You are on page 1of 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sistem Daya Listrik Beberapa negara termasuk Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar

sebesar 50 Hz, dengan toleransi 0,6 Hz (49,4 50,6 Hz) [17]. Terdapat tiga standar kualitas yang berhubungan dengan daya, antara lain: 1. Daya Aktif Daya aktif adalah jumlah daya yang terpakai untuk melakukan energi yang sebenarnya. Daya yang diserap oleh beban sama dengan jatuh tegangan (voltage drop) pada beban tersebut dikalikan dengan arus yang mengalir melewati beban [1]. Rumus daya listrik secara umum dinyatakan dalam persamaan 2.1 [4]. P = V . I . cos dimana, P = daya listrik (watt) V = tegangan kerja rangkaian (volt) I = arus yang mengalir (ampere) = beda fasa antara tegangan dan arus (dalam derajat) (2.1)

Daya aktif inilah yang biasanya dikonversikan dalam bentuk kerja. Daya aktif sangat dibutuhkan oleh beban untuk dapat bekerja dengan baik. Dalam energi listrik, daya dikatakan baik apabila nilai dari arus adalah sefasa dengan tegangan. 2. Daya Reaktif Daya reaktif adalah suatu daya yang biasanya digunakan elemen reaktif seperti induktor dan kapasitor. Daya ini merupakan daya yang dibutuhkan untuk pembentukkan medan magnet. Umumnya daya reaktif dilambangkan dengan notasi Q dan dinyatakan dengan persamaan 2.2 [5]. Q = V . I . sin dimana, Q = daya reaktif (VAR) (2.2)

3.

Daya Nyata Daya nyata (apparent power) adalah daya yang diproduksi oleh perusahaan

sumber listrik untuk didistribusikan ke konsumen, yaitu hasil perkalian antara harga rms (root mean square) dari tegangan dan arus dalam suatu jaringan. Nilai rms merupakan nilai efektif dalam suatu pengukuran. Daya nyata (S) dinyatakan melalui persamaan 2.3. S=V.I dimana, S = daya nyata (VA) (2.3)

Harga rms atau nilai efektif dari tegangan dan arus ditentukan dengan persamaan 2.4 dan 2.5 [7]. (2.4) (2.5) dimana, = tegangan rms (volt) = arus rms (ampere) V1 = tegangan fundamental (volt) I1 = arus fundamental (ampere)

V1 dan I1 adalah nilai amplitudo dari tegangan dan arus. Angka 1 menyatakan pada frekuensi fundamental. Pada keadaan non-sinusoidal, distorsi gelombang harmonisa terbentuk dari gelombang sinus pada frekuensi harmonisanya dengan amplitudo yang berbeda. Jika nilai tegangan dan arus sudah diketahui, maka perhitungan untuk daya nyata P dan daya reaktif Q dapat dilakukan. Kuantitas yang dibentuk ini disebut juga sebagai daya kompleks. Dalam bentuk kompleks, daya nyata dinyatakan lewat persamaan 2.6 [1]. S = P + jQ (2.6)

Hubungan antara daya aktif, daya reaktif dan daya nyata dapat dinyatakan dalam hubungan segitiga daya, yang ditunjukkan Gambar 2.1 [12].

P
Sudut faktor daya

Q S

Gambar 2.1 Segitiga Daya

2.1.1 Impedansi Sistem Transmisi Dalam menganalisis sistem transmisi, dibutuhkan data impedansi dalam sistem transmisi tersebut. Perhitungan impedansi dari sistem transmisi memerlukan data daya hubung singkat (short circuit power). Umumnya impedansi terdiri dari elemen resistor (R) dan induktor (L) yang tersusun sebagai sumber impedansi seri. Nilai R dan L dapat diperoleh melalui persamaan 2.7 dan 2.8 [14]. R L= dimana, Ssc = daya hubung singkat (short circuit) (MVA)


(2.7) (2.8)

Dengan nilai R dan L yang sudah didapat, maka impedansi saluran dapat dicari yaitu sesuai dengan persamaan 2.9. Z= (2.9)

2.1.2 Faktor Daya Faktor daya (power factor, PF), biasanya disebut cos , merupakan harga perbandingan antara daya aktif (P) dengan daya nyata (S), sesuai persamaan 2.10 [8]. Jika beban listrik bersifat induktif, maka fasa arus akan tertinggal dari fasa tegangan sebesar . Keadaan ini disebut lagging (tertinggal). Tetapi jika beban listrik bersifat kapasitif, maka fasa arus akan mendahului fasa tegangan dan kondisi ini disebut leading (mendahului). PF = cos =
 

(2.10)

Faktor daya yang baik adalah faktor daya yang bernilai besar. Secara teori, faktor daya dapat mencapai 100 % (atau bernilai 1). Namun dalam kenyataannya faktor daya tidak dapat mencapai 100 %. Jika rangkaian beban mempunyai faktor daya mendekati 1, maka besar arus yang mengalir akan mencapai nilai minimumnya, dan sebaliknya. Pada rangkaian beban non-linear dimana arus harmonisa timbul, maka nilai faktor daya dibedakan menjadi dua, antara lain: 1. Displacement Power Factor (DPF) Rasio ini membandingkan antara daya aktif dengan daya nyata pada frekuensi fundamental. Rasio ini ekuivalen dengan nilai cos frekuensi fundamental tersebut. 2. Power Factor (PF) Rasio ini membandingkan daya aktif dengan daya nyata pada semua harmonisa yang terjadi. Faktor daya ini merupakan faktor daya yang sebenarnya dari seluruh beban, baik beban linear maupun beban non-linear. pada

