You are on page 1of 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1.

Pengertian Status Gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan.

Keseimbangan tersebut dapat dilihat dari variabel pertumbuhan, yaitu berat badan, tinggi badan/panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan, dan panjang tungkai (Gibson, 1990). Jika keseimbangan tadi terganggu, misalnya pengeluaran energi dan protein lebih banyak dibandingkan pemasukan maka akan terjadi kekurangan energi protein, dan jika berlangsung lama akan timbul masalah yang dikenal dengan KEP berat atau gizi buruk (Depkes RI, 2000). Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsir, 2001). 2. Penilaian Status Gizi Untuk menentukan status gizi seseorang atau kelompok populasi dilakukan dengan interpretasi informasi dari hasil beberapa metode

penilaian status gizi yaitu: penilaian konsumsi makanan, antropometri, laboratorium/biokimia dan klinis (Gibson, 2005). Diantara beberapa metode tersebut, pengukuran antropometri adalah relatif paling sederhana dan banyak dilakukan (Soekirman, 2000). Dalam

antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB) dan lingkar lengan atas (LILA). Dari beberapa pengukuran tersebut BB, TB dan LILA sesuai dengan umur adalah yang paling sering digunakan untuk survey sedangkan untuk perorangan, keluarga, pengukuran BB dan TB atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal. (Soekirman, 2000) Melalui pengukuran antropometri, status gizi anak dapat

ditentukan apakah anak tersebut tergolong status gizi baik, kurang atau buruk. Untuk hal tersebut maka berat badan dan tinggi badan hasil pengukuran dibandingkan dengan suatu standar internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna sendiri-sendiri. Indikator BB/U

menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum,

sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan. Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Pada anak Balita kemungkinkan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. Indikator ini juga dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000). Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal

perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal

akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. Untuk kegiatan identifikasi dan manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut, maka WHO & Unicef merekomendasikan menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD WHO 2006 (WHO & Unicef, 2009). Dalam panduan tata laksana penderita KEP (Depkes, 2000) gizi buruk diartikan sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai dengan berat badan menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmik-kwashiorkor. Agar penentuan klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda maka Menteri Kesehatan (Menkes) RI mengeluarkan SK Nomor 920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang klasifikasi status gizi anak bawah lima tahun. Dengan keluarnya SK tersebut maka data status gizi yang dihasilkan mudah dianalisis lebih lanjut baik untuk perbandingan , kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes, 2002). Menurut SK tersebut penentuan gizi status gizi tidak lagi menggunakan persen terhadap median, melainkan nilai Z-score pada baku WHO-NCHS. Secara umum klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi adalah seperti dibawah ini: Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun (Balita) *

Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun INDEKS Berat Badan menurut Umur (BB/U) Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) Berat badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) STATUS GIZI Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk Normal Pendek (Stunted) AMBANG BATAS **) > +2 SD >= -2 SD sampai +2 SD < -2 SD sampai >= -3 SD < -3 SD > = -2 SD < -2 SD

Gemuk > +2 SD Normal >= -2 SD sampai +2 SD Kurus (wasted) < -2 SD sampai >= -3 SD Kurus sekali < -3 SD *) Sumber : SK Menkes 920/Menkes/SK/VIII/2002. **) SD = Standard deviasi Penelitian ini menggunakan terminologi gizi buruk berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sesuai SK Menkes No SK Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan diKabupaten/Kota,

menyebutkan bahwa setiap balita gizi buruk harus mendapatkan penanganan sesuai standar. Balita gizi buruk yang dimaksud pada SPM tersebut adalah Balita yang memiliki BB/TB < -3 SD WHO-NCHS dan atau memiliki tanda-tanda klinis (Depkes, 2003). Tabel 2. Klasifikasi status gizi menurut cara WHO BB/TB Normal Normal Normal Rendah Rendah Rendah Tinggi BB/U Rendah Normal Tinggi Rendah Rendah Normal Tinggi TB/U Rendah Normal Tinggi Tinggi Normal Tinggi Rendah Status Gizi Baik, pernah kurang Baik Jangkung, masih baik Buruk Buruk, kurang Kurang Lebih, obesitas

BB/TB BB/U TB/U Tinggi Tinggi Normal Tinggi Normal Rendah Sumber: Supariasa, 2002

