You are on page 1of 74

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ DAFTAR ISI ............................................................................................. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. B. C. D. E. F. G. H. Pengertian Birokrasi..

Birokrasi dan Penegakan Disiplin ......................... 7 1 i ii

Pentingnya Birokrasi terhadap Pelaksanaan Kepegawaian 10 Birokrasi sebagai Suatu Sistem Kepegawaian ...... 11 Tipe Ideal Birokrasi .. Karakteristik Birokrasi . Urgensi Birokrasi .. Konsep Reinventing Government dan Banishing 27 32 61 13 19 23

Bureacrachy (Konsep Memodifikasi/Transformasi Pemerintah seiring dengan memangkas birokrasi) ... I. J. Penyakit Administrasi dalam birokrasi dan Terapinya .. Birokrasi dan Manajemen Pemerintahan . 67

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

ii

PERANAN BIROKRASI DALAM PENEGAKAN DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM MANAJEMEN PEMERINTAHAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Birokrasi Birokrasi menurut W. J. S. Poerwadarminta (1987: 144) dalam Kamus Umum Bahasa lndonesia adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Atau dalam definisinya yang lain, birokrasiadalah cara bekerja atau susunan pekerjaan yang serba lamban, serta menurut tata aturan yang banyak dalam pengertian aslinya birokrasi tidaklah liku-likunya. Sebenarnya, seburuk seperti yang diduga

kebanyakan orang. Namun demikian melihat buruknya persepsi itu, ada dua hal yang perlu dipertimbangkan; Pertama, apa yang terjadi dengan warna negatif itu boleh jadi lebih merupakan satu ekses. Kedua,mencoba untuk membandingkan persepsi masyarakat itu dengan konsepsi asli dari birokrasi. Dalam hubungannya dengan hal ke dua' tidak ada pilihan lain kecuali untuk berpaling pada pendapat dikaitkan dengan tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi dimaksudkan sebagai satu sistem otorita yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai peratuian. Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisasi, secara teratur, suatu pekerjaan yang harus dilaku.kan oleh orang banyak. Fritz Morstein Max merumuskan birokrasi sebagai tipe organisasi yang dirgunakan pemerintah modern untuk melakanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah. Max Weber. Bagi Weber, birokrasi adalah salah satu bentuk organisasi belaka. Penerapan birokrasi senantiasa

iii

Sementara itu, Ferrel Heady (1966) dengan mengutip rumusan Thomson menyatakan bahwa:"organisasi birokratik disusun sebagai satu hierarki otorita yang begitu terperinci, yang mengatasi pembagian kerja, dan juga telah amat di perinci. Lebih jauh lagi, Peter A. Blau dan Charles H. Page memformulasikan birokrasi sebagai sebuah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugastugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinasikan secara sistematik dari pekerjaan banyak orang. Dari definisi Blau dan Page (1969), menunjukkan bahwa birokrasi tidak hanya dikenal dalam organisasi pemerintah, tetapi juga pada semua organisasi besar, sepertimiliterdanorganisasi-organisasiniaga. Dengan demikian, birokrasi akan kita temui pada setiap bentuk organisasi (yang modern) yang dihasilkan oleh Proses rasionalisasi. Menurut Dennis Wrong, birokrasi oleh Max Weber dipandang sebagai satu manifestasi sosiologi dari proses rasionalisasi. Wrong mencatat bahwa birokrasi organisasi yang diangkat sepenuhnya untuk mencapai satu tujuan tertentu dari berbagai aneka tujuan; ia diorganisasi secara hierarkis dengan jalinan komando yang tegas dari atas ke bawah; ia mcncipta pembagian pekerjaan jelaa yang menugasi setiap orang dengan tugas yang spesifik; peratura-peraturan umum dan ketentua-ketentuan yang menuntun semua sikap dan usaha untuk mencapai tujuan; karyawan dipilih terutama berdasarkan kompetensi dan keterlatihannya; kerja dalam birokrasi cenderung merupakan pekerjaan sepanjang hidup. Dalam pemikiran Weber, setiap aktivitas yang menuntut koordinasi yang ketat terhadap kegiatan-kegiatan dari sejumlah besar orang dan melibatkan keahliankeahlian khusus, maka satu-satunya peluang adalah dengan mengangkat atau menggunakan organisasi birokratik. Alasan penting untu mengembangkan

organisasi birokratik senantiasa didasarkan semata-mata pada keunggulan teknis dibandingkan dengan bentukorganisasi lainnya," tulis Weber. Seiring dengan pertambahan penduduk dan perkembangan pemerintahan yang bercorak sentralistis, telah ikut menyemangati lahirnya birokrasi pemerintah, iv

sebagaimana ditampilkan

pada masa

pemerintahan monarki absolut di Eropa.

selanjutnya, unit-unit produksiyang besaryang dituntut oleh teknologi mesin telah mendorong lahirnya biorokratisasidi kalangan ekonomi. Kebutuhan pada administrasi terpusat guna menanggapi ledakan penduduk, relah merangsang penerapan bentukbentuk birokrasi dalam bidang keuangan, agama, kemasyarakatan, pend kesehatan, dan hiburan. Terhadap berbagai pandangan buruk terhadap birokrasi, bagi Weber sendiri hal itu lebih merupakan sebagai menyalahkan kesalahpahaman. yang Genius ilmu sosial ini bahkan faktor pandangan-pandangan terlampau melebih-lebihkan idikan,

rasionalitas dan efisiensi birokrasi. Cacat-cacat birokrasi, yang terungkap dalam istilah "pita merah" (redtape) dan Hukum Parkinson, tidaklah tepat untuk dilekatkan dengan analisis Weber, karena: pertama, birokrasi memang seringkali tidak efisien, lamban, dan kaku; ke dua, kebanyakan aktivitas birokrasi tidak cocok dengan sebab aktivitas ini dilaksanakan sedemikian buruknya oleh kondisi modern,

organisasi-organisasi birokratik. Kebanyakan ahli ilmu sosial mendefinisikan birokrasi dalam satu arah yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi fenomena yang dan kompleks. sebenarnya terliput dalam konotasi, terhadap organisasi yang benar Lepas dari segala macam bebas nilai. Pembahasan satu bentuk organisasi

Penggunaan konsep birokrasi mengidentifikasi birokrasi

birokrasi bukan atas dasar sikap heroik atau sikap benci, melainkan untuk itu sebagai sosial dengan karakteristiknya yang teratur. Menurut Ferret Heady (1966), kekaburan dalam teori birokrasi berasal dari perbedaan pendekatan dalam menggambarkan karakteristik birokrasi dan kegagalan kita untuk menangkap adanya perbedaan cara pendekatan itu. Heady menunjukkan adanya tiga macam pendekatan dalam merumuskan birokrasi: 1. Pendekatan struktural. 2. Pendekatan behavioral (perilaku). 3. Pendekatan pencapaian tujuan. v

Merumuskan birokrasi melalui pendekatan struktural adalah kecenderungan yang paling dominan. Rumusan yang paling bermakna telah diberikan oleh Victor Thomson,yang menganggap birokrasi sebagai satu susunan yang terdiri atas hierarki dan pembagian kerja yang amat diperinci. Sedangkan pendekatan kedua, berkehendak untuk merumuskan birokrasi dalam pendekatan behavioral (perilaku). Kecenderungan ini seringkali dipahami hendak menambahkan karakteristik behavior pada karakteristik struktural dari birokrasi. Carl Joachim Fredrich menekankan arti pentingnya obyektivitas, pemisahan, ketepatan, dan konsistensi yang dikaitkan dengan ukuran fungsional dari pejabat administrasi. Dengan kata lain, Fredrich mengungkapkan perilaku positif yang lekat dengan pencapaian tujuan organisasi birokratik. Merton dan beberapa penulis lainnya telah menekankan kecenderungan disfungsional-patologis dalam perilaku birokrat, yang menyebabkan terjadinya otorita, penuh dengan rahasia, dan istilah "dysfunction, maka Michael dimaksudkan untuk acapkali frustrasi dalam mewujudkan sasaran-sasaran organisasi. Hal ini termasuk antara lain kekakuan, keengganan mendelegasikan menutup diri. Jika Merton menggunakan Crozier mengajukan aspek-aspek

"the malady of bureaucracy yang

menunjukkan ketidaktepatan adaptasi yang berhubungan dengan pengembangan kemanusiaan di dalam organisasi. Pendekatan kedua, diidentifikasikan dengan proses birokratisasi. Pendekatan ketiga, sebagaimana

dikatakan Peter Blau, telah mendefinisikan birokrasi dalam pengertian pencapaian tujuan organisasi. Dalam pemikiran demikian, birokrasi sebagai suatu organisasi yang memaksimalkan efisiensi dalam administrasi atau satu metoda pelembagaan perilaku sosial yang terorganisasi dalam kerangka usaha mencapai efisiensi administrasi. Ketiga cara merumuskan birokrasi kelebihan. tersebut, masing-masing mempunyai Bahkan kadang-kadang orang merasa sulit untuk menyatakan pilihan

terhadap salah satu dari ketiga cara perumusan itu. Bagi orang-orang seperti Ferrel Heady, lebih suka memandang birokrasi itu sebagai satu institusi yang definisi dalam kerangka karakteristik struktural. vi

Ferrel Heady meyakini bahwa birokrasi adalah satu bentuk organisasi. Organisasi, tidak peduli apakah ia birokrasi atau tidak, ditentukan oleh ada tidaknya karakteristik strukturalnya. Memahami bahwa birokasi merupakan karakter struktur dari setiap organisasi, yang tidaklah berarti dapat bahwa semua birokrasi identik dengan sebagai dimensi dari struktur struktur. Memang banyak usaha telah dilakukan untuk melakukan konseptualisasi elemen-lemen dipandang organisasi.Tujuannya adalah untuk meletakkan organisasi dalam satu garis lurus di tempat setiap dimensi ditampilkan. Pengamatan terhadap satu organisasi tertentu, seharusnya meliputi semua dimensi yang secara bersama telah membangun satu profil dari strukturnya sendiri. Profil struktur ini, diharapkan dapat dipergunakan untuk melakukan karakterisasi, terutama untuk memenuhi tujuan-tujuan perbandingan. Salah satu keuntungan pokok dalam cara perumusan struktural adalah bahwa cara perumusan struktural memungkinkan kita untuk memperhatikan semua pola perilaku yang secara nyata ditemukan dalam birokrasi. Pola perilaku ini acapkali lebih dikenal dengan istilah perilaku birokratik, Pendekatan behavioral atau perilaku pada birokrasi pertama-tama haruslah menjawab persoalan, apakah yang membedakan satu birokrasi dari birokrasi lainnya ini secara teoretis melibatkan pembicaraan mengenai tipe-tipe birokrasi. Adalah menarik untuk di telaah, mengingat persepsi masyarakat terhadap konsep birokrasi adalah suatu gambaran negatif, yakni sering diartikan ketidak efisienan, atau dalam keadaan tertentu diartikan sebagai efisiensi yang ketat (rurhless eficiency). Dalam kaitan itu, sering menimbulkan paham yang ekstrim bahwabirokrasi itu timbul jika para Pegawai Negeri dalanr menjalankan rugasnya terlalu berani masalah kaku menjalankan peraturan yang sehingga bertanggung tertentu jawab, misalnya pegawai kepada rendahan mengakibatkan jalan menyodorkan suatu pekerjaannya nrenjadi lambat. Gejala ini akan mengakibatkan pegawai negeri tidak pe gawai menengah dan pegawai menengah

vii

menyordorkan lagi kepada pegawai tinggi, dan akhirnya baru berhenti setelah sampai pimpinan tertinggi. Keadaan seperti ini, birokrasi sering dihubungkan dengan kemacetankemacetan administrasi atau tidak adanya efisiensi, sehingga memberikan kesan terhadap prosedure yang berbelit-belit dalam mengurus suatu kepentingan yang bersangkut paut dengan badan pemerintah. Namun apabila dikaji keadaan tersebut bukan berasal dari sistem birokrasi itu sendiri, tetapi orangnya yang melaksanakan birokrasi itu. Adapun pengertian birokrasi yang sebenarnya adalah untuk mengorganisier seeara teratur oleh branyak orang. Oleh Peter M. Blau dan Marshaal W. Meyer (1971:4) dikatakan The type of organiz.ation designed to acomplish large-scale administrative tasks by systematically coordinating the work of many individuals is called a bureaucracy. Dalam pemerintah modern pemerintah. Atas dasar itu, birokrasi sebagai suatu organisasi yang memaksimalkan efiesiensi dalam administrasi untuk mencapai tujuan yang berdaya guna dan berhasil guna. Untuk itu diperlukan pendisiplinan Pegawai Negeri Sipil sebagai aparat pemerintah dan penggerak utama dalam pembangunan sangat diperlukan. Oleh karena Negara kita adalah negara hukum maka ketentuan atau peraturan mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil harus berdasarkan tercapai tidaknya Negara hukum tergantung dari terselenggara tidaknya penegakan hukum, yang ditentukan dari tiga komponen yaitu : 1. Pemegang Kekuasaan; 2. Aparat Birokrasi; 3. Kehidupan Sosial. viii suatu perumusan oleh Fritz Morstein Marx dalam Bintoro untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat Tjokroamidjojo (1987:71) dikemukakan bahwa tipe organisasi yang dipergunakan spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur

Birokrasi tidak dapat dilepaskan dari kedua komponen yang lain karena birokrasi adalah aparat kekuasaan, yang melaksanakan kebijaksanaan berdasarkan hukum yang telah ditetapkan dalam menyelenggarakan pelayanan kepada masyarakat kemudian ia bertanggung jawab menurut hukum. Menurut Peter M. Blau (1971:4); Bureaucracies are powerpul lnstirutions which greatly enhance potential capacities for good or for evil, because the are neutral instrumens of rational administration on large scale. Dengan demikian Birokrasi seharusnya berfungsi menurut mekanisme dan syarat. Kerja yang ditentukan menurut peraturan, sehingga disini dituntut suatu kedisiplinan dan pengabdian serta pertimbangan yang rasional bagi pengelolanya khususnya bagi pegawai negeri sipil. B. Birokrasi dan Penegakan Disipilin Secara umum masyarakat memandang pegawai negeri sebagai bagian daripada penguasa yang punya wewenang untuk mengatur dan harus diatati sehingga harus dihormati dan dihargai lebih dari yang lain. Pandangan tersebut sangat jelas sekali apabila kita hidup di daerah pendesaan. Keadaan demikian hingga saat ini masih terasa adanya kecenderungan pada bagian terbesar warga masyarakat dalam mencari pekerjaan berorientasi untuk menjadi pegawai negeri. Kecenderungan ini didasarkan pada mendapatkan status yang dianggap terhormat dimata masyarakat, sedangkan masalah peranan menjadi masalah kedua. Akibatnya apa yang terjadi dapat diduga dengan mudah, yaitu terjadinya kesenjangan antara status yang dipegangnya dengan peranan yang diharapkan. Keadaan yang demikian sering membawa dilemma bagi birokrasi, seperti dalam ungkapan Sudibyo Triatmodjo (1981:134) yang menyatakan bahwa pertemuan antara warga masyarakat biasa dengan pegawai negeri kerap kali tidak merupakan pertemuan antara manusia dengan manusia melainkan manusia dengan mahluk mesin (robot).

ix

Selanjutnya oleh Peter. M Blau (1971:1) telah mensinyalir dengan mengemukakan bahwa, Birokrasi dalam pengertian sehari-harinya sering diidentifikasi dengan ketidak efisienan (Inefficiency) atau benang merah dalam pemerintahan; arti yang sebenarnya tidaklah demikian. Banyak hal, sehingga birokrasi diinterprestasikan secara generatif, antara lain: Sikap birokrat yang patermalistis, tidak memberi ruang cukup bagi tumbuhnya selfsustaining capacity masyarakat. Moeljarto Tjokrowinoto (1986:14) menyatakan, diperlukan upaya-upaya untuk mereorientasi sikap dan prilaku sebagai service provider" semata-mata, menjadi enabler. Adanya prilaku yang patrimonial dimana hubungan kerja yang ada sangat personal, bukan lagi rasional, sehingga kenaikan pangkat, faktor balas budi, kesatuan politik kepada atasan dianggap menentukan sekali sehingga timbul komersialisasi jabatan birokrasi. Jika atasan yang memangku jabatan struktural yang diserahi kewajiban membina bawahan itu ternyata pilih kasih pala bawahannya di mana subyektivitasnya hanya menyukai bawahan yang mencari cari muka kepadanya, hal mani berakibat tidak dibinanya bawahan yang rajin, jujur, berdisiplin, berprestasi tapi tidak, mengidap jilatisme. Hal ini berakibarjika terjadi murasi pimpinan, maka bawahan brsebut menjadi tidak loyal lagi, sehingga dalam melaksanakan tugas sering kali dengan rasa tidak senang atau karena terpaksa sekedar memenuhi tugas dan kewajiban. Maka tidak heran bila tugas-tugas yang diselesaikan sering keliru dan diulang terus, berarti sudah tidak efektif dalam menunaikan tugas. Hal-hal yang demikian tidaklah dapat ditafsirkan sebagai mekanisme birokrasi. sebab kalau berpijak pada landasan teoritiknya tidaklah demikian. Dalam uraian Peter M..Blau dan Marshall W.Meyer (Sukarno K, 1979:65) pada bagian birokrasi dalam proses memperjelas bahwa: Birokrasi oleh B. S. Mardiatmadja (1988: IV) dapat ditentukan sebagai organisasi formal yang mantap guna memaksimalkan x keefisienan administrasi dari sikapnya

dengan kata lain untuk memobilisier dan mengkoordinasikan usaha-usaha kolektif dari beberapa individu atau sub kelompok yang biasanya bersifat khusus di dalam pengejaran organisasi tersebut. Untuk mencapai hal tersebut salah satu alternatif adalah diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil sebagai unsure negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah serta bersatu padu, bermutu tinggi dan sadar akan ranggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Untuk membina pegawai negeri sipil yang demikian kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar. Untuk itu, maka Pemerintah dalam upaya menegakkan kekuasaannya menyadari perlunya suatu ketentuan lengkap dan terperinci, sehingga pada tanggal 30 Agusrus 1980, Pemerintah Republik Indonesia memperlakukan Peraruran Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraruran Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan sosiologi di keluarkannya PP No.30 Tahun l980 tersebut adalah : Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, dipandang perlu menetapkan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam upaya penegakan disiplin tersebut akhir-akhir ini banyak dibicarakan terutama menuntut para pegawai negeri dalang kekantor pada waktunya ditentukan. Struktural, disiplin menurut B.S. Mardiatmadja (1988:IV) dapat berarti : Keseluruhan pranata yang mengatur tingkah laku agar sesuai dengan ketentuan masyarakat; a. b. Keseluruhan proses latihan dan pendidikan orang sesuai dengan pranata Sifat prilaku yang sesuai dengan pranata kemasyarakatan yang tersebut; bersangkutan. xi bekerja secara berhasil guna dan pulang kantor pada saat yang itu antara lain diperlukan adanya peraturan disiplin yang memuat pokok-pokok kewajiban, larangan dan sanksi bila

