You are on page 1of 36

Proyek Akhir

PERBANDINGAN EFISIENSI ANTENA DIPOLE REFLEKTOR SUDUT DENGAN BERBAGAI BAHAN PADA FREKUENSI 2,4 GHZ

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Politeknik Negeri Lhokseumawe

oleh SAFRIYANDA 080305317

PROGRAM STUDI TEKNIK TELEKOMUNIKASI JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI LHOKSEUMAWE 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Antena adalah suatu komponen yang mempunyai peranan yang sangat

penting dalam sistem telekomunikasi. Antena merupakan daerah transisi antara saluran transmisi dan ruang bebas, sehingga antena berfungsi sebagai pemancar ataupun penerima gelombang elektromagnetik. Antena yang dikatakan sebagai antena yang baik yaitu antena yang memiliki efisiensi yang tinggi. Efisiensi antena yang tinggi dapat dihasilkan dengan cara memperbesar daya yang diradiasikan pada antena tersebut serta memperkecil rugi-rugi yang dapat timbul pada antena.1 Diduga komponen lain yang ikut berpengaruh terhadap efisiensi antena adalah bahan dari reflektor antena tersebut. Dugaan ini didasari bahwa bahan reflektor yang baik akan menghasilkan front to back ratio yang besar yang berasal dari maksimalisasi gelombang pantul. Hal ini menarik untuk diteliti, untuk itu pada proyek akhir ini penelitian efisiensi antena terkait dengan bahan akan memilih lima jenis bahan reflektor sebagai objek penilitian. Kelima jenis bahan tersebut adalah besi, seng, stainless, tembaga dan alumunium. Berdasarkan alasan di atas, maka penulis memilih judul Perbandingan Efisiensi Antena Dipole Reflektor Sudut dengan Berbagai Bahan pada Frekuensi 2,4 GHz. Penelitian ini dilakukan pada laboratorium antena dan propagasi Jurusan

Harry Ramza, Buku Antena dan Propagasi, Universitas Muhammadiyah, Prof. Dr. Hamka, Jakarta.

Teknik Elektro Program Studi Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Lhokseumawe. 1.2 Perumusan Masalah Untuk mendapatkan efisiensi antena terkait dengan pemilihan bahan reflektor, maka dapat dirumuskan permaslahan-permasalahan sebagai berikut : a. Merancang struktur antena dipole dan bahan reflektornya. b. Menentukan metode untuk menganalisis efisiensi antena. c. Menentukan metode pengukurannya. d. Menganalisis efisiensi.

1.3

Batasan Masalah Ada beberapa metode yang digunakan untuk mendapatkan efisien antena

yang tinggi, pertama; yaitu dengan cara memperbesar daya yang di radiasikan pada antena serta memperkecil rugi-rugi yang ditimbulkan pada antena. Metode ini ditempuh dengan cara memanipulasi karakteristik antena serta pemilihan saluran yang macth dengan antena tersebut. Metode yang kedua; adalah efisiensi antena dipengaruhi oleh reflektor dan dan jenis bahannya. Pada proyek akhir ini pembahasan akan difokuskan pada metode yang kedua ini, dimana pengamatan akan dilakukan melihat efisiensi antena dari lima jenis bahan reflektor berbeda.

1.4

Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam penulisan proyek akhir ini adalah menganalisis

pengaruh bahan reflektor terhadap efisiensi antena, sehingga diketahui bahan yang paling efesien.

1.5

Sistematika Penulisan

Penulisan proyek akhir ini di susun atas 5 bab dengan sisitematika penulisan sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara ringkas tentang latar belakang, permasalahan dan batasan masalah, tujuan penulisan, metode penyusunan, sistematika penulisan dan relevansi. BAB II : ANTENA DAN KARAKTERISTIK Pada bab ini berisi tentang Antena pada umumnya, serta menjelaskan hal-hal yang mencakup pada antena. BAB III : PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ANTENA DIPOLE REFLEKTOR SUDUT DENGAN BERBAGAI BAHAN Bab ini membahas tentang perancangan fisik antena dipole dengan menggunakan reflektor sudut. BAB IV : PENGUJIAN DAN ANALISA Pada bab ini berisikan langkah pengujian , hasil pengujian dan analisa hasil pengujian. BAB V : PENUTUP Berisikan tentang kesimpulan dan saran.

BAB II ANTENA DAN KARAKTERISTIK

2.1

Antena Dipole Antena dipole tunggal adalah suatu antena resonan yang mempunyai

panjang total nominal pada frekuensi pembawa, biasanya disebut antena dipole setengah gelombang atau antena dipole tunggal. Antena Dipole sebenarnya merupakan sebuah antena yang dibuat dari kawat tembaga dan dipotong sesuai ukuran agar beresonansi pada frekwensi kerja yang diinginkan. Antena dipole bisa terdiri hanya satu kawat saja disebut single wire dipole, bisa juga dengan dua kawat yang ujung-ujungnya dihubungkan dinamakan two wire folded dipole, bisa juga terdiri atas 3 kawat yang ujung-ujungnya disambung dinamakan three wire folded dipole.