Status Gizi Lebih, tidak obesitas Lebih, pernah kurang

Status gizi adalah Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu, contoh gondok endemik merupakan keadaaan tidak seimbangnya pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh. Faktor faktor yang berpengaruh pada keadaan gizi balita, antara lain: a. Asupan zat gizi : jumlah makan yang harus bertambah, sesuai dengan bertambahnya kebutuhan bayi hingga balita akan berbagai zat gizi. b. Pendidikan dan pengetahuan orang tua : kunci keberhasilan menanamkan kebiasaan makan yang baik adalah tergantung pada pengetahuan dan pengertian ibu bagaimana cara menyusun yang memenuhi syarat gizi. c. Keadaan sosial ekonomi : pada kelompok dengan penghasilan rendah biasanya pola makannya sangat sederhana. Umumnya makan hanya 2 kali sehari dan jarang sekali diberikan makanan selingan. d. Kondisi sakit : pada keadaan sakit balita cenderung tidak nafsu makan

e. Kebiasaan dan pola makan : anak akan mencontoh apa yang oleh ibunya, kakaknya bahkan orang orang disekitarnya. f. Pengaruh lingkungan : lingkungan yang kurang bersih dan menyebabkan makanan mudah terkontaminasi bahkan menjadi basi. g. Makanan kesukaan : anak mulai berani menolak makanan yang diberikan oleh ibunya, janganlah memaksa anak makan sesuatu yang tidak disukainya, beri alternatif makanan lain. h. Makanan pantangan : pantangan yang tidak beralasanterhadap bahan makanan tertentu seperti ikan, telur, dan lain lain. Hendaknya tidak dituruti oleh ibu karena akan merugikan kesehatan anaknya sendiri. i. Ketrampilan makan : ketrampilan anak untuk makan sendiri dapat menambah nafsu makan anak dan bisa menghabiskan porsi makannya. j. Kualitas zat gizi k. Prinsip dalam memenuhi kebutuhan zat gizi yaitu, kalori harus mutlak terpenuhi, gabungan sumber protein nabati dan hewani setempat yang ada dan mungkin didapat, manfaatkan sumber protein hewani setempat yang ada dan mungkin didapat. (www.gizinet.com)

a. Penilaian status gizi secara Antropometri Penilaian status gizi secara antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI). Salah satu contoh penilaian ststus gizi dengan antropometri adalah Indeks Massa Tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) merupakan alat atau cara yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Berat badan kurang dapat

meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakit

degeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. Untuk mengukur status gizi anak baru lahir adalah dengan menimbang berat badannya yaitu : jika 2500 gram maka

dikategorikan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) jika 2500 3900 gram Normal dan jika 4000 gram dianggap gizi lebih. Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang di hubungkan dengan umur. Menurut Supariasa (2002), beberapa indeks antropometri adalah sebagai berikut : 1) BB/U (Berat Badan Terhadap Umur) a) Indikator status gizi kurang saat sekarang b) Sensitif terhadap perubahan kecil c) Kadang umur secara akurat sulit didapat d) Growth monitoring e) Pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau KEP 2) TB/U (Tinggi Badan Terhadap Umur) a) Indikator status gizi masa lalu b) Indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa c) Kadang umur secara akurat sulit di dapat 3) BB/TB a) Mengetahui proporsi badan (gemuk, normal, kurus) b) Indikator status gizi saat ini (current nutrition status) c) Umur tidak perlu di ketahui

b. Cara pengukuran lingkar kepala pada balita

Lingkar kepala pada balita di ukur untuk mengetahui sejauh mana perkembangan otak balita yang di ukur menggunakan pita ukur atau meteran. Ukuran lingkar kepala dipakai untuk

mengevaluasi pertumbuhan otak serta laju tumbuh kembang balita hingga usia 3 tahun hanya 1cm dan hanya meningkat 5cm sampai usia remaja/ dewasa, maka dapat dikatakan bahwa manfaat pengukuran lingkar kepala hanya terbatas sampai usia 3 tahun kecuali untuk kasus tertentu. (Santoso, 2004) B. Gizi Buruk 1. Pengertian Gizi Buruk Gizi buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi, merupakan keadaan kurang gizi tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energy dan protein dan makanan sehari-hari yang terjadi dalam waktu yang lama. Gizi kurang banyak menimpa anak-anak balita sehingga golongan anak ini disebut golongan rawan. Masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makanan orang dewasa atau bukan anak merupakan masa gawat karena ibu atau pengasuh anak mengikuti kebiasaan yang keliru. Disamping dampak langsung terhadap kesakitan dan kematian, gizi kurang juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan

intelektual, dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan otak yang berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kecerdasan karena tumbuh kembang otak 80% terjadi pada masa dalam kandungan sampai usia dua tahun. Diperkirakan bahwa Indonesia kehilangan 220 juta IQ poin akibat kekurangan gizi. Dampak lain dari gizi kurang adalah menurunkan produktivitas yang

diperkirakan antara 20%-30%.(Adisasmito, 2003) Anak balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini merupakan kelompok umur yang banyak menderita akibat gizi kurang kalori dan protein (KKP), dan jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain sebagai berikut: 1. Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang dewasa. 2. Biasanya anak balita sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh, sehingga perhatian ibu secara tidak langsung berkurang. 3. Anak balita sudah mulai main di tanah, dan sudah dapat main di luar rumahnya sendiri, sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.

4. Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih makanan. Di pihak lain ibunya sudah tidak memperhatikan lagi makanan anak balita, karena di anggap sudah dapat makan sendiri Dengan adanya Posyandu (Pos pelayanan Terpadu), yang sasaran utamanya adalah anak balita sangat tepat untuk

meningkatkan status gizi dan kesehatan anak balita. Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah di perkenalkan UNICEF dan telah digunakan secara internasional , yang meliputi beberapa tahapan penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes, 2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang makanya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

2. Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh seluruh keluarga. 2. Indikasi Gizi Buruk Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang bisa dijumpai pada anak adalah berupa kondisi badan yang tampak kurus. Sedangkan gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar bisa dibedakan menjadi tiga tipe: marasmus, kwashiorkor dan marasmickwashiorkor. Kwashiorkor memiliki ciri:
a.

Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab

b. c.

Pandangan mata sayu Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok

d. e. f.

Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel Terjadi pembesaran hati Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

g.

Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis)

h. i.

Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut Anemia dan diare Sedangkan ciri-ciri marasmus adalah sebagai berikut:

a.

Badan nampak sangat kurus seolah-olah tulang hanya terbungkus kulit

b. c. d. e.

Wajah seperti orang tua Mudah menangis/cengeng dan rewel Kulit menjadi keriput Jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar)

f. g. h.

Perut cekung, dan iga gambang Seringdisertai penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) Diare kronik atau konstipasi (susah buang air)

Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok. C. Pengetahuan gizi Pengetahuan seseorang adalah hasil dari melalui penginderaan indera manusia atau

terhadap

objek

yang

dimilikinya

(mata,hidung,telinga dan sebagainya). Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Gizi adalah zat makanan pokok yang diperlukan bagi

pertumbuhan dan kesehatan badan (Depdikbud, 1994). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu sebagai berikut :
1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2. Memahami Memahami diartikan sebagai mengingat suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagi kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipejari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthetis)

Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Menurut Suhardjo, suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan yaitu,status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energy dan ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi. (Notoatmodjo, 2003) Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan kwantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Awam yang tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang

paling menarik pancaindera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak

pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut. (Sedioetama, 2000) Dengan pengetahuan tentang gizi yang baik, seorang ibu dapat memilih dan memberikan makan bagi balita baik dari segi kualitas maupun kuantitas yang memenuhi angka kecukupan gizi. Asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi dapat mempengaruhi status gizi. D. Pola asuh Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling

mempengaruhi secara kompleks. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan di dalam jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Salah satu penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita adalah akibat pola asuh anak yang kurang memadai (Soekirman, 2000). Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik anak yang masih kecil. Menurut Wagnel dan Funk menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Pengertian lain diutarakan oleh Webster yang mengatakan bahwa mengasuh itu membimbing menuju ke pertumbuhan ke arah kedewasaan

dengan memberikan pendidikan, makanan dan sebagainya terhadap mereka yang di asuh (Sunarti, 1989). Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara lebih spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan, lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak dan dapat pula terjadinya penurunan atau rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk perkembangan anak (Santoso, 2005). Pola asuh gizi merupakan praktek dirumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Soekirman (2000), pola asuh adalah berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberi makan, kebersihan, memberi kasih sayang, dan sebagainya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental).

