapat dilakukan pemeriksaan MRI atau pielografi retrograd untuk menilai traktus urinarius bagian atas.

82

Kelemahan dari pemerikasaan-pemeriksaan di atas adalah ketidakmampuan untuk secara teliti memeriksa kandung kencing. Dalam ha ini perlu dilakukan cytoscopy. Melalui cytoscopy dokter dapat memeriksa keadaan bagian dalam urethra dan kandung kencing.

83

RETENSI URIN

Definisi Retensio urine adalah suatu sindroma klinis urologi dimana trejadi penumpukan urine didalam kandung kemih karena tidak dapat berkemih sehingga kapasitas maksimal buli terlampaui.Sehingga menimbulkan keadaan yang tidak nyaman dari pasien dan ini merupakan suatu kegawat daruratan yang sering terjadi.Retensi urin bisa disebabkan oleh berbagai macam penyebab sehingga ini bukan merupakan suatu diagnosa pasti melaikan hanya gejala.Pertolongan diberikan hanya bersifat sementara,kesembuhan hanya bisa didapat dengan menghilangkan penyebab utamanya.

Anatomi Saluran kemih Pada wanita

Pada Pria

84

Anatomi dan Fisiologi Kantung kemih. Urin diproduksi pada ginjal dan dialirkan melalui ureter kedalam kantung kemih sebagai tempat penampungan sementara sebelum diekskresi keluar tubuh. Kantung kemih merupakan kantung berselimut otot-otot yang terdapat pada rongga pelvis dibelakang simpisis pubis.Disebelah depan dari rectum,pada wanita terdapat didepan dari vagina dan dibelakang dari uterus.Kantung kemih meregang jika telah terisi urin dari ginjal,kapasitasnya 300-400ml.Sedangkan produksi urin oleh ginjal sekitar 0,5-1ml/KgBB/Jam sehingga jika berat badan orang dewasa 70 diakan menghasilkan urin minimal 840-1680ml dan mengakibakan dalam keadaan normal miksi sekitar 3 s/d 4 x/hari.Pengosongan terjadi melalui kontraksi otot-otot ding-ding kantung kemih yang terjadi melalui refleks berkemih.Pertama-tama tekanan yang dihasilkan oleh urin menyebabkan aktivasi reseptor regangan pada ding-ding dalam kantung kemih ,rangsang ini dikirim sebagai impuls saraf kesaraf sepinal dan mencapai pusat dari miksi yang terdapat pada segmen S2 dan S3 ,hal ini memicu refleks spinal (refleks miksi )yang berkerja secara parasimpatis.Impuls yang dihasilkan menghantarkan balik respon kepada otot-otot dingding luar yang membungkus kantung kemih sehingga berkontraksi untuk mengosongkan kantung kemih.Impuls ini juga menuju otot-otot dingding luar uretra sehingga relaksasi agar urin dapat keluar.Ketika rangsang regang telah menurun otot-otot mengalami relaksasi kembali Pada wanita urin langsung dikeluarkan melalui uretra menuju orificium uretra eksternum .Sedangkan pada pria uretra sendiri terbagi atas uretra pars prostatika ,pars membrabnasea,pars spongiosa baru mencapai orificium uretra eksternum.

Etiologi Retensi urin 85

Dari mekanisme kerja kantung kemih serta perjalanan system ekskresi baik pada wanita maupun pria ini dapat menimbulkan kelainan/sumbatan yang menghambat terjadinya pengeluaran urin.Sehingga menyebabkan keadaan yang disebut retensi urin.

Pada wanita bisa disebabkan karena : Kelainan Intra Vesika Sumbatan akibat batu intra vesika Sumbatan akibat tumor intra vesika Sumbatan akibat gumpalan darah Kontraktur bladder neck Hipertrofi bladder neck Kelainan Neurogenik Kerusakan pusat miksi S2-S4 setinggi T12-L1 Kelainan jaras serabut sensoris parasimpatis kepusat miksi dan penghantaran serpon impuls ke otot detunsor Kelainan Miogenik Kelemahan otot-otot detunsor sehingga kontraksi tidak adekuat. Inkoordinasi antara otot detunsor dengan otot uretra pada pasien cidera kauda ekuina Kelainan Uretra Striktura Trauma. Fistula. Ruptura. Fibrosis Infeksi saluran kemih