2.1.3 Satuan Per-Unit Definisi per-unit (pu) untuk suatu kualitas adalah perbandingan kuantitas suatu nilai yang sebenarnya terhadap nilai dasarnya. Persamaan dalam menentukan nilai per-unit ditunjukkan pada persamaan 2.11 dan dinyatakan dalam desimal. Metode perbandingannya (persentase) adalah seratus kali nilai dalam per-unit. Metode per-unit memiliki kelebihan dibanding metode persentase, karena hasil perkalian dari dua kualitas yang dinyatakan dalam per unit sudah langsung diperoleh dalam per-unit juga. Sedangkan hasil perkalian dari dua kualitas dalam persentase masih harus dibagi dengan seratus untuk mendapatkan hasil dalam persentase. Penulis menggunakan satuan per-unit baik dalam perhitungan maupun dalam simulasi program. Nilai per-unit =
 

(2.11)

2.2

Parameter Kualitas Tegangan Tegangan yang baik adalah tegangan dengan faktor daya yang mendek 1, ati

dan dengan toleransi frekuensi tidak lebih dari 0,6 Hz [17]. Kualitas tegangan

dipengaruhi oleh berbagai faktor gangguan, diantaranya adalah voltage swell, interupsi, voltage flicker, voltage dip, harmonisa dan gangguan hubung singkat. Semakin besar nilai kandungan harmonisa, maka akan semakin menurunkan kualitas tegangan. Begitu pula akan masalah voltage dip yang walaupun terjadi dalam waktu singkat, namun dapat merusak peralatan elektronika.

2.2.1 Voltage Swell Voltage swell didefinisikan sebagai peningkatan tegangan frekuensi fundamental dalam waktu yang singkat. Voltage swell dapat terjadi pada pengawatan gedung atau pada jalur luar aliran daya. Dalam pengamatan yang terjadi selama ini, voltage swell terjadi dengan besaran yang begitu kecil, yaitu 2 s/d 3 % dari total daya. Umumnya voltage swell dapat merusak lampu, motor dan peralatan elektronika. Parameter besaran voltage swell adalah antara 1,1 s/d 1,8 pu dalam tegangan rms atau arus rms dengan durasi 0,5 detik hingga satu menit. Definisi voltage swell atau voltage dip telah ada sekitar 15 tahun yang lalu, yaitu oleh komunitas Eropa yang awalnya mengamati setiap pengurangan daya yang terjadi pada batasan 1 siklus dan 2,55 detik. Voltage swell mirip dengan voltage dip yaitu pada durasi dan besar amplitudonya [15].

2.2.2 Interupsi Suatu interupsi terjadi ketika tegangan suplai (atau arus beban) menurun hingga kurang dari 0,1 pu dengan periode tidak lebih dari satu menit. Gambar 2.2 menunjukkan bentuk gangguan interupsi serta beberapa bentuk gangguan lainnya.

2.2.3 Voltage Flicker Perubahan yang sangat cepat pada tegangan suplai disebut dengan voltage flicker. Penyebab utama gangguan flicker pada transmisi dan distribusi adalah dapur busur listrik. Voltage flicker merupakan gangguan khusus dan sering dihubungkan dengan penglihatan manusia yang peka terhadap kelap-kelip bola lampu pijar. Menurut beberapa peneliti, ada yang mengatakan bahwa besar voltage flicker adalah 3 % dari tegangan nominal. Namun ada juga yang

10

mengatakan sebesar 5 %, bahkan dapat mencapai 10 % untuk kejadianswit i tertentu. Sumber IEEE mengatakan bahwa dalam kisaran 4 s/d 7 % [15]. lt fli

terjadi dengan besar

Gambar 2.2 Beberapa Jenis Gangguan Tegangan

2.2.4 Harmoni a T angan Harmonisa merupakan suatu permasalahan yang terjadi akibat

dioperasikannya beban non-linear. Beban non-linear mengganggu gelombang tegangan yang sinusoidal, yang mengakibatkan bentuk gelombang keluarannya menjadi tidak sama dengan gelombang masukannya (mengalami distorsi . istorsi gelombang ini timbul karena adanya pembentukan gelombang gelombang dengan frekuensi yang berbeda dari frekuensi dasarnya yaitu dikenal , sebagai frekuensi harmonisa. Gelombang-gelombang ini menumpang pada gelombang aslinya, sehingga terbentuklah gelombang cacat. Terdapat beberapa komponen harmonisa dalam suatu periode gelombang sinus yang terdistorsi, misalnya harmonisa ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya. Besarnya frekuensi harmonisa sesuai dengan persamaan 2.12. Gambar 2.3 menujukkan gelombang tegangan fundamental, harmonisa kedua, dan harmonisa ketiga.
 

f = xf


(2.12)

dimana, n = bilangan bulat positif f = frekuensi fundamental




11

V1 1 siklus V2

Fundamental V1 sin t

Harmonisa ke-2 V2 sin 2 t 1 siklus Harmonisa ke-3 V3 sin 3 t 1 siklus

V3

Gambar 2.3 Tegangan Fundamental, Harmonisa Kedua, dan Harmonisa Ketiga

2.2.4.1 Sumber Harmonisa Umumnya beban non-linear merupakan adalah sumber penyebab harmonisa, dimana proses kerjanya berlaku sebagai saklar yang bekerja pada setiap siklus gelombang dari sumber tegangan. Proses kerja ini tidak sejalan dengan sumber tegangan yang kontinu dan akan membuat gangguan (distorsi) gelombang yang tidak sinusoidal. Beberapa peralatan elektronik yang dapat menyebabkan timbulnya harmonisa antara lain seperti motor listrik, komputer, televisi, dan konverter. Peralatan ini dirancang untuk menggunakan arus listrik secara hemat dan efisien. Selain itu, peralatan elektronik ini juga merupakan beban yang dapat berubah-ubah dari waktu ke waktu dengan sangat cepat dan secara non-linear.