Keseluruhan pranata tersebut menunjuk kepada aturan sistematik demi keserasian hidup bersama. Begitupula halnya pegawai negeri, harus memagang teguh disiplin dalam rnemberikan pelayanan kepada rakyat, di dalamnya termasuk kesetiaan pada segala peraturan perundang-undangan. Tak ayal lagi, pegawai negeri sipil mempunyai nilai yang amat strategis dalam kerangka pembangunan bangsa. Keberhasilan dan kelanjutan pembangunan untuk masa-masa mendatang sebagian besar amat tergantung pada pegawai negeri sipil. Max.Weber seorang tokoh birokrasi rnengatakan bahwa setiap aktivitas yang menuntut koordinasi yang ketat terhadap kegiatan sejumlah besar orang dan melibatkan keahlian khusus, maka satu-satunya peluang adalah dengan mengangkat atau menggunakan organisasi birokratik. C. Pentingnya Birokrasi terhadap Pelaksanaan Kepegawaian Max Weber seorang sosiolog dan ahli hukum (1971:18-21) mengemukakan ciri-ciri pokok dari struktur birokrasi menurut tipe idealnya sebagai berikut : 1. Aktivitas-aktivitas yang teratur merupakan syarat untuk tujuan organisasi sebagai tugas resmi; 2. Organisasi kantor itu mengikuti prinsip khierarchis dengan pengawasan dari atasan terhadap bawahan; 3. Pelaksanaan itu diatur oleh suatu sistem yang konsisten dari peraturanperaturan yang abstrak dan meliputi penerapan peraturan untuk kasus-kasus yang khusus.Sistem ini untuk menjamin keseragaman dalam melaksanakan setiap tugas dan mengkoordinasikan tugas yang berbeda-beda; 4. Pejabat yang ideal dalam mengatur suatu pengoperasian, menggunakan suatu pendekatan obyektif dan impersonal; 5. Jabatan dalam organisasi birokratis didasarkan pada syarat-syarat tehnis dan penilaian dari karier. Disamping itu terdapat pula sistem promosi jabatan menurut seniori-tas atau prestasi;

xii

6. Tipe administratif birokratis yang murni dari organisasi ialah mampu untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi sehingga diperlukan syarat keahlian dan spesialisasi. Bertolak dari ciri pokok birokrasi tersebut, maka dalam kaitarurya dengan pelaksanaan sistem kepegawaian adminitrasi Pemerintah untuk pembangunan nasional Peryempurnaan meliputi sangat diperlukan adanya mendukung perncanaan berbagai bidang dan penyempurnaan pelaksanaan

organisasi, penyempumaan

bidang organisasi, Penyempurnaan bidang kepegawaian dan lain-lain. bidang Kepegawaian diarahkan agar satuan organisasi apararur mempunyai jumlah dan mutu pegawai yang sesuai dengan jenis dan besamya beban tugas yang menjadi tanggung jawabnya recara oprimal didorong melalui perangkat pengkajian yang mengarah terhadap penghargaan dan prestasi kerja, kenaikan. tingkat dan pangkat menurut sistem karier, pendidikan dan latihan, pembinaan etik kepegawaian, jaminan sosial dan lain sebagainya, Dalam kerangka pembangunan ini jelasnya sikap mental Pegawai Negeri Sipil harus diubah menjadi berorientasi kepada prestasi kerja, disiplin kerja, kesetiaan dan pengabdian dan tidak berorientasi kepada menjelaskan tugas-tugas rutin dan kepada jabatan formil semata-mata. Di samping itu, guna mengefekrifkan pelaksanaan penegakan di siplin diperlukan pula profil Pimpinan yang bersih dan berribawa, tegas dan jujur sehingga bawahan yang mengetahui sesuatu keculasan dan semacamnya tidak ragu bahwa atasan akan bertindak tegas, sebab arasan sendiri bersih deri perbuatan yang dapat merugikan pemerintah dan negara. D. Birokrasi Sebagai Suatu Sistem Kepegawaian Pelaksanaan sistem kepegawaian dapat mendorong terciptanya penegakan disiplinbagi Pegawai Negeri Sipil. Adapun sistem kepegawaian yang menunjang hal ini adalah berdasarkan merit system yaitu pengangkatan seseorang pegawai negeri berdasarkan sistem. Karier dan sistem prestasi kerja. Hal ini adalah sesuai xiii

dengan ciri-ciri pokok dari strukrur Birokrasi yang dikemukakan oleh Max Weber. Hal ini oleh Bintoro Tjoktoamidjojo (1987:125-126) dimaksudkan, sebagai prinsip bahwa seseorang yang bekerja pada pemerintah, masuknya yang lebih atas dastr standar-standar dalam dinas, bahk'an penempatannya promosi kepada pangkat pemberhentiannya dilakukan terhadap prestasi maupun kemampuannya. Sidik Poernomo (1988:IV-V) menamakan merit birokrasi dan representatif birokrasi, yakni merupakan suatu konsep yang mengutamakan kualifikasi dan kemampuan seseorang sebagai dasar penugasan ialah jabatan pemerintahan. Selanjutnya dikatakan konsep merit birokrasi mengidamkan suatu tatanan birokrasi yang memiliki sifat-sifat: 1. 2. 3. Netral - yaitu penyelenggaraan pelayanan umum bagi semua Obyektif - yaitu semua kebijaksanaan dirumuskan golongan masyarakat tanpa kecuali; berdasarkan kepentingan masyarakat luas tanpa mengabaikan hak- hak pribadi; Standarisasi - yaitu penyelenggaraan pelayanan umum atas dasar kualitas yang sama dan merata untuk semua lapisan masyarakat dan semua wilayah negara, Demikian pinerimaan pula merit-birokrasi bahwa juga membawa pengaruh pada sistem tinggi secara pegawai, pembinaan karier dan penunjukan pejabat apabila merrit sistem diterapkan tinggi.

serta tujan obyektif

pemerintahan. Hemat penulis

konsisten, hal itu akan memberikan motivasi bagi pegawai negeri sipil untuk berlomba saling menunjukkan prestasi kerja yang maksimal yang pada gilirannya mendorong untuk terciptanya disiplin bagi pegawai yang bersangkutan, Selain dituntut kedisiplinan, diperlukan pula adanya suaru imbalan yang layak bagi kesejahteraannya, sehingga kedisiplin, dapat berbanding lurus dengan kesejahteraan mereka karena imbalan yang terlalu rendah seringkali mengakibatkan rendah nya produkrivitas kerja dan kurangnya inisiatif.

xiv

Selanjutnya

akan diuraikan hambatan yang sering

terjadi

pada sistem

kepegawaian yaitu : Sistem Patronage yaitu pengangkatan pegawai didasarkan pada hubungan keluarga, kawan yang akrab dan teman yang baik hubungan yang subyektif. Hal ini membawa suatu konsekuensi diangkatnya orang-orang yang tidak cakap, dan tertutupnya kemungkinan adanya kesempatan orang biasa untuk melamar sesuatu jabatan, keadaan ini sering timbul adanya rasa tidak puas dari para Pegawai yang dalam organisasi yang bersangkutan karena tidak mendapat perlakuan yang adil. Bertolak dari Undang-undang No.5 Tahun 1986, hal ini sudah merupakan onrechtrnati ge overheidsdaad. Sistem spoild menurut Sukarno K (1979:65) yaitu pengangkatan seorang pegawai atau penempatan pada suatu jabatan tanpa mengingat syarat-syarat lainnya, pendidikan, pengalaman, kecakapan, maupun maupun syaratsyarat

melainkan hanya didasarkan pada jasa seseorang kepada golongan atau partai politik. Sistem ini berlaku to the Victor belongs the sport of war. Watak birokrasi yang demikian malahirkan kaum elite pada pusat- pusat kekuasaan, sehingga sering kali mereka hanya mengerjakan hal-hal yang baik menurut ukuran penguasa atasan yang menunjuknya. E.Tipe Ideal Birokrasi Setiap kali orang menyentuh birokrasi, maka seketika itu pula muncul nama Max Weber. Begitu besarnya pengaruh pemikiran Max Weber, sehingga birokrasi senantiasa diasosiasikan dengan Weber. Max Weber (1864-1920), seorang sosiolog dan intelektualJerman, dipandang sebagai bapak dari model birokratik yang banyak ditelaah dalam teori organisasi. Seperti dikutip Ali Mufizs (1986), birokrasi Weber mendasarkan diri pada hubungan antara kewenangan menempatkan dan mengangkat pegawai bawahan dengan menentukan tugas dan kewajiban di mana perintah dilakukan secara tertulis; ada pengaturan mengenai hubungan kewenangan; dan promosi xv kepegawaian

didasarkan pada aturan-aturan tertentu. Kritik yang dilancarkan terhadap birokrasi disebabkan oleh hal-hal berikut; terdapatnya kegagalan menentukan wewenang dan tanggung jawab secara terbuka, peraturan-peraturan yang bersifat rutin dan kaku, kebodohan para pegawai, gerak pegawaiyang lambat, proses dan proseduryang berbelit-belit, pemborosan sumber daya. Tentu saja masalah-masalah banyak ditemukan dalam birokrasi. Tetapi sebenarnya semua ini bukan yang dimaksud dengan birokrasi. Hal-hal tersebut lebih tepat dianggap sebagai disfungsi birokrasi. Betapa pun, birokrasi merupakan suatu metoda organisasi yang merupakan kebutuhan pokok bagi peradaban modern. Ralph C. Chandler dan Jack C Plano (1982) mengamati bahwa teori yang dikembangkan oleh MaxWeberamat mirip dengan model-model klasik yang diajukan oleh Henry Fayol, Luther Gulliclc dan Lyndall Urwick.Tetapi, karya-karya Weber tidak banyak diketahui sampai tahun 1946-1947. Penerjemahan karya-karya Weber oleh H. Gerth, C. Wright Mills, AM. Henderson, dan Talcott Parsons, baru dimulai pada tahun-tahun tersebut. Bagaimana pun, seperti dinyatakan Ostrom (1974), teori birokrasi Weber "sangat sebangun dengan teori tradisional administrasi publi( baik dalam bentuk maupun metodanya. Sepanjang sejarahnya yang panjang, model tradisional mengikuti teori Weber sebenarnya sampai pada huruf-hurufnya, baik secara mutlak atau pun tegas. Weber memusatkan perhatiannya pada pertanyaan; mengapa orang merasa wajib untuk mematuhi perintah tanpa melakukan penilaian kaitan dirinya dengan nilai dari perintah tersebut. Fokus ini merupakan salah satu bagian dari penekanan Weber terhadap organisasi kemasyarakatan sebagai keseluruhan dan peranan negara pada khususnya.la sebenarnya ingin sebagai kekuasaan yang sah (tegitimote power).la mengatakan kepercayaan bawahan terhadap legitimasi akan menghasilkan kestabilan pola kepatuhan dan perbedaan sumber pemerintah dalam sistem organisasi. Kewenangan tidak dapat bergantung pada ajakan kepada kepentingan bawahan dan perhitungan untung rugi pribadi, atau pada motif suka xvi

atau benci. ltulah sebabnya dikatakan bahwa tidak ada satu pun kewenangan yang bergantung pada motif-motif ideal. Weber menemukakan tiga tipe ideal dari kewenangan/otorita, yakni otorita tradisional-seperti kewenangan kepala suku, otorita kharismatik daya tarik seorang pemimpin yang luar biaia, dan otorita legal/rasional. 1. Otorita Tradisional Otorita tradisional meletakkan dasar-dasar legitimasi pada pola pengawasan sebagaimana diberlakukan di masa lampau dan yang kini masih berlaku. Legitimasi amat dikaitkan dengan kewajiban penduduk untuk menuangkan loyalitas pribadinya kepada siapa yang menjadi kepalanya. Para pemegang otorita merasa takut untuk merenggangkan cara pengerjaaan tradisional, karena perubahan yang berikutnya akan menggerogoti sumber-sumber legitimasinya. Bercanda diperkenankan dalam sistem otorita tradisional, karena yang terjadi hanyalah hubungan yang akrab antara penguasa dan rakyat. Juga dapat dicatat, jika penguasa tradisional meninggalkan nilai-nilai lama, misalnya sebagai penengah, maka kepribadiannya boleh jadi telah luntut tetapi setiap pengganti atau penguasa yang baru selalu akan dipilih melalui cara tradisional, sehingga dengan demikian sistem otorita akan tetap berlanjut. 2. Otorita Kharismatik Otorita ini dimungkinkan timbul, karena penghambaan seseorang kepada individu yang memiliki hal-hal tidak biasa individu yang dipatuhi itu, misalmya mempunyai sikap heroik, ciri, dan sifat-sifat pribadi lainnya yang amat menonjol. Kedudukan seorang pemimpin kharimatik tidaklah diancam oleh kriteria-kriteria tradisional. seorang pemimpin kharismatik tidaklah dibelenggu oleh aturan-aturan tradisional masyarakat. atau oleh kemampuannya untuk meletupkan api revolusi. Otorita kharismatik, tidak bisa menerima satu pun sistem pengaturan bagi organisasi

xvii

Dalam keadaan demikian,

maka

tidak

ada hukum,

hierarki, dan

formulasi, kecuali tuntutan penghambaan untuk penguasa-penguasa kharismatik itu. Penguasa ini dan segala komandonya selalu dipatuhi oleh para pengikutnya yang dipandang dapat memimpinnya ke arah pencapaian tujuan-tujuan. Para pengikut mematuhinya, karena penghambaan diri; bukan karena hukum yang memaksanya untuk patuh. Seorang pemimpin akan turun, manakala ia merasa perlu untuk berbuat demikian, yang tidak diikat oleh tradisi atau hukum Otorita kharismatik merupakan lawan keteraturan rutin. Baik otorita kharismatik maupun tradisional, secara sah dijalankan berdasarkan inspirasi dan wahyu. Keduanya juga merupakan tipe otorita yang tidaktradisional.weber percaya bahwa keduatipe otorita aktivitas organisasi inilah yang bertanggung jawab pada hamper semua lndustri. Awal periode sebelum dunia mengenal Revolusi

modern telah menunjukkan tuntutannya untuk menetapkan organisasi-organisasi sosial pada dasar yang stabil, tetapi masih tetap membuka peluang bagi terjadinya perubahan-perubahan. 3. Otorita Legal-Rasional Otorita ini didasarkan pada aturan yang bersifat tidak pribadi impersonal yang ditetapkan secara legal. Kesetiaan atau kepatuhan adalah manakala seseorang melaksanakan otorita kantornya hanya dengan legalitas formal dari pimpinannya dan hanya dalam jangkauan otorita kantornya. Otorita legal-rasional didasarkan pada aturan-aturan yang pasti, Aturan yang secara rasional telah dikembangkan oleh masyarakat. Beberapa aturan boleh jadi diubah untuk dapat meliputi perubahan yang terjadi di dalam lingkungannya secara sistematik dan lebih mengandung perkiraan masa mendatang dibandingkan dengan otorita tradisional atau otorita kharismatik. Intisari dari otorita legal-rasional adalah birokrasi. Jantung dari birokrasi adalah sistem hubungan otorita yang dirumuskan secara rasional oleh aturan-aturan. Weber menetapkan enam prinsip bagi sistem-sistem birokrasi modern, yang berasal dari gagasan kewenangan rasional/legal (Gerth dan Mills): xviii

1.

Prinsip mengenai bidang-bidang yurisdiksi yang resmi dan tetap, pada

umumnya ditata dengan aturan-aturan, yaitu dengan hukum atau peraturaperaturan administratif. 2. Prinsip-prinsip mengenai hierarki jabatan dan mengenai tingkat-tingkat yang bertingkat berarti suatu sistem super-ordinasi dan kewenangan

subordinasi yang ditata secara sungguh-sungguh, yaitu ada suatu pengawasan jabatan-jabatan yang lebih rendah oleh jabatan-jabatan yang lebih tinggi. 3. Manajemen kantor modern didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis (file-file) yang disimpan. Badan pejabat-pejabat yang secara aktif terikat di dalam jabatan "pemerintahan bersama dengan aparat peralatan-peralatan dan file-file material masing-masing, birokrasi memisahkan aktivitas menyusun suatu kantor. Pada umumnya, pejabat sebagai sesuatu yang berbeda dari dan perlengkapan negara dicerai-

lingkungan kehidupan pribadi. Uang-uang beraikan dari kepemilikan pribadi pejabat. 4.