/2

Gambar 2.1 Antena dipole

/2

2.2

Antena Dipole Reflektor Sudut

Gambar 2.2 Bentuk fisik antena dipole reflektor sudut2 Antena dipole reflektor sudut adalah antena direksional yaitu antena dalam bentuk satu arah sebagai pengembangan dari antena dipole, dengan

menggunakan reflektor yang dapat digunakan sebagai antena penerima pada sistem komunikasi.3 Setiap antena didesain dengan menentukan daerah panjang gelombang antena tersebut. Panjang gelombang () antena dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.1.
c ... (2.1) f

2 3

Nachwan Mufti Adriansyah, S.T, Modul 4. Susunan Antena.2004 Krauss, john daniel. Antennas. Second Edition. McGraw-Hill Book Company .1998

Dimana c adalah kecepatan cahaya pada ruang hampa yang bernilai 3.10 8 m/det dan f adalah frekuensi kerja antena dalam Hz. Selanjutnya panjang elemen peradiasi antena (L) adalah :

L=

(2.2) 2

Selanjutnya untuk menentukan jarak antara antena (S) dengan reflektornya adalah: S = 0,5 (2.3) Menghitung tinggi reflektor antena (H) menggunakan rumus : H = 0,6 .. (2.4) Panjang reflektor antena (L) adalah : L = 2S .. (2.5) Dan untuk menentukan sudut reflektor antena () dapat menggunakan rumus : =
180 . (2.6) n

Diamana n adalah jumlah kawat pada antena dipole.

2.3

Parameter-parameter Antena Pada sub-bab ini akan dibahas tentang parameter-parameter yang

digunakan dalam membantu penyelesaian penelitian ini .Adapun parameterparameter yang digunakan adalah pola radiasi, direktivitas dan gain, half power beamwidth (HPBW).

2.3.1 Pola Radiasi Pola radiasi suatu antena didefinisikan sebagai suatu pernyataan secara grafis yang menggambarkan sifat radiasi suatu antena (pada medan jauh) sebagai fungsi dari arah.4

Dua dimensi Gambar 2.3 Sifat radiasi4

Tiga dimensi

Antena

Pola radiasi

Gambar 2.4 Ilustrasi pola radiasi4

Budi Aswoyo, Antena dan Propagasi, Surabaya, 2006.

Gambar 2.5 Keterangan pola radiasi4

a. Beam utama (main beam) atau lobe utama (main lobe) adalah pancaran utama dari pola radiasi suatu antena. b. Lobe kecil (minor lobes) adalah pancaran-pancaran kecil selain pancaran utama dari pola radiasi antena. c. Lobe sisi (side lobes) adalah pancaran-pancaran kecil yang dekat dengan pancaran utama dari pola radiasi antena. d. Lobe belakang (back lobe) adalah pancaran yang letaknya berlawanan dengan pancaran utama dari pola radiasi antena. e. Titik setengah daya (Half power point) adalah suatu titik pada pancaran utama yang mempunyai nilai daya separuh dari harga maksimumnya. Half power beam width (HPBW) adalah lebar sudut yang memisahkan dua titik setengah daya pada pancaran utama dari pola radiasi. f. Front to back ratio adalah perbandingan antara daya maksimum yang di pancarkan pada lobe utama (main lobe) dan daya pada arah belakangnya.5

Ibid Hal 7

2.3.2 Half Power Beam Width (HPBW) Parameter lain didalam pola daya adalah half power beamwidth (HPBW), yang merupakan lebar sudut yang memisahkan antara dua titik pada beam utama dari suatu pola daya, dimana daya pada dua titik itu sama dengan separuh dari daya maksimumnya.

(2.7) 2
Dimana HP left dan HP right adalah titik-titik disebelah kiri dan kanan dari maksimum beam utama dimana harga pola daya pada kedua titik itu sama dengan separuh dari harga maksimumnya. Berdasarkan bentuk pola radiasinya, antena dapat digolongkan menjadi antena Broad Side, apabila arah maksimum beam utamanya pada arah normal (tegak lurus) bidang yang memuat antena. Dan sebaliknya, apabila arah maksimum beam utama berada didalam bidang yang memuat antena, maka pancaran utama (main beam) sejajar dengan bidang yang memuat antena (endfire). Namun demikian ada juga antena yang mempunyai pola radiasi dimana arah maksimum beam utamanya berada diantara bentuk Broad Side dan Endfire (intermediate). Antena yang mempunyai radiasi intermediate ini banyak dijumpai pada phase array antena.6

2.3.3 Gain Penguatan ( gain ) adalah besarnya perbandingan intensitas daya yang dipancarkan antena dengan total daya yang diterima. Gain juga merupakan suatu

Krauss, John D, Antennsa for all applications, Third Edition, Mc Graw-Hill Company, International Edition, 2003.

10

ukuran dalam pengukuran karakteristik antena yang menyatakan kemampuan antena untuk menyearahkan daya. Dengan penguatan antena standar yang diketahui sebesar 2,15 dB. Secara matematis gain dapat dihitung dengan persamaan : Gain = [ E1 E2 ] + 2,15.(2.8) Dimana E1 = Daya yang diterima dengan antena pembanding (dB) dan E2 = Daya yang diterima dengan antena yang diukur (dB). Pengukuran gain juga dapat dilakukan dengan mengukur gain absolut berdasarkan rumus transmisi Friis berikut : ) .(2.9)