Pada pria bisa disebabkan karena : Kelaina Intra Vesika Sumbatan akibat batu intra vesika Sumbatan akibat tumor intra vesika Sumbatan akibat gumpalan darah Kontraktur bladder neck Hipertrofi bladder neck Kelainan Neurogenik Kerusakan pusat miksi S2-S4 setinggi T12-L1 Kelainan jaras serabut sensoris parasimpatis kepusat miksi dan penghantaran serpon impuls ke otot detunsor Kelainan Miogenik Kelemahan otot-otot detunsor sehingga kontraksi tidak

86

adekuat. Inkoordinasi antara otot detunsor dengan otot uretra pada pasien cidera kauda ekuina Kelainan Uretra Pembesaran portat sehingga menghambat aliran diuretra pars prosstatika (BPH/Ca-prostat/Kista) Striktura Trauma. Fistula. Ruptura. Infeksi saluran kemih Batu uretra Divertikulum Fimosis/Parafimosis Kelainan muara uretra Ulkus/Tumor penis

Patogenesa dan Komplikasi 1. Perubahan urethra karena adanya lesi proximal yang menyebabkan dilatasi. 2. Perubahan vesica, dapat terjadi kompensasi dan dekompensasi. Pada kompensasi akan menyebabkan hipertrofi otot detrusor dan hipertofi otot trigonum. Pada dekompensasi terjadi melemahnya otot detrusor yang akan menjadi atoni sehingga terjadi retensio urine ( parsial atau total ). Pada hipertrofi trigonum terjadi obstruksi sekunder ureter intravesical, dan terjadi peregangan yang menyebab kan retensio urine. Keadaan tersebut

menyebabkan mekanisme back pressure terhadap kedua ginjal. Jika retensio tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi dekompensasi U-V junction dan menyebabkan reflux. Back pressure berserta relux menyebabkan kerusakan ginjal menjadi lebih cepat. 3. Perubahan ureter, pada mulanya ureter masih dapat mengadakan kompensasi, namun nantinya akan terjadi dekompensasi, ureter akan melebar dan memanjang, yang nantinya akan manjadi atonia. 4. Perubahan pelviocalices, keadaan diatas akan berlanjut menjadi hidronefrosis. Hidronefrosis ada tiga tingkat, yaitu dilatasi pelviocalices, papilae mendatar, calices minor melembung. 5. Perubahan parenkim ginjal. Merupakan akibat dari distensi peliviocalices, sehingga vasa arcuata terjepit dan akan menjadi atrofi iskemik, yang akan menyebabkan fungsi ginjal berkurang.

87

Gejala Klinis Retensi Totalis  Sama sekali tidak dapat miksi  Gelisah  Sakit suprasimfisis  Mengejan  Overflow inkontinentia- incontinentia paradoxal Diagnosis  Pada pemeriksaan fisik : VU mengembang (dengan palpasi disekitar pubikum)  Balottemen positif pada VU  Dapat dilakukan Rektal Taucher untuk menggetahui apakah ada pembesara prostat

Pemeriksaan penujang Rontgen:Photo BNO-IVU USG buli-buli USG Prostat Sistografi Uretrografi

Terapi Untuk penanganan setelah diagnosa retensio urine total maka harus dilakukan drainage dengan pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih dan mencari causanya secara pasti.Pengosongan dilakukan dengan pemasangan kateter sebagai pertolongan pertama kepada pasien agar tidak menimbulkan gejala komplikasi lainya.Jika kateter tidak berhasil dapat dilakukan cystostomia dengan abocath sampai vesica kosong.Penyebab harus diketahui dengan cepat agar keadaan cepat ditangan,musti melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.

88

Gambar diatas menunjukkan berbagai macam kateter. A. Kateter Malecot, B. Kateter de Pezzer, C. Kateter Tienmann, D. Kateter Foley, 1. Lumen. 2. Saluran untuk mengisi balon. 3. Balon, E. Ukuran Cahrriere

DAFTAR PUSTAKA

1.

Sjamsuhidajat.R; De Jong.W, Editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Cetakan Pertama, Penerbit EGC; Jakarta.1997. 1058-1064.

2.

Purnomo.BB. Dasar dasar Urologi. Edisi Kedua, Pererbit CV Sagung Seto; Jakarta 2003. 69-85.

3.

Sabiston. DC; alih bahasa: Andrianto.P; Editor Ronardy DH. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit EGC; Jakarta.1994. 479-481.

4.

Retensio Urin,emedicine.com

89

Infertilitas pada Pria


Etiologi Pre Testikuler Kelainan pada hipotalamus o Defisiensi hormon gondotropin yaitu LH, dan FSH Kelainan pada hipofisis o Insufisiensi hipofisis oleh karena tumor, radiasi atau operasi o Hiperprolaktinemia o Hemokromatosis o Substitusi/terapi hormone yang berlebihan Testikuler o Anomaly kromososm o Anorkhismus bilateral o Gonadoktosin : obat-obatan, radiasi o Orkitis o Trauma testis o Penyakit sistemik : gagal ginjal, gagal hepar, anemi bulan sabit o Kriptorkismus o varikokel Pasca Testikuler Gangguan transportasi sperma o congenital bilateral absent of the vas deferens (CBAVD) o obstruksi vas deferens/epididimis akibat infeksi atau vasektomi o disfungsi ereksi, gangguan emisi dan gangguan ejakulasi kelainan fungsi dan motilitas sperma o kelainan bawaan ekor sperma o gangguan maturasi sperma o kelainan imunologik o infeksi

90

Evaluasi dan Diagnosis Evaluasi dari pihak pria meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis: 1. riwayat seksual y libido/potensi seksual, frekuensi senggama, penggunaan lubrikan pada saat senggama 2. riwayat penyakit dahulu a. penyakit sistemik (DM, gangguan faal ginjal, faal liver, fungsi tiroid), ISK, mump, sering menderita episode febris, trauma, torsio testis b. riwayat pemakaian obat-obatan jangka lama: marijuana dan steroid c. riwayat operasi: pasca herniorafi, orkidopeksi, pembedahan pada retroperitoneal d. pekerjaan dan kebiasaan: perokok, alkohol, terpapar oleh radiasi, pestisida 3. riwayat reproduksi pasangannya (fertil)

Pemeriksaan fisik 1. pemeriksaan fisik umum: fisik tubuh kekar, ginekomasti, galaktore, anosmia, penyempitan lapang pandang (visual field) 2. pemeriksaan genitalia jaringan parut (bekas herniotomi atau bekas orkidopeksi/orkidodektomi), keadaan testis (jumlah, ukuran, dan konsistensi), varikokel, epididimitis, vas deferens menebal atau tak teraba, hipospadi atau pemnyempitan muara uretra 3. colok dubur: menilai pembesaran/nyeri prostat, keadaan versikula seminalis, dan reflex bulbokavernosus

Pemeriksaan penunjang: 1. analisis semen 2. pemeriksaan hormon 3. pemeriksaan imunologik 4. biopsi testis 5. uji fungsi sperma 91

Terapi Medikamentosa Kelainan-kelainan yang mungkin masih dapat dikoreksi secara

medikamentosa adalah : defisiensi hormone, reaksi imunologik antibody antisperma, infeksi, dan ejakulasi retrograde. Pada hipogonadotropik-hipogonadismus (hipogonadismus sekunder) dapat dicoba diberikan LH untuk merangsang sel Leydig memproduksi testosteron; kemudian diberikan hormon Human Chorionic Gonadotropin (HCG). Adanya antibodi antisperma yag didapatkan pada pemeriksaan imunologik dapat dicoba dengan pemberian kortikosteroid. Ejakulasi retrograd dapat diberikan golongan adrenergik alfa atau trisiklik antidepresan (imipramin) yang dapat menyebabkan kontraksi leher ke buli pada saat emisi sperma pada uretra posterior.

Pembedahan Usaha pembedahan yang dilakukan ditujukan pada tempat kelainan penyebab infertilitas yaitu operasi pada organ pre testikulaer, koreksi terhadap penyebab kerusakan testis, dan koreksi saluran yang membuntu penyaluran sperma. Tindakan itu dapat berupa: 1. adenomektomi hipofisis pada adenoma hipofisis 2. varikokel yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada

spermatogonium dilakukan operasi vasoligasi tinggi atau varikokelektomi 3. jika terdapat pembutuan pada vas deferens karena infeksi atau setelah menjalani vasektomi dilakukan penyambungan kembali vas deferens atau vaso vasostomi. Sedangkan pada pembuntuan yang lebih proximal yaitu pada epididimis dilakukan penyambungan epididimo-vasostomi yaitu

penyambungan epididimis dengan vas deferens. Melalui teknik bedah mikroskopik angka keberhasilan penyambungan vas deferens (yang ditandai dengan terdapatnya sperna pada ejakulat) 80-90 % sedangkan angka 50-60%

keberhasilan fungsional (pasangan menjadi hamil)

4. pembuntuan pada duktus ejakulatorius dilakukan reseksi transuretral.

92

You might also like