Manajemen kantor,setidaknya semua manajemen kantor yang dispesialimanajemen yang demikian secara jelas modern-biasanya kapasitas

sasikan dan 5. Ketika

mensyaratkan pelatihan ahli dan menyeluruh. jabatan sepenuhnya maju, aktivitas jabatan meminta bekerja yang penuh dari pejabat. Pada awalnya, dalam semua hal, keadaan normal di balik bishis pejabat diturunkan sebagai aktivitas sekunder. 6. Manajemen kantor mengikutiaturan-aturan umum, yang lebih atau kurang stabil,lebih atau kurang melelahkan, dan yang bisa dipelajari. Pengetahuan mengenai aturan-aturan ini menyiratkan suatu pembelajaran teknis spesial yang para pejabat punyai. Pembelajaran tersebut melibatkan yuris prudensi, atau manajemen bisnis atau administratif. Prinsip-prinsip birokrasitelah menjadi sangat mendarah daginq di dalam masyarakat, sehingga poin-poin tersebut cukup jelas, tetapi mereka memang menghadirkan suatu kemajuan substansial pada administrasi awal.

xix

Dalam komentarnya mengenai tipe idealnya Weber, Chandeler dan plano mengungkapkan bahwa Weber mengenal otorita legal-rasional amat sejajar dengan prinsip yang dikembangkan dalam teori organisasi klasik. Keduanya memberikan tekanan pada arti efisiensi. Keduanya juga sama-sama menekankan keteraturan administrasi, dan menetapkan yurisdiksi wilayah tanggung jawab secara pasti dan resmi sebagai bagian dari pembagian sistematik terhadap bidang-bidang pekerjaan. Kemiripan keduanya, menurut Chandler dan Plano, juga dapat ditentukan dalam hal-hal berikut: 1. Otorita untuk memerintah. 2. 3. Prinsip-prinsip dari hierarki perkantoran dan jenjang tingkatan otorita yang terbangun dalam sisitem superior dan subordinasi. Sebuah birokrasi rasional seharusnya terdiri atas orang-orang yang bekerja sepenuh waktu, digaji, diangkat secara karier melalui latihan keahlian, dipilih berdasarkan kualifikasi teknis. 4. Mengurusi perbedaan manusiawi. Berdasarkan hal yang dikemukakan, bukan berarti teori Weber lepas dari kelemahan Chandler dan Plano menunjukkan bahwa kelemahan teori Weber adalah tidak mengakui adanya konflik antara otorita yang telah dibangun secara hierarkis itu. Kelemahan berkembang. Apa pun yang dikatakan orang menganai teori birokrasinya,Weber dengan segala kehebatan pemikirannya tetap merupakan sumber gagasan yang tidak pernah habis. Bahkan Nimrod Raphaeli menganggap bahwa model birokrasinya Weber merupakan pemikiran yang paling administrasi berpengaruh dalam studi administrasi publik. Setiap tipe yang dikembangkan oleh Weber itu, dikaitkan dengan tipe staf lain yang mereka tunjukkan adalah tidak mudahnya menghubungkan proses birokrasi dan modernisasi di kalangan negara-negara sedang

xx

Lewat artikelnya yang berjudul "The Bureaucratic Model: Max Weber Rececjted, Rediscovered, Reformed, Diamant telah mempertentangkan otorita tradisional dan legal-rasional dengan staf administrasi. Dalam tipenya yang murni, otorita legal-rasional membuat staf administrasi sebagai subyek dari otorita melalui kapasitas resmi, pengorganisasian secara hierarkis, dan imbalan berupa uang. Setiap kantor ditentukan fungsinya secara tegas, dan diisi dengan pegawai yang dipilih scara bebas. Tipe ideal dari staf birokratik ini banyak memperoleh kritik. Carl Joachlm Frledrlch menyatakan Argumen hal yang bahwa tidak ada satu pun yang oleh Eugene Litwak. ideal dalam birokrasi, dan istilah sebenarnya tidaklah menguntungkan. lain, diberikan Dalam pandangan Litwak, model Weber amatlah efisien apabila organisasinya berkenaan dengan halseragam dengan bidang liputan yang lebih menekankan pengetahuan tradisional daripada keahlian sosial. Dengan kata lain, Litwak hendak mengatakan bahwa model Weber akan tepat bagi birokrasi pemerintahan yang berjalan lancar, tetapi ia tidak akan dapat memecahkan masalah-masalah yang berasal dari atau berlaku di kalangan bangsa-bangsa yang sedang membangun. Menurut Nimrod Raphaeli, model Weber telah diikuti dengan sejumlah pengembangan tipologi birokrasi la memaparkan beberapa contoh berikut; Fritz Morstein Marx mengemukakan empat birokrasinya berikut; model Weber, model tipe birokrasi hubungan yang terdiri atas; manusiawi, dan model terdiri atas; guardian,caste, patronage, dan merit. Eugene Litwak menyarankan tiga model profesional. Sedangkan Banks dan Textor mengajukan modelnya

modern, semi-modern, transisional, dan tradisional. F.Karakteristik Birokrasi Birokrasi adalah salah satu bentuk organisasi. Setiap aktivitas yang memerlukan koordinasi ketat terhadap kegiatan-kegiatan sejumlah besar orang dan sangat terspesialisasi, maka bentuk organisasi yang harus diambil tiada lain adalah

xxi

organisasi birokratik. Secara kasar,formula ini menunjukkan dekatnya pengertian birokratik den gan organ isasi-organisasi besar. Dennis H.Wrong (dalam Ali Mufiz, 1986:1984) mengungkapkan bahwa setiap organisasi birokratik mempunyai ciri struktural utama sebagai berikut: 1. Pembagian tugas. 2. Hierarki otorita. 3. Peraturan dan ketentuan yang terperinci. 4. Hubungan impersonal di antara pekerja. Saat membicarakan karakteristik birokrasi, Max Weber memberikan enam buah ciri: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Terdapat prinsip yang pasti dan wilayah yurisdiksi resmi, yang pada Terdapat prinsip hierarki dan tingkat otorita yang mengatur sistem. Manajemen didasarkan pada dokumen-dokumen yang dipclihara dalam Terdapat spesialisasi dan pengembangan pekerja melalui latihan keahlian. Aktivitas organlsrtsi mcnuntut kapasitas pekerja secara penuh. Berlakunya aturan-aturan umum mengenai manajemen, Dalam ciri pertama ada tiga ciri elemen yang menetapkan otorita umumnya diatur dengan hukum atau peraturan-peraturan administrasi.

bentuk aslinya.

birokratik, yakni aktivitas yang teratut otorita untuk memberi komando, dan metodologi.Tiga elemen ini pula yang amat menonjol dalam bidang public dan pemerintahan. Birokrasi, sebagaimana dipahami oleh kebanyakan orang, sepenuhnya dikembangkan dalam komunitas politik dan menjadi ciri negara-negara modern. Ciri kedua mengungkapkan bahwa dalam setiap organisasi pasti ada dua kelompok orang, apa pun itu namanya. Kelompok pertama adalah mereka yang di atas atau kelompok superior atau pemimpin atau penguasa dan sebagainya. Kelompok ke dua adalah mereka yang di bawah atau kelompok subordinasi atau yang dipimpin atau yang dikuasai atau seterusnya. Gampangnya, setiap organisasi xxii

tentu ada "pengurus" (superior) dan "anggota" (subordinasi). Agar keduanya ada jalinan, maka diperlukan sistem hubungan, yakni yang lebih tinggi akan memberi perintah kepada yang lebih bawah, sedangkan yang lebih bawah tersebut harus melaporkan apa yang telah dikerjakan sesuai dengan pedntah yang diterima. Karakteristik ini dapat ditemui pada semua struktur birokratih tidak pandang jenis dan tujuan organisasinya. Prinsip hierarkijuga berlaku, baik dalam otorita publik maupun privat. Perlunya staf, ditampilkan dengan adanya karakteristik ke tiga. Dalam kehidupan organisasi modern, dipisahkan kehidupan dengan uang pribadi dengan kehidupan kantornya. Karena itu, kita pahami uang dan milik negara mesti tidak boleh dicampur dan milik pribadi. Kaidah inijuga berlaku dalam organisasi bidang ekonomi, kemasyarakatan, nonpemerintah, baik yang bergerak dalam maupun yang bergerak di bidang politik. Menurut Weber, yang paling konsisten melaksanakan pemisahan kantor dari rumah tangga, kepentingan publik dari kepentingan privat, dan aktivitas organisasi dari aktivitas pribadi, adalah organisasi-organisasi niaga. Keenam karakteristik birokrasi menurut intelektual Jerman ini, dapat juga dipergunakan sebagai petunjuk untuk mencoba menguak pandangan-pandangan yang dikenakan pada birokrasi. S.N. Eisenstadt memperlihatkan adanya dua

pandangan dalam menilik manifestasi sosiologis ini. Pandangan pertama, merumuskan birokrasiterutama sebagai satu alat, atau satu mekanisme yang diciptakan untuk keberhasilan efisiensi implementasi dan tujuan-tujuan tertentu. Birokrasi di sini semata-mata dipandang scbagai satu ikhtisar dari rasionalitas pelayanan. Pandangan kedua, merumuskan birokrasi terutama sebagai suatu instrumen kekuasaan untuk melaksanakan pengendalian pada rakyat dan semua bidang kehidupam, serta untuk melangsungkan ekspansi kekuasaan, baik untuk kepentingan dan efisiensi pelaksanaan pencapaian tujuan dan pemberian

xxiii

birokrasi itu sendiri maupun demi kepentingan tuannya. Pandangan ke dua ini, secara mencolok menekankan diri pada proses birokratisasi. S.N. Eisenstadt penting, Yaitu: 1. 2. Berkembang proses diferensiasi secara ekstensif antara tipe-tipe peranan Peranan-peranan sosial yang paling penting dialokasikan tidak utama dan faktor kelembagaan (ekonomi, politik, agama, dan seterusnya) berdasarkan kriteria keanggotaan dalam kelompok partikularistik (sedarah atau seteritorial), tetapi sebaliknya lebih didasarkan pada criteria universalistik dan prestasi, atau berdasarkan kriteria keanggotaan dalam kelompok yang longgar, seperti kelompok profesional, keagamaan, keahlian, dan sebagainya. 3. Ada pertumbuhan kelompok-kelompok (ekonomi, budaya, agama, sosial) yang secara fungsional bersifat spesifik. Kelompok-kelompok ini tidak di belenggu oleh kelompok-kelom pok partikularistik 4. Definisi komunitas tidaklah identik dengan kelompok partikularistik, sebagaimana tampak dalam definisi kebudayaan Hellenik untuk Byzantium dan kebudayan Konfusius untuk Negeri Cina' 5. Kelompok-kelompok tujuan dan strata-strata yang utama dalam masyarakat dan berusaha untuk melaksanakan berbagai mengembangkan, macam mendorong, (dalam Ali Mufiz, 1986: 186) menguraikkan kondisikondisi perkembangan organisasi birokratik, dengan mengajukan tujuh hal yang

yang berbeda (politik ekonomi, dan sosial). Tujuan-tujuan

tersebut tidak dapat diselenggarakan di dalam kerangka terbatas yang didasarkan atas eksistensi kelompok-kelompok partikularistik 6. Petumbuhan diferensiasi dalam struktur sosial membuat kompleksitas semua bidang kehidupan, misalnya menyebabkan meningkatnya interdependensi antarkelompok dan tumbuhnya kesukaran dalam menjamin penyediaan sumber dan layanan' 7. Perkembangan-perkembangan ini menghasilkan "mengambang-bebas' Artinya, sumber-sumber ekonomi dan manusiawi terjaring oleh komitmen untuk xxiv

memberikan dukungan politik yang tidak satu pun dikelilingi oleh kelompok askriptif-parti kularistik' Sumber-sumber moneter misalnya, secara relatif bebas dari pengaruh kekuatan kerja dan bebas dari suara pemilih. Konsekuensinya, berbagai sumber, unit institusional dalarn masyarakat harus dibandingkan dengan faktor manusia, dan dukunqan implementasi sasaran, dan unit-unit

sosial yang utama diwarnai oleh banyak masalah keteraturan dan administrasi. Ketujuh butir tersebut, sebenarnya oleh Eisenstadt dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa organisasi birokratik seharusnya dikembangkan dengan lebih dulu mempertimbangkan adanya diferensiasidalam sistem sosial. Organisasi birokratik dapat membantu memecahkan masalah yang muncul sebagai akibat proses diferensiasi. Birokrasi menyelenggarakan organisasi yang mengandung koordinasi fungsi-fungsi yang penting terhadap dalam aktivitas skala besar. Dalam

implementasi tujuan-tujuan yang berbeda, birokrasi menyelenggarakan layanan sumber kepada kelompokyang berbeda. Organisasi birokratik juga penting dalam mengatur jalinan antara kelompok dan konflik. Lebih jauh, Eisenstadt melihat ada kalanya organisasi birokratik diciptakan oleh kelompok elite tertentu (penguasa, pengusaha ekonomi) dalam rangka untuk menyelesaikan suatu masalah dan untuk menjamin perolehan pelayanan dan posisi kekuasaan di dalam masyarakat. Dalam banyak sejarah, administrasi birokratik diciptakan oleh para raja yang menginginkan pemanta pan kekuasaannya pada kelompok feodal ristokrasi dan yang menghendaki untuk mengendalikan semua sumber ekonomi sosial, serta untuk memberikan kepada kelompok-kelompok publik, ekonomi, masyarakat kuasa dan administrasi tetapi dengan organisasi dan ekonomi birokratik dirundung ekonomi dan sosial layanan Dalam kebanyakan

membuat mereka tetap bergantung Pada Penguasa. modern, politik diperkenalkan ketika para pemegang

berbagai masalah, yang muncul karena terjadinya perkembangan eksternal (seperti peran) atau dikembangan internal (sepertipertumbuhan ekonomi,tuntutan politik).

xxv

Untuk rnenyelesaikan masalah-masalah ini, mereka harus memobilisasi sumbersumber yang tepat dari berbagai kelompok dan bidang kehidupan. G. Urgensi Birokrasi Dugaan buruk terhadap keberadaan birokrasi, merupakan sebuah disfungsi yang merupakan pengaburan (distorsi) terhadap konsep birokrasi. Padahal, birokrasi merupakan kebutuhan pokok bagi peradaban modern. Ada banyak faktor internal dan eksternal yang mendorong penerapan organisasi birokratik, yang dapat dimobilisasikan segala sumber daya yang tersedia. Alasan yang paling mendasar bagi penciptaan organisasi birokratik adalah adanya kebutuhan untuk melakukan koordinasi terhadap aktivitas yang berjumlah basar dan terspesialisasi. Perlu diperhatikan,tidak ada satu pun pemikiran Weber untuk mencoba merintangi preferensi lokal, di mana struktur nonbirokratik dapat mencapai tujuan-tujuan kolektif secara lebih tepat. Weber sama sekali tidak pernah memaksakan penerapan birokrasi secara membabi-buta, karena ia memang tidak perlu melakukan pembenaran diri (apologi) untuk itu. Hal yang ia canangkan hanyalah: "lf you wish to achieve certain administrative or productive goals in a large and territoriolly extensive society, then you must have a bureaucratic organization to do so' Adalah benar Weber cenderung memandang birokratisasi sebagai kecenderungan sejarah yang tidak bisa ditahan; yang hubungannya dengan ilmu dan pendidikan, ia amat tidak sabar melihat penolakan (resistensi) birokrasi. Dalam perkembangan paradigma administrasi publik, paradigma pertamanya menampilkan dikotomi politik-administrasi, yang di dalamnya ada pemisahan secara tegas antara perumusan kebijakan (policy) dan pelaksanaan kebijakan (administration). Dalam kerangka teori demokratik yang bertanggungjawab kepada pemilih adalah para pelaku politik atau pelaku- pelaku yang dipilih melalui pemilihan umum. Tentu saja yang mereka pertanggungjawabkan adalah kebijakan yang mereka putuskan. Jadi yang bertanggungjawab terhadap rakyat adalah politik,

xxvi

bukan administrasi. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa pegawai negeri dipandang semata-mata sebagai instrumen dari politik. Namun demikian, dikotomi politik-administrasi sudah lama ditinggalkan dan tidak mempunyai relevansi dengan kenyataan yang berlaku sekarang, ketika proses kebijakan Robert 1. 2. 3. yang Presthus terdiri atas formulasi, impelementasi, evaluasi, dan terminasi-birokrasi mempunyai andil dan keterlibatan yang besar' (1975) memperlihatkan peranan birokrasi dalam pembuatan keputusan, yakni dalam hal-hal yang ia sebut sebagai Pembuatan peraturan di bawah peraturan perundang-undangan (delegated Pemprakarsa kebijakan (bureaucracy's role in initiating policy). Hasrat internal birokrasi untuk memperoleh kekuasaan, keamanan, dan Dalam peranan pertama sebagai pembuat keputusan, birokrasi berkaitan dengan proses pemerintahan modern yang selalu dituntut untuk terus mengembangkan aspek-aspek keahlian. Proses ini seringkali melibatkan peleburan tiga fungsi pemerintahan-legislatif, eksekutif, yudikatif-sehingga merupakan antitesis terhadap teori pemisahan kekuasaan. "Delegated legislation " pada umumnya menampilkan bentuk-bentuk peraturan dan ketentuan perundang-undangan dan mempunyai status yang penting. Organ ini dipandang sebagai satu alat untuk menerapkan ketentuan-ketentuan umum pada hal-hal yang bersifat spesifik. Dalam pembuatan kebijakan diperlukan hal-hal yang bersifat teknis, yaitu cabang legislatif dan yudikatif terpaksa harus menyerahkan sebagian fungsinya kepada birokrasi. Sistem peradilan tidak mungkin sepenuhnya dapat menjalankan semua beban tugasnya. Begitu pula, tidak seorang pun mengharapkan para anggota dewan rakyat mempunyaicukup waktu dan pengetahuan untuk mengelola perincian pengaturan administrasi, sehingga para pejabat eksekutif memainkan peranan langsung dalam pembuatan keputusa. legislation).

kepatuhan (bureaucracy's internal drive for power, security, and loyalty).

xxvii

Peran birokrasi yang kedua muncul

karena

hanya birokrasilah yang

mempunyai pengetahuan teknis. lni yang oleh Rober Presthus disebut sebagai peranan kritis birokrasi dalam permulaan (pemprakarsa) kebijakan (a critical role in initiating policy). Adanya kelompok-kelompok penekan dalam birokrasi, juga menyebabkan birokrasi dapat memainkan peranan untuk merekomendasikan dan melaksanakan kebijakan publik. Ketika sesuatu program mulai dilaksanakan, maka birokrasi yang pertama mengetahuinya. Oleh karena itu,tidaklah terlalu mengagetkan ketika diketahui bahwa setengah dan mungkin seluruh perundangundangan yang disahkan oleh DPR rancangannya atau ini siatifnya berasal dari birokasi. Peranan birokrasi yang ketiga, menunjukkan jangkauan pengaruh birokrasi, yaitu ada rangsangan kekuatan (power),keamanan (security), dan kesetiaan (loyalty).Telah lama diketahui bahwa biro atau pun departemen-departemen amat termotivasi untuk menjalankan fungsi-fungsi layanan, berdasarkan suatu struktur tertentu. Kadang-kadang pejabat meyakini dirinya sendiri sedang memainkan peran perwakilan, meskipun yang mereka kerjakan lebih diorientasikan kepada kepentingan sendiri. Mereka membela satu filosofi yang menyatakan bahwa adalah sah bila satu lembaga menjalankan kepentingan tertentu. Terdapat peleburan antara artikulasi kepentingan pribadi dan dinas-dinas publik yang memberikan andil pada kepentingan fungsional, Keamanan dan pertumbuhan merupakan tujuan-tujuan umum, dan keduanya diuntungkan oleh perluasan program dan pelayanan dalam berbagai sector. Wallace S. Sayre telah membahas birokrasi: 1. 2. 3. Bagaimana para birokrat dipilih? Apakah peranan birokrat dalam pembuatan keputusan? Bagaimana birokrat diperintah? Mengenai pertanyaan kedua, pertama-tama harus disadari bahwa proses pembuatan keputusan pemerintah yang aktual berbeda, dalam tingkat tertentu, dari xxviii tiga pertanyaan pokok mengenai

deskripsi tertangkap

proses desisi yang adanya

formal' Oleh karena

itu, kita memahamiadanya keputusan, dan

perbedaan proses pembuatan keputusan antara dua atau lebih negara. Di sana kecendeungan dan perubahan- perubahan realitas proses pembuatan keputusan tidaklah hanya ditemui dalam pernyataan-

pernyataan konstruksional dan formal mengenai suatu cara bagaimana kekuasaan didistribusikan. Proses pembuatan keputusan yang nyata adalah bersifat kompleks dan gelap, sehingga tidak begitu mudah untuk mengenali dan menggambarkannya. Di kebanyakan negara, peranan birokrat dalam pembuatan keputusan ditampilkan sebagai agen dari para pembuat keputusan. Birokrasi bukanlah salah satu pembuat keputusan, tetapi ia lebih merupakan instrumen la tidak otonom, melainkan ia adalah pelaksana yang netral dari rencana-rencana yang dibuat oleh pihak lain. Peranan yang demikian adalah mitos kuno yang hampir-hampir telah ditinggalkan. Pada kenyataannya, dalam semua negara birokrasi adalah salah satu pelaku penting dalam pembuatan keputusan-keputusan pemerintah. Dalam beberapa sistem, para birokrat memegang kedudukan kunci, tetapi dalam kebanyakan sistem kekuasaan, mereka sebagai pembuat keputusan tampaknya semakin meningkat. Contoh yang paling kelihatan adalah apa yang terjadi di negara-negara sedang berkembang. Pada dekade '50-an dan '60-an, dunia menyaksikan intensitas negaranegara berkembang, termasuk lndonesia, untuk menyelenggarakan pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi. seluruh nasional. negara yang baru memperoleh Kondisi objektif telah memaksa kemerdekaannya setelah usai Perang Dunia II, memberikan prioritas pertama pada pelaksanaan program pembangunan birokrasi tampil ke muka untuk menjadi penggerak dan motor pembangunan.Fungsi dan peranan birokrasi secara mudah terliput dalam istilah sebagai agen pembaharuan dan agen perubahan. oleh karena birokrasi dipandang sebagai penggerak besar untuk senantiasa pembangunan nasional, maka terdapat perhatian memperbaiki dan memperkuat kapasitas administrasi.

