You are on page 1of 27

Hukum Agraria

A. Pengertian
Subekti menjelaskan bahwa Agraria adalah urusan tanah dan segala apa yang ada di dalamnya dan di atasnya, seperti telah diatur dalam Undangundang Pokok Agraria. Lemaire menuturkan hukum agraria sebagai suatu kelompok hukum yang bulat meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan hukum administrasi negara

B. Dasar Hukum Agraria


Dalam pembahasan tentang sejarah Hukum Agraria Indonesia ada dua fase penting yang harus dipertimbangkan, yaitu fase sebelum September 1960, dan fase sesudah tanggal itu. Dalam fase sebelum September 1960 Hukum Agraria Indonesia terdiri atas bagian-bagian dari Hukum Perdata Barat, Hukum Adat orang Indonesia asli, Hukum Antar Golongan dan hukum sesudah proklamasi merupakan pengaruh dari Hukum Tata Negara. Dari semua hal di atas yang paling penting dijadikan landasan Hukum Agraria Indonesia pada zaman penjajahan Belanda adalah Pasal 51 I.S. tahun 1870, juga dikenal dengan nama bahasa BelandaAgrarische Wet. Sebagai pelaksanaan daripada Agrarische Wet adalah Penyataan Domein (Domein Verklaring) yang berbunyi bahwa: "Semua tanah yang orang lain tidak dapat membuktikan, bahwa itu eigendomnya adalah tanah domein atau milik Negara." Landasan Hukum Agraria ialah ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 45 merupakan sumber hukum materiil dalam pembinaan hukum agraria nasional. "Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai

oleh

Negara

dan

dipergunakan

untuk

sebesar-besar

kemakmuran Rakyat." Tujuan diberikannya hak menguasai kepada negara ialah: untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.

C. UU Agraria
Undang Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK. Pasal 1. (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. (2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional (3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa termaksud dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi. (4) Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi dibawahnya serta yang berada dibawah air. (5) Dalam pengertian air termasuk baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia. (6) Yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang diatas bumi dan air tersebut pada ayat (4) dan (5) pasal ini. Pasal 2. (1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat. (2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk : a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dengan bumi, air dan ruang angkasa, c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orangorang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. (3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada ayat (2) pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur. (4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan masyarakatmasyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan Pemerintah. Pasal 3. Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. nasional, menurut ketentuan ketentuan Peraturan

Pasal 4. (1) Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. (2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi. (3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa. Pasal 5. Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Pasal 6. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Pasal 7. Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.

Pasal 8. Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa. Pasal 9. (1) Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2. (2) Tiap-tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Pasal 10. (1) Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan. (2) Pelaksanaan dari pada ketentuan dalam ayat (1) pasal ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan. (3) Pengecualian terhadap azas tersebut pada ayat ( 1 ) pasal ini diatur dalam peraturan perundangan. Pasal 11. (1) Hubungan hukum antara orang, termasuk badan hukum, dengan bumi, air dan ruang angkasa serta wewenang-wewenang yang bersumber pada hubungan hukum itu akan diatur, agar tercapai tujuan yang disebut dalam pasal 2 ayat (3) dan dicegah penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui batas. (2) Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah.

Pasal 12. (1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya. (2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan usaha bersama dalam lapangan agraria. Pasal 13. (1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. (2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. (3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang. (4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha dilapangan agraria. Pasal 14. (1) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat (2) dan (3) , pasal 9 ayat (2) serta pasal 10 ayat (1) dan (2) Pemerintah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya: a. untuk keperluan Negara, b. untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; c. untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan;

d. untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; e. untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan. (2) Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat (1) pasal ini dan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing. (3) Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat (2) pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari, Gubernur/Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/Walikota/Kepala Daerah yang bersangkutan. Pasal 15. Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.

