You are on page 1of 22

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I

Rama Riandy
0604101020123
1
BAB I
PENDAHULUAN



1.1 Maksud dan Tujuan

Sesuai dengan perkembangan sejarahnya, jalan sebagai salah satu sarana
transportasi telah mulai ada sejak manusia menghuni bumi yang terus berkembang
sesuai dengan pola pemikiran manusia untuk terus menyempurnakan hasil temuan
terdahulu. Pada saat ini sudah mulai ada teknik-teknik transportasi yaitu suatu
cara untuk mendapatkan sesuatu. Pada perkembangan terakhir manusia telah
mengenal sistem perkerasan jalan yang baik dan mudah dikerjakan serta pola
perencanaan jalan raya yang semakin sempurna.
Jalan raya adalah suatu lintasan yang bertujuan sebagai penghubung lalu
lintas dari suatu tempat ke tempat lainnya. Lintasan artinya menyangkut jalur
tanah yang diperkuat atau diperkeras dan jalur tanah tanpa perkerasan.Lalulintas
artinya menyangkut semua benda dan makhluk yang melewati jalan tersebut.
Jalan raya dimaksud adalah jalan raya biasa, dibangun syarat-syarat
tertentu hingga dapat dilalui oleh kendaraan (lalu lintas). Syarat-syarat yang
diperlukan jalan raya terutama adalah untuk memperoleh :
a. Permukaan yang rata dengan maksud agar lalu lintas dapat berjalan dengan
lancar.
b. Mampu memikul berat kendaraan beserta beban yang ada di atasnya.
c. Dapat dilalui dengan kecepatan tinggi, hingga permukaan jalan tidak
tergusur, berserakan dan sebagainya.
Pada dasarnya, perencanaan konstruksi jalan raya terdiri dari beberapa
bagian besar. Bagianbagian itu adalah perencanaan geometrik jalan, perencanaan
perkerasan material jalan dan perencanaan dalam pembangunan serta
administrasinya.




Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
2
a. Perencanaan Geometrik Jalan
Terdiri dari ukuran-ukuran jalan serta bentuk- bentuk lintasan yang
diperlukan. Ukuran- ukuran tersebut mencakup lebar bagian- bagian jalan
dan fasilitasnya yang dikaitkan dengan kendaraan dan kelincahan geraknya,
tinggi mata pengemudi, rintangan dan sebagainya. Bentuk permukaan dan
lintasan dikaitkan dengan keamanan jalan dan lalu lintas.
b. Perencanaan Perkerasan/ Material Jalan
Perkerasan adalah lapisan jalan yang diperlukan untuk memenuhi syarat-
syarat utama jalan yaitu permukaan jalan harus mampu memikul berat
kendaraan dan dapat melalui dengan kecepatan tinggi. Perkerasan ini dibuat
dari material- material alam
Akhirnya sebagai sarana transportasi jalan raya juga merupakan sarana
pembangunan pengembangan wilayah yang penting, maka lalu lintas di atas jalan
raya harus bergerak dengan lancar dan aman.

1.2 Ruang Lingkup Tugas yang Dilakukan
Dalam tugas rancangan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa
tinjauan. Peninjauan ini meliputi penentuan lintasan, alinemen horizontal,
alinemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi.

1.2.1 Trase rencana / penentuan lintasan
Berdasarkan peta topografi yang disediakan, dimana titik asal dan tujuan
telah ditentukan, dilakukan pencarian lintasan. Langkah awal adalah
memperhatikan situasi medan, contour tersebut terus ditelusuri untuk mencari
lintasan yang sesuai dengan PPGJR (Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya) No. 13 tahun 1970 serta ketentuanketentuan lain yang diberikan dalam
tugas rancangan ini.





Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
3
1.2.2 Merencanakan alinyemen horizontal
Perencanaan alinemen horizontal merupakan perencanaan tikungan
lengkap komponen-komponennya. Dalam perencanaan tikungan pada rancangan
ini meliputi Spiral-Circle-Spiral dan Full Circle.

1.2.3 Merencanakan alinemen vertikal
Alinemen vertikal ini merupakan memanjang jalan, pada potongan ini
terlihat lingkungan dan besarnya tanjakan. Perencanaan alinemen vertikal ini
didasarkan pada beberapa syarat, yaitu syarat keamanan, kenyaman dan drainase
untuk ,masing-masing beda kelandaian yang ada. Perhitungan selengkapnya
tentang alinemen vertikal ini dapat dilihat pada Bab V.

1.2.4 Pekerjaan subgrade contour
Adapun pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah Cut dan Fill Yaitu
pemotongan dan penimbunan pada keadaan tanah/muka tanah yang telah
ditentukan. Pada keadaan cut, tanah digunakan untuk mengisi ke daerah fill dan
apabila tidak cukup/kurang maka dapat diambil dari borrow pit, seandainya
kelebihan dapat dibuang ke disposal place, seperti halnya tanah stripping.
Compaction (Pemadatan)Yaitu usaha untuk memadatkan tanah yang telah
mengalami pengusikan agar dapat menahan beban yang ada di atasnya.
Pemadatan ini dilakukan baik pada daerah Cut maupun fill, serta pemadatan
material pada lapisan sub base dan base.

1.3 Gambaran Umum Perencanaan Jalan
Dalam merencanakan suatu jalan raya diinginkan pekerjaan yang relatif
mudah dengan menghindari pekerjaan (galian) dan timbunan (fill) yang besar.
Dilain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginkan jalan yang
relatif lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Objek keinginan itu sulit kita jumpai
mengingat keadaan permukaan bumi yang relatif tidak datar.


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
4
(Silvia : 37) ada beberapa faktor yang mempengaruhi Perencanaan
Geometrik Jalan Raya diantaranya adalah sebagai berikut :
Kelas Jalan
Kecapatan rencana
Standar Perencanaan
Penampang melintang
Alinyemen Horizontal
Alinyemen Vertikal
Bentuk Tikungan
Perhitungan Kubikasi

1.3.1 Kelas jalan
Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada
fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang
diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.

1.3.2 Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang
diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tidak menimbulkan bahaya
bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan
yang direncanakan. Dalam perencanaan jalan ini kecepatan rencana adalah
60 km/jam.
Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya
meliputi hal-hal sebagai berikut :

a. Tikungan : Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian
rupa sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya
kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.
b. Tanjakan : Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan
kelandaian sekecil mungkin.


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
5
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Alinyemen Horizontal
Alinemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus
pada bidang peta alinemen (garis tujuan). Horizontal merupakan trase jalan yang
terdiri dari garis lurus (tangen) yang merupakan bagian lurus dan lengkung
horizontal yang disebut tikungan.
Bagian yang sangat kritis pada alinemen horizontal adalah bagian
tikungan, dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar
daerah tikungan yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan
tikungan diusahakan agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan,
sehingga perlu dipertimbangkan hal-hal berikut:
a. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecapatan rencana ditentukan
berdasarkan miring maksimum denagn koefisien gesekan melintang
maksimum.
b. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan
untuk mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau
sebaliknya.
c. Pelebaran perkerasan pada tikungan sangat bergantung pada:
R = Jari-jari tikungan
| = Sudut tikungan
Vr = Kecepatan rencana
Rumus yang digunakan adalah rumus yang dikutip dari Dasar-Dasar
Perencanaan Geometrik Jalan (Silvia Sukirman) halaman 142 yaitu
sebagai berikut:
Radius lengkung untuk lintasan luar roda depan (Rc)
Rc = R 1/2 lebar (bagian tepi dalam) + 1/2 2,5 ...................(2.1)
Lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur
sebelah dalam (B)


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
6
B= ( ) ( ) b A P R b A P Rc 2 / 1 ) ( ) 2 / 1 (
2 2 2 2 2
+ + + + .(2.2)

U = B b, sedangkan ukuran rencana truk adalah :
P = jarak antar gander = 6,5 meter
A = tonjolan depan kendaraan = 1,5 meter
B = lebar kendaraan = 2,5 meter

Rumus-rumus diatas dapat disederhanakan sebagai berikut :

B = { } ( ) 25 , 1 64 64 25 , 1 64
2
2
2
+ + +
c c
R R ...........................(2.3)

Lebar hambatan akibat kesukaran mengemudi di tikungan

R
V
Z

=
105 , 0
(2.4)
Lebar total perkerasan di tikungan
Bt = n (B + C) + Z (2.5)
Tambahan lebar perkerasan pada tikungan
b = Bt Bn .(2.6)
Keterangan :
Rc = Panjang jari-jari tikungan (m)
V = Kecepatan rencana (Km/jam)
P = Jarak antar gandar truk (m)
A = Jarak tonjolan kendaraan (m)
N = Jumlah lajur
C = Koefisien kebebasan samping (1 meter)
b = Lebar kendaraan (m)
Bn = Lebar perkerasan (m)




Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
7
2.2 Jarak Pandangan
Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor dalam suatu operasi
di jalan agar tercapai keadaan yang aman dan efisien, untuk itu harus diadakan
jarak pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan
dari kendaraan dan tidak menghambat barang tak terduga diatas jalan. Demikian
pula untuk jalan dua jalur yang memungkinkan pengendara berjalan diatas jalur
berlawanan untuk menyiap kendaraan dengan aman.Jarak pandangan ini untuk
keperluan perencanaan dibedakan atas:

a. Jarak pandangan henti
Jarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan di depannya.

Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari:
- Jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai mengijak rem
- Jarak untuk berhenti setelah mengijak rem
Pada saat pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka
pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pada rem. Rata-rata
pengmudi membutuhkan waktu 0,5 detik, kadangkala ada pula yang
membutuhkan waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga
total waktu yang dibutuhkan dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal
rem, disebut sebagai waktu reakasi adalah 2,5 detik, oleh karena itu dalam
perencanaan diambil waktu reaksi (t=2,5) detik. Jarak tempuh selama waktu
tersebut adalah sebesar d1, rumus perhitungan jarak pandang dapat dilihat sebagai
berikut:
d1 = kecepatan x waktu
d1 = v x t
jika :
d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal
v = kecepatan km/jam
t = waktu reaksi = 2,5 detik

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
8
maka :
d1 = 0,278 v t .(2.7)

Jarak mengerem (d2) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari
menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti. Jarak pengereman
dipengaruhi oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan,
dan kondisi permukaan jalan. Pada sistim pengereman kendaraan, terdapat
beberapa kendaraan, terdapat beberapa kendaraan yaitu menurunnya putaran roda
dan gesekan antara ban dan permukaan jalan akibat terkuncinya roda. Untuk
perencanaan hanya diperhitungkan akibat adanya gesekan antara ban dan muka
jalan. Dari buku Silvia sukirman hal 52, jarak mengerem dapat dirumuskan
sebagai berikut:
d
2
=
fm
v
254
2

.............................(2.8)
keterangan :
f m = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang
jalan
d
2
= jarak mengerem, m
V = kecepatan kendaraan, km/jam
g = 9,81 m/det
2

G = berat kendaraan, ton
Dari kedua rumus diatas maka jarak pandang minimum dapat dirumuskan
sebagai berikut:
d = d
1
+ d
2
...............................(2.9)

Pengaruh kelandaian terhadap jarak pandang henti minimum
Jalan-jalan yang mempunyai kelandaian harga berat kendaraan sejajar
permukaan jalan, yang memberikan pengaruh cukup berarti pada penentuan jarak
mengerem. Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang,

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
9
sedangkan untuk jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek.
(Silvia : 56) merumuskan sebagai berikut:
G fm d
2
G L d
2
= 1/2
2
v g
G


Dengan demikian rumus diatas akan menjadi:
d = 0,278 V t +
( ) L f
v
254
2
.............................(2.10)
dimana:
L = besarnya landai jalan dalam desimal
+ = untuk pendakian
- = umtuk penurunan

b. Jarak pandangan menyiap
Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul
kendaraan lain yang dipergunakan hanya pada jalan 2 jalur. Besarnya jarak
pandang menyiap minimum dapat dilihat dalam daftar II PPGRJ No. 13/1970.
Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi kepuncak
penghalang. Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125
cm dan ketinggian penghalang adalah 10 cm, sedang untuk jarak pandang
menyiap ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penhalang
125 cm.

Jarak pandangan menyiap untuk jalan 2 lajur 2 arah
Pada umumnya untuk jalan 2 lajur 2 arah kendaraan dengan kecepatan
tinggi sering mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih rendah
sehingga pengemudi tetap mempertahankan kecepatan sesuai dengan yang
diinginkan. Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang
diperuntukan untuk kendaraan dari arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan
pengemudi sehingga dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat
melihat kendaraan dari arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandang

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
10
menyiap. (Silvia : 60) merumuskan, untuk jarak pandang menyiap standar adalah
sebagai berikut:

d = d
1
+ d
2
+ d
3
+ d
4
.................................(2.11)
dimana:
d
1
= 0,278 t
1
|
.
|

\
|
+
2
1
t a
m v .................................(2.12)

keterangan:
d
1
= Jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu
reaksi dan waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur
kanan.

t
1
= Waktu reaksi, yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat
ditentukan dengan korelasi t
1
= 2,12 + 0,026 V.
m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap = 15
km/jam.
V = Kecepatan rata-rata yang kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan
dapat diaanggap sama dengan kecepatan rencana km/jam.
a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan menggunakan
korelasi a = 2,052 + 0,0036 V

d
2
= 0,278 v t
2
.................................(2.13)
dimana:
d2 = jarak yang di tempuh selama kendaraan yang menyiap berada pada jalur
kanan.
t2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat
ditentukan dengan mempergunakan korelasi t2 = 6,56 + 0,048 V


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
11
d3 = diambil 30 100 meter
d4 = 2/3 d2
Didalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar
ini terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang
dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (dmin).
d minimum =
3
2
d
2
+ d
3
+ d
4
.................................(2.14)

2.3 Bentuk Tikungan
Bentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga faktor:
1. Sudut tangent ( | ) yang besarnya dapat diukur langsung pada peta
2. Kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan direncanakan.
3. Jari jari kelengkungan

Bentuk tikungan jalan raya ada tiga macam yaitu:
a. Bentuk ini digunakan pada tikungan yang mempunyai jari-jari besar dan
sudut tangent yang relative kecil. Batas yang diambil untuk bentuk Full
Circle adalah sebagai berikut :

Rumusan yang digunakan untuk bentuk full circle dalam menentukan
harga-harga T, L dan Es.
- Tan | =
R
T
...................... (2.15)
- T c = R tan | ...................... (2.16)
- Es = T tan | ....................... (2.17)
- Lc = R t
|
2
3600
....................... (2.18)
- Lc = 0,01745. | . R ....................... (2.19)




Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
12
CT
M
Rc Rc
Q
Ec
Lc
TC
TC
Gambar bentuk tikungan Full Circle (FC):


|








|
2
1
|
2
1



Gambar 2.1 Lengkung Busur Lingkaran Sederhana

Keterangan :
Rc = Jari jari lengkung minimum (m).
A = Sudut tangent yang diukur dari gambar trase.
Ec = Jarak PI ke lengkung peralihan (m).
Lc = Panjang bagian tikungan (m).
TC = Jarak antara TC dan PI (m).

b. Bentuk tikungan spiral-circle-spiral (SCS)
Kebagian circle yang panjangnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan
bahwa perubahan gaya sentrifugal dari nol (pada bagian lurus) sampai mencapai
harga berikut:
F
sentrifugal
=
s
L R
V m
.
.
2


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
13
Ls
min
= 0,022 x
C
k V
x
C R
V .
727 , 2
.
3

Dimana:
Ls = Panjang lengkung spiral (m)
V = Kecepatan rencana (km/jam)
Rc = Jari jari Circle (m)
C = Perubahan kecepatan = 0,4 m/det
3

k = Superelevasi
Adapun pada pelaksanaan perencanaan dipakai tebal yang praktis
penggunaannya melalui table emax yaitu:
e = . (m/m)
Ls = ..(m)
Selanjutnya lihat table 4.8 ( Silvia : 114) untuk lengkung spiral dengan
kelandaian maksimum 10 % metode Bina Marga :
Ls = didapat harga Es = .. (
0
)
Rc = (m)
p = . .(m)
k =.(m)

dari harga-harga diatas disubstitusikan ke dalam persamaan:
Ls = Rc
c
t
|
2
360
0
........................(2.20)
L = Lc + 2Ls ........................(2.21)
Ts = (Rc + p) tan | + k ........................(2.22)
Es = R
p Rc

+
| 2 / 1 cos
........................(2.23)
Keterangan :
R = jari jari lengkung yang direncanakan (m)
A = sudut tangent
es = sudut putar
Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m)

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
14
Ts
CS
Lc
Es
Q
Rc Rc
TS
SC
Ls
c
s
s
Ls
p'
p'
ST
k
Ls = panjang lengkung spiral (m)
Lc = panjang lengkung circle (m)
Gambar bentuk tikungan Spiral Circle Spiral dapat dilihat pada
Gambar 2.2 dibawah ini:
|









|
2
1
|
2
1






Gambar 2.2 Lengkung Spiral-Lingkaran Spiral

c. Bentuk tikungan spiral-spiral (SS)
Lengkung horizontal spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran,
sehingga titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0, dan
s u = A
2
1
. Lc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan
lebih besar dari Ls yang menghasilkan landai relatif minimum yang disyaratkan.
Rumus-rumus untuk lengkung berbentuk spiral-lingkaran-spiral dapat
digunakan juga untuk lengkung spiral-spiral asalkan memperhatikan hal-hal yang
telah ditetapkan. Untuk lengkung spiral-spiral dapat di gambarkan seperti
Gambar 2.3 dibawah ini.

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
15
TS
ST
p
p
SC = CS
Es
Rc
Rc Rc Rc
k
TS




s u s u







Gambar 2.3 Lengkung Spiral-Spiral

2.4 Alinyemen Vertikal (Profil Memanjang)
Alinemen vertikal adalah biang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya
jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap
kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana truck
digunakan sebagi kendaraan standar), alinemen vertikal sangat erat hubungannya
dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada alinemen
vertikal yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus. Landai
maksimum yang dipakai pada perencanaan ini adalah sebesar 10 %.

a. Landai maksimum
Kelandaian maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat
memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan
adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibat gangguan jalannya
arus lalu lintas (panjang ini mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum 25
km/jam). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui
dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
16
b. Landai minimum
Pada setiap penggantian landai dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan, kenyamanan, dan drainase yang baik. Disini digunakan lengkung
parabola biasa.

c. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung
(Silvia : 164) Bentuk lengkung vertikal yang diuraikan terdahulu, berlaku
untuk lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung
terdapat batasan-batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan. Pada
lengkung vertikal cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan yang dapat
dibedakan atas dua keadaan yaitu :
1. jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (S<L).
2. jarak pandangan berada diluar dan di dalam daerah lengkung (S>L)

Lengkung vertikal cembung dengan (S<L)
Untuk lengkung vertikal cembung (S<L) dapat digambarkan sebagai
berikut:





Gambar 2.4 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cembung (S < L).

Dari Gambar 2.4, untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan
berdasarkan gambar adalah sebagai berikut:
L =
( )
2
2 1
2
2 2 100 h h
S A
+

.................................(2.24)

Dalam perencanaan ini digunakan jarak pandangan henti menurut
Bina Marga, dimana :
h1
PPV
A
g1
g2
EV
PLV
PTV
d1 d2
S
h2
LV

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
17
h1 = 10 cm = 0,10 meter
h2 = 120 cm = 1,20 meter
maka :
L =
( )
2
2 1
2
2 2 100 h h
S A
+



L =
2
2
399
S A C
S A
=

.................................(2.25)

Jika dalam perencanaan digunakan jarak pandangan menyiap menurut
Bina Marga, dimana:
h1 = 120 cm = 1,20 meter
h2 = 120 cm = 1,20 meter
maka :
L =
( )
2
2 1
2
2 2 100 h h
S A
+

.................................(2.26)
L =
2
2
960
S A C
S A
=

.................................(2.27)
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertical cembung dimana S<L

Tabel 2.1. Nilai C untuk beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASTHO dan Bina
Marga.

AASTHO '90 Bina Marga '90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi (h1) (m) 1,07 1,07 1,20 1,20
Tinggi objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20
Konstanta C 404 946 399 960
JPH = Jarak pandangan henti
JPM = Jarak pandangan menyiap


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
18
Lv
h2
PTV
PLV
EV
g2
g1
A
PPV
h1
L/2
S
100 h1/g1 L/2 100 h2/g2
Lengkung vertikal cembung dengan (S>L)
Untuk lengkung vertikal cembung (S>L)Ldapat digambarkan sebagai
berikut:






Gambar 2.5 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cembung (S < L).

Dari Gambar 2.5, untuk menentukan jarak pandangan dirumuskan
berdasarkan gambar adalah sebagai berikut:
L = 2 S -
( )
A
h h
2
2 1
200 +
.................................(2.28)
Dalam perencanaan ini digunakan jarak pandangan henti menurut Bina
Marga, dimana :
h1 = 10 cm = 0,10 meter
h2 = 120 cm = 1,20 meter
maka :
L = 2 S -
( )
A
h h
2
2 1
200 +
.................................(2.29)
L = 2 S -
A
C
S
A
1
2
399
= .................................(2.30)
Jika dalam perencanaan digunakan jarak pandangan menyiap menurut
Bina Marga, dimana:
h1 = 120 cm = 1,20 meter
h2 = 120 cm = 1,20 meter
maka :
L = 2 S -
( )
A
h h
2
2 1
200 +


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
19
L = 2 S -
A
C
S
A
1
2
960
= .................................(2.31)
C = konstanta garis pandangan untuk lengkung vertical cembung dimana S>L
Tabel 2.2 Nilai C untuk beberapa h1 dan h2 berdasarkan AASTHO dan Bina
Marga.