xxix

H. Konsep Reinventing Government dan Banishing Bureaucracy (Konsep Memodifikasi/Transformasi Birokrasi) Konsep Reinventing Government yang banyak diterjemahkan "mewirausahakan pemerintahan" sebenarnya kurang tepat, karena seperti ada kesan ada upaya menyamakan profit. Barangkalilebih organisasi pemerintahan tepat kalau ditafsirkan dengan organisasi swasta, sehingga bersifat business-like, padahal organisasi publik adalah organisasi non (jangan diterjemahkan) dengan menemukan kembali makna pemerintahan yang sesungguhnya dapat saja di negaranegara Barat, prinsip menemukan kembali makna pemerintahan itu mendekati prinsip efisiensi organisasi swasta/bisnis. Seperti yang telah dilaksanakan di Amerika serikat dengan program National Performance Reviewyang menghasilkan Commonsense Government (works Better, costs Less/ yang didasarkan pada konsep Reinventing Government ini. Tentunya model Amerika serikat ini cocok dengan latar belakang nilai-nilai liberalisme-kapitalisme yang dianut, yang hasil akhirnya tetap bukan profit tapi efektivitas dan efisiensi serta peningkatan kualitas pelayanan publik. Barangkali tafsiran menemukan kembali makna pemerintahan atau memodifikasi sistem pamerintahan nilai Indonesia, sesuai dengan nilai-nilai dan memanfaatkan prinsip-prinsip David osborne tersebut, dapat diterapkan di lndonesia. Bukankah dalam konsep prinsip pemerintahan itu adalah "kepamongan", leading from behind (Tut Wuri Handayoni) (Howard, l995). Konsep Reinventing Government dari David osborne (sepuluh) prinsipnya yang dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar Konsep Dasar Reveinting Government dan Ted Gaebler (1992) pada dasarnya merupakan manajemen terapan organisasi publik dengan 10 Pemerintah Seiring dengan Memangkas

xxx

Dari gambar di atas, dari 10 (sepuluh) aspek yang terintegrasi menjadi konsep reinventing government, sebenarnya (1) yang berprinsip pusatnya (strategi dasar) adalah juga catalytic government. Pemerintahan katalis adalah: mengarahkan daripada mengayuh atau disebut leading from behind (di lndonesla dinamakan prinsip TutWuri Handayani= prinsip kepamongan). Strategi dasar ini di padu serasikan dengan 9 (sembilan) strategi lainnya, yakni sifat pemerintahan yang sebenarnya milik masyarakat (competitive owned government) yang berarti lebih banyak wewenang dan tanggung jawab masyarakat, (2) Pemerintahan yang kompetitif (competitive owned government) sehingga produknya berupa jasa pelayanan publik harua terus meningkat, bersaing memberikan pelayanan terbaik dari unit-unitnya, (3) Selanjutnya, pentingnya misi sebagai acuan, bukan aturan; (4) Misi bersama yang meggerakkan kinerja pemerintahan (baik stake holder holder eksternal tentulah dirumuskan lnternal birokrasi, politik). melalui tahapan-tahapan visi - misi - strategi- kebijakan, yang dirancang bangun stake holder pembangunan stoke suprastruktur politik maupun (infrastruktur

Disinilah pentingnya prinsip-prinsip dan langkah-langkah manajemen stratejik diterapkan. selanjutnya penyelenggaraan pemerintahan berorientasi hasil; (5) Berorientasi pelanggan; (6) Dan bersifat menghasilkan ketimbang membelanjakan; xxxi

(7) Ketiga konsep ini mengisyaratkan kualitas pelayanan publikyang prima dengan biaya murah (relatif). Untuk itu, konsep-konsep total quality manajement (TQM = manajemen mutu terpadu), (8) yang bersifat desentralisasi, (9) dan berorientasi pasar atau kebutuhan/aspirasi masyarakat, (10) lni berarti prinsip-prinsip manajemen konflik/kontijensi dapat diterapkan utnuk mewujudkannya (dianalisis dari Osborne dan Gaebler, 1992,Winardi, 1996). Agar pemerintahan katalis itu, dengan segala perangkatnya tersebut di atas berjalan dengan baik diperlukan upaya-upaya efisiensidan efektivitas. Di negeri maju sepertiAmerika Serikat, retnve nting governmentdilengkapi dengan langkahlangkah yang disebut banishing bureaucracy (memangkas birokrasi), sehingga tercipta suatu pemerintahan yang memenuhi kriteria commonsense government, works better, costs less. Untuk itu diperlukan mengkaji ulang kinerja pemerintahan yang ada (Government Performance Review di Amerika Serikat disebut National Performance Review). Sebenarnya istilah banishing kurang tepat diterjemahkan memangkas, karena makna bonishing sesungguhnya adalah tindakan efektivitas dan efesiensi sekaligus yang dapat saja memangkas, menggabungkan, melalui 5 (lima) strategi yang dapat dilukiskan dalam tabel di bawah ini: Tabel Penerapan 5 (lima) strategi inti dalam konteks Reinventing Government NO. FOKUS 1. Tujuan STRATEGI Strategi Inti PENDEKATAN Kejelas Kejelas Kejelas memboboti, merevisi, dan sejenisnya. Langkah-langkah banishing bureaucracy ini dilakukan prinsip-prinsip benchmarking dapat dimanfaatkan. Kemudian dilengkapi dengan pemerintahan yang bersifat antisipatif

an Tujuan an peran xxxii

an Arah 2 Insentif /Pelayanan Strategi komunikasi gan terkendali men pemerintahan 3 Pertanggung jawaban Strategi pelanggan make holders / men Kinerja pelanggan kompetitif Kepasti an mutu yang dikehendaki 4 Kekuasaan/Kewenangan Strategi pengendalian pelanggan / masyarakat Organis asional dayaan karyawan 5 Budaya antisipatif, kemitraan,dll) baru Staregi budaya Pember dayaan masyarakat Mengeh entikan tuh berpikir xxxiii perasaan simpati, dialog) Mengub kebersamaan, ah cara berpikir, menjadi kebiasaan (yang Menyen (mencari tidak sesuai lagi) Pember Pilihan Manaje Pilihan Manaje Persain

(demokratis, partisipatif,

kesisteman) Dengan mengadaptasi cara berpikir sistem, semua komponen-komponen reinventing government dan strategi-strategi Gambar Model Sistem dari Reinventing Government pelengkapnya (Banishing bureaucracy) diformulasikan dalam model sistem sebagai berikut:

Dari gambaran di atas terlihatlah bahwa untuk mewujudkan reinventing government yang bersifat "leoding from behind" sebagai intinya seluruh Sumber daya yang beraneka ragam, baik sumberdaya pemerintahan dengan prinsip-prinsip reinventing government dengan (organisasipublik), strategi banishing, swasta, masyarakat (organisasi-organisasi non profit yang beraneka ragam), diolah sehingga keluaran (output)-nya adalah produk berupa pelayanan publik yang prima. Faktor-faktor lingkungan tentunya perlu diperhitungkan juga. Dari seluruh uraian diatas, terlihatlah bahwa reinventing manajement (dengan strategi organisasi publik banishing yang bureaucracy-nya) adalah upaya pem berdayaan dengan memanfaatkan konsep-konsep demokratis,

pemberdayaan lainnya yang sesua. . Dengan kata lain, reinventing government xxxiv

merupakan akumulasi atau sasaran akhir pemberdayaan organisasi public. Tentu saja masih dibutuhkan konsep-konsep lain seperti konsep-konsep kepemimpinan dan tipologi organisasi yang adaptif terhadap perkembangan jaman. I. Penyakit Administrasi dalam Birokrasi dan Terapinya Pemahaman penyakit atau sering juga diistilahkan dengan patologi administrasi disini, berbeda pemahamannya dengan penyakit yang diderita oleh banyak yang karena kuman atau virus, seperti virus penyakit malaria, virus penyakit reman berdarah dan lain sebagainya. Tetapi yang dimaksud penyakit atau patologi administrasi di sini adalah suatu fenomena sosial yang tingkah lakunya :erlentangan dengan kaidah-kaidah, norma-norma, moralitas, dan rasionalitas yang dipersyaratkan oleh administrasi terdapat permainan itu sendiri. Di dalam pelaksanaan administrasi bagi setiap yang untuk menciptakan kondisi sekarang ini yang berbagai kenikmatan yang memungkinkan yang jelas,

menikmatinya, perebutan perolehan kenikmatan dalam administrasi memiliki aturan karena memang administrasi pengaturan dan keteraturan, Tetapi dalam kenyataannya itu tapi tidak sesuai dengan aturan permainan. Dengan pengaruh sedemikian besar, kenikmatan terhadap orang-orang yang memiliki kesempatan meraihnya, aturan permainan dalam administrasi diputarbalikkan sehingga pengaturan dan keteraturan berubah menjadi pengacauan dan perusakan. Jika kondisi administrasi semacam ini, berarti administrasi tengah menderita penyakit yang kompreksitasnya sangat tinggi, dan pengobatannya pun memerlukan konsultan spesialis pada setiap jenis penyakit yang dideritanya itu. Kompleksitas penyakit yang diderita administrasi dengan pengobatan konsultan spesialis tentu saja memerlukan pembiayaan yang tinggi, walaupun demikian tetap mengandung dua kemungkinan (probability), apakah dapat menjadi sehat kembali, atau harus dikuburkan dengan meninggalkan kesedihan dan penyesalan yang

berkembang dalam dunia administrasi, tidak sedikit orang yang merebut kenikmatan

xxxv

mendalam? Apakah duka administrasi dewasa ini semakin parah? Jawabannya perlu direnungkan oleh para ilmuwan dan praktisi administrasi. Fondasi keberhasilan aktivitas administrasi sangat ditentukan oleh sehat atau tidaknya administrasi itu sendiri. Aktivitas administrasi yang sehat adalah apabila proses kerjasama sekelompok manusia yang harmonis dengan pembagian tugas yang jelas, batasan tugas yang tegas dan berjalan berdasarkan norma-norma pengaturan dan keteraturan. Sedangkan aktivitas administrasi yang sakit adalah apabila proses kerjarsama sekelompok manusia tidak harmonis (terjadi serobotmenyerobot tugas, mau menang sendiri, saling menyalahkan dan sebagainya) dengan pembagian tugas yang tidak tegas tegas dan norma-norma pengaturan dan keteraturan amburadul. Fondasi yang rapuh menggambarkan kegagalan aktivitas adrnirristrasi, demikian pula sebaliknya fondasi yang kuat menggambarkan keberhasilan aktivitas administrasi. Istilah patologi asal mulanya dikenal di dunia ilmu kedokteran atau ilmu kesehatan. Perkembangan istilah ini juga dipergunakan oleh ilmu lainnya seperti patologi sosial, patologi administrasi dan lain sebagainya. Apakah yang dimaksud dengan patologi? sebagai bahan pertimbangan, kita mengutip definisi patologi sosial oleh Kartini Kartono: kebaikan, stabilitas "semua tingkah laku yang bertentangan dengan norma lokal, pola kesederhanaan, moral hak milik, solidaritas

kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin kebaikan dan hukum formal," Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang bertentangan dengan moralitas terhadap komunitas masyarakat maka lahirlah istilah penyakit sosial. Misalnya kejahatan, kemiskinan, pelacuran, perjudian dan lain sebagainya, yang dapat berakibat menghancurkan martabat seseorang atau serikat orang. Penyakit atau patologi adalah bekerjasama administrasi, dapat kita artikan sebagai suatu kebutuhan bersama, tetapi niat keadaan di mana manusia sebagai unsur utama dalam administrasi, nlat utamanya bukan untuk memenuhi utamanya adalah bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan pribadi-pribadi dengan mengorbankan orang lain, Berdasarkan obrolan dari orang-orang yang menjadi xxxvi

korban dari penyakit atau patologi administrasi, diketahui bahwa banyak pribadipribadi yang dengan kelicikan meraksanakan gagasan dan idenya untuk mengorbankan orang lain, sehingga keuntungan dan kenikmatan itu berpihak pada dirinya. secara realitas penyakit atau patologi administrasi lebih banyak menyerang para ilmuwan pada umumnya, khususnya ilmuwan administrasi, termasuk di dalamnya para praktisi pada umumnya dan khususnya praktisi administrasi. Berdasarkan obrolan tersebut di atas, maka melahirkan pertanyaan, kenapa yang banyak diserang penyakit atau patologi administrasi adalah para ilmuwan dan praktisi administrasi? Bukankah para ilmuan dan praktisi administrasi itu memiliki rasionalitas, moralitas, dan bahkan keteguhan iman yang tinggi? secara spekulatif kita bisa menjawab bahwa penyakit atau patologi administrasi pertamatama melumpuhkan rasionalitas, moralitas, dan bahkan keteguhan iman, sehingga orang-orang yang diserang penyakit atau patologi administrasi tersebut, apakah itu ilmuwan atau praktisi administrasi, dengan leluasa melakukan suatu aktivitas dengan tidak dapat dikontrol keimanan. Mari kita berdoa muda-mudahan para ilmuwan dan praktisi adminidtrasi yang sedang diserang penyakit administrasi cepat sembuh, dan rasionalitas serta moralitasnya dapat kembali berfungsi kembali agar aktivitas dan pengembangan ilmu administrasi yang dilaksanakan itu senantiasa dapat terkontrol oleh rasionalitas dan moralitasnya, sehingga hasil yang diharapkan oleh administrasi yang secara efektif dan efisien itu dapat terwujud sesuai dengan harapan semula. Rupanya pelaksanaan aktivitas administrasi sebagai profesi lebih banyak atau lebih mudah diserang penyakit atau patologi, apakah berupa nepotisme, kolusi, korupsi, keserakahan dan penyakit egoisme, dibandingkan dengan pengembangan ilmu lagi oleh rasionalitas, moralitas dan keteguhan

administrasi melalui proses belajar mengajar. Fenomena serangan penyakit atau patologi administrasi khususnya di lndonesia, ketika para ilmuwan itu masih bertugas pada wilayah pengembangan ilmuu administrasi melalui proses belajar mengajar, kurang atau hampir tidak ada xxxvii

yang diserang penyakit atau patologi administrasi. Tetapi ketika mereka berada dalam posisi praktisi atau istilah lainnya profesi administrasi, justru paling banyak yang diserang penyakit atau patologi administrasi yang cukup memalukan para ilmuwan administrasi itu sendiri. Tetapi lebih aneh lagi kenapa para ilmuan administrasi itu selalu mencari peluang untuk memperoleh kesempatan dapat terlihat dalam praktisi atau profesi administrasi? Untuk menjawab pertanyaan ini rasanya tidak wajar untuk dijelaskan dalam tulisan ini, cukup untuk bahan renungan. Semoga dengan renungan ini dapat berfungsi menjadi terapi bagi orang-orang yang sedang diserang virus-virus penyakit atau patologi administrasi. Berdasarkan berita media informasi, baik media elektronik maupun media cetak, rupanya virus-virus penyakit atau patologi administrasi ini bukan saja menyerang para ilmuwan dan praktisi atau profesi administrasi saja, tetapi mulai menyerang juga lembaga-lembaga negara, lembaga swasta dan bahkan sampai kepada lembaga kemasyarakatan, bukan saja kaum birokrat, akademisi sampai kepada lembaga politik. Bagaimana memberantas virus-virus penyakit atau patologi administrasi ini? Rupanya jawaban ini harus juga dijawab dalam pertanyaan, apakah semua pelaku lembaga negara, para kaum politisi, para pegawai swasta dan para anggota lembaga kemasyarakatan lainnya, mau menciptakan pengaturan dan keteraturan sesuai dengan persyaratan administrasi, baik dari segi ilmu pengetahuan maupun dari segi profesionalisme administrasi. Proses penafsiran dalam pemikiran tentang administrasi, baik sebagai ilmu pengetahuan yanq rnenciptakan kecerdasan terhadap pola pemikiran maupun sebagai profesionalisme yang menciptakan kemahiran dalam melakukan suatu kegiatan administrasi, terdiri atas dua lanqkah yang berbeda penafsirannya, pertama sebagai actor yang menunjukkan bahwa dalam administrasi itu sendiri terdapat aktivitas yang dapat dilakukan oleh semua orang dalam bentuk kerjasama. Bentuk kerjasama adalah suatu bentuk interaksi dari berbagai elemen.-elemen yang saling mempengaruhi. Kedua, berdasarkan proses komunikasi dengan memanfaatkan

xxxviii

seluruh kemampuan dalam pengetahuan yang dimliki oleh setiap manusia yang tergolong anggota administrasi itu sendiri. Gagasan manusia yang terangkum dalam pemikiran maupun aktivitas administrasi merupakan cermin untuk melihat potret diri dari administrasi itu sendiri, yang dapat kita bagi menjadi tiga komponen. Pertama, kita rnembayangkan bagaimana manusia seharusnya penampilan manusia yang terangkum dalam pada administrasi lainnya. mereka nilai terhadap administrasi administrasi berkaitan dengan apa yang dengan Kedua, kita membayangkan kita yang