( Got ) db + (Gor ) db = 20 log(

) + 10 log (

Dimana : Got : Gain absolute antena pengirim (dB), Gor : Gain absolute antena penerima (dB), R : Jarak minimum antara antena pengirim dan antena penerima (m), : Panjang gelombang (m), Pr : Daya terima (watt), Pt : Daya terkirim (watt). Berdasarkan rumus Friis diatas, pengukuran gain antena dapat diukur dengan menggunakan metode 3 antena yang diukur atas dasar 3 kombinasi pasangan antena. 3 persamaan yang didapat dari 3 kali pengukuran kombinasi antena (1-2), (1-3), dan (2-3), yaitu : Kombinasi antena 1-2 G1+ G2 = 20 log ( Kombinasi antena 1-3 G1+ G3 = 20 log ( ) + 10 log ( ).. (2.11) ) + 10 log ( )...(2.10)

11

Kombinasi antena 2-3 G2+ G3 = 20 log ( ) + 10 log ( ) (2.12)

Dimana : G1 = Antena 1, G2 = antena 2 dan G3 = antena 3. Dari ketiga persamaan diatas setelah , R dan perbandingan daya diukur maka gain masing-masing antena dapat diketahui.

2.3.4 Direktivitas Direktivitas gain yang didefenisikan sebagai rasio perkalian 4 dari

intensitas radiasi maksimum sebagi fungsi arah dan sudut terhadap total daya yang diradiasikan melalui antena. Salah satu karakteristik antena yang dapat memberikan gambaran berapa banyak energi yang dikonsentrasikan pada arah yang dikehendaki terhadap arah yang lain disebut directivity. Pengertian directivity ini akan sama dengan power gain apabila antena itu 100% efisien. Directive gain merupakan perbandingan dari intensitas radiasi maksimum pada suatu arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata.7 Sedangkan direktivitas merupakan harga maksimum dari directive gain, yang dapat dinyatakan dengan :

(2.13) Atau ..(2.14)

Ibid Hal 9

12

..(2.15) maka : .. (2.16) Sehingga, .(2.17)8

Dimana, rata-rata, kanan (radian),

intensitas radiasi maksimum,

intensitas radiasi

total beam area,

= sudut pada titik setengah daya sdiebelah

= sudut pada titik setengah daya bidang disebelah kiri, = sudut pada titik disetengah

= sudut pada titik setengah daya sebelah kanan, daya bidang disebelah kiri.

square degrees = 41253 square degrees. Atau untuk menentukan direktivitas dalam satuan decibel (dB) : D = 10 log D................................................................................. (2.18)

2.4

Teori Efisiensi Antena Pada sub-bab ini akan dijelaskan tentang tinjauan kepustakaan yang

menjadi acuan teoritis pada penelitian ini. ada pun tinjauan kepustakaan tersebut di kelompokkan dalam 2 bagian, antara lain ; tinjauan kepustakaan yang terkait dengan efisiensi antena dan tinjauan kepustakaan yang terkait dengan metode pengukuran efisiensi antena. Berikut akan dijelaskan secara rinci pada sub-bab dibawah ini.
8

Ibid Hal 9.

13

2.4.1 Efisiensi Antena Antena merupakan media yang dapat merubah besaran listrik dari saluran transmisi menjadi suatu gelombang elektromagnetik (GEM) untuk diradiasikan ke udara bebas. Sebaliknya antena juga menangkap gelombang elektromagnetik (GEM) dari udara bebas untuk dejadikan listrik kembali melalui saluran transmisi. Untuk menghitung efisiensi antena dapat menggunakan persamaanpersamaan berikut. Umi Fadlillah menjelaskan dalam artikelnya bahwa untuk mengetahui efisiensi antena dihitung dengan persamaan : ... (2.19)9

Dimana:

: rugi konstruksi,

: rugi radiasi,

: rugi total.

Nilai Ra diketahui dari persamaan :

Ra = Rdc + Rg + Rrad . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

(2.20)

Dimana: Ra : rugi-rugi total, Rdc : rugi resistif dan rugi isolasi, Rg : rugi tanah, Rrad : resistansi radiasi atau resistansi khayal. Harry Ramza menjelaskan dalam artikelnya ketika antena dicatu oleh suatu daya masukkan Pin di terminal input, maka daya tersebut tidak akan seluruhnya untuk dipancarkan oleh antena ke udara. Faktor rugi-rugi antena yang disebabkan oleh material, sangat berpengaruh terhadap efisiensi antena. Dengan teori saluran transmisi, daya masukkan Pin yang masuk terminal akan terbagi menjadi dua bagian, yaitu Prad dan Pohmic. Pin = Prad + Pohmic . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
9

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .

(2.21)

Umi Fadlillah, Simulasi Pola Radiasi Antena Dipole Tunggal, Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Emitor, Vol. 4, 2004.

14

dimana : Prad = daya radiasi yang dipancarkan oleh antena, Pohmic = daya akibat rugi-rugi oleh material.

Gambar 2.6 Transmisi saluran dari generator menuju antena10

Sedangkan Pohmic dapat dinyatakan sebagai : Pohmic = I2 Rohmic (2.22)

Definisi efisiensi antena dapat dinyatakan dengan persamaan : . (2.23)

Budi Aswoyo dalam artikelnya menyatakan, untuk mengetahui efisiensi antena dapat dihitung dengan menggunakan hasil pengukuran direktivitas dan gain. Persamaan untuk menghitung efisiensi dapat menggunakan persamaan :

. (2.24)11 Dimana : e = efisiensi, G = gain, D = direktivitas.