2.2.4.2 Standar Harmonisa Standar harmonisa adalah berdasarkan standar dari IEEE 519-1992. Ada dua kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi distorsi harmonisa. Yang pertama adalah batas untuk harmonisa arus ditentukan oleh perbandingan dari . Isc

adalah arus hubung singkat pada PCC (Point of Common Coupling), dan IL adalah arus beban nominal. Yang kedua adalah batas untuk harmonisa tegangan (VTHD), ditentukan dari besarnya tegangan sistem yang dipakai atau yang terpasang. Untuk menentukan nilai Isc dapat dicari dengan persamaan 2.13. Batasan tegangan dan

12

arus harmonisa yang diijinkan ditunjukkan secara berturut-turut pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 [13]. (2.13) dimana, S = daya trafo (MVA)

Z% = impedansi transformator (%) VLL = tegangan fasa-fasa (V) ISC = arus hubung singkat (A) Tabel 2.1 Limit Distorsi Tegangan Harmonisa Ma simum Distortion Individual Harmonic Total Harmonic V 69kV 3.0 5.0


System Voltage 69 kV < V < 138 kV 1.5 2.5 V > 138 kV 1.0 1.5

Tabel 2.2 Limit Distorsi Arus Harmonisa Untuk Sistem Distribusi MAXIMUM HARMONIC CURRENT DISTORTION In % of fundamental HARMONIC ORDER (ODD HARMONICS) Total Harmonic 17 h < 23 h < < 11 11 h17 35 h Distortion 23 35 Individual Harmonic Distortion (IHD %) (THD %) 4.0 2.0 1.5 0.6 0.3 5.0 7.0 3.5 2.5 1.0 0.5 8.0 10.0 4.5 4.0 1.5 0.7 12.0 12.0 5.5 5.0 2.0 1.0 15.0 15.0 7.0 6.0 2.5 1.4 20.0

Isc / IL < 20 20 - 50 50 - 100 100 -1000 > 1000

2.2.4.3 Jenis Harmonisa Berdasarkan urutan obyeknya, harmonisa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu harmonisa genap dan harmonisa ganjil. Harmonisa pertama tidak dapat disebut harmonisa ganjil karena merupakan komponen frekuensi fundamental. Menurut urutan fasanya, harmonisa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu harmonisa urutan positif, urutan negatif, dan urutan nol. Harmonisa urutan positif

13

mempunyai urutan yang sama dengan harmonisa dasarnya. Harmonisa urutan negatif mempunyai urutan fasa yang berlawanan dengan harmonisa dasarnya. Sedangkan harmonisa urutan nol tidak menghasilkan suatu perputaran medan di kedua arah.

2.2.4.4 Individual dan Total Harmonic Distortion (IHD & THD) Individual Harmonic Distortion (IHD) adalah perbandingan antara nilai rms dari harmonisa individual terhadap nilai rms fundamentalnya, yaitu dinyatakan dengan persamaaan 2.14. IHD =
      

(2.14)

Sedangkan Total Harmonic Distortion (THD) adalah perbandingan antara nilai rms dari seluruh komponen harmonisa terhadap nilai rms dari nilai fundamentalnya. Nilai THD inilah yang digunakan untuk mengukur besarnya penyimpangan dari bentuk gelombang periodik yang mengandung harmonisa pada gelombang sinusoidal murninya. Nilai THD untuk gelombang sinusoidal sempurna adalah 0 %. Untuk mencari nilai THD untuk tegangan dan arus dapat menggunakan persamaan 2.15 dan 2.16.





(2.15) (2.16)

dimana, In = komponen harmonisa I1 = komponen fundamental k = komponen maksimum harmonisa yang diamati

2.2.5 Voltage Dip Salah satu persoalan terbesar mengenai kualitas daya sekarang ini adalah voltage dip. Gangguan ini merupakan gangguan dengan waktu yang singkat. Besarnya jatuh tegangan dan durasi yang termasuk dalam kategori voltage dip adalah 0,1 sampai 0,9 per unit (pu) selama 0,5 siklus sampai 1 menit [9]. Dalam sistem tenaga listrik, dikenal akan adanya tegangan simetris dan tegangan tidak

14

simetris. Demikian pula voltage dip dapat terjadi baik pada kondisi simetris maupun tidak simetris.