penampilan tersebut. Ketiga, kita membayangkan jenis perasaan apa yang kita alami terhadap penampilan administrasi yang kita lakukan, Bila manusia dalam administrasi telah dengan sadar memilih suatu aktivitas yang tepat pada dirinya, hal ini merupakan suatu gejala keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara psikologis antara manusia dengan aturan atau kebijakan yang ditetapkan dalam administrasi sesungguhnya senantiasa memiliki korelasi dan signifikasiyang saling memperkuat dengan kehidupan spiritual untuk menyadari dirinya manusia itu sendiri. Mungkin ada beberapa pembaca yang akan mengajukan pertanyaan, bagaimana manusia dalam sebuah administrasi menerapkan anjuran kebijakan dan ajaran spiritual itu? Sungguh sangat menarik didiskusikan antara berbagai ilmuwan khususnya dengan ilmuwan administrasi dan manusia yang mendalami ilmu keagamaan.Tetapi kalau penulis ditanya, maka jawabannya bahwa ilmuwan administrasi dan ilmuwan keagamaan kedua duanya mengkaji dan mendalami tentang kebenaran dari sudut pandang kajian masing-masing, dengan obyek dan subyeknya adalah kebahagian dan keselamatan umat manusia itu sendiri. Dalam bentuk keijasama manusia dalam sebuah aktivitas administrasi, sebenarnya banyak terjadi interaksi dengan beragam motif-motif yang biasanya senantiasa mengombinasikan perasaan dengan tuntutan yang harus secepatnya dipenuhi. Misalnya terjadinya cinta kasih seksual antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang menggambarkan bahwa manusia yang bersangkutan sudah xxxix

dewasa dan menuntut diperlakukan sebagai manusia dewasa. Demikian pula halnya dengan seorang pegawai biasa, suatu saat mendapat promosi untuk mendudukisuatu jabatan, maka pertama-tama motif yang muncul pada dirinya adalah menuntut untuk diperlakukan berbeda ketika sebagai pegawai biasa dengan setelah menjabat dalam jabatan tertentu. 1.Penyakit Nepotisme dalam Administrasi dan Terapinya Idealisme dalam pelaksanaan aklivitas administrasi memang sudah lama diimplementasikan dalam bentuk semua hasil pada akhirnya akan disebarkan ke seluruh unit kerja dan bahkan sampai kepada individu-individu. idealisme ini dapat dipengaruh kepada pola pikir dari atas menetes ke bawah (trickledown effect,), dalam rangka menciptakan kesejahteraan dari seluruh lapisan masyarakat (manusia) yang melaksanakan aktivitas administrasi.Tetapi permasalahan yang dihadapi adalah bahwa hasil yang dapat diraih dalam rangka mengimplementasikan administrasi adalah terbatasnya hasil yang dapat diraih, sedangkan manusia yang terlibat dalam kerjasama cukup besar jumlahnya yang semuanya ingin memperoleh manfaat dari hasil yang dicapai tersebut. Dalam kaitannya dengan akibat dari suatu tindakan administrasi, diakui bahwa utilitas atau kegunaan dari suatu tindakan administrasi merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan. Baik atau tidaknya suatu tindakan administrasi ditentukan oleh apakah mendatangkan suatu kegunaan bagi banyak orang. Dalam kasus tertentu menganggap kegunaan sesuatu yang dapat menentukan baik atau tidaknya suatu tindakan administrasi. Berguna atau tidaknya suatu tindakan administrasi untuk pemenuhan kebutuhan bersama bukan merupakan suatu prinsip yang menentukan keberhasilan tindakan administrasi, tetapi apakah dapat tercipta keharmonisan dalam melakukan bentuk kerjasama, secara harmonis dan teratur, Tindakan administrasi (yang dimaksudkan di sini adalah pelaku atau manusianya yang mengerjakan aktivitas administrasi) dapat memberikan kepuasan seluruh manusia yang terikat dalam kerjasama. Secara realitas, terhadap fenomena xl

yang ada memang

bervariasi

dalam

tindakan

administrasi yang satu dengan

tindakan administrasi yang lainnya. Sebenarnya apakah yang dimaksud tindakankan administrasi itu? Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa seluruh perbuatan manusia yang melakukan kerjasama untuk mencapai hasil oleh yang diharapkan. ikatan kerjasama Permasalahan yang muncul karena hasil yang dicapai

manusia itu sangat terbatas, sedangkan harapan yang diinginkan tak terbatas, maka kepuasan yang diharapkan untuk terpenuhi tidak terwujud. Permasalahan yang muncul dari tidak terpenuhinya ikatan kerjasama yang terselubung, antara kepuasan dan keinginan manusia dalam ini, dapat melahirkan pemikiran

maupun tindakan administrasi

lain yang diistilahkan

dengan nepotisme. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan nepotisme itu? Secara sederhana dapat dikatakan bahwa nepotisme itu adalah salah satu bentuk perhatian manusia dalam ikatan kerjasama yang mengutamakan ikatan kekeluargaan, pertemanan dan lain sebagainya, dengan mengorbankan orang lain baik secara terang-terangan maupun secara terselubung. Secara realitas dalam kehidupan administrasi, nepotisme tidak selamanya bersifat negatif pada kondisikondisi tertentu. sebagai contoh, penerimaan pegawai yang lulus seleksi sepuluh orang dengan nilai yang sama dan tingkat persyaratan yang sama pula tetapi yang akan diterima sesuai dengan formasi yang tersedia hanya dua orang. Secara rasional pimpinan atau penentu kelulusan itu mengambil yang terdekat pada dirinya (anak keponakan, saudara, famili, teman dan sebagainya). Sekarang timbul pertanyaan, bagaimana wujud penyakit nepotisme administrasi? Penyakit nepotisme administrasi wujudnya adalah perbuatan seseorang atau beberapa orang yang bertindak secara sendiri-sendiri atau Secara berkelompok untuk memenuhi keinginan yang mereka harapkan dengan jalan mengorbankan orang lain. Pemenuhan keinginan dalam rangka menciptakan kepuasan hidup, bila tidak dapat dipenuhi, maka akan menimbulkan ganjalan ganjalan dalam menjala nkan kewajiban-kewajiban dalam kehidupan, terutama yang kaitannya dengan pelaksanaan kegiatan administrasi yang mengikat dalam bentuk kerjasama manusia xli

yang lebih dari satu orang. Sehingga usaha nepotisme mulanya

pencapaian

tujuan

yang mereka

sepakati bersama dapat terwujud dengan baik, kemudian serangan virus penyakit tidak perlu terjadi dalam kehidupan manusia. lstilah nepotisme pada lebih banyak dibicarakan dalam materi administrasi kepegawaian

personal manajemen, kemudian berkembang lebih lanjut kedalam berbagai aspek kehidupan pada manusia administrasi ? Jawabannya lainnya. Mengapa adalah karena dapat terjadi nepotisme dalam tidak tercapainya kepuasan yang

diharapkan semula, tetapi justru yang terjadi adalah ketidak puasan karena tidak terpenuhinya kebutuhan, sebagaifaktorutama dalam menciptakan kepuasan manusia. Namun demikian bahwa pemikiran yang seimbang (balanced thinking) dan tindakan yang seimbang (balanced actlon) akan melahirkan tingkat kepuasin secara adil dan merata dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam ikatan kerjasama. Ketidakseimbangan aktivitas manusia dalam administrasi sangat mudah diserang oleh virus penyakit nepotisme yang dapat merugikan dirinya sendiri. Penyakit nepotisme dalam administrasi, memang secara individual atau sekelompok manusia yang kecil yang dapat menikmati suatu hasil dari kerjasama dan sebagian besar manusia yang merasa dirugikan dan dizalimi dari seseorang atau sekelompok kecil orang tetapi memiliki otoritas yang sangat besar. Jadi dengan leluasa melakukan penindasan dan pemerasan terhadap orang lain. Penyakit nepotisme administrasijuga menciptakan suatu perubahan dalam sebuah bentuk kerjasama, tetapi perubahan yang diciptakan tersebut berorientasi kepada perubahan negatif atau dengan kata lain perubahan dalam arti penurunan dari seluruh aspek yang dimiliki oleh bentuk kerjasama. operasional dengan unit organisasi Sebagai contoh, jangkauan kegiatan diserang sebanyak sepuluh, tetapi setelah

penyakit nepotisme administrasi maka semakin lama semakin berkurang unitnya. Setiap bentuk kerjasama secara umum menghendaki suatu perubahan itu ke arah yang positif, dalam artian peningkatan baik jangkauan operasional, penambahan jenis kegiatan, peningkatan volume kerja, kesejahteraan angota dan lain sebagainya. Kondisi seperti ini menggambarkan administrasi dalam keadaan sehat. sekarang xlii

timbul pertanyaan, bagaimana terapi atau dengan kata lain pengobatan terhadap penyakit nepotisme administrasi? Yang perlu kita lakukan adalah bagaimana seluruh manusia yang terikat dalam kerjasama itu dapat menyadari bahwa ketidakjujuran, keserakahan manipulasi dan semacamnya adalah suatu perbuatan yang dapat menciptakan kesengsaraan bahkan sampai kepada kematian. Administrasiyang sehat dan pengadaan pegawaiyang jujur sudah semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan pokok setiap manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama. Pengetahuan administrasi telah mengajarkan banyak hal tentang yang terikat dalam bentuk khususnya waktu lama, bagaimana tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien serta memberikan rasa keadilan maupun kesejahteraan administrasi ketimbang pada semua orang kerjasama. oleh sebab itu jauh lebih menguntungkan apabila memelihara kesehatan dengan mengobati Pengobatan penyakit atau patologi nepotisme administrasi. penyakit nepotisme akan memerlukan kerusakan memerlukan

pembiayaan yang sangat mahal perbaikan atau patologi nepotisme administrasi.

sistem kerja lemah dan lain sebagainya yang disebabkan oleh bibit-bibit penyakit Penyakit nepotisme dalam administrasi tentunya sangat berpengaruh negatif terhadap pengembangan konseptual-teoritis, aktual-empiris dan etika estetika administrasi, sehingga wawasan keilmuan untuk meciptakan kecerdasan berpikir dan keterampilan untuk menciptakan kemahiran bertindak akan menjadi kabur serta suatu saat akan terkubur,Administrasi yang terkubur akibat keganasan virus patologi nepotisme di samping akan berpengaruh negatif bagi manusia yang terikat langsung dalam bentuk kerjasama, akan berpengaruh pula bagi manusia lainnya sebagai kolega atau pemerhati terhadap administrasi yang bersangkutan,Tidak berfungsinya konseptual-teoritis, aktual-empiris, dan etika- estetika administrasi, penyebab utamanya adalah keganasan virus patologi nepotisme yang sesungguhnya merupakan ulah manusia dalam administrasi itu sendiri. Ketegangan manusia dalam administrasi ini banyak disebabkan oleh perbedaan antara apa yang ia inginkan dan apa yang diharapkan. Pemikiran yang xliii

berorientasi kepada konseptual-teoritis akan menciptakan wawasan keilrnuan yang dapat diandalkan dalam mempertahankan kelangsungan hidup administrasi akibat kegartasart virus patologi nepotisme sedangkan kondisi perkembangannya senantiasa mencari dan berusaha menemukan sesuatu yang aktual dalam sebuah kenyataan terhadap penerapan aktivitas administrasi. Demikian juga dengan bagaimana mengimplementasikan aktivitas administrasi, sebaiknya senantiasa berorientasi kepada ketentuan yang telah disepakati yang disinari perasaan yang indah dan bersahabat. Penanganan virus penyakit nepotisme dalam administrasi seharusnya dilakukan secara terus menerus-menerus, karena kemungkinan akan berkembang apabila kita tidak waspada. Tindakan yang dilakukan itu merupakan suatu permulaan karena diawali oleh pemikiran yang dilandasi wawasan keilmuan, ketangguhan moralitas, dan keteguhan iman oleh sebab itu kita semua harus senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, sehingga virus-virus penyakit nepotisme itu tidak akan mengancam kehidupan kita setiap saat sebaiknya semua manulis yang terlibat dalam kerjasama untuk melakukan aktivitas administrasi saling mengontrol dan mengingatkan antara satu dengan yang lainnya tentang bahaya laten virus penyakit nepotisme itu. 2. Penyakit Kolusi dalam Administrasi dan Terapinya Hampir dapat dipastikan bahwa pembagian manfaat dari hasil aktivitas administrasi jauh lebih mengandung pemerataan, keadilan dan kesejahteraan daripada ketika administrasi itu mengalami penyakit. Administrasi dikembang kan untuk menjamin keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. llmu pengetahuan dan teknologi administrasi sebenarnya telah berkembang luar biasi pada dewasa ini untuk menciptakan kesejahteraan kestabilan dan keharmonisan, karena administrasi berfungsi sebagai alat berpikir ilmiah untuk menciptakan pengaturan dan keteraturan dalam kehidupan berserikat antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Jika administrasi tidak dapat lagi menciptakan untuk berserikat, maka pengaturan dan keteraturan dalam kehidupan manusia xliv

fenomena

ini memberikan

informasi bahwa administrasi itu mengalami gejala

penyakit kolusi dan perlu ditangani oleh konsultan yang handal. Dalam upaya pengobatan atau terapi dari penyakit atau ptologi administrasi, memang dokter yang paling handal adalah konsultan yang sumber daya yang diilhami oleh pandangan Dubrin dalam Wibowo, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Sumberdaya pengetahuan (knowledge resources). Dalam penanganan pengetahuan terutama yang berkaitan dengan kognitif, yaitu atau patologi kolusi administrasi, konsultan yang bertindak sebagai harus memiliki kemampuan untuk berpikir dan menalar atau kemampuan menjelaskan sesuatu yang berkaitan sebab dan aklbat terhadap penyakit patologi kolusi dalam administrasi' kemampuan afektif adalalah kemampuan untuk merasakan tentang penyakit atau patologi kolusi administrasi, dan kemampuan konatif kemampuan untuk melakukan tindakan yang cepat, tepat dan selamat dalam menangani penyakit atau patologi kolusi administrasi. 2. Sumber daya ilmu (science resources).llmu merupakan suatu hal yang sangat dahsyat untuk memastikan kebenaran suatu jenis penyakit atau patologi dalam kolusi administrasi yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu ikatan bentuk kerjasama, sehingga tujuan yang ditetapkan sebel umnya itu tidak dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan sebelumnya. Konsultan yang memiliki ilmu akan lebih mudah memastikan jenis penyakit atau patologi kolusi 3. administrasi dan menentukan cara atau teknik untuk menghilangkan virus-virus dari penyakit atau patologi kolusi administrasi. Sumber daya fisik (physical resources). Yang dimaksud sumber daya fisik di sini adalah bukan saja manusia sebagai anggota dalam ikatan kerjasama, tetapi seluruh aspek peralatan dan kekayaan lainnya dalam ikatan kerjasama itu, yang dapat digunakan untuk pencegahan atau tetapi terhadap penyakit atau patologi kolusi administrasi, sehingga dapat menciptakan pengaturan dan keteraturan dalam melaksanakan berbagai aktivitas administrasi.

xlv

4.

Sumber daya infomasi (informational resources). Kelengkapan data atau

informasi yang tepat dan benar menjadi bahan untuk mendiagnosis penyakit atau patologi kolusi administrasi, karena ketidakbenaran data dan informasi dapat menyebabkan penentuan jenis dan virus atau bibit-bibit penyakit atau patologi kolusi administrasi sulit dilakukan. Dan kalau pun dapat dilakukan kemungkinan juga mengalami kekeliruan atau bahkan kegagalan. 5. Sumber daya onalisis (analysis resources). Adalah suatu kegiatan yang atau patologi kolusi usaha proses dilakukan untuk mengurai menjadi bagian-bagian sehingga dapat menentukan penyebab utamanya terhadap jenis dan virus penyakit administrasi yang dialami oleh sesuatu ikatan kerjasama. 6. Sumber daya finansial (financial resources). Dalam pengobatan penyakit atau patologi kolusi administrasi sangat dibutuhkan

pembiayaan yang relatif besar,karena menghadapivirus penyakit atau patologi itu adalah manusia-manusia yang memiliki kekuatan yang sangat besar. Yang dimaksudkan finasial di sini adalah berupa uang atau modal yang dapat dipergunakan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang tepat dan benar dengan disinari kejujuran. 7. Sumber daya komitmen (commitment resources). Kesepakatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kehidupan suatu ikatan bentuk kerjasama, karena tindakan yang dilakukan keluar dari kesepakatan sudah bagian dari penyaki atau patologi administrasi. Demikian kesepakatan dari seluruh pula sebaliknya dengan tindakan akan menciptakan kesehatan administrasi.