10 11

Harry Ramza, Buku Antena dan Propagasi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta. Budi Aswoyo, Studi Perbandingan Efisiensi Bahan Pada Pembuatan Antena Horn Sektoral Bidang Medan Listrik (E), pens-its, 2010.

15

2.4.2 Metode Pengukuran Efisiensi Antena Bagaimanapun juga, efisiensi ini sulit untuk dihitung secara tepat, karena daya radiasi total Prad dan arus antena I sulit dihitung secara tepat. Sehingga penetuan efisiensi antena pada umumnya dilakukan dengan cara pengukuran eksperimental. Untuk menghitung efisiensi antena, yaitu dengan cara

membandingkan gain dan direktivitas seperti yang di jelaskan Budi Aswoyo dalam artikelnya menggunakan persamaan (2.20) sebagai pendekatan.

2.4.3 Metode Pengukuran Gain Pengukuran gain dilakukan menggunakan metode membandingkan antena yang satu dengan antena lain yang dianggap sebagai antena standard.
Antena penerima Antena pengirim

Tx

Rx

Set best station

Gambar 2.7 Metode pengukuran gain antena

2.4.4 Metode Pengukuran Direktivitas Direktivitas suatu antena dapat diperkirakan dengan menggunakan pola radiasi yang dihasilkan pada pengukuran pola radiasi. Untuk menghitung direktivitas dapat menggunakan persamaan 2.17

16

Antena pengirim

Antena penerima

Tx

Rx

rotation

Set best station

Gambar 2.8 Metode pengukuran pola radiasi

2.4.5 Metode Pengukuran VSWR VSWR (Voltage Standing Wave Ratio) merupakan perbandingan antara tegangan maksimum (Emax) dengan tegangan minimum (Emin). VSWR =
E max ...... . ..(2.27) E min

Dan koefisien refleksi : Hubungan VSWR dengan koefesien pantul () adalah : VSWR= ..(2.28)

Dimana, = Koefisien pantul. Dari persamaan (2.28) dapat diperoleh VSWR, yaitu : [] = ...............................................................................(2.29)

Koefesien pantul [] juga dapat diperoleh dengan pengukuran return loss berikut : RL= 20 log []............................................................................. (2.30) Dimana, RL : Return Loss (dB)

17

Antena pengirim

Antena dipole

Tx

Rx

rotation

Set best station

Gambar 2.9 Metode pengukuran VSWR

2.5

Bahan Reflektor Adapun bahan yang digunakan untuk pembuatan reflektor pada antena ini

adalah besi, seng, stainless, tembaga dan aluminium. 2.5.1 Besi Besi adalah bahan kimia dengan simbol Fe dan mempunyai nomor atom 26. Besi berada pada golongan 8, periode 4 dan blok D. Besi mempunyai titik lebur 1538o C. besi adalah logam yang berasal dari bijih besi (tambang) yang banyak digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari dari yang bermanfaat karena kelimpahan besi di kulit bumi cukup besar. Besi merupakan bahan yang mempunyai tingkat oksidasi
+3

(sangat stabil) dan

+2

(reduktor) serta +6 (tidak

stabil). Menurut tabel periodik besi (Fe) termasuk dalam golongan unsur transisi. Besi merupakan bahan konduktor baik sehingga memiliki konduktivitas yang tinggi. Besi memiliki nilai resistivitas sebesar 90 ohm. nm pada suhu 0o C, selain

18

itu besi juga merupahan bahan magnet yang memiliki sifat magnet yang kuat, yaitu feromagnetik.12

2.5.2 Seng Seng (bahasa Belanda: zink) adalah unsur kimia dengan lambang kimia Zn, nomor atom 30, dan massa atom relatif 65,39. Ia merupakan unsur pertama golongan 12 pada tabel periodik. Beberapa aspek kimiawi seng mirip dengan magnesium. Hal ini dikarenakan ion kedua unsur ini berukuran hampir sama. Selain itu, keduanya juga memiliki keadaan oksidasi +2. Seng merupakan unsur paling melimpah ke-24 di kerak Bumi dan memiliki lima isotop stabil. Bijih seng yang paling banyak ditambang adalah sfalerit (seng sulfida). Seng merupakan logam yang berwarna putih kebiruan, berkilau, dan bersifat diamagnetik. Walau demikian, kebanyakan seng mutu komersial tidak berkilau. Seng sedikit kurang padat daripada besi dan berstruktur kristal heksagonal. Logam ini keras dan rapuh pada kebanyakan suhu, namun menjadi dapat ditempa antara 100 sampai dengan 150 C. Di atas 210 C, logam ini kembali menjadi rapuh dan dapat dihancurkan menjadi bubuk dengan memukulmukulnya. Seng juga mampu menghantarkan listrik. Dibandingkan dengan logam-logam lainnya, seng memiliki titik lebur (420 C) dan tidik didih (900 C) yang relatif rendah. Dan sebenarnya pun, titik lebur seng merupakan yang terendah di antara semua logam-logam transisi selain raksa dan kadmium. 13

12 13

http://id.wikipedia.org/wiki/besi http://id.wikipedia.org/wiki/seng

19

2.5.3 Stainless Baja tahan karat atau lebih dikenal dengan Stainless Steel adalah senyawa besi yang mengandung setidaknya 10,5% Kromium untuk mencegah proses korosi (pengkaratan logam). Kemampuan tahan karat diperoleh dari terbentuknya lapisan film oksida Kromium, dimana lapisan oksida ini menghalangi proses oksidasi besi (Ferum).14

2.5.4 Tembaga Tembaga adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Cu dan nomor atom 29. Lambangnya berasal dari bahasa latin Cuprum.Tembaga merupakan konduktor panas dan listrik yang baik.Selain itu unsur ini memiliki korosi yang lambat sekali. Paduan Cu dan Ni dinamakan tembaga putih atau kupronikel. Paduan Ni-Cu megandung kira-kira 67% Ni dinamakan logam monel, yang didapat dari pemurnian langsung dari bijih, yaitu suatu paduan alamiah. Kedua paduan tersebut mempunyai kekuatan dan ketahanan korosi yang baik yang dipergunakan untuk komponen-komponen khusus dari kondensor, komponen-komponen pompa, motor-motor,dll. Paduan Cu-Ni yang mengandung 45% Ni mempunyai tahanan listrik yang tinggi dan koefisien pemuaian yang rendah,paduan itu dinamakan konstantan,dipergunakan sebagai kabel tahanan dan termokopel.15

14 15

http://id.wikipedia.org/wiki/stainless http://id.wikipedia.org/wiki/tembaga

20

2.5.5 Aluminium Aluminium (atau aluminum,alumunium,almunium,alminium) ialah unsur kimia. Lambang aluminium ialah Al, dan nomor atomnya 13. Aluminium ialah logam paling berlimpah. Aluminium bukan merupakan jenis logam berat, namun merupakan elemen yang berjumlah sekitar 8% dari permukaan bumi dan paling berlimpah ketiga. Aluminium terdapat dalam penggunaan aditif makanan, antasida, buffered aspirin, astringents, semprotan hidung, antiperspirant, air minum, knalpot mobil, asap tembakau, penggunaan aluminium foil, peralatan masak, kaleng, keramik , dan kembang api. Aluminium merupakan konduktor listrik yang baik. Terang dan kuat. Merupakan konduktor yang baik juga buat panas. Dapat ditempa menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat dan diekstrusi menjadi batangan dengan bermacam-macam penampang. Tahan korosi.16

Demikianlah tinjauan referensi yang dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pembahasan pada bab III dan IV.

16

http://id.wikipedia.org/wiki/aluminium

21

BAB III PERANCANGAN ANTENA DIPOLE REFLEKTOR SUDUT

Pada bab ini akan dijelaskan tentang perancangan dan pembuatan elemenelemen antena dan reflektornya. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan pada sub-bab dibawah ini.

3.1

Perancangan Fisik Antena Dipole Bentuk fisik antena terdiri atas dua bagian, yaitu; elemen peradiasi dan

elemen reflektor.

3.1.1 Desain Elemen Peradiasi Elemen perdiasi dirancang dari sebuah antena dipole. Ada dua bagian yang menjadi titik perhatian dalam mendesain dimensi fisik antena dipole tersebut, pertama panjang elemen peradiasi dan yang kedua jarak elemen peradiasi terhadap reflektor. Jika diketahui frekuensi kerja antena sebesar 2,4 GHz, dan kecepatan gelombang yang merambat pada saluran dan antena sama dengan kecepatan cahaya yaitu 3.108, maka panjang gelombang () dapat dihitung menggunakan persamaan 2.1 dan hasilnya diketahui sebesar 12,5 cm, selanjutnya elemen

peradiasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 dan hasilnya diketahui sebesar 6,25 cm seperti pada tabel 3.1.

22

Setelah mengetahui panjang gelombang dan menghitung panjang elemen peradiasi, maka langkah berikut adalah menghitung jarak elemen peradiasi dengan elemen reflektor (S). Jika diketahui frekuensi sebesar 2,4 GHz dan kecepatan gelombang yang merambat pada saluran dan antena sama dengan kecepatan cahaya yaitu 3.108, maka jarak elemen peradiasi dengan elemen reflektor dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4 dan hasilnya diketahui sebesar 6,25 cm, lebih jelasnya dapat diperlihatkan pada tabel 3.2.

Tabel 3.1 Hasil Perhitungan Panjang Desain Elemen Peradiasi Parameter yang dicari Parameter yang diketahui Frekuensi (GHz) c (cm/det) (cm) Panjang elemen (cm) 2,4 3.108 12,5 6,25

Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Jarak Elemen Peradiasi Terhadap Reflektor Parameter yang Parameter yang diketahui dicari Frekuensi (GHz) c (cm/det) (cm) S (cm) 2,4 3.108 12,5 6,25 Uraian lengkap dari hasil perhitungan di atas, diperlihatkan secara rinci pada gambar 3.1.