E. Sikap Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap mempunyai tingkat berdasarkan intensitasnya:
1. Menerima (receiving)

Menerima adalah sikap seseorang atau subyek mau menerima stimulus yang diberikan. Misalnya sikap seseorang terhadap

pemeriksaan kehamilan dapat diketahui dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan.
2. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan sebagai memberi jawaban atas tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Misalnya seseorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal carae ditany kemudian ia menjawabnya.
3. Menghargai (valuing)

Menghargai

diartikan

seseorang

memberikan

nilai

positif

terhadap objek atau stimulus. Misalnya seorang ibu mendiskusikan ante nata care atau bahkan mengajak tetangganya mendengarkan penyluhan ante natal care.
4. Bertanggung jawab (responsibility)

Seseorang yang telah mengambil sikap tersebut berdasarkan keyakinannya, dia terus berani mengambil resiko bila ada orang lain mencemoohkan atau resiko lain. Misalnya ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care dia harus berani untuk mengorbankan waktunya dan mungkin kehilangan penghasilannya atau diomeli mertuanya karena meninggalkan rumah.

(Notoatmodjo,2003) F. Budaya
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah CulturalDeterminism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu

pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. Menurut Selo

Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

G. Kerangka Teori Penelitian Menurut teori aksi beralasan yang dirancang oleh Fishbein (1975), dijelaskan bahwa seseorang berniat untuk melakukan perilaku fungsi dari dua faktor yaitu: 1. Sikap dan pengetahuan sesorang terhadap perilaku yang ditentukan oleh keyakinan seseorang bahwa hasil yang diberikan akan terjadi jika dia melakukan perilaku dan mengevaluasi hasilnya. Jika seseorang percaya bahwa melakukan perilaku tertentu akan menimbulkan hasil positif, maka dia akan mengadakan sebuah sikap yang

menguntungkan terhadap perilaku yang bermasalah. Di sisi lain, orang yang percaya bahwa melakukan suatu perilaku akan mengarah pada sebagian besar hasil negatif akan terus sikap yang kurang baik. ini keyakinan yang membentuk dasar dari sikap seseorang terhadap perilaku yang disebut sebagai keyakinan perilaku. 2. Pengaruh lingkungan sosial (norma subyektif) pada perilaku yang ditentukan oleh keyakinan normatif seseorang tentang apa yang penting atau "penting" yang dipikirkan orang lain dan dengan motivasi individu untuk mematuhi keinginan orang-orang lain atau keinginan.

Norma subjektif juga merupakan fungsi dari keyakinan. Namun, ini adalah keyakinan dari jenis yang berbeda. Ini adalah keyakinan seseorang bahwa individu-individu tertentu atau kelompok berpikir bahwa ia harus atau tidak harus melakukan perilaku tersebut. Jika orang percaya bahwa sebagian besar orang lain di sekitarnya berpikir dia harus melakukan perilaku, tekanan sosial untuk melakukan itu akan meningkatkan motivasinya untuk mematuhi orang lain. Jika dia percaya bahwa sebagian besar kelompok referensi ini bertentangan untuk melakukan perilaku tersebut, persepsinya sosial untuk tidak melakukan perilaku akan meningkat seiring. Keyakinan yang

mendasari norma-norma yang subjektif seseorang yang disebut keyakinan normatif. (Fishbein,1975)

Kerangka konsep menurut Fisbein (1975)


Keyakinan seseorang bahwa hasil yang diberikan akan terjadi jika dia melakukan perilaku dan mengevaluasi hasilnya Sikap dan pengetahuan untuk berperilaku

Keyakinan seseorang bahwa individu atau kelompok tertentu berpikir bahwa dia harus atau tidak harus untuk melakukan suatu tindakan

Pentingnya sikap dan norma subjektif

Tujua n

Prilak u

Norma subjektif

Gambar 1 : Kerangka Teori Penelitian Sumber : Fishbein (1975)

You might also like