Begitu pentingnya kesepakatan bukankah anda dilahirkan karena atas hasil dari kesepakatan kedua orang tua anda? Saya yakin bukan karena pemerkosaan yang dilakukrn oleh orang yang tidak bertanggung jawab, 8. Sumber daya manusia (human resources), Manusla adalah unsur utama dan terutama dalam ikatan kerjasama. Kekuatan dan kemampuan yang dimiliki manusia dalam suatu ikatan kerjasama dapat menyebabkan tidak terjangkitnya

xlvi

virus-virus penyakit 9.

atau patologl kolusi administrasi, karena hal itu akan

menyebabkan penderitaan dan bahkan mungkin kematian, Sumber daya kekuasaan (power resources). Pemanfaatan kekuasaan dalam kebaikan akan dapat menciptakan kekuatan dan kesehatan suatu ikatan bentuk kerjasama yang bersifat positif dengan dilandasi kejujuran, kebenaran, administrasi.Tetapi sebaliknya pemanfaatan kekuasaan yang bersifat negatif akan melahirkan virus-virus penyakit atau patologi kolusi administrasi, yang dapat mengarah kepada tindakan kolonialisme atau dengan kata lain penjajahan dalam administrasi. 10. Sumber daya organisasi (organization resourcei.arganisasi sebagai wadah untuk menghimpun orang-orang daya dan upaya yang dimilikinya. Bila kita merenung sejenak bangsa terhadap perjalanan sejarah, khususnya bagi kekuasaan lndonesia di mana para penguasa dari berbagai periode yang dapat melakukan kerjasama, maka diharapkan dapat menciptakan suatu kekuatan untuk mendinamisasi seluruh

senantiasa tidak luput dari sifat-sifat kolonialisme yang dapat menyuburkan bibitbibit penyakit atau patologi administrasi, yang mereka implementasikan ketika berada dalam memegang kekuasaan dengan didorong oleh suatu kebanggaan dan kesombongan, sehingga dianggap hanya menjadi orang-orang yang berada di sekitarnya beban dan dipandangnya sebagai manusia yang tidak berguna dan kalau perlu mereka singkirkan karena tidak memberikan manfaat, Berdasarkan dan apa pula yang penjelasan ini, maka akan melahirkan pertanyaan apakah yang dimaksud dengan virus penyakit atau patologi kolusi dalam administrasi dimaksudkan dengan penyakit atau patologi kolusi dalam administrasi? Sebelum kita menjawab kedua pertanyaan yang telah diajukan tersebut diatas, maka sebaiknya kita menjelaskan lebih dahulu secara singkat tentang apa yang dimaksud dengan kolusi itu sendiri. Kolusi adalah suatu tindakan dari kedua belah pihak untuk menciptakan kesepatakan yang sesungguhnya bertentangan dengan etika, moralitas, rasionalitas, keimanan dan peraturan yang berlaku dalam suatu xlvii

bentuk ikatan kerjasama, Pengertian kolusi inijelas bahwa sangat merugikan bagi orang-orang yang berperilaku yang berdasarkan tindakan moralitas, etika, rasionalitas, keimanan dan peraturan yang berlaku dalam ikatan kerjasama. Dan kemudian menguntungkan secara konkret atau secara realita bagi orang-orang yang perbuatan atau tindakannya bertentangan dengan moralitas, tersebut etika, rasionalitas, keimanan dan peraturan yang berlaku dalam bantuk ikatan kerjasama. Dari kedua pertanyaan di atas, mari kita mencoba menjawab mungkin tidak terlalu tuntas sesuai dengan apa yang diharapkan sesungguhnya. Yang dimaksud dengan virus penyakit atau patologi kolusi dalam administrasi adalah orang-orang atau rnanusia-manusia yang bersekutu dengan orang-orang atau manusia-manusia lainnya untuk memperoleh suatu manfaat dalam rangka memenuhi keinginan atau kebutuhan, walaupun tindakannya bertentangan dengan etika, moralitas, rasionalitas, keimanan, dan peraturan yang berlaku dalam suatu bentuk ikatan kerjasama. sedangkan yang dimaksud dengan penyakit atau patologi administrasi adalah perilaku yang diaplikasikan ke dalam perbuatan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan seseorang atau sekelompok orang untuk meraih keuntungan, tetapi merugikan orang lain dalam bentuk ikatan kerjasama. Penyakit atau patologi kolusi dalam administrasi yang telah diuraikan pada pembahasan terdahulu, rupanya sejalan dengan pemikiran Peter L. Berger para pembuat kebijaksanaan politik dan para teoritisi saling berhubungan dengan berbagai macam cara, Adakalanya mereka tidak saling berhubungan sama sekali. Di antara mereka yang berada dalam kursi kekuasaan dan cuma tahu bertindak (men of action) selalu sudah terdapat orang yang hanya memandang rendah para teoritisi dan hasil karya mereka. Dalam bertindak, mereka sudah biasa menggunakan "akal sehat"saja, yang sebenarnya adalah campuran dari berbagai teori lama yang dimantapkan sebagai kearifan rakyat dengan teori-teori gementara (ad hoc) yang diciptakan mehurut pola "kerjakanlah itu sendiri,,(do-it yourself). Begitu pula selalu terdapat sejumlah teoritisi dalam menara-menara gading yang asyik mengerjakan

xlviii

bangunan-bangunan intelektual mereka, dalam keterpencilan yang megah dari kerja memeras keringat yang dilakukan oleh umat manusia lainnya. Pendapat yang dilontarkan oleh Peter L. Berger di atas sesungguhnya telah menggambarkan virus-virus penyakit atau patologi kolusi dalam administrasi, Sebenarnya secara fenomenologis, dan bahkan lebih dari itu sudah mendekati nomena, karena penyakit itu sudah hampir dipastikan kebenarannya dalam tindakan sebagian manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama. penyakit atau patologi kolusi administrasi telah menjangkiti hampir di semua lini dalam pusat administrasi negara maupun administrasi pemerintahan, mulaidaritingkat

rampai kepada tingkat daerah kabupaten atau kota, bahkan sampai ke desa-desa. Penyakit atau patologi kolusi administrasi ini secepatnya perlu diagnosis sehingga dapat kembali sehat. Penanganan virus patologi kolusi dalam dapat berbagai proses aktivitas administrasi diharapkan tercipta sebuah pengaturan hubungan dan

keharmonisan kerja antar sesama manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama. Diharapkan pula terciptanya keteraturan kerja yang dilakukan oleh seluruh unsure yang ada dalam administrasi, Tindakan penanganan virus tersebut bukanlah menjadi akhir persoalan, melainkan akan berdlnamlsatl sesuai dengan tuntutan perubahan kebutuhan anggota yang terikat dalam kerjasama, Penanganan virus patologi kolusi dalam administrasi yang tidak tepat, terutama konsultan yang bukan ahli dalam rangka menerapivirus patologikolusi, sebenarnya bukan saja merugikan manusia yang terikat dalam kerjasama tetapi mungkin manusia lainnya yang berada di luar ikatan kerjasama. 3. Penyakit Korupsi dalam Administrasi dan Terapinya Pengaturan yang jelas dan tegas, keteraturan yang baik dan indah, keharrnonisan dan kesejahteraan memuaskan, merupakan suatu gambaran administrasi yang berjalan atau yang dilaksanakan berada dalam keadaan sehat. Tentunya semua manusia yang terikat dalam ikatan kerjasama mengharapkan agar xlix

kondisi demikian bahwa perubahan

berlangsung terus-menerus. Tetapi senantiasa menghadang penurunan di tengah dan tuntutan

terkadang

tidak disadari tingkat

jalan, di mana

moralitas menunjukkan

harapan

semakin tinggi di

kalangan manusia yang terikat dalam ikatan kerjasama, Hal ini merupakan sebuah fenomena bahwa virus penyakit korupsi mulai menjalardalam tubuh administrasi, dan bila tiba saatnya dapat atau akan mematikan administrasi itu sendiri. Memang sangat disadari bahwa keberadaan atau dengan kata lain lahirnya administrasi karena manusia, sehatnya administrasi karena manusia, sakitnya administrasi karena manusia, dan matinya suatu administrasi karena rnanusia pula. Berbicara tentang manusia, mari kita mengutip sebagian kecil pandangan yang dikemukakan Jalaluddin: "Manusia adalah mahluk yang eksploratif dan potensial, Dikatakan makhluk eksploratif karena rnanusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut makhluk potensial karena pada diri manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan. Manusia eksploratif dan potensial sebenarnya dapat menciptakan kondisi administrasi yang sehat, tetapi dapat pula menjadi menciptakan kondisi administrasi menjadi sakit, apabila manusia tidak lagi menjunjung tinggi kebenaran. Penyakit atau patologi yang sangat korupsi administrasi rnerupakan ikatan bentuk suatu penyakit ditakuti oleh semua kerjasarna manusia melalui

organisasi internasional, negara, pemerintah, sampai kepada organisasi swasta pun, semuanya sangat ketakutan bila terjangkit virurvirus penyakit atau patologi korupsi yang dapat mematikan aktivitas administrasl, Penyaklt korupsi yang begitu ditakuti oleh semua pihak mulai dari anggota ikatan kerjasama yang terendah sampai kepada anggota yang tertinggi, atau mulai dari anggota masyarakat yang terendah sampai kepada anggota masyarakat yang tertinggi. Kenapa masih ada sebagian anggota organisasi atau sebagian anggota masyarakat terlibat dalam korupsi? Kalau kita menjawab pertanyaan ini dengan kejujuran, maka dia akan berkata itulah

kebodohannya, tetapi bagi orang yang terlibat dalam korupsi, maka ia berkata itulah kelebihannya. Apakah yang dimaksud dengan penyakit atau patologi korupsi administrasi itu? Jawaban sementara dan secara sederhana dapat pula diutarakan bahwa korupsi adalah suatu perbuatan atau tindakan seseorang atau beberapa orang, baik statusnya sebagai bawahan maupun statusnya sebagai pejabat dalam suatu organisasi baik organisasi negara, pemerintah maupun organisasi swasta, baik sebagai pejabat negara, pejabat pemerintah, pejabat politik dan lain sebagainya, yang melakukan pelanggaran etika, moralitas, rasionalitas, keimanan (keyakinan) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan mendapatkan sesuatu keuntungan dalam rangka memenuhi keinginan dan kebutuhan seseorang atau beberapa orang yang dapat berakibat merugikan orang lain atau merugikan negara, pemerintah maupun organisasi swasta lainnya. Sebagai bahan perbandingan untuk melakukan suatu renungan sehingga pemahaman tentang korupsi semakin terasa dalam pikiran untuk menghindari perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun merugikan orang lain, kita kutip definisi korupsi menurut Wahyudi Kumurotomo: 1. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh siapa pun juga untuk kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk kepentingan suatu badan yang langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan dan perekonomian negara; 2. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau daerah yang dengan mempergunakan atau upah dari keuangan negara atau pun dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak langsung membawa keuntungan atau material baginya. Sebagai bahan perbandingan kita berpikir tentang penyakit atau patologi korupsi dalam administrasi dari pengertian korupsi tersebut di atas, maka sebaiknya kita juga mengutip pengertian korupsi yang diutarakan oleh Kartini li

Kartono: "Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeruk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala: sarah pakai, salah urus terhadap sumbersumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal untuk memperkaya dirinya sendiri Usaha untuk memperkaya diri sendiri atau sekelompok orang dengan jalan menggunakan segala kekuatan yang dimiliki terutama yang bersumber dari jabatan dan kewenangan. Hal inilah yang menjadi virus penyakit atau patologi korupsi di berbagai lembaga negeri lembaga pemerintah dan bahkan sampai kepada lembaga swasta. Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas tentang penyakit atau patologi korupsi dalam administrasi, dapat dikemukakan sebagai berikut yang dimaksud dengan penyakit atau patologi korupsi administrasi adalah proses berpikir dan bertindak yang tidak sesuai dengan etika, moralitas, rasionalitas, keimanan dan peraturan perundangan yang berlaku dalam suatu bentuk ikatan kerjasama dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Penyakit atau patologi administrasi dalam anggapan orang banyak ditujukan kepada pengelola Negara yang memiliki tindakan bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan oleh negara itu sendiri. Negara adalah suatu bangunan sosial yang bersisi tiga jenis bentuk kerjasama atau dengan kata lain organisme, yaitu individu. kelompok dan organisuri yung saling berinteraksi dan bereaksi antara satu dengan lainnya. Dalam suatu Negara dibutuhkan dengan proses berpikir dan tindakan untuk menciptakan pengaturan dan keteraturan,hal semacam ini menjadi kajia nutama administrasi. Peranan administrasi sangat penting dan dibutuhkan dalam rangka menciptakan pengaturan dan keteraturan terutama dalam merumuskan, menetapkan dan mengimplementasikan suatu bentuk kebijakan negara atau pemerintah,untuk melahirkan suatu kedamaian, ketenangan, kestabilan dan kesejahteraan masyarakat khususnya yang terikat dalam suatu bentuk kerjasama. Langkah yang dilakukan ini merupakan suatu upaya untuk mencegah penyakit atau patologi korupsi dalam pelaksanaan administrasi, yang pada gilirannya Sangat berdampak negatif serta lii

sangat merugikan Negara atau pemerintah dan pada akhirnya akan menyengsarakan masyarakat pada umumnya. Salah satu virus penyakit atau patologi tumbuh korupsi dalam pelaksanaan di mana aktivitas administrasi adalah suburnya aktivitas percaloan

fenomena ini telah memberikan gambaran bahwa hampir tidak ada unit kerja terutama bagi Negara yang sedang berkembang termasuk lndonesia yang bebas dari percaloan. prakte percaloan di lndonesia terutama dilembaga-lembaga pemerintah yang melakukan aktivitas pelayanan secara langsung kepada masyarakat. Sebagai contoh misalnya pengurusan surat isin Mengemudi (SIM), Kartu Tanda Penduduk (KTP), pembelian Tiket Kereta, Kapal Laut, Kapal Udara,dan bahkan sampai kepada percaloan pelayanan untuk memperoleh keadilan. Virus lain dari penyakit atau patologi korupsi adalah penyuapan, pungutan liar dan masih banyak lagi jenisnya Apakah yang sebenarnya yang dimaksud virus penyakit atau patologi korupsi dalam aktivitas administrasi yang berkaitan dengln percaloan? Baiklah kita pinjam saja pengertian percaloan yang dikemukakan oleh Samodra Wibawa: Pengurusan sesuatu kebutuhan dengan melalul percaloan akan Kegiatan menguruskan sesuatu kebutuhan untuk Orang lain di lnstansi publik. memungkinkan melahirkan suatu kesepakatan yang bertentangan dengan nilai etika, moralitas, rasionalitas, keimanan dan bahkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Wujud kesepakatan ltu mungkin bisa berbentuk penyuapan, pengutan liar dan perbuatan haram sejenisnya, Penyuapan adalah suatu bentuk sogokan untuk mempermudah, pembebasan, keringanan dan lain sebagainya dengan lmbalan tertentu. Sedangkan pungutan liar adalah suatu bentuk penerimaan yang tidak ada landasan aturan yang jelas dan untuk kepentingan dirinya sendiri. Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan tentang penyakit atau patologi korupsi dalam administrasi di atas, maka dapat melahirkan pertanyaan bagaimana mengobati atau dengan kata lain menerapi penyakit atau patologi korupsi tersebut? Untuk pengobatan atau menerapi penyakit atau patologi korupsi liii

terhadap pelaksanaan sebagai berikut:

aktivitas

administrasi

dapat dilakukan langkah-langkah

1. Penyadaran etika. Setiap komunitas manusia atau masyarakat pasti selalu memiliki tata aturan yang mereka sepakati atau aturan yang tidak tertulis sebagai warisan dari pendahulu atau dengan kata lain dari nenek moyang mereka. Tata aturan sebagai warisan dari nenek moyang dari komunitas masyarakat tertentu dapat dijadikan sebagai terapi terhadap penyakit atau patologi korupsi dari berbagai pelaksanaan kegiatan administrasi, baik di lingkungan administrasi negara, di lingkungan administrasi pemerintahan, maupun di lingkungan administrasi swasta. 2. Penyadaran moralitas. Manusia yang terikat dalam suatu bentuk kerjasama tidak lepas dari nilai-nilai moralitas yang secara hati nuraninya senantiasa dia akan tegakkan. Pergeseran pelaksanaan moralitas ini antara lain karena desakan atau tuntutan'kehidupan. Oleh sebab itu untuk dapat dijadikan bahan terapi moralitas dari penyakit atau patologi korupsi dalam pelaksanaan aktivitas administrasi, harus manusia selalu dilakukan penyadaran setiap yang terikat dalam bentuk kerjasama berbagai anggota

untuk menjaga nilai-nilai setiap

moralitas yang mereka sepakati. 3. Peningkatan keimanan. Nilai-nilai keimanan yang diyakini oleh anggota yang terikat dalam bentuk kerjasama, sangat cepat dapat menyadarkan setiap menganutnya untuk kembali ke jalan yang dianjurkan oleh nilai-nilai keimanan, separah bagaimana pun penyakit atau patologi korupsi 4. Kelayakan hidup.Setiap manusia yang terikat dalam suatu bentuk kerjasama senantiasa mengharapkan kelayakan hidup sesuai dengan tuntutan lingkungan, Kemiskinan dan kemelaratan merupakan suatu kondisi yang sangat mudah diserang oleh virus penyakit atau patologi korupsi dalam pelaksanaan berbagai kegiatan administrasi. Kelayakan hidup dapat dijadikan sebuah terapi terhadap penyakit atau patologi korupsi di bidang administrasi, Perlu dijaga keseimbangan kelayakan hidup bagi semua manusia yang terikat dalarn bentuk kerjasama, liv

5. Penegakan peraturan, Pelanggaran dalan suatu ikatan bentuk kerjasama disebabkan karena adanya peraturan. Pelanggaran peraturan perundang undangan yang berlaku adalah salah satu bentuk penyakit atau patologi korupsi, penyakit korupsi ini akan dapat diterapi atau diobati dengan jalan penegakan peraturan yang tegas dan jelas dan diperlakukan secara adil dari seluruh anggota organisasi yang terikat dalam bentuk kerjasama 6. Pemberian pemahaman Pendidikan adalah salah satu bentuk usaha yang dilakukan secara sadar untuk meningkatkan kualitas berpikir dan bertindak setiap manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama' Adanya pemahaman dan pengertian tentang tindakan korupsi dari setiap manusia dapat dijadikan terapi untuk tidak melakukan suatu tindakan korupsi. 7. Pemberian sanksi. Pelanggaran suatu aturan baikyang bersifattertulis maupun yang tidak tertulis akan diberikan suatu sanksi sebesar dengan pelanggaran yang dilakukan setiap manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama. Penyakit atau patologi korupsi dalam pelaksanaan dari berbagai aktivitas administrasi, sangat merugikan semua pihak, kecuali pelaku korupsi itu sendiri, karena dia hidup denganlemewahan di atas penderitaan orang lain' Apakah setiap orang yang korupsi akan selalu hidup dalam kemewahan? Jawabannya, bagaimana pengalaman anda sendiri? Berdasarkan informasidari berbagai media cetak maupun media elektronik ternyata tidak demikian. Bahkan sebaliknya perbuatan itu diakhiri dengan penderitaan dan penyiksaan yang sangat berat' seperti istilah dalam sebuah lagu, masuk gemuk keluar kurus. Suatu lagu yang memberikan makna sangat mendalam bagi yang memiliki nilai-nilai etika moralitas, keimanan dan rasionalitas. 4. Penyakit Keserakahan dalam Administrasi dan Terapinya Sering kita mendengar suatu ungkapan yang mengatakan bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna dari segala ciptaannya, karena manusia memiliki akal yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruh mana yang benar dan mana yang salah, mana yang indah dan mana yang lv

jelek dan lain sebagainya. Demikian juga ungkapan manusia sebagai mahluk yang paling mulia dari mahluk yang lainnya. Apabila sebutan kesempurnaan dengan penggunaan pemikiran dan tindakannya sesuai dengan ketentuan baik yang Diciptatan oleh Tuhan maupun ketentuan ciptaan manusia itu sendiri, maka akan menciptakan status manusia sebagai mahluk yang mulia.Tetapi sebaliknya, pemikiran dan tindakan manusia yang bertentangan dengan ketentuan Tuhan dan ketentuan manusia itu sendiri, maka status manusia yang bersangkutan adalah berada dalam kehinaan. Fenomenologi rupanya dapat mengarahkan kita untuk berpikir dan berkata bahwa kebahagiaan dan kemesraan di dalam suatu kehidupan manusia baik secara individu maupun manusla yang terikat pada ikatan bentuk kerjasama, bagaikan sebuah drama yang tidak pernah berhenti bergelora. Drama dalam jiwa diri manusia bagaikan interior yang selalu mau tertata dengan rapi, indah dan selalu ingin dirasakan oleh jiwa-jiwa yang sedang dilanda mabuk cinta kemewahan. Kemewahan memberikan suatu kenikmatan yang sangat sulit diperolehnya. Oleh sebab itu kemewahan senantiasa dipertahankan dengan cara apa saja, asalkan tetap bersama pada dirinya. Dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia,tidakjarang kita jumpai bahwa seseorang manusia selalu berusaha meningkatkan faktor-faktor yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan atas dirinya sendiri, walaupun faktor-faktor tersebut sangat sulit memperolehnya dengan jalan yang jujur dan benar. Dalam kondisi seperti itu maka akan terjadi pertentangan antara keinginan atau kebutuhan dengan faktor-faktor pemenuhan kepuasan kehidupan itu sendiri, atau dengan kata lain terjadi pertentangan (konflik) antara kebutuhan batin dengan kebutuhan fisik, Pada keadaan yang lebih makro, konflik bukan saja bisa terjadi antara perasaan dengan kebutuhan manusia tetapi juga dapat terjadi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, karena perebutan faktor pemuas kehidupan yang sangat terbatas dan memperolehnya memerlukan teknik dan metode tertentu, baik