AASTHO '90 Bina Marga '90
JPH JPM JPH JPM
Tinggi mata pengemudi (h1) (m) 1,07 1,07 1,20 1,20
Tinggi objek (h2) (m) 0,15 1,30 0,10 1,20
Konstanta C 404 946 399 960
JPH = Jarak pandangan henti
JPM = Jarak pandangan menyiap

d. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cekung
(Silvia : 171), jarak pandangan batas pengemudi pada jalan raya. Yang
melintasi bangunan-bangunan lain seperti jalan lain, jembatan penyeberangan,
viaduct, aquaduct, seringkali terhalang oleh bagian bangunan tersebut. Panjang
lengkung vertikal cekung minimum diperhitungkan berdasarkan jarak pandangan
henti minimum dengan mengambil tinggi mata pengemudi truk yaitu 1,80 m dan
tinggi opjek 0,50 m (tinggi lampu belakang kendaraan). Ruang bebas vertikal
minimum 5 meter, disarankan mengambil lebih besar untuk perencanaan yaitu
5,5 m, untuk memberi kemungkinan adanya lapisan tambahan dikemudian hari.

Lengkung vertikal cekung dengan (S<L)
Untuk lengkung vertikal cembung (S<L)Ldapat digambarkan sebagai
berikut:




Gambar 2.6 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cekung (S < L).
100 h2/g2 L/2 100 h1/g1
S
L/2
s>L
h1
PPV
A
g1
g2
EV
PLV
PTV
h2
Lv

Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
20
PTV PLV
E
g1 %
A
PPV
E
m
L
S
h1
h2
g2 %
Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan.

E
m
L
S
= |
.
|

\
|
2
E =
800
L A


L A
m
L
S

= |
.
|

\
| 800
2

L =
m
A S

800
2
dan m =
L
A S

800
2

Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas kejalan adalah C, maka:
m =
2
2 1
h h
C


2 800
2 1
2
h h
C
L
A S
=


L =
) ( 400 ) 800 (
2 1
2
h h C
A S
+

.................................(2.32)
Jika
1
h = 1,80 m,
1
h = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas
menjadi :
L =
3480
2
S A
.................................(2.33)

Lengkung vertikal cekung dengan (S>L)
Untuk lengkung vertikal cembung (S>L) dapat digambarkan sebagai
berikut:








Gambar 2.7 Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cekung (S > L).



Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
21
Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan.


E
m E
L
S

+
=
2

E
m
L
S

+ =
2 2
1

E =
800
L A
m =
2
2 1
h h
C


L = 2S -
A
h h C ) ( 400 ) 800 (
2 1
+
.................................(2.34)
Jika
1
h = 1,80 m,
1
h = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas
menjadi :
L = 2S -
A
3480
.................................(2.35)

2.5 Penampang Melintang
Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus
sumbu jalan, yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian bagian jalan dalam
arah melintang.
Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan kelas
jalan dan kebutuhan lalu lintas yang dilayaninya. Penampang melintang utama
dapat dilihat pada daftar I PPGJR.

a. Lebar perkerasan
Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas
normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana tercantum dalam daftar I
PPGJR, kecuali:
- Jalan penghubung dan jalan kelas II c = 3,00 meter
- Jalan utama = 3,75 meter

b. Lebar bahu
Untuk jalan kelas III lebar bahu jalan minimum adalah 1,50 2,50 m untuk
semua jenis medan.


Perencanaan Konstruksi Jalan Raya I
Rama Riandy
0604101020123
22
G
L
Bahu jalan
Badan jalan
Drainase
Kondisi tanah
2%
4%
c. Drainase
Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan, seperti
saluran tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan berdasarkan
data hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi hujan, serta
sifat daerah aliran.

d. Kebebasan pada jalan raya
Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan pengemudi di jalan raya dengan
tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini merupakan bagian kiri kanan
jalan yang merupakan bagian dari jalan (PPGJR No. 13/1970). Berikut ini adalah
gambar potongan melintang jalan dengan kemiringan badan jalan 2 %. Dengan
kemiringan bahu 4 %.










Gambar 2.8 Potongan Melintang Jalan.

You might also like