Pasal 35-40: Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunanbangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu sampai 30 tahun dan dapat diperpanjang sampai 20 tahun. Seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dapat dialihan kepada pihak lain, dan hanya WNI atau badan hukum Indonesia berhak memiliki Hak Guna Bangunan, serta dapat dijadikan jaminan Hutang. Pasal 41-43: Hak Pakai Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan oleh pejabat

yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjiannya dengan pemilik tanahnya. Hak ini bukan hak sewa-menyewa atau perjanjian pengolehan tanah. Yang boleh memiliki Hak Pakai adalah WNI orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Pasal 44-45: Hak Sewa untuk Bangunan Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa. Perjanjian sewa yang dimaksudkan tidak boleh disertai syarat yang mengandung syarat-syarat memeraskan. Yang boleh memiliki Hak Sewa adalah WNI orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Pasal 46: Hak Membuka Tanah, Memungut Hasil Hutan Hak Membuka Tanah dan Memungut Hasil Hutan hanya dapat dipunyai oleh WNI dan diatur oleh peraturan pemerintah. Penggunaan Hak Memungut Hasil Hutan secara sah tidak berarti diperoleh hak milik atas tanah itu.

Pasal 47: Hak Guna-air, Pemeliharaan & Penangkapan Ikan Hak guna-air adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalir air itu di atas tanah orang lain. Hak guna air serta pemeliharaan & penangkapan ikan diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 48: Hak Guna Ruang Angkasa Hak Guna Ruang Angkasa memberi wewenang untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dari ruang angkasa guna usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Hak Guna Ruang Angkasa diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal 49: Hak-hak tanah untuk Keperluan Suci dan Sosial Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.

Hukum Internasional
A. Pengertian
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antarnegara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang

mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.

B. Sumber
Sumber hukum formal adalah faktor yang menjadikan suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum. Sumber hukum formal bagi hukum internasional sebagai berikut. A. Perjanjian Internasional (Treaty) Perjanjian internasional ada dua macam. (1) Law Making Treaties Law making treaties adalah perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan hukum internasional yang berlaku umum. Law making treaties ini menetapkan ketentuan-ketentuan hukum perjanjian internasional (treaty rules). Law making treaties juga disebut international legislation. Contoh law making treaties sebagai berikut. (a) Konvensi Perlindungan Korban Perang Jenewa Tahun 1949. (b) Konvensi Hukum Laut Jenewa Tahun 1958. (c) Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik. (d) Konvensi Wina Tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler. (2) Treaty Contract Treaty contract menetapkan ketetuan hukum internasional yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi pihak-pihak tersebut. Ketentuan hukum hal internasional khusus dan yang tidak menetapkan treaty contract hanya untuk

dimaksudkan berlaku umum. Namun dalam beberapa hal dapat berlaku

secara umum melalui kebiasaan,yaitu jika ada pengulangan, ditiru oleh treaty, dan sebagai hukum internasional kebiasaan.

B. Kebiasaan Internasional Kebiasaan internasional menetapkan ketentuan-ketentuan hukum

kebiasaan internasional (international costomary rules). Kabiasaan menurut pasal 38 ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional adalah kebiasaan yang terbukti dalam praktik umum dan diterima sebagai hukum. Contoh kebiasaan internasional adalah penyambutan tamu dari negaranegara lain dan yang mengharuskan menyalakan lampu bagi kapal yang berlayar pada malam hari di laut bebas untuk menghindar tabrakan. Semula ketentuan tentang menyalakan lampu kapal tersebut ditetapkan oleh pemerintah Inggris, tetapi kemudian diterima umum sebagai hukum kebiasaan internasional. Badan peradilan banyak berperan dalam menetapkan ketentuan hukum kebiasaan internasional. Adapun badan-badan peradilan yang menetapkan ketentuan hukum kebiasaan internasional sebagai berikut. (1) Peradilan Internasional Peradilan internasional dapat dibedakan : (a) bersifat umum, misalnya The International Court of Justice (ICJ); dan (b) Bersifat sementara, misalnya Mahkamah Militer Internasional. (2) Peradilan Nasional Putusan peradilan nasional dapat menjadi sumber hukum internasional melalui berikut ini :