lvi

sesuai norma-norma maupun yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku pada mereka. Penyakit atau patologi keserakahan dalam pelaksanaan aktivitas administrasi adalah suatu metode, teknik dan taktik yang dilakukan seseorang anggota yang terikat dalam ikatan bentuk kerjasama berpikir dan bertindak untuk dapat menguasai sebagian atau bahkan kalau bisa keseluruhan faktor-faktor kenikmatan (khusunya yang berupa material atau benda) dengan mengorbankan orang lain.lstilah yang populer dewasa ini adalah "pintar kali-kali dan tambahtambah,tetapi bodoh atau tidak bisa bagi-bagi'l Realitas seperti ini bukan lagi sebagai rahasia, tetapi sudah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari manusia baik sebagai individu, anggota yang terikat dalam bentuk kerjasama, dan anggota masyarakat pada umumnya agar selalu berusaha untuk menghindari virus penyakit keserakahan. Penyakit atau patologi keserakahan manusia sebenarnya adalah suatu penyakit yang sangat kejam, karena dapat menghancurkan ikatan kerjasama dan bahkan dapat mematikannya. Sekarang kalau terjadi serangan penyakit atau patologi keserakahan, terutama penyerangannya itu mengarah kepada pelaksanaan aktivitas administrasi, 1. 2. 3. bagaimana cara mengatasinya? Untuk mengatasi penyakit atau patologi keserakahan itu, kita kutip pendapat Jalaluddin: Kegiatan berkarya, bekerja dan mencipta, serta melaksanakan dengan sebaik-baiknya tugas dan kewajiban masing-masing, Keyakinan atas penghayatan nilai-nilai tertentu (kebenaran, keindahan, keimanan dan lainnya). Sikap tepat yang diambil dalam keadaan dan penderitaan yang tidak terelakkan terhadap setiap manusia. Manusia yang merasa tidak tenang, tenteram dan aman dalam kehidupannya adalah manusia yang sedang diserang virus penyakit atau potologi keserakahan. Memang kita mengakui bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan dasar yang dituntut berjuang untuk memenuhinya. Kebutuhan dasar tersebut dapat lvii

merupakan kebutuhan rohani dan kebutuhanjasmani maupun kebutuhan sosial. Setiap manusia senantiasa berusaha untuk memenuhi ketiga jenis kebutuhan ini. Bila kebutuhan tersebut dalam usahanya tidak dapat terpenuhi, maka jalan keluar adalah menyesuaikan diri dengan kenyataan yang dihadapinya Namun manusia memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, ada yang berbuat atau berjuang untuk memenuhi kerakusannya dan ada pula yang berjuang sekedar untuk memenuhi tuntutan kebutuhan dasarnya. Penyakit atau patologi keserakahan bukan semata-mata hanya mengumpulkan hata benda yang melimpah untuk memenuhi kebutuhan, tetapi lebih banyak diarahkan kepada memenuhi keinginan. Memang berbeda pengertian antara kebutuhan dengan keinginan. Pengertian kebutuhan adalah sesuatu yang terbatas dalam penggunaannya untuk kehidupan sehari-hari, sedangkan pengertian keinginan adalah sesuatu yang tidak terbatas dalam kehidupan. Sebagai contoh misalnya kebutuhan rumah cukup satu buah sesuai dengan kebutuhan, sedangkan keinginan, ingin memiliki rumah lebih dari satu atau kamar lebih walaupun tidak dibutuhkan. Keinginan yang berlebihan hanya menimbun suatu harta benda dengan memperolehnya kurang atau tidak wajar, hal ini juga merupakan penyakit atau patologi keserakahan dalam administrasi, Keserakahan adalah sesuatu tindakan yang manusiawi sepanjang tidak merampas hak-hak orang lain. Keserakahan yang merampas hak milik orang lain dalam suatu bentuk proses kerjasama. Hal inilah yang dapatdikategorikan sebagai virus patologi keserakahan dalam administrasi. Penanganan virus patologi keserakahan dalam administrasi, diperlukan ketegasan dan kejujuran secara ini dividual disamping harus pula diperlakukan atau dengan kata lain dispesialisasikan untuk dapat memahaminya bahwa keserakahan dengan merampas hak orang lain di samping mendapat hukuman moral juga akan mendapatkan jeratan hukum yang berlaku.

lviii

5. Penyakit Egoisme dalam Administrasi dan Terapinya Semua manusia yang hidup di atas dunia ini memikili permasalahan dan tantangan untuk mempertahankan hidupnya. Sifat manusia (human characteristic) senantiasa berbeda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Komunitas ntanusia dalam suatu ikatan bentuk kerjasama secara fenomenologis sifat manusia terdiri atas homogenitas dan heterogenitas. Homogenitas memiliki persamaan sifat dari semua komunitas manusia dalam ikatan kerjasama, sedangkan heterogenitas dalam komunitas manusia yang terikat pada bentuk kerjasama memiliki sifat yang kompleks atau dengan kata lain berbeda-beda antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya dalam rangka melakukan suatu aktivitas yang dipersyaratkan oleh administrasi, baik kaitannya dengan aktivitas kenegaraan atau pemerintah maupun aktivitas pengusaha atau kaum swasta. Dalam ikatan bentuk kerjasama manusia yang memiliki sifat homogenitas, egoisme tidak terlalu mencolok dalam bidang kita masing-masing dibandingkan dengan bentuk ikatan manusia kerjasama yang memiliki sifat heterogenitas yang egoismenya sangat tinggi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, Egoisme adalah suatu sifat manusia yang selalu ingin menang sendiri baik ditinjau dari segi pemikiran maupun ditinjau dari segi material atau harta benda terhadap manusia lainnya. Manusia dirinyalah yang paling ikatan kerjasama. yang memiliki sifat egoisme menganggap (the best) dan manusia yang lainnya bahwa biasa terbaik

saja.Tetapi secara realitas manusia senantiasa mendambakan rasa keadilan dalam Kondisi semacam ini akan menciptakan ketidak harmonisan dalam bentuk ikatan kerjasama manusia dalam administrasi. Tidak dapat disangkal lagi bahwa keadilan senantiasa tertanam secara kodrati dalam diri manusia, tetapi mengapa terjadi ketidakadilan yang dapat dirasakan oleh sebagian manusia dalam suatu ikatan bentuk kerjasama dan rebagai pihak yang tertindas, sedangkan bagi manusia sebagai pihak menindas remakin bangga dalam kosombangannya? setiap tindakan manusia sangat sulit diramalkan, karena sangat bebas melakukan tindakan menurut kehendaknya oleh sebab itu lix

boleh saja setiap manusia yang memiliki kemampuan, kelebihan ataupun kekuasaan tindakannya keinginan jauh melampaui sebagai kewajaran. Lagi pula dalam mengejar biasa saja bertindak berlebihan dengan pribadi atau golongannya,

merugikan manusia lainnya. Perwujudan keadilan merupakan penghargaan atas hak-hak manusia yang bisa kita bedakan atas tiga macam hak pertama, hak yang melekat pada diri manusia; kedua, hak yang melekat kepada manusia sebagai anggota keluarga; dan ketiga, hak yang melekat sebagai anggota dalam ikatan suatu bentuk kerjasama, Ketiga hak manusia ini tidak selamanya dapat berjalan sesuai dengan harapan, tetapi senantiasa mengalami fluktuasi ditinjau dari segi keadilan dalam berinteraksidan bereaksi antara sesama manusia, rehlngga memungklnkan bisa terjadi seseorang atau sekelompok orang menjadi yang tertindas dan seseorang atau sekelompok orang menjadi yang penindas, Seseorang atau sekelompok orang yang bertindak penindas sebagai bagian dari manusia yang egois. Penyakit atau patologi aktivitas kerjasama administrasi adalah egoisme terhadap pelaksanaan kegiatan ketika mendiskusikan atau sifat-sifat manusia yang sendiri terikat dalam bentuk sesuatu

yang selalu ingin menang

pemikiran, baik secara ilmiah maupun pemikiran terhadap suatu penyelesaian permasalahan atau suatu kegiatan. Ketika dalam pengisian suatu jabatan, maka selalu berusaha untuk mendudukijabatan yang tertinggi, ketika pembagian hasil yang telah dicapai dalam bentuk kerjasama, maka dia akan berusaha dengan cara apapun asalkan memperoleh yang terbanyak dan lain sebagainya. Egoisme sebenarnya adalah suatu virus penyakit atau patologi dalam pelaksanaan setiap aktivitas administrasi. Jika terlalu kuat pengaruh manusia yanq memiliki sifat egoisme sangat memungkinkan aktivitas yang dilakukan dalam bentuk kerjasama itu akan bersifat negatif dan tidak mustahil dapat mematikan atau membubarkan suatu bentuk kerjasama yang dituntut oleh administrasi. Secara fenomenologis manusia yang telah memiliki sifat-sifat egoisme adalah manusia yang mempunyai kecenderungan lx sebagai manusia tertutup

(introver), Biasanya manusia semacam ini memiliki wawasan pemikiran rasional dan cerdas, namun juga mempunyai kecenderungan sebagi manusia yang kikir dan kepeduliannya terhadap manusia lainnya sangat kecil, bahkan hampir tidak memiliki. Sedangkan manusia yang sifatnya terbuka (ekstrover) biasanya tidak terlalu kikir dan kepedulian terhadap manusia lainnya cukup tinggi. Manusia yang introver atau manusia yang tertutup paling cepat dijangkiti virus penyakit atau patologiegoisme, bila dibandingkan dengan manusia yang memiliki sifat ekstrover yang kasih sayangnya dan kepeduliannya kepada sesama manusia cukup tinggi. Dalam suatu ikatan bentuk kerjasama senantiasa anggotanya mengharapkan adanya penerapan keadilan dan pemerataan dalam ikatan kerjasama itu sendiri terhadap pendistribusian hasil-hasil yang telah dicapai dalam wujud kerjasama tersebut, tetapi bagaimana mengobati atau dengan kata lain menerapi bila ada manusia sebagai anggota dalam ikatan kerjasama itu yang memiliki virus penyakit atau patologi egoisme? Untuk menerapi penyakit atau patologi yang menyerang dalam pelaksanaan aktivitas administrasi, sebenarnya banyak cara yang dapat dilakukan agar hasil yang diharapkan dalam ikatan kerjasama itu dapat terwujd dengan baik. Langkah-langkah untuk menerapi virus tersebut, antara lain yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Melalui interaksisosial. Manusia yang memiliki sifat egoisme terutama yang sangat berlebihan dalam kehidupan ikatan kerjasam, kemungkinan saja dapat berubah dengan jalan interaksi sosial sesame manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama, maupun anggota masyarakat lainnya. Proses pembelajaran yang diterima dalam interaksi sosial ini, akan mempengaruhi dirinya untuk lebih meningkatkan kepedulian dalam kehidupan sosial, karena akan menyadari bahwa hidupnya karena manusia lain dan hidup manusia lain karena dirinya. 2. Melalui keterbukaan Sifat manusia yang tertutup akan mengalami suatu yang mendasar apabila kondisi lingkungan kerja dan kondisi perubahan

lingkungan masyarakat sekitarnya senantiasa terbuka. Haln ini akan dapat lxi

mempengaruhi diri seseorang yang bersifat tertutup dan egoisme yang lebih terbuka kepada manusia lainnya terhadap apa yang dirasakan atau dengan kata lain permasalahan yang dihadapinya. Dengan keterbukaan kepada manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama maupun manusia lainnya sebagai anggota masyarakat di mana dia hidup, lama kelamaan akan menyadari sifat egoisme itu merupakan suatu hal yang tidak baik terhadap dirinya maupun kepada orang lain. 3. Melalui pendidikan dan pelatihan. Proses pendidikan yang dilakukan oleh manusia terutama bagi manusia yang terikat dalam bentuk kerjasama akan melahirkan rasionalitas, moralitas dan etika dengan batasan-batasannya yang harus ditegakkan oleh setiap anggota dalam ikatan bentuk kerjasama, Selanjutnya pelatihan akan menciptakan pola perilaku dan perbuatan yang akan dilakukan yang lebih mengarah kepada perilaku dan perbuatan yang baikdan benar,sehingga sifat-sifat egoisme yang melekat pada diri seseorang manusia dapat berkurang sedikit demi sedikit. 4. Melalui kelompok informol dan kelompok formal. Kelompok manusia kelompok informal adalah suatu formal tetapi kelompok yang berbeda dengan kelompok informal yang bermain dan semacamnya, saling memperkuat, hubungan yang tergabung dalam aktivitasnya kelompok kelompok kekerabatan

ini seperti kelompok bercanda, kelompok berdiskusi, yang dapat menciptakan kelompok lebih harmonis. Sedangkan formal adalah

kelompok yang dibentuk secara resmi dalam suatu ikatan bentuk kerjasama, misalnya kelompok kerja, kelompok penelitian dan semacamnya dalam ikatan bentuk kerjasama. Kedua kelompok ihi dalam menciptakan keharmonisan akan menciptakan hubungan kemanusiaan yang akrab dan sifat-sifat egoisme akan lebih mudah diatasi, Masih banyak variasi menghilangkan paling yang dapat dikembangkan dalam rangka egoisme tidak mengurangi virus penyakit atau patologi

manusia-manusia tertentu dalam suatu ikatan kerjasama. Sebagai contoh variasi lxii

yang dapat dikembangkan dalam usaha menghilangkan paling tidak mengurangi penyakit atau patologi egoisme adalah: (1) menciptakan kesehatan yang berkualitas dengan nilai-nilai yang jelas; (2) menciptakan inovasi keunggulan dari setiap anggota dalam bentuk kerjasama; (3) menciptakan konsensus yang disepakati dari seluruh anggota dalam iuatu lkatan kerJasama, Jika upaya atau tindakan variasi ini kita lakukan secara konsekwen dan:diperlakukan secara adil bagi semua manusia dalam ikatan kerjasama, maka penyakit atau patologi administrasi akan dapat disehatkan kembali secara baik dan benar. Penanggulangan penyakit atau patologi egoisme yang diderita seseorang atau beberapa orang dalam sebuah ikatan kerjasama, seharusnya disadari pula bahwa manusia yang terikat dalam bentuk arief bijaksana dan berakhlak mulia, kerjasama tidak semata-mata dan membutuhkan jenis manusia unggulan, tetapijuga membutuhkan manusia yang serta memiliki wawasan keilmuan wawasan kemahiran dalam rangka melaksanakan berbagai aktivitas dalam sebuah ikatan kerjasama dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Strategi dalam pembentukan rekayasa di samping untuk ketepatan penanggulangan diharapkan sendiri. Virus patologi egoisme merupakan fenomena sosial dalam administrasi yang perkembangannya dewasa ini sangat pesat dan perlu pemikiran dan tindakan yang secara adil dan bijaksana untuk penanganannya kompleks. Seseorang sangat mudah dikenali yang begitu rumit dan dalam karena cara mereka menghilangkan penyakit atau patologi egoisme administrasi, juga kekurangan, kelemahan dengan cara meningkatkan

kemampuan rasionalitas, moralitas, dan keimanan serta eksistensi manusia itu

memperlakukan orang-orang ketika menghidangkan makan pagi, dari sebagian orang-orang itu senantiasa memposisikan dirinya untuk mendapat pelayanan yang lebih dari orang lain. Hal ini sesungguhnya merupakan salah satu fenomena virus patologi keserakahan yang sedang diderita orang tersebut.

lxiii

J. Birokrasi dan Manajamen Pemerintahan Birokrasi yang dalam bahasa Inggris disebut bureaucracy berasal dari kata bureau (berarti meja) dan cratein (berarti kekuasaan), maksudnya kekuasaan berada pada orang-orang yang di belakang meja. Di Indonesia, birokrasi cenderung diartikan berbelit-belit. Kendati sebenarnya bila orang-orang yang di belakang meja itu disiplin, terampil, taat pada tugas, dan tidak membedakan orang, maka hal yang dikhawatirkan tersebut di atas tidak akan terjadi. Max Weber dalam bukunya The Theory of Social and Economic Organization (diterjemahkan Talcott Person dan A.R. Henderson) serta buku Essay on Sociology (diterjemahkan H. H. Gerth dan C.W Mills) membahas birokrasi dan menjadi kajian utama para ilmuwan di berbagai negara, karena Weber termasuk orang yang pertama menyuguhkannya. Bagi Weber, birokrasi adalah metode organisasi terbaik dengan spesialisasi tugas, walaupun kemudian banyak pakar yang mengkritik Weber. Seperti Warren Bennis yang menyampaikan perlunya kebijaksanaan memperhatikan keberadaan manusia itu sendiri. Birokrasi tetap akan diperlukan di kantor-kantor pemerintah, terutama di negara-negara berkembang yang harus dipacu dengan kedisiplinan. Selama ini banyak pakar yang meneliti dan menulis tentang birokrasi, yaitu bahwa fungsi staf pegawai administrasi harus memiliki cara-cara yang spesifik agar lebih efektif dan efisien, yaitu sebagai berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kerja yang ketat pada peraturan (rule). Tugas yang khusus (spesialisasi). Kaku dan sederhana (zakelijk). Penyelenggaraan yang resmi (formal). Pengaturan dari atas ke bawah (hierarkis). Berdasarkan logika (rasional). Tersentralistis (otoritas). Taat dan patuh (obedience). Tidak melanggar ketentuan (discipline). lxiv

10. 11.