7,5 cm
6, 25 cm

12,5 cm

6, 25 cm

23

Gambar 3.1 Desain antena dipole reflektor sudut

3.1.2 Desain Elemen Reflektor Reflektor sudut dirancang ada tiga bagian, yaitu panjang elemen reflektor, lebar elemen reflektor dan sudut elevasi reflektor. Jika diketahui panjang gelombang sebesar 12.5 cm, maka tinggi elemen reflektor dapat dihitung menggunakan persamaan 2.4 dan hasilnya diketahui sebesar 7,5 cm, selanjutnya, jika diketahui jarak elemen peradiasi dengan elemen reflektor sebesar 6,25 cm, maka panjang elemen reflektor dapat dihitung menggunakan persamaan 2.5 dan hasilnya sebesar 12,5 cm, lebih rinci hailnya diperlihatkan pada tabel 3.3. Tabel 3.3 Hasil Perhitungan Tinggi dan Panjang Elemen Reflektor Parameter yang diketahui Parameter yang dicari (cm) S (cm) H (cm) L (cm) 12.5 6,25 7,5 12,5

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Sudut Reflektor Antena Parameter yang diketahui Hasil perhitungan

Konstanta sudut ( 0 ) 180

( 0) 90

Langkah berikutnya adalah menghitung sudut reflektor antena yang disimbolkan dengan . Sudut antena dapat dihitung menggunakan persamaan 2.6. Hasilnya ditunjukkan pada tabel 3.4. Dengan demikian desain sudut elevasi antena di set pada sudut sebesar 900.

3.2

Pengukuran Antena Dipole

24

Secara umum pengukuran antena dilakukan atas 2 bagian, yaitu ; pengukuran gain dan pengukuran direktivitas. Lebih rinci dijelaskan uraiannya di bawah ini. 3.2.1 Setup Pengukuran Gain Pengukuran gain di setup seperti pada gambar 2.7. antena Tx di setup bekerja pada frekuensi 2,4 GHz. Antena Tx dibuat dalam posisi diam. Disisi lain dipasang sebuah antena penerima Rx secara bergantian, demikian juga antena Tx digantikan posisinya sebagai penerima. Sistem ini digunakan untuk menghitung gain dengan metode friis dimana masing-masing hasil pengukuran ini di subtitusikan untuk mendapatkan gain maksimum. Antena penerima juga di setup pada frekuensi operasi yang sama dengan antena pemancar.

3.2.2 Setup Pengukuran Direktivitas Pengukuran directivitas di setup seperti pada gambar 2.8. Antena Tx dan Rx di set pada frekuensi kerja 2,4 GHz, antena Tx dipasang tetap pada posisi 00 terhadap Rx. Kedua antena Tx dan Rx di arahkan sejajar dan lurus. Selanjutnya anten Rx diputar setiap kelipatan 100 dimana tiap perubahan kelipatan sudut tersebut data dicatat sebagai data medan jauh terhadap perubahan arah antena. Data-data ini selanjutnya di olah untuk menghitung direktivitas.

Demikianlah uraian rinci tentang perancangan antena dipole reflektor sudut, sebagai landasan untuk pembahasan pada bab selanjutnya.

25

BAB IV PENGUKURAN DAN ANALISA Pada bab ini akan di uraikan hasil pengukuran dan analisa antena yang meliputi pengukuran VSWR, pengukuran gain, pengukuran direktivitas dan analisa efisiensi antena dari bahan reflektor yang berbeda. Secara rinci akan di uraikan pada sub-bab berikut.

4.1

Pengukuran VSWR VSWR adalah rasio gelombang berdiri yang menunjukkan perbandingan

antara gelombang yang datang pada saluran dan menuju antena terhadap gelombang yang dipantulkan dari antena menuju ke sumber. Berdasarkan teknik pengukuran pada gambar 2.9, maka dari hasil pengujian VSWR antena terhadap berbagai macam bahan seperti ditunjukkan pada table 4.1, maka VSWR untuk bahan reflektor besi diketahui bernilai 1,65; seng 1,67; stainless 1,64; tembaga 1,68; aluminium 1,64. Tabel 4.1 Hasil Pengukuran VSWR Bahan VSWR reflektor Besi 1,65 Seng 1,67 Stainless 1,64 Tembaga 1,68 Aluminium 1,64

Dari data di atas menunjukkan VSWR dapat diasumsikan memiliki nilai yang mendekati sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa antena tersebut ditinjau dari karakteristik SWR-nya memiliki sifat yang sama. Hal ini penting disampaikan sebagai acuan bahwa spesifikasi teknis masing-masing antena identik. Untuk

26

mengambarkan secara jelas uraian di atas dapat ditunjukkan pada grafik pengukuran SWR pada lampiran I.

4.2

Pengukuran Gain Gain didefenisikan sebagai kekuatan antena untuk menyalurkan daya

secara maksimal. Pada pengukuran gain antena ini, menggunakan metode kombinasi seperti ditunjukkan pada gambar 2.7. Metode ini menggunakan tiga buah antena dimana antena 1 menggunakan antena dipole reflektor sudut dari bahan-bahan reflektor besi, seng, stainless, tembaga dan aluminium, sedangkan antena 2 menggunakan antena helix dengan reflektor sudut dan antena 3 menggunakan antena dipole dengan reflektor sudut. Berikut ini ditunjukkan hasil pengukuran gain antena seperti pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Gain
Bahan reflektor

Besi Seng Stainless Tembaga Aluminium

Antena 1 dan 2 -23 -20 -23 -19 -22

Level ( dB ) Antena 1 dan 3 -23 -23 -21 -20 -19

Antena 2 dan 3 -20 -20 -20 -20 -20

Gain

7,02 8,52 8,02 10,52 9,52

Dengan menggunakan persamaan 2.10, 2.11, 2.12, maka gain dari masing-masing antena dapat dihitung seperti pada lampiran II dan hasilnya diperlihatkan pada tabel 4.2. Dari hasil perhitungan ini, maka gain dari masing-masing antena dapat digambarkan dalam bentuk grafis sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.1. Dari gambar 4.1 memberikan informasi kepada kita bahwa gain antena yang terbaik adalah antena dari bahan tembaga dengan nilai sebesar 10,52 dB, di ikuti oleh antena dari bahan reflektor aluminium dengan nilai sebesar 9,52 dB, antena