(a) Preseden (precedent), yaitu putusan peradilan nasional suatu negara yang ditiru atau dicontoh dalam praktik hukum internasional. (b) Kebiasaan, yaitu proses pembuatan suatu ketentuan menjadi ketentuan hukum yang berlaku umum, tetapi tidak memenuhi persyaratan yang berlaku bagi perundang-undangan. (3) Abitrase Internasional Lembaga abitrase internasional bersifat tidak tetap. Lembaga ini ada jika dikehendaki oleh para pihak. Dalam menyelesaikan masalah, lembaga abitrase cenderung menempuh cara kompromi. C. Prinsip Hukum Umum Yang dimaksud disini ialah dasar-dasar sistem hukum pada umumnya yang berasal dari asas hukum Romawi. Menurut pendapat Sri Seianingsih Suwardi,S.H., fungsi dari prinsip-prinsip hukum umum ini terdiri dari hal-hal sebagai berikut. (1) Sebagai pelengkap dari hukum kebiasaan dan perjanjian internasional. Contoh: Mahkamah Internasional tidak dapat menyatakan non liquet, yaitu tidak dapat mengadili karena tidak ada hukum yang mengaturnya. Tetapi dengan sumber ini Mahkamah Internasional bebas bergerak. (2) Sebagai penafsiran bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Jadi kedua sumber hukum itu harus sesuai dengan asas-asas hukum umum. (3) Sebagai pembatasan bagi perjanjian internasional dan hukum kebiasaan. Contoh, perjanjian internasional tidak dapat memuat ketentuan yang bertentangan dngan asas-asas hukum umum. D. Karya Yuridis (Yuristic Work)

Karya yuridis bukan merupakan sumber hukum yang independen, tetapi hanya sebagai pelengkap atau penjelasan hukum internasional, yaitu berupa analisis secara umum terhadap peristiwa-peristiwa tertentu. E. Keputusan-Keputusan Organ/Lembaga Internasional (Decisions of The Organs of International Institution) Keputusan-keputusan organ atau lembaga internasional pada prinsipnya hanya mengikutinegara-negara anggota, tetapi dapat berlaku secara umum. Misalnya: Universal Declaration of Independent. F. Yurisprudensi (Keputusan Pengadilan) Dan Pendapat Ahli Hukum Internasional Yurisprudensi internasional (judicial decisions) dan pendapat ahli hukum internasional merupakan sumber hukum tambahan yang digunakan untuk membuktikan dipakai tidaknya kaidah hukum internasional berdasarkan sumber hukum primer, seperti perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan prinsip-prinsip hukum umum dalam menyelesaikan perselisihan internasional. Walaupun bersifat tidak mengikat, yang berarti tidak dapat menimbulkan suatu kaidah hukum, mamun tetap memiliki pengaruh besar dalam perkembangan hukum internasional. Sumber Statuta Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 dari (1) :

Mahkamah

Internasional

adalah

terdiri

1. Perjanjian Internasional (International Conventions) 2. Kebiasaan International (International Custom) 3. Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh negara-negara beradab. 4. Keputusan Pengadilan (judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya (Theachings of the most highly qualified publicists).

Jelas bahwa penggolongan

sumber hukum internasional menurut

pendapat para sarjana dan menurut pasal 38 ayat 1 Satatuta MAhkamah Internasional terdapat perbedaan yaitu yang dapat dijelaskan berikut ini: a. Pembagian menurut para sarjana telah memasukan keputusan badanbadan arbitrase internasional sebagai sumber hukum sedangkan dalam pasal 38 tidak disebutkan hal ini menurut Bour mauna karena dalam praktek penyelesaian sengketa melalui badan arbitrase internasional hanya merupakan pilihan hukum dan kesepakan para pihak pda perjanjian. b. Penggolongan sumber hukum internasional menurut para sarjana tidak mencantumkan prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu sumber hukum, padahal sesuai prinsip-prinsip hukum ini sangat penting bagi hakim sebagai bahan bagi mahkamah internasional untuk membentuk kaidah hukum baru apabila ternyata sumber hukum lainnya tidak dapat membantu Mahkamah Internasional untuk menyelesaiakn suatu sengketa. Hal ini sesuia dengan ketentuan pasal 38 ayat 2 yang menyatakan bahwa: This propivisons shall not prejudice the power of the Court to

decide a case ex aequo et bono, if the parties agree thereto. Asas ex aequo et bono ini berarti bahwa hakim dapat memutuskan sengketa internasional berdasarkan rasa keadilannya (hati nurani) dan kebenaran. Namun sampai saat ini sangat disayangkan bawasannya asas ini belum pernah dipakai oleh hakim dalam Mahkamah Internasional. c. Keputusan atau Ketetapan Organ-organ Internasional atau lembagalembaga lain tidak terdapat dalam pasal 38, karena hal ini dinilai sama dengan perjanjian internasional.