Terstruktur (sistematis). Tanpa pandang bulu (impersonal). Inilah prinsip dasar dan karakteristik yang ideal dari birokrasi. Jadi, kekuasaan dipegang oleh orang-orang yang berada di belakang meja karena diatur secara legal dan formal oleh para birokrat. Namun demikian, diharapkan pertanggungjawaban jelas, karena setiap jabatan diurus oleh orang (petugas) yang khusus. Birokrasi hanya dapat berlaku dalam organisasi besar seperti organisasi pemerintahan, karena pada suatu organisasi yang kecil diperlukan hubungan informal, sedangkan birokrasi ditata secara formal untuk melahirkan tindakan rasional dalam organisasi. Bagi negara-negara yang berkembang lambat, kesukuan masih dipertahankan, percaya kepada hal-hal mistik seperti dukun dan santet, keberadaan birokrasi tentu masih sangat diperlukan. Tetapi bagi negara-negara yang kehidupannya sudah moderat, kesadaran lingkungan tinggi serta membutuhkan pendemokrasian lebih mapan, menginginkan balance berupa kelonggarao birokrasi. Para pakar birokrasi semula merumuskan pendapatnya karena melihat masih banyaknya organisasi yang bekerja secara sembrono. Misalnya tanpa pembagian tugas, tidak ada aturan hukum, terlalu pandang bulu terhadap keluarganya, tradisional, primordial, irasional, dan tidak logis dalam mengambil keputusan, kurang bertanggung jawab, tidak disiplin, serta tidak sistematis dalam pc;rumusan kebijakan. Tetapi kemudian pada organisasi yang mencoba menjalankan birokrasi yang dimodifikasi sesuai dengan budaya setempat, maka lahirlah bentuk paling ekstrem dari birokrasi tersebut, yaitu kekakuan yang sentralistis, tirani. Para tenaga kerja diperlukan sebagai robot yang terikat pada aturan yang dan waktu. Sementara itu, para pemikir di tingkat atas melulu hanya mengandalkan logika tanpa perasaan. Kendati seharusnya antara logika, etika, dan bahkan estetika saling berdialektika. . Karena itu diperlukan balance untuk menyeimbangkan birokrasi itu sendiri dengan kebijaksanaan. Namun birokrasi tersebut tetap diselenggarakan dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut. lxv

1. 2. 3. 4. 5.

Tugas

yang

satu

dengan

tugas

yang

lain

harus

dapat

dikoordinasikan sesama rekan sekerja. Terkadang perlu kebijaksanaan di luar peraturan yang telah Adanya kiat (seni/cara) untuk menyelenggarakan sesuatu yang Bawahan tetap harus diberi wewenang untuk dapat memberikan Pembagian tugas hendaknya lebih desentralistis demokratis. Ada beberapa karakteristik dan perilaku birokrasi yang akhir-akhir ini menjadi patologis (penyakit) dalam pemerintahan, diagnosisnya sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. asal jadi. Sebelum bangsa kita dijajah oleh Belanda, Inggris, Portugis, dan Jepang, beberapa suku bangsa kita telah mengenal berbagai budaya kerajaan. Dalam budaya ini kawula begitu segan serta cinta kepada gustinya. Setelah penjajah meninggalkan negeri ini, bangsa asing itu pun begitu menjadi momok yang serba ditakuti, baik dalam sanksi-sanksi maupun intimidasi kaum penjajah. Oleh karena itu, pemerintah baik di pusat maupun di daerah dianggap seakan mengambil alih fungsi kerajaan. Jadi, bagaimanapun kecilnya gaji suatu kantor pemerintah tetap saja dirindukan sebagai idola pekerjaan. Atau bagi yang tidak Budaya feodalistik masih terasa. Kebiasaan menunggu petunjuk pengarahan. Loyalitas kepada individu bukan kepada tugas organisasi. Belum berorientasi pada prestasi. Keinginan untuk melayani masih rendah. Belum ditopang teknologi secara menyeluruh. Budaya ekonomi biaya tinggi. Jumlah pegawai negeri relatif banyak tetapi kurang bermutu dan berjalan dan ditetapkan semula secara bersama. mungkin berkonotasi rasa yang irasional. saran yang produktif (seperti telaah staf) lengkap dengan analisis dan solusinya.

lxvi

memperoleh kedudukan tetap saja mengemisi kehadirannya menjadi pegawai negeri sipil. Pengaruh budaya feodalistik ini yaitu hubungan antara bawahan terhadap atasan, akan memunculkan pengkultusan. Itulah sebabnya, setiap kegiatan menjadi absah bila dianggap sudah mendapat restu dari atas atau dari pusat kekuasaan pemerintahan. Pada setiap acara pertemuan seperti sarasehan, rapat koordinasi, seminar, lokakarya, apalagi brifing senantiasa harus diresmikan oleh pemerintah setempat. Bahkan tidak sedikit para protokol mengulas, "Selanjutnya marilah kita ikuti dengan saksama petunjuk dan pengarahan bapak bupati ...." Inilah yang mengurangi kadar inisiatif hampir di semua pemerintahan daerah. Jadi, loyalitas sebenarnya dituj ukan kepada individu bukan tugas organisasi. Pada setiap perhelatan, bupati dan gubernur selalu mendapat porsi istimewa. Termasuk dalam penyuguhan gadis penari jaipong yang menarik pejabat dengan selendangnya, sementara kemudian sang pejabat menyelipkan uang di kutang yang seharusnya menjadi aurat yang dilindungi. Itulah sebabnya, pimpinan di Indonesia dituntut untuk menjadi contoh. Sebab apabila pimpinan memiliki kesalahan bukannya diprotes tetapi malahan ditiru secara tertutup. Dalam seleksi kenaikan pangkat dan jabatan atau penerimaan pegawai, yang berlaku adalah penerimaan dan pengangkatan pegawai sesuai selera pimpinan. Dengan demikian, terjadi primordialisme yang nepotisme, bukan berdasarkan prestasi kerja. Begitu pula dalam pelayanan, mereka yang didahulukan dalam pelayanan pembuatan SIM, KTP, IMB, dan lain-lain adalah mereka yang bersedia memberi uang lebih dengan istilah "segalanya bisa diatur". Eksesnya sudah barang tentu mereka yang tidak memiliki uang dan dana lebih, tersendat-sendat urusannya. Sebagian besar negara berkembang belum ditopang teknologi. Jadi, timbul keinginan untuk meniru pemakaian barang-barang teknologi canggih bukan untuk memperlancar urusan, melainkan untuk kegagahan. Contohnya, mereka membeli lxvii

komputer, handphone, faksimile, dan lain-lain. Kepemilikan secara pribadi barangbarang yang memiliki biaya tinggi, membuat keinginan untuk mencari uang terpaksa ditingkatkan. Hal ini membuat budaya ekonomi biaya tinggi terwujud. Bila pada masyarakat Jepang orientasinya adalah pada pengabdian yang ditujukan pada kesuksesan kelompok (tim). Sehingga bila ada seseorang yang mempecundangi maka dikhawatirkan organisasi merasa malu, lalu yang bersangkutan mengundurkan diri bahkan yang paling tragis melakukan harakiri. Tetapi dalam masyarakat Indonesia, loyalitas pengabdian hanya pada atasan. Itulah sebabnya, bila atasan tidak masuk kantor maka bawahan juga tidak masuk kantor. Pada gilirannya para pejabat pemerintah dapat memanfaatkan kedudukannya untuk mengumpulkan kekayaan pribadi, sepanjang atasan tidak menghalanginya, dan apabila bersalah tidak berkenan mundur. Sebaliknya, bila kultur Barat dan Indonesia di bandingkan, kultur Barat sangat menghargai hak-hak individu, sedangkan di Indonesia sangat menghargai masyarakat. Pada satu sisi, hal tersebut mempunyai ekses negatif. Di Barat, berkembang keinginan individu untuk bebas yang cenderung pada dekadensi moral. Sedangkan di Indonesia cenderung kelompok masyarakat yang dihormati ha knya hanyalah sekelompok kecil yang kemudian menyebut diri kelompok elit. Di Barat, tidak menutup kemungkinan pejabat pemerintah ditelanjangi di depan umum, tetapi di Indonesia, para kawula bahkan berpuasa untuk gustinya. Kendati dalam ajaran agama mana pun, berpuasa itu adalah hanya untuk Yang Maha Pencipta. Jadi, karena keinginan penghormatan kepada pemerintah inilah setiap pemberontakan di Indonesia bersifat setengah hati dan selalu gagal. Karena ada istilah tidak mungkin anak melawan bapaknya, dalam arti anak adalah pemerintah daerah sedangkan pemerintah pusat adalah bapaknya.

lxviii

DAFTAR PUSTAKA Abidin, Andi Zainal; 1999. Capita Selecta Budaya Sulawesi Selatan. Ujung Pandang. Hasanuddin University Press. Achmadi, Asmoro; 2005. Filsafat Umum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Adams, Abigail;1993, Percikana Permenungan, Penerbit Mitra Utama, Jakarta Ali, Achmad: 1988, Perubahan Masyarakat, perubahan Hukum dan penemuan Hukum Oleh Hakim, Ujung Pandang. Ali, Faried, M.,;2004, Filsafat Adminsitrasi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Alfian; 1985. Perkembangan Ilmu Politik di Indoensia. Jakarta : Rajawali Press. Alfian dan Syamsudin, Nazaruddin (ed), 1991: Profil Budaya Politik Indonesia. Jakarta, Pustaka Utama Grafiti. Allen. Louis A, 1985: Management and Organization, New York. Mc.Graw, Pustaka Jaya. Anoraga, Panji dan Suyati, Sri, 1995: Perilaku Keorganisasian, Jakarta, Pustaka Anderson, James, E.ed; 1976, Cases in Public Policy Making, Praegar Publisher, New York. Atmosudirjo, S, Prajudi; 1980, Dasar-Dasar Ilmu Administrasi, Ghalia Indonesia, Jakarta. ------------------------------------ 1996.Teori Organisasi. Jakarta : STIA-LAN Bachri, Syamsul, 1992, Peranan Birokrasi dalam Penegakan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Amanaggapa, Fakultas Hukum UNHAS, Makassar. Bakhtiar. Amsal; 2004. Filsafat Ilmu., Jakarta : Raha Grafindo Persada. Bahaudin, Taufik; 2001. Brainware Management Manusia). PT; Elex Media Komputindo, Jakarta. Benveniste, Guy, 1997: Birokrasi (terjemahan Sahat Simamora), Jakarta, Rajawali Pers. Blau, Peter M, dan Marshall W, Meyer, 1987: Birokrasi Dalam Masyarakat Modern (edisi II) terjemahan Gari R. Jusuf, Jakarta, UI Pers. lxix (generasi kelima manajemen

Blau, Peter M, 1963 : Dinamics of Bureaucracy, Chicago, University of Chicago Pers. Cushway, Barry & Derek Lodge, 1993: Perilaku dan Desain Organisasi, Jakarta, Elex Media Kamputindo. Davis, Keith dan John W. Newstroom. 1996. Perilaku Dalam Organisasi, Jilid 1dan 2, Penerjemah Agus Dharma. Jakarta : Erlangga. Dimock, M.E; Public Adminsitration, Rinehart & Co, New York, 1960.. Djaenuri, H.M. Aries, 1997: Manajemen Pelayanan Umum, Jakarta, IIP Press Dwiyanto, Agus, 1995: Penilaian Kinerja Organisasi Publik, Yogyakarta, Fisipol Universitas Gajah Mada. -----------------------, 2002: Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Yogyakarta, Galang Printika. Garna, Judistira K. 2000, Metode Penelitian Sosial : Penelitian Dalam Ilmu Pemerintahan, Bandung : Primako Akademika. Gaspersz, Vincent. 2001. Total Quality Management (TQM), Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Gie, The Liang, 1970: Administrasi Perkantoran Modern, Yogyakarta, PD.Percetakan Radya Indria. Gibson, James. L, John M.Ivancevich, James. H. Donnelly, Jr. Organisasi dan Manejmen: Perilaku Struktur Proses (terjemahan) edisi Keempat, Erlangga, Jakarta 1984. Gibson, James L, Ivancevich, John M, Donnely, James H, Jr, (Adiarni, Nunuk Penterjemah). 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, Jakarta : Bina Aksara. -----------------------------, 1986. Organization and Management, New York : Mc Graw-Hill. -----------------------------, Wahid, Djoerban (Penterjemah). 1997. Organisasi dan Manajemen, Perilaku Struktur Proses, Jakarta : Erlangga.

lxx

Gomes, Faustino Cardoso, 1999: Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta, Andi Offset. Hasibuan, SP. Melayu, 1995: Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Gunung Agung. --------------------------------. 1997. Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta : Bumi Aksara.

Hartono, Dimyati. M, 1997: Lima Langkah Membangun Pemerintahan Yang Baik, Jakarta. Ind Hill Co. Hidayat & Sucherly, 1986: Peningkatan Produktivitas Organisasi Pemerintah dan Pegawai Negeri, Jakarta, Prisma. Hersey, Paul, Blanchard, K, Dharma Agus (Penterjemah). 1995. Manajemen Perilaku Organisasi : Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Jakarta : Erlangga. Ibrahim, Amin, 2008, Pokok-pokok Administrasi Publik & Implementasinya, Jakarta, Refika Aditama. John, Rex; 1985, Social Conflict (Analisa Sistem Sosial), PT. Bina Aksara, Jakarta. Kenan, Kate, Dean Praty (Penterjemah). 1996. Pedoman Manajemen Pemotivasian, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti. Koentjaraningrat, 1985: Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia. Lukman, Sampara. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan, Jakarta : STIA-LAN Press. Makmur, 2007, Patologi serta Terapinya dalam Imu Administrasi dan Organisasi, Bandung, Refika Aditama. -----------,2008, Filsafat Administrasi, Jakarta, PT Bumi Aksara. Mardiatmadja, B. S., 1988, Disiplin, Jakarta, Kompas. Mufiz, Ali, 1984, Buku Materi Pokok Pengantar Administrasi Negara, Dikbud, UT, Jakarta. lxxi

Mustofiadidjaya, A.R., 1986, Administrasi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijaksanaan (Makalah). -----------------------------, 2003, Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta, LAN-RI. Moekijat. 2002. Dasar-Dasar Motivasi, Bandung : Pionir Jaya. Moenir , H.A.S. 1995. Manajemen Pelayanan Umum, Jakarta : Bumi Aksara. Nasution, M.N. 2001. Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta : Ghalia Indonesia. Nawawi, Hadari. 1993. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta : UGM Press.. ---------------------, 1997. Budaya Organisasi, Jakarta : Rineka Cipta. ----------------------, 1999. Teori Budaya Organisasi, Jakarta : BKU Ilmu Pemerintahan Kerjasama IIP-Unpad. Ndraha, Taliziduhu, 1997: Budaya Organisasi, Jakarta, Rineka Cipta. -------------------------, 1999: Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta, Rineka Cipta. ------------------------, 2001: Teori Budaya Organisasi, Jakarta, Rineka Cipta. -------------------------, 2003: Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 1, Jakarta, Rineka Cipta. ------------------------, 2003: Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) 2, Jakarta, Rineka Cipta. Osborne, David dan Ted Gaebler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi, Penerjemah Abdul Rasyid, Pustaka Binaman Presindo, Jakarta. Pareek, Udai. 1984. Perilaku Organisasi : Pedoman Kearah Pemahaman Proses Komunikasi Antar Pribadi dan Motivasi Kerja, Jakarta : Pustaka Binaman Pressindo. Poernomo, Sidik, 1988, Dilemma Birokrasi, Kompas, Jakarta. Prawirohardjo, Soewargono, 1993: State Of The Art Ilmu Pemerintahan, Jakarta, Karya Darma IIP.

lxxii

Rasyid, M. Ryaas. 1997. Kajian Awal Birokrasi Pemerintahan dan Politik Orde Baru, Jakarta : Yarsif Watampone. -----------------------. 1997: Jurnal Ilmu Pemerintahan (Edisi 6), Jakarta, IIP Press -----------------------. 2000. Makna Pemerintahan, Jakarta : Yarsif Watampone. Robbins, P Stephen, Handyana Pujaatmaka (Penterjemah). 2001. Perilaku, Konsep, Kontroversi, Aplikasi, Jakarta : PT. Prenhallindo. Santosa, Pandji, 2009, Administrasi Publik, Teori dan Aplikasi Good Governance, Jakarta, Refika Aditama. Sarundajang, S.H. 2003. Birokrasi Dalam Otonomi Daerah, Jakarta : Pustaka Sinar Jaya. Sedarmayanti. 2000. Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja (Suatu Tinjauan dari Aspek Ergonomo Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerja), Bandung : CV.Mandar Maju. Siagian, Sondang P. 1994. Manajemen Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta : Bumi Aksara. ---------------------------, 1996: Organisasi dan Motivasi (Dasar Peningkatan Produktivitas), Jakarta, Bumi Aksara. ---------------------------. 1997. Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta : Ghalia Indonesia. --------------------------. 2001. Manajemen Strategik, Jakarta : Bina Aksara. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendy (ed). 1989. Jakarta : LP3ES. Sudirman. 2002, Tesis : Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Efektifitas Pelayanan, Bandung : Universitas Padjadjaran (tidak dipublikasikan). Soekanto, Soerjono; 1983, Teori Sosiologi tentang Perubahan Sosial, Ghalia Indonesia, Jakarta. Sukarno, 1979, Pengetahuan Dasar Administrasi Modern, Jakarta, Penerbit Miswar. Scott, Williams. G. 1971. Organizing Theory A Behavioral Analysis for Management, Illinois : Richard D. Irwin Inc.

lxxiii

Steers, Richard M, Yamin, Magdalena. 1985. Efektivitas Organisasi, Jakarta : Erlangga. Stoner, James A.F., Freeman, Edward R., Gilbert, Jr, Sindoro, Alexander (Penterjemah). 1996. Manajemen Jilid II, Jakarta : PT. Prenhallindo. Syafiie, Inu Kencana; 1994. Ilmu Pemerintahan. Bandung : Mandar Maju. -------------------------, 2004, Pengantar Filsafat, Bandung, Refika Aditama. -------------------------, 2008, Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI), Jakata, Bumi Aksara. Thoha, Miftah. 1991. Perspektif Perilaku Birokrasi, Jakarta : Rajawali. ------------------. 1996. Perilaku Organisasi-Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. ------------------, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Tjokroamidjojo, Bintoro, 1987, Pengantar administrasi Pembangunan, LP3ES, Jakarta Tjokroaminoto, Moeljarto, 1986, Masalah dan Tantangan Masyarakat, Pandangan dan Telaah Menurut Ilmu Administrasi Pembangunan, Makassar, HIPIIS. Triatmodjo, Sudibyo, 1981, Potret Kehidupan Hukum, Bandung, Alumni. Triguno, 1997. Budaya Kerja, Meningkatkan Lingkungan yang Kondusif untuk Meningkatkan Produktifitas Kerja, Jakarta : Golden Terayon Press. Winardi, J. 2002. Motivasi Dan Pemotivasian Dalam Manajemen, Jakarta : Rajawali Press. -------------, 2000. Kepemimpinan Dalam Manajemen, Jakarta : Rineka Cipta. Weber, Max; 1958, The Protestan Ethic and Spirit of Capitalism, Cahrles Scribners Sons, New York. Zainun, Bukhari. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung Jaya.

lxxiv

PERANAN

BIROKRASI

DALAM

PEMBINAAN

PEGAWAI

NEGERI SIPIL PADA MANAJEMEN PEMERINTAHAN


TUGAS MATA KULIAH : BIROKRASI DOSEN : Prof. DR. H. RAHMAT, M. Si.

OLEH

AMRAN

: 10A05050

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK S3 PPs UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR MAKASSAR 2011
lxxv

You might also like