27

dari bahan reflektor seng sebesar 8,52 dB, berikutnya antena dari bahan reflektor stainless dengan harga sebesar 8,02 dB, selanjutnya dan antena dari bahan reflektor besi dengan harga sebesar 7,02 dB. Hal ini dihasilkan dari setting luasan

12 10.52 10 8.52 8 7.02 8.02 9.52

Gain

6 4 2 0 Besi Seng Stainless Tembaga Aluminium

Bahan reflektor Gambar 4.1 Grafik hasil pengukuran gain

aperture pada reflektor antena, dimana harga gain merupakan pengaruh perubahan sudut atau pengaruh perubahan tinggi dan panjang reflektor, lebih jelasnya diperlihatkan pada tabel 4.3. Dengan demikian gain pada masing-masing Tabel 4.3 Pengaruh Perubahan Luasan Aperture Terhadap Gain Tinggi Lebar Bahan reflektor Luas Gain (cm) (cm) Besi 17.6 7.5 132.00 7,02 Seng 17.6 7.5 132.00 8,52 Stainless 17.8 7.5 133.50 8,02 Tembaga 17.4 7.5 130.50 10,52 Aluminium 17.9 7.5 134.25 9,52

28

bahan antena tidak dipengaruhi oleh VSWR, hal ini dapat ditunjukkan seperti pada grafik gambar 4.3.

12 10 8 6 7.02 8.52

10.52 9.52 8.02

VSWR 4 2 0 besi seng stainless tembaga aluminium 1.65 1.67 1.64 1.68 1.64 Gain

Bahan reflektor

Gambar 4.2 Grafik perbadingan VSWR dan gain

4.3

Pengukuran Direktivitas Sebagaimana pengertian tentang direktivitas gain, direktivitas gain

didefenisikan sebagai rasio perkalian 4 dari intensitas radiasi maksimum sebagai fungsi arah dan sudut terhadap total daya yang diradiasikan melalui antena. Untuk mengetahui harga direktivitas antena, diukur dengan menggunakan metode seperti pada gambar 2.8. Berdasarkan gambar 2.8 pengukuran direktivitas diketahui dengan cara membaca hasil pengukuran pola radiasi antena seperti diperlihatkan pada lampiran III. Lampiran III menunjukkan hasil pengukuran pola radiasi antena dari lima bahan reflektor, berdasarkan data tersebut maka direktivitas dapat diketahui dari

29

hasil perhitungan seperti ditunjukkan pada lampiran IV dan hasilnya ditampilkan pada tabel 4.4 dan grafik pada gambar 4.3. Tabel 4.4 Direktivitas pada Antena Dipole Bahan No Direktivitas (dB) Reflektor 1. Besi 20,13 2. Seng 19,16 3. Stainless 20,14 4. Tembaga 16,33 5. Aluminium 20,13

25 20.13 20 15 10 5 0 Direktivitas (dB) 19.16 20.14 16.33 20.13

Gambar 4.3 Grafik perhitungan direktivitas


25 20 15 10 5 0 7.02 8.52 8.02 20.13 20.14 16.33 10.52 9.52 Gain (dB) Direktivitas (dB) 20.13

19.16

Gambar 4.4 Perbandingan gain dan direktivitas

30

Tabel 4.5 Nilai Direktivitas Terhadap dan Bahan reflektor (o) (o) Direktivitas (dB) Besi 20 20 20,13 Seng 20 25 19,16 Stainless 19 21 20,14 Tembaga 30 32 16,33 Aluminium 20 20 20,13

35 30 25 20 15 10 5 0 25 20.14 20.13 20 19.16 1921 2020

32 30

20.13 2020 16.33 (o) (o) Direktivitas (dB)

Gambar 4.5 Grafik nilai direktivitas terhadap sudut dan arah

Dari hasil pengukuran direktivitas pada tabel 4.5 di atas, diketahui bahwa harga direktivitas terbaik dari kelima jenis bahan reflektor adalah antena dari bahan reflektor stainless dengan nilai sebesar 20,14 dB, selanjutnya antena dari bahan reflektor besi dan aluminium menempati urutan kedua yaitu memiliki harga direktivitas yang sama dengan nilai sebesar 20,13 dB, kemudian antena dari bahan reflektor seng memiliki harga direktivitas ketiga yaitu 19,16 dB dan yang terakhir antena dari bahan reflektor tembaga memiliki harga direktivitas 16,33 dB. Nilai ini dipengaruhi oleh sifat radiasi pada antena, semakin kecil sudut dan arah radiasi

31

antena, maka semakin besar nilai direktivitas suatu antena. Hal ini dapat diperlihatkan hasilnya seperti pada tabel 4.5 dan gambar grafik 4.5.

4.4

Efisiensi Antena Dilihat Dari Bahan Efisiensi adalah rasio perbandingan antara kemampuan antena menyalurkan

daya secara maksimum terhadap intensitas radiasi maksimum sebagai fungsi arah dan sudut terhadap daya total. Berdasarkan data-data dan hasil perhitungan pada tabel 4.3 dan 4.4, maka efisiensi antena untuk kelima jenis bahan reflektor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.20, seperti ditunjukkan pada lampiran V dan hasilnya diperlihatkan pada tabel 4.5 dan gambar 4.6. Tabel 4.6 Perhitungan Efisiensi pada Antena Dipole Bahan Gain (dB) Directivity (dB) Efisiensi (%) Reflektor Besi 7,02 20,13 34,87 Seng 8,52 19,16 44,46 Stainless 8,02 20,14 39,82 Tembaga 10,52 16,33 64,42 Aluminium 9,52 20,13 47,29

No 1. 2. 3. 4. 5.

70 60 50 40 30 20 10 0 Besi Seng 34.87 44.46

64.42 47.29 39.82 Efisiensi (%)

Stainless Tembaga Aluminium

Gambar 4.6 Grafik hasil perhitungan efisiensi

32

Dari tabel 4.6 diketahui bahwa efisiensi antena terbaik adalah antena dari bahan reflektor tembaga dengan nilai 64,42%, diikuti oleh reflektor dari bahan aluminium dengan nilai 47,29%, selanjutnya reflektor dari bahan seng dengan nilai 44,46%, berikutnya reflektor dari bahan stainless dengan nilai 39,82% dan terendah reflektor dari bahan besi dengan nilai 34,87%, lebih jelasnya perbandingan gain, direktivitas dan efisiensi diperlihatkan pada gambar 4.7. Hasil ini memperlihatkan bahwa efisiensi antena yang besar diperoleh dari antena yang memiliki gain yang besar dan direktivitas yang kecil, seperti diperlihatkan pada grafik gambar 4.7.

70 60 50 40 30 20 10 0 34.87 20.13 7.02 19.16 8.52 44.46 39.82

64.42 47.29 Gain (dB) 20.14 8.02 16.33 10.52 20.13 9.52 Direktivitas (dB) Efisiensi (%)

Gambar 4.7 Grafik perbandingan gain dan direktivitas serta efisiensi

Demikianlah hasil pembahasan tentang efisiensi yang telah di uraikan pada bab ini, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan untuk pembahasan pada bab penutup atau kesimpulan.

33

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian dan analisa terhadap hasil pengukuran, maka dapat diambil suatu kesimpulan, yaitu : 1. Gain antena yang terbaik adalah antena dari bahan tembaga dengan nilai sebesar 10,52 dB, di ikuti oleh antena dari bahan reflektor aluminium dengan nilai sebesar 9,52 dB, antena dari bahan reflektor seng sebesar 8,52 dB, berikutnya antena dari bahan reflektor stainless dengan harga sebesar 8,02 dB, selanjutnya dan antena dari bahan reflektor besi dengan harga sebesar 7,02 dB. 2. Besarnya gain dipengaruhi oleh perubahan sudut atau dipengaruhi oleh perubahan tinggi dan panjang reflektor atau luasan aperture reflektor. 3 Harga direktivitas terbaik dari kelima jenis bahan reflektor adalah antena dari bahan reflektor stainless dengan nilai sebesar 20,14 dB, selanjutnya antena dari bahan reflektor besi dan aluminium menempati urutan kedua yaitu memiliki harga direktivitas yang sama dengan nilai sebesar 20,13 dB, kemudian antena dari bahan reflektor seng memiliki harga direktivitas ketiga yaitu 19,16 dB dan yang terakhir antena dari bahan reflektor tembaga memiliki harga direktivitas 16,33 dB. 4. Nilai direktivitas dipengaruhi oleh sifat radiasi pada antena, semakin kecil sudut dan arah radiasi antena, maka semakin besar nilai direktivitas suatu antena.

34

5.

Efisiensi antena terbaik adalah antena dari bahan reflektor tembaga dengan nilai 64,42%, diikuti oleh reflektor dari bahan aluminium dengan nilai 47,29%, selanjutnya reflektor dari bahan seng dengan nilai 44,46%, berikutnya reflektor dari bahan stainless dengan nilai 39,82% dan terendah reflektor dari bahan besi dengan nilai 34,87%.

6.

Efisiensi antena yang besar dapat diperoleh dari antena yang memiliki direktivitas yang kecil.

35

DAFTAR PUSTAKA

Balanis, C. A. Antenna Theory: Analysis and Design, Third Edition, John Willey and sons, New York, 2005. Budi Aswoyo, Antena dan Propagasi, Surabaya, 2006. Budi Aswoyo, Studi Perbandingan Efisiensi Bahan Pada Pembuatan Antena Horn Sektoral Bidang Medan Listrik (E), pens-its, 2010. Harry Ramza, Buku Antena dan Propagasi, Universitas Muhammadiyah, Prof. Dr. Hamka, Jakarta. Krauss, John D, Antennas, Second Edition, McGraw-Hill Book Company, 1998 Krauss, John D, Antennsa for all applications, Third Edition, Mc Graw-Hill Company, International Edition, 2003. Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Besi, diakses 17 Juli 2011 Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Seng, diakses 17 Juli 2011 Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Stainless, diakses 17 Juli 2011 Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Tembaga, diakses 17 Juli 2011 Sumber dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Aluminium, diakses 17 Juli 2011 Umi Fadlillah, Simulasi Pola Radiasi Antena Dipole Tunggal, Jurnal Teknik Elektro dan Komputer Emitor, Vol. 4, 2004.

You might also like