Sumber hukum material adalah faktor yang menentukan isi ketentuan hukum yang berlaku. Sumber hukum material bagi hukum internasional adalah prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan hukum internasional yang berlaku. Prinsip-prinsip tersebut misalnya, bahwa

setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi dan korban perang harus diperlakukan manusiawi. Diantara prinsip-prinsip tersebut ada yang berlaku memaksa. Prisnip ini disebut ius cogens. Prinsip yang berlaku memaksa misalnya, perjanjian harus ditaati (pacta sunt servanda). Berlakunya prinsipini tidak dapat disimpangi oleh ketentuan hukum internasional yang ditetapkan kemudian dan tidak dapat diubah oleh prinsip hukum internasional yang sifatnya tidak sama. Dalam sumber hukum ini ada dua aliran yang memiliki pendapat yang berbeda , yaitu: 1. Aliran Naturalis 2. Aliran Positivisme

C. Subjek
Subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung internasional. Dewasa ini subjek-subjek hukum internasional yang diakui oleh masyarakat internasional, adalah: 1. Negara Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi yang dalam tetap, hukum internasional wilayah adalah: (teritorial) penduduk mempunyai hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum

tertentu; pemerintahan yang sah dan kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain. 2. Organisasi Internasional

Organisasi internasional mempunyai klasifikasi, yakni: a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa ; b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain; c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union. 3. Palang Merah Internasional Pada awal mulanya, Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional, yaitu Swiss, didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan. Kegiatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Palang Merah Internasional mendapatkan simpati dan meluas di banyak negara, yang kemudian membentuk Palang Merah Nasional di masing-masing wilayahnya. Palang Merah Nasional dari negar-negara itu kemudian dihimpun menjadi Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) dan berkedudukan di Jenewa, Swiss. 4. Tahta Suci Vatikan Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum

internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai

pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. 5. Kelompok Pemberontak/Pembebasan Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional 6. Individu Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights)pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensikonvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.

7. Perusahaan Multinasional (MNC) Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa disangkal lagi. Di beberapa tempat, negaranegara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri. Subyek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau setiap negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam hubungan internasional. Sedangkan objek hukum internasional adalah pokok-pokok

permasalahan yang dibicarakan atau dibahas dalam hukum internasional. Namun, kawasan geografis suatu Negara (difined territory) juga dapat dikatakan sebagai objek hukum internasional dikarenakan sifat objek hukum internasional hanya bias dikenai kewajiban tanpa bias menuntuk haknya. Objek hukum merupakan sesuatu yang dapat berguna bagi subyek hukum dan dapat menjadi suatu pokok hubungan hukum yang dilakukan oleh subyek-subyek hukum, biasanya dinamakan benda atau hak yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subyek hukum. Contoh-contoh objek hukum internasional adalah:

Hukum Internasional Hak Asasi Manusia Hukum Internasional hak asasi manusia adalah semua norma hukum internasional yang ditunjukkan untuk menjamin perlindungan terhadap pribadi (individu)

Hukum Humaniter Internasional Hukum Humaniter Internasional adalah semua norma hokum internasional yang bertujuan memberi perlindungan pada saat timbul konflik bersenjata bukan internasional, kepada anggota pasukan tempur yang tidak bias lagi menjalankan tugasnya lagi, atau orang-orang yang tidak terlibat dalam pertempuran

Hukum Kejahatan terhadap Kemanusiaan (massal) Istilah ini dikeluakan oleh pengadilan Nurenberg untuk perbuatan kejam Nazi Jerman terhadap warga negaranya sendiri. Namun, dewasa ini genosida (pembunuhan massal dilatar belakangi kebencian terhadap etnis, suku tertentu) juga termasuk dalam hukum ini.

Subyek dan Objek hokum internasional dapat berubah. Seperti apa yang terjadi pada perang Serbia-Bosnia (perang Balkan), dimana Mahkamah Internasional (ICJ) akhirnya menjatuhkan hukuman secara individu terhadap petinggi militer Serbia karena dianggap sebagai orang-orang yang paling bertanggung jawab terhadap pembantaian kaum muslim Bosnia. Mantan petinggi militer Serbia yang diadili antara lain, Kepala Staff militer Serbia, Ljubisa Beara; Vujadin Popovic, pejabat militer yang bertanggung jawab atas pengerahan polisi militer, Ljubomir Borovcanon, Deputi Komandan Polisi Khusus Serbia; Vinko Pandurevic, Komandan Brigade yang melakukan serangan dan Drago Nikolic, Kepala Brigade Keamanan militer Serbia. Dari hal ini, saya dapat menyimpulkan bahwa telah terjadi perubahan status subyek hukum internasional itu sendiri yaitu, perang ini melibatkan negara (Serbia), namun pada akhirnya mahkamah menjatuhkan hukuman terhadap individu. Objek hukum internasional dapat berubah disebabkan dunia global dan internasional yang bersifat dinamis (selalu berubah). Sehingga tindak lanjut dari hukum internasional itu sendiri akan berubah mengikuti arus

perkembangan zaman dan permasalahan baru yang akan timbul dalam hubungan internasional kedepannya. Seperti permasalahan yang terbaru saya baca di internet yakni kasus perompakan kapal-kapal laut di Somalia. Kasus ini menyebabkan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan resolusi agar kejadian ini tidak terulang kembali.

Hukum Bisnis
A. Pengertian
Bisnis adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mencapai

keuntungan, baik itu di bidang: a. Produksi b. Distribusi/Pemasaran; dan c. Perdagangan Hukum Bisnis adalah peraturan-peraturan yang mengatur kegiatan bisnis agar bisnis dijalankan secara adil.

B. Kontrak dan Perbankan


Perjanjian yang dibuat tertulis disebut Kontrak. Dasar Pengaturan: Buku ke III KUHPerdata. Perjanjian adalah dua pihak atau lebih yang saling mengikat janji untuk melakukan sesuatu hal. Suatu hal = obyek perjanjian, dapat berupa: a. Menyerahkan sesuatu; b. Melakukan sesuatu perbuatan; dan

c. Tidak melaksanakan sesuatu. Tahapan pembuatan Kontrak: 1. Negosiasi 2. Pembuatan Draft Kontrak 3. Penandatanganan Kontrak (penutupan Kontrak) 4. Pelaksanaan Kontrak Anatomi Kontrak: 1. Judul Kontrak 2. Pembukaan 3. Para Pihak 4. Recital (latar belakang) 5. Isi (hak & kewajiban para pihak dlm pasal2) 6. Penutup 7. Tanda-tangan para pihak Wanprestasi atau ingkar janji adalah tidak melaksanakan apa yang dijanjikan (obyek perjanjian) dapat berupa: 1. Tidak melaksanakan sama sekali apa yang dijanjikan. 2. Melaksanakan sesuatu yang dijanjikan tetapi terlambat. 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak seperti yang dijanjikan (tidak sempurna). 4. Melakukan sesuatu yang harusnya tidak dilaksanakan. Sistem Perbankan di Indonesia diatur dalam UU No.7 Tahun 1992 (diubah dengan UU No.10 Tahun 1998), bahwa perbankan di Indonesia terdiri dari 2 jenis : 1. Bank Umum (BU) 2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Kedua jenis bank tersebut melaksanakan kegiatan konvensional atau syariah. Bank Umum :1. Perseroan Terbatas 2. Koperasi 3. Perusahaan Daerah 4. Persero BPR :1. Perseroan Terbatas 2. Koperasi 3. Perusahaan Daerah Definisi & Fungsi Bank Bank adalah bidang usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Peran Perbankan Dalam Perekonomian adalah sebagai berikut : Sebagai lembaga bank merupakan bagian dari sistem perbankan. Dalam sistem perbankan juga termasuk pasar uang antar bank (PUAB), instrumen yang digunakan produk yang dihasilkan ketentuan dan interaksi unsur-unsur tersebut. Sebagai lembaga keuangan bank merupakan bagian dari sistem keuangan Sistem keuangan mencakup pasar keuangan, lembaga keuangan dan piranti keuangan. Sistem perbankan juga merupakan bagian dari sistem moneter, yang terdiri dari otoritas moneter dan lembaga lain yang menjalankan fungsi moneter. Fungsi bank dalam : 1. Dalam sistem moneter : sebagai sarana transmisi kebijakan moneter 2. Dalam sistem pembayaran : memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

C. Perlindungan Konsumen
Pada tanggal 20 April 1999 pemerintah berhasil mensahkan peraturan perundang-undangan mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU PK). Undang-undang tersebut merupakan landasan dasar bagi konsumen Indonesia untuk melindungi dirinya dari tindakan pelaku usaha yang dapat merugikan. Dalam pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan diundangkannya Undang-undang tersebut adalah untuk: 1. Meningkatkan 2. Mengangkat jasa; 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; 6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Sedangkan asas yang dianut dalam UU PK sebagaimana dijelaskan dalam pasal 2 adalah: 1. Asas manfaat. Dimaksudkan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua belah pihak atau kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya. 2. Asas keadilan. kesadaran, harkat dan kemampuan, martabat dan kemandirian dengan cara konsumen untuk melindungi diri; konsumen menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau

Dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan. Dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material ataupun. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen. Penerapan asas ini diharapkan akan memberikan jaminan atas keamanan pemakaian, dan dan keselamatan pemanfaatan konsumen barang dalam dan/atau penggunaan, jasa yang

dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum. Dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

D. Persaingan Usaha Tidak Sehat dan Anti Monopoli


Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, dijelaskan bahwa tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk: a. Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi

nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan

persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil. c. Mencegah praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

yang ditimbulkan oleh pelaku usaha. d. Terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Contoh Pasal UU No.5/1999 Pasal 5 UU No.5/1999 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Pasal 7 UU No.5/1999 Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Perjanjian yang dilarang: 1. Oligopoli (Pasal 4) 2. Penetapan Harga Price Fixing (Pasal 5) 3. Penetapan Harga diskriminasi harga (Pasal 6) 4. Penetapan harga dibawah harga pasar (pasal 7) 5. Penetapan harga harga jual kembali (Resale Price Maintenance) (Pasal 8) 6. Pembagian Wilayah (Pasal 9) 7. Pemboikotan (Pasal 10) 8. Kartel (Pasal 11) 9. Trust (Pasal 12) 10. Oligopsoni (Pasal 13) 11. Integrasi Vertikal (Pasal 14) 12. Perjanjian Tertutup Closed/Tying Agreement (Pasal 15) 13. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (Pasal 16) Perbuatan yang dilarang: 1. Monopoli (Pasal 17) 2. Monopsoni (Pasal 18) 3. Penguasaan pasar (Pasal 19) 4. Menjual rugi (Pasal 20) 5. Melakukan kecurangan biaya produksi (Pasal 21)

6. Persekongkolan tender (collusive tendering/bid rigging) (Pasal 22) Lihat petunjuk KPPU mengenai persekongkokolan tender 7. Persekongkolan mendapatkan informasi rahasia (Pasal 23) 8. Persekongkolan menghambat produksi/pemasaran (Pasal 24)

Peradilan
A. Karakteristik Peradilan
Karakteristik Peradilan adalah : 1. Peranan hakim yang aktif dalam rangka mencari kebenaran materiil 2. Adanya kompensasi yang tidak seimbang antara tergugat dengan penggugat 3. Gugatan tidak mutlak bersifat menunda keputusan yang digugat 4. Keputusan hakim tidak bolhe bersifat ultra petita (melebihi tuntutan penggugat), tetapi reformatio in peuis (membawa pennggugat dalam keadaan yg lebih buruk) 5. Putusan pengadilan bersifat erga omnes (berlaku bagi para pihak) 6. Pemanggilan dan pemberitahuan putusan dengan cara surat tercatat atau juru sita

B. Macam-Macam Peradilan
1. Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalamUndang-Undang.

2. Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Peradilan umum meliputi:

1. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota 2. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi

3. Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatankejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer Peradilan Militer meliputi: 1. Pengadilan Militer 2. Pengadilan Militer Tinggi 3. Pengadilan Militer Utama

4. Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara meliputi: 1. Pengadilan Tata Usