You are on page 1of 3

Modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang merupakan decending inhibitory control

dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis. Sistem analgetik endogen ini melepaskan enkephalin, endorphin, serotonin, dan nor adreanalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medula spinalis. Cornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu yang dapat ditutup atau terbuka untuk menyalurkan impuls nyeri. Peristiwa tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen tersebut diatas. Proses modulasi inilah inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subjektif individual.

Mekanisme Penghambatan Nyeri dan Analgesia Analgesia dapat dicapai dari berbagai jalan yaitu : di level medula spinalis dimediasi oleh aktivasi serabut naik kaliber besar (A dan A). Rangsangan pada reseptor non noxious melalui serabut A dapat menghambat transmisi signal nociceptive di cornu posterior. Hal tersebut merupakan dasar dari teori gerbang (gate theory) dan Melzacka n d Wall. Kecuali itu, input ke cornu posterior juga berasal dari serabut descenden yang berasal dari supraspinal, melalui aktivasi interneuron yang menghambat (inhibitory interneuron), terjadi di lamina II IV berasal dari : 1. Periaquaductal grey (PAG) bersifat endorphinergic 2. Nuckleus raphe magnus (NRM) bersifat seronergic 3. Nuckleus reticularis paragigantocelularis (NRPG) bersifat noradrenergic 4. Locus coeruleus (LC) bersifat noradrenergic. Semuanya akan merangsang/mengaktivasi interneuron melalui pelepasan enkephalin di lamina II dan IV dimana berakhir di ujung-ujung syaraf C yang membawa rangsang nyeri lambat ( Strong, 2002 ).

Hantaran Serabut Aferen Primer Ujung nociceptor bersama-sama membentuk akson dimana badan sel berada di ganglion radix dorsalis, berakhir di cornu posterior medula spinalis. Saat masuk ke

medula spinalis kadang bercabang naik atau turun 1-2 segmen diatas dan dibawah dan tetap menuju ke cornu posterior. Cornu posterior medula spinalis terbagi menjadi lamina atas dasar susunan histologisnya. Diantara lamina saling berhubungan meskipun masing-masing mempunyai fungsi dan peran yang berbeda pada proses nyeri. Lamina II (substansia gelatinosa) merupakan akhir dari serabut C, sedangkan serabut A berakhir di lamina I. Serabut A yang merespon rangsang innocuous (bukan nyeri misalnya rangsang getaran dan sentuhan) berakhir di lamina III. IV, V dan memberikan sinaps langsung dengan akhir serabut C di lamina II. Laminae yang menerima input afferen dari serabut syaraf diameter besar dan kecil (II) merupakan tempat penting untuk modulasi nyeri. Apa yang kemudian terjadi dari rangsanga nyeri perifer yang dihantarakan ke central (dan dipersepsi sebagai nyeri) tergantung dari dominasi mekanisme modulasi pada level cornu posterior yang disebut sebagai gerbang yang berfungsi menahan/meneruskan transmisi signal. Pengaruh serabut afferent A (serabut syaraf bermyelin dan berdiameter besar) di lamina superfisial menghambat/menekan transmisi signal yang berasal dari serabut afferent C. Mekanisme penghambatan dari otak yang turun ke cornu posterior medula spinalis disebut sebagai jalur modulasi nyeri. Serabut syaraf

19 menuju medula spinalis melalui radix dorsalis dimana badan sel berada di ganglion radix dorsalis. Badan sel saraf sekunder yang ada di medula spinalisnya menyusun substansia grisea dalam bentuk laminae. Informasi sensorik dari reseptor perifer akan diteruskan oleh serabut syaraf afferen yang berakhir di lamina I cornu posterior. Ujung-ujung syaraf perifer yang berakhir di lamina tersebut banyak diantaranya saling berhubungan melalui serabut interneuron. Lamina II ( substansia gelatinosa ) memegang peran penting pada hantaran/rangsang nyeri dan

mekanisme kontrol nyeri descenden. Cornu posterior juga menerima input dari supraspinal melalui jalur modulasi penting pada kontrol nyeri. Di luar substansia grisea ada berbagai traktus ascenden dan descenden. Traktus ascenden yang penting adalah traktus spinothalamicus, traktus spinoretikularis, traktus spinomesenchepalicus. Ketiganya merupakan jalur naik utama dari medula spinalis. Setiap traktus membawa informasi spesifik. Traktus tersebut berjalan menyilang linea mediana, sehingga informasi sensorik yang dihantarkan akan menuju ke hemisphere cerebri kontralateral. Traktus descenderen memegang peranan penting pada proses motorik. Traktus spinothalamicus dibagi menjadi traktus spinothalamicus lateralis (traktus neospinothalamicus) dan traktus spinothalamicus anterior (traktus paleospinothalamicus) masing-masing menuju ke nukleus ventroposterior lateralis thalami yang akan menuju ke kortex somatosensori dan nukleus centromedianus thalami yang kemudian menyebar ke cortex. Kedua traktus tersebut sebetulnya menyatu sampai level batang otak disebut traktus spinothalamicus anterolateralis.Traktus spinoretikularis menuju je dua area yaitu formatio reticularis selanjutnya ke nucleus centromedianus thalami. Yang menuju ke formatio reticularis memegang peran peran pada mekanisme penghambatan nyeri, sedangkan yang menuju ke nucleus centromedianus 21 thalami, neuron tertiernya menyebar ke area asosiasi di cortex.Traktus spinomesenchepalicus berakhir di mesencephalon yaitu di aquaductus cerebri, periaquaductal grey, dan formatio reticularis. Periaquaductal grey juga menerima proyeksi darui pusat yang lebih tinggi yaitu hypothalamus dan amigdala. Traktus spinomesencephalicus yang tidak berakhir di thalamus terlibat dalam mekanisme penghambatan nyeri melalui jalur modulasi dengan melepaskan serotonin ( Sudirman, 2005).

You might also like