2.2.5.1 Voltage Dip Simetris Voltage dip umumnya disebabkan oleh arus hubung singkat. Penjelasan sederhananya ditunjukkan pada Gambar 2.4. Voltage dip simetris hanya terjadi pada hubungan 3 fasa seimbang. Fasa dan besar dari voltage dip pada point of common coupling (PCC) ditentukan oleh gangguan dan impedansi suplai. Voltage dip dapat disederhanakan ke dalam tiga parameter, antara lain: 1. 2. 3. Tegangan selama voltage dip ( Lamanya voltage dip ( Lompatan fasa ( )
E
Beban

Zs
Tegangan Suplai PCC Gangguan

ZF

Gambar 2.4 Gangguan Voltage Dip

Vpre-dip

Vmissing
N dip

Vdip
Gambar 2.5 Diagram Vektor Voltage Dip

Gangguan voltage dip seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 akan memberikan pengaruh pada sistem. Gangguan tersebut akan terukur pada PCC (point of common coupling) dan memberikan pengaruh baik kepada beban

15

maupun terhadap sumber tegangan. Gangguan voltage dip mempunyai besaran impedansi (Zfault) yang dapat mempengaruhi beban, yaitu seperti memperkecil tegangan beban. Besarnya gangguan voltage dip dapat dihitung dengan menggunakan impedansi gangguan tersebut, yaitu ditunjukkan pada persamaan 2.17 [2]. Sedangkan Gambar 2.5 menunjukkan diagram vektor dari voltage dip. Lompatan sudut fasa yang terjadi dapat diperoleh melalui persamaan 2.18 [10]. merupakan tegangan yang hilang saat gangguan voltage dip terjadi. Definisi suatu voltage dip dinyatakan dengan persamaan 2.19 [2].
 

(2.17)
 

(2.18) (2.19)

dimana, Vdip E Zfault

= voltage dip = tegangan suplai = impedansi gangguan

Zsupply = impedansi suplai = sudut voltage dip XF RF Xs = reaktansi gangguan = resistansi gangguan = reaktansi suplai

Vpre-dip = tegangan sebelum gangguan voltage dip Vmissing = tegangan yang hilang

2.2.5.2 Voltage Dip Tidak Simetris Distribusi dari voltage dip yang tercatat dalam survei adalah tidak simetris. Sekitar 68 % dihasilkan dari gangguan satu fasa, 19 % dari gangguan dua fasa, dan hanya 13 % dari gangguan tiga fasa. Dengan demikian, sekitar 87 % dari voltage dip dalam keadaan tidak simetris [2]. Fakta ini sangat mempengaruhi desain dan kontrol dari DVR. Gambar 2.6 menyatakan voltage dip yang dihubungkan dengan gangguan dalam suatu sistem yang diketanahkan langsung.

16

VT VS a) VR

VT VS b) VR VS c)

VT VR

Gambar 2.6 Voltage Dip Dari Gangguan Hubung Singkat

Gambar 2.6 (a) menunjukkan voltage dip pada gangguan tiga fasa. Panah dengan garis putus-putus merupakan tegangan yang hilang karena gangguan voltage dip. Gangguan voltage dip yang terjadi pada sistem dua fasa dapat menyebabkan terjadinya pergeseran fasa, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 (b). Sedangkan Gambar 2.6 (c) menunjukkan gangguan voltage dip pada satu fasa. Panah yang memendek menunjukkan tegangan yang terukur menjadi berkurang dari tegangan nominal karena adanya gangguan voltage dip.

2.2.5.3 Durasi Voltage Dip Setiap gangguan yang terjadi memberikan dampak yang berbeda-beda, termasuk mengenai dampaknya pada durasi gangguan voltage dip. Gambar 2.7 menjelaskan bagaimana durasi suatu gangguan yang umumnya terjadi dan dapat menyebabkan voltage dip, antara lain [2]: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Gangguan sistem transmisi Gangguan sistem distribusi yang jauh Gangguan sistem distribusi lokal Starting motor besar Gangguan-gangguan hubung singkat Fuse (sekering)

17

Gambar 2.7 Voltage Dip Dengan Berbagai Sebab Dalam Suatu Plot Durasi

Gangguan pada sistem transmisi umumnya terjadi dalam durasi yang singkat, namun gangguan voltage dip yang terjadi dapat mencapai hingga 50 % dari tegangan nominal, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7 nomor 1. Gambar 2.7 nomor 2 menunjukkan gangguan distribusi yang jauh. Gangguan yang terjadi tidak besar, namun dapat terjadi dalam durasi yang lebih panjang dari gangguan yang terjadi pada sistem transmisi. Gambar 2.7 nomor 3 dan nomor 6 secara berturut-turut merupakan gangguan distribusi lokal dan gangguan karena fuse yang rusak. Besaran gangguan yang terjadi hampir sama, perbedaannya terletak pada durasi dan waktu terjadinya gangguan. Gambar 2.7 nomor 4 menunjukkan gangguan karena starting motor besar. Gangguan ini dapat terjadi dengan durasi yang cukup panjang dengan nilai gangguan yang besar. Gangguan hubung singkat ditunjukkan pada Gambar 2.7 nomor 5. Gangguan ini dapat terjadi dengan durasi yang cukup lama bila dibandingkan dengan faktor gangguan lainnya.

2.3

Pengontrol Elektronika Daya Untuk Mitigasi Voltage Dip Begitu banyak peralatan CUPS (custom power systems) yang tersedia di

pasaran sekarang ini, yaitu seperti active power filter (APF), distribution static synchronous compensator (DSTATCOM), distribution series capacitors (DSC), dynamic voltage restorer (DVR), surge arresters (SA), static var compensator (SVC), dan uninterruptible power supplies (UPS) [2].

18

2.3.1 Pengontrol Shunt Pengontrol shunt telah digunakan secara luas untuk menstabilkan tegangan pada titik tertentu. Jika pengontrol tersebut diperlengkapi dengan VSC, maka peralatan tersebut dikenal dengan static compensators (STATCOM), static condensers (STATCON), atau advanced static var compensators (ASVC) [2]. Perlengkapan shunt efektif dalam mengkompensasi tegangan rendah yang dilakukan dengan menginjeksi daya reaktif. Sulit untuk mengkompensasi voltage dip dengan injeksi arus, karena impedansi sumber umumnya kecil sedangkan injeksi arus harus sangat besar untuk memperbaiki tegangan beban Kompensasi . suatu voltage dip dengan pengontrol shunt ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Isuplai Zsuplai Ibeban
+ +

I injeksi Isuplai
Vbeban

Vsuplai

Isuplai Vsuplai

Vsuplai
-

I injeksi

Beban

Vbeban
(a)

Vbeban
(c)

(b)

Gambar 2.8 Pengontrol Shunt Untuk Kompensasi Voltage Dip

Gambar 2.8 (a) menunjukkan diagram sirkuit pengontrol shunt, dimana injeksi arus dilakukan secara paralel terhadap beban. Gambar 2.8 (b) menunjukkan diagram vektor pada kondisi normal. Dan Gambar 2.8 (c) menunjukkan diagram vektor kompensasi saat terjadi voltage dip.

2.3.2 Pengontrol Series Pengontrol series digunakan untuk mengontrol tegangan fundamental. Peralatan ini dikenal dengan dynamic voltage restorer (DVR). Jika peralatan tersebut hanya menginjeksikan daya reaktif, maka peralatan tersebut dikenal sebagai series var compensator (SVC). Gambar 2.9 menunjukkan rangkaian dasar pengontrol series beserta diagram vektor untuk kompensasi.

19

Isuplai

Vinjeksi Zsuplai
+

Isuplai
+ +

Vsuplai

Vsuplai Vinjeksi Isuplai

Vsuplai
-

Beban

Vbeban

Vbeban
-

Vbeban

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.9 Pengontrol Series Untuk Mengkompensasi Voltage Dip

Gambar 2.9 (a) menujukkan diagram sirkuit pengontrol series. Tegangan injeksi dilakukan secara seri terhadap beban. Gambar 2.9 (b) menujukkan diagram vektor pada saat kondisi normal, dan Gambar 2.9 (c) merupakan diagram vektor untuk kompensasi voltage dip. Tegangan injeksi memperbaiki tegangan beban yang dilakukan dengan menambah tegangan suplai.

2.3.3 Kombinasi Pengontrol Shunt Dan Series Kombinasi antara pengontrol shunt dan series untuk mengontrol tegangan beban dikenal sebagai unified power quality conditioner (UPQC). Gambar 2.10 menjelaskan dua metode koneksi yang memungkinkan. Kedua pengontrol dapat bertukar daya reaktif dengan jaringan dan daya aktif dapat dipindahkan diantara pengontrol.
Isuplai Vseri Zsuplai
+ + + + + +

I suplai

Zsuplai

Vseri

Vsuplai
-

Ishunt

Beban

Vbeban
-

Vsuplai
-

Ishunt

Beban

Vbeban
-

(a)

(b)

Gambar 2.10 Pengontrol Unified

20

Gambar 2.10 (a) menujukkan pengontrol unified dengan susunan shunt-series dan Gambar 2.10 (b) menunjukkan pengontrol unified dalam hubungan series-shunt. Perbedaan kedua pengontrol tersebut terletak pada urutan kerja antara pengontrol secara paralel dan pengontrol secara seri.

2.4

Dynamic Voltage Restorer Penelitian terhadap DVR terus dilakukan dan telah berkembang mengenai

perancangan suatu DVR. Gambar 2.11 menunjukkan elemen-elemen yang terdapat dalam suatu DVR pada umumnya dan berikut ini menjelaskan elemenelemen dasar suatu DVR tersebut, antara lain: 1. Konverter; Konverter yang dimaksud serupa dengan voltage source inverter (VSI), dimana pulse width modulates (PWM) dengan sumber daya DC atau penyimpan tegangan diinjeksikan ke sistem. 2. Filter; Filter disisipkan untuk mengurangi harmonisa switching yang dihasilkan oleh konveter. 3. Transformator injeksi; Dalam kebanyakan aplikasi, DVR dilengkapi dengan trafo injeksi yang bertugas menginjeksikan tegangan hasil DVR ke dalam jaringan. 4. Penyimpan energi dan sumber DC; sumber DC digunakan oleh VSC untuk menghasilkan tegangan AC ke dalam jaringan selama voltage dip terjadi. 5. Peralatan by-pass; Dibutuhkan peralatn pemutus bila terjadi gangguan di dalam system. Oleh karena itu, tegangan lebih dan arus beban harus diperhatikan.

21

Gambar 2.11 Elemen Dasar DVR dalam Representasi Satu Fasa

Tegangan yang terukur pada beban dibaca oleh regulator tegangan untuk memberikan sinyal komando kepada voltage source inverter (VSI). Sinyal komando tersebut berupa pulsa atau dikenal sebagai pulse witdh modulation (PWM). Sinyal pulsa ini diresponi oleh inverter yang dicatu daya DC untuk menghasilkan tegangan AC saat terjadi gangguan. Karena inverter merupakan piranti semikonduktor dan dicatu oleh tegangan DC, maka tegangan yang dihasilkan tidak murni sinusoidal (berupa tegangan kotak) dan juga mengandung harmonisa. Untuk itu diperlukan filter untuk mengubahnya menjadi tegangan sinusoidal. Tegangan yang dihasilkan oleh inverter kemudian diinjeksikan kembali ke dalam sistem melalui transformator injeksi. Sistem DVR terkadang ditambahkan mekanika by-pass sebagai piranti penahan yang menjaga sistem bila DVR menghasilkan tegangan atau arus yang terlalu besar.

2.4.1 Inverter Inverter merupakan suatu peralatan yang digunakan untuk mengkoversikan daya listrik arus searah (DC) menjadi arus listrik bolak-balik (AC). Salah satu cara metode pensaklaran dalam inverter adalah dengan PWM.

22

2.4.1.1 Klasifikasi Inverter Secara umum, inverter dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu inverter 1 fasa dan inverter 3 fasa. Inverter juga dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu inverter sumber tegangan (VSI=Voltage Source Inverter) dan inverter sumber arus (CSI=Current Source Inverter).

2.4.1.2 Prinsip Kerja Voltage Source Inverter Gambar 2.12 Menunjukkan rangkaian dasar suatu VSI. Jika posisi sakelar ada pada posisi satu (sakelar S1 dan S2 dalam kondisi on), maka beban akan dialiri listrik dari arah kiri ke kanan. Hal ini terjadi ketika nilai sesaat tegangan referensi saklar S1 lebih besar dari gelombang pembawa, maka saklar S1 akan menutup (on) dan sebaliknya saklar S4 akan menutup (off). Jika sakelar pada posisi ke dua (saklar S3 dan S4 on), maka R akan mendapatkan aliran listrik dari arah kanan ke kiri, inilah prinsip arus bolak balik (AC) pada satu perioda yang merupakan gelombang sinus setengah gelombang pertama pada posisi positif dan setengah gelombang kedua pada posisi negatif. Saklar S1 dan S4 berada pada lengan yang sama dan bekerja secara komplemen.

S1
+ Vdc Beban

S3

S4

S2

Gambar 2.12 Rangkaian Dasar VSI

2.4.1.3 Topologi Konverter Voltage Source Inverter (VSI) merupakan blok utama dari suatu DVR dan pemilihan suatu topologi untuk aplikasi berhubungan dengan unjuk kerja sistem.

23

Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 menjelaskan perbandingan empat topologi konverter dasar. Keempat topologi konverter dasar tersebut meliputi [2]: 1. Topologi setengah jembatan Konverter setengah jembatan dengan hubungan bintang terbuka / hubungan trafo bintang (Topologi I) Konverter setengah jembatan dengan hubungan bintang terbuka / hubungan trafo delta (Topologi II) 2. Topologi jembatan penuh Konveter jembatan penuh dengan hubungan bintang terbuka / hubungan trafo bintang terbuka (Topologi III) 3. Topologi multilevel Konveter setengah jembatan tiga tingkat dengan hubungan bintang terbuka / hubungan trafo delta (Topologi IV).

Tabel 2.3 Perbandingan Topologi-Topologi Konverter Topologi I II III IV Komponen Dioda/IGBT 6/6 6/6 12/12 12/18 Daya Komponen Komponen Tingkat Keluaran Arus Harmonisa Tegangan 1 3 fsw 2 1 3 fsw 3 2 6 2fsw 3 2 6 2fsw 4

Tabel 2.4 Perbandingan Topologi Konverter DC Zero Voltage link DC link Injection Control Utilization I + II + + III + + IV + Tanda (+) berarti bekerja dengan baik/memungkinkan. Tanda (-) berarti tidak Topologi baik/tidak mungkin.

24

2.4.2 Pulse Width Modulation (PWM) Metoda PWM digunakan sebagai teknik pulsa dalam proses kerja inverter. Pengaturan indeks modulasi menjadi penting, karena penentuan besar indeks yang tepat dapat mengurangi harmonisa. Indeks modulasi dirumuskan dalam persamaan 2.20. M = Ar/Ac dimana, M = Indeks modulasi (0<m<1) Ar = Amplitudo maksimum tegangan referensi Ac = Amplitudo maskimum tegangan carrier (2.20)

Macam-macam

analisis

teknik

pembangkitan

pulsa

PWM

telah

dikembangkan menggunakan algoritma yang berbeda-beda, tetapi dengan satu prinsip dasar yaitu modulasi antara gelombang sinus sebagai gelombang referensi, dan gelombang segitiga sebagai gelombang pembawa. Beberapa yang paling umum diantaranya adalah: 1. Single PWM 2. Multiple PWM 3. Sinusoidal PWM (SPWM)

2.4.3 Filter Harmonisa Inverter PWM menghasilkan tegangan dan arus bolak-balik yang mengandung harmonisa. Terjadinya harmonisa disebabkan oleh proses

pensaklaran pada inverter. Untuk meredam gangguan harmonisa tersebut dapat dilakukan dengan memasang filter harmonisa. Obyek utama dari filter harmonisa adalah untuk menurunkan suatu amplitudo atau arus lebih dan tegangan pada frekuensi tertentu. Filter harmonisa mempunyai beberapa model untuk mengoptimalkan peredaman terhadap harmonisa, yaitu filter pasif dan filter aktif.

2.4.3.1 Filter Pasif Filter pasif banyak digunakan untuk mengkompensasi kerugian daya reaktif akibat adanya harmonisa. Filter ini tersusun dari kapasitor dan induktor dengan

25

frekuensi yang diatur pada frekuensi tegangan harmonisa yang hendak dihilangkan, seperti dalam persamaan 2.21. (2.21) dengan, = frekuensi setting (Hz) L = induktor (H) C = kapasitor (F)

Kelebihan dari filter pasif adalah dapat dipergunakan untuk frekuensi tinggi. Namun juga memiliki beberapa batasan dalam mengkompensasi kerugian daya reaktif tersebut, antara lain: 1. Hanya akan memfilter frekuensi yang telah ditentukan sebelumnya dan pada beban tertentu pula. 2. 3. Dapat menyebabkan resonansi pada sistem tenaga listrik. Memerlukan sejumlah filter L-C dengan ukuran yang berbeda untuk memfilter sejumlah arus harmonisa dengan masing-masing ordenya. 4. Memiliki desain ukuran dan berat induktor L dan C yang cukup besar untuk memfilter arus harmonisa pada orde frekuensi rendah.

Penggunaan filter LC dapat dikurangi dengan cara memperkecil harmonisa yang dibangkitkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meninggikan frekuensi pensaklaran, namun cara ini mengakibatkan rugi-rugi switching inverter meningkat. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pola penyaklaran yang optimum, dimana salah satunya adalah menggunakan Sinusoidal PWM (SPWM).

2.4.3.2 Filter Aktif Filter aktif merupakan suatu rangkaian elektronika yang dirancang untuk meredam harmonisa pada beban non-linear pada sistem tenaga listrik. Filter aktif menginjeksikan arus untuk membatalkan arus harmonisa yang disebabkan oleh beban non-linear. Filter aktif memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan filter pasif, yaitu dapat mengkompensasi kerugian akibat harmonisa secara

26

otomatis, tidak ada resiko terjadinya resonansi, dapat mengkompensasi kerugian untuk fasa yang tidak seimbang, ukurannya lebih kecil, ringan dan murah, serta lebih fleksibel dalam perancangan. Namun demikian terdapat beberapa kekurangan, antara lain: membutuhkan catu daya eksternal, sensitif terhadap perubahan lingkungan, dan frekuensi kerja sangat dipengaruhi oleh karakteristik komponen aktifnya.

2.4.4 Metoda Injeksi Tegangan DVR Gambar 2.13 menunjukkan representasi model suatu DVR dalam menginjeksi tegangan. Vload Rs
Vs

Xs

VDVR PL + jQL

Gambar 2.13 Representasi Model Untuk DVR Menginjeksi Tegangan

Besarnya injeksi tegangan yang dihasilkan DVR dapat dicari melalui persamaan 2.22 [6].

VDVR = VLoad + ZL . ILoad - Vsf dimana, VDVR VLoad ZL ILoad Vsf = tegangan yang diinjeksi oleh DVR (volt) = tegangan beban (volt) = impedansi beban (ohm) = RT + jXT = arus beban (ampere) = tegangan selama gangguan terjadi (volt)

(2.22)

Arus pada sisi beban dapat dicari dengan persamaan 2.23 atau 2.24 [6]. VLoad . ILoad = PL + jQL ILoad = (2.23) (2.24)

27

Metoda kompensasi pre-dip adalah menyediakan tegangan secara kontinu dan mengkompensasi tegangan selama gangguan sampai ke kondisi sebelum gangguan (pre-fault). Gambar 2.14 menunjukkan diagram vektor satu fasa dari kompensasi pre-dip. Pada metoda ini, tegangan beban dapat diperbaiki secara ideal, namun daya aktif yang diinjeksikan tidak dapat dikontrol dan ditentukan oleh kondisi eksternal seperti tipe gangguan dan kondisi beban. Daya nyata yang diinjeksikan oleh DVR dinyatakan dalam persamaan 2.25 [11]. SDVR = ILoad . VDVR
VL VDVR Vs
DVR

(2.25)

L s

IL

Gambar 2.14 Kompensasi Pre-Dip

2.5

Dapur Busur Listrik Dapur busur listrik (electric arc furnace, EAF) yang ditinjau dalam

penelitian ini adalah dapur busur listrik di Pabrik Slab Baja 2 PT. Krakatau Steel, Cilegon, merupakan jenis dapur busur listrik arus bolak-balik tiga fasa. Dapur busur listrik jenis ini menggunakan arus bolak-balik tiga fasa yang tiap fasanya terhubung dengan satu elektrode yang akan menghasilkan busur listrik (arc) sebagai sumber listrik untuk proses peleburan. Dapur busur listrik digunakan untuk melebur bahan-bahan baku yang meliputi besi tua, batu kapur, besi spons, dan bahan campuran lainnya untuk menjadi baja. Proses peleburan ini membutuhkan energi yang sangat besar dan salah satu caranya adalah dengan menggunakan energi listrik yang dihasilkan pada dapur busur listrik [14]. Busur listrik dihasilkan oleh adanya arus listrik yang melalui gas-gas perantara yang terionisasi dari elektroda-elektroda ke bahan baku yang bersifat konduktor. Elektroda dan bahan baku tersebut dipisahkan pada jarak tertentu,

28

dimana penentuan jarak ini dilakukan melalui sistem kontrol elektroda yang membuat elektroda naik dan turun secara otomatis. Busur listrik yang dihasilkan akan mengubah daya listrik aktif dalam jumlah besar menjadi panas yang mencapai suhu 4000 C. Proses busur listrik akan menimbulkan tegangan jatuh atau dikenal dengan tegangan busur (arc voltage). Besar jatuh tegangan yang terjadi akibat daya reaktif dari beban dapat dihitung dengan persamaan 2.26 [14]. Tegangan busur ialah tegangan yang timbul oleh arus listrik yang melalui tahanan busur listrik (arc resistance). Jatuh tegangan disebabkan karena terjadinya gerakan -gerakan material bahan baku pada saat peleburan, yang memberikan pengaruh pada tahanan busur listrik menjadi berubah-ubah juga. Tahanan busur yang berubahubah akan mengakibatkan fluktuasi beban pada dapur listrik, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya gangguan-gangguan kelistrikan, seperti harmonisa, kedip tegangan, jatuh tegangan, dan fluktuasi tegangan. V= dimana, V = jatuh tegangan (pu) (2.26)

Untuk memenuhi kebutuhan daya listrik pabrik baja slab PT. Krakatau Steel SSP II, maka dibangunlah gardu hubung tiga (main transfer station/MTS III) yang dilengkapi dengan sistem static var compensator (SVC) jenis TCR FC (thyristor controlled reactor fi ed capacitor) yang terhubung pada busbar 30 kV [14].


2.6

Kajian Pustaka Dalam penelitian sebelumnya [14], PT. Krakatau Steel menggunakan sistem


static var compensator (SVC) jenis TCR-FC (thyristor controlled reactor fi ed capacitor) yang terhubung pada busbar 30 kV. Sistem SVC digunakan sebagai kompensator ketika beban dapur listrik (EAF) dijalankan. Saat beban dapur listrik, tegangan sistem mengalami penurunan menjadi 29,159 kV (0,9717 pu) pada sisi tegangan sekunder dan sebesar 149,13 kV (0,9942 pu) pada sisi primer dari nominal tegangan 150 kV. Daya yang terukur pada beban saat sistem tanpa SVC, didapat bahwa pada sistem akan mengalir daya reaktif induktif sebesar 43 Mvar.

29

Saat sistem SVC dipasang pada sistem transmisi, kompensator TCR-FC membuat besar daya reaktif pada sistem yang semula bernilai 43 Mvar terkompensasi menjadi kurang lebih sebesar 28 Mvar kapasitif. Dengan terkompensasinya daya reaktif beban maka tegangan pengukuran TCR-FC mengalami peningkatan menjadi 30,108 kV (1,0036 pu). Sedangkan untuk tegangan pada sisi primer dan sisi sekunder setelah kompensator TCR-FC terhubung pada sistem berturut-turut sebesar 150,51 kV (1,0034 pu) dan 30,591 kV (1,0197 pu). Sistem SVC jenis TCR-FC mampu memperbaiki tegangan jatuh karena dijalankannya beban dapur busur listrik (EAF). Perbaikan tegangan sistem dilakukan dengan mengkompensasi daya reaktif. Namun demikian, SVC belum mampu untuk mengkompensasi tegangan sistem bila gangguan voltage dip terjadi, karena sistem SVC hanya didesain untuk menginjeksi daya reaktif [2]. DVR pernah digunakan dalam industri kilang minyak [16]. Gangguan voltage dip terjadi karena dijalankannya beban motor induksi. DVR terkoneksi dengan sumber tegangan terkontrol 3 fasa dengan tegangan rms fasa ke fasa sebesar 11 kV, 50Hz, dengan daya aktif, P = 10 MW dan daya reaktif, Q = 1 MVAR. Thyristor dalam inverter menggunakan jenis IGBT dan tegangan DC dihasilkan dengan menggunakan penyearah (rectifier) dari sumber tegangan 11 kV yang selanjutnya energi tersebut disimpan dalam kapasitor bank yang besar. Model simulasi yang diusulkan ditunjukkan pada Gambar 2.15.

30

Gambar 2.15 Model Simulasi yang Diusulkan Menggunakan Matlab/Simulink

Dari Gambar 2.15, terlihat bahwa simulasi menggunakan rangkaian pendeteksi gangguan dari gerbang logika. Gerbang logika tersebut memproses sinyal gangguan yang terbaca dan merubahnya ke dalam bentuk sinyal SPWM sebagai sinyal komando yang digunakan oleh inverter. Gambar 2.16 menunjukkan hasil simulasi DVR dalam menanggulangi gangguan voltage sag.

31

Gambar 2.16 Grafik Hasil Kerja DVR Pada Gangguan Sistem 3 Fasa Seimbang

Pada Gambar 2.16, tegangan sumber berkurang hingga 70 % dari tegangan nominal, yaitu selama 0,4 s pada waktu 0,3 s/d 0,7 s. DVR mampu menginjeksi tegangan yang turun tersebut sehingga DVR memperbaiki tegangan beban. Namun karena tegangan injeksi yang diberikan, tegangan beban menjadi sedik it membesar dari tegangan nominal, yaitu terjadi pada rentang waktu ketika gangguan terjadi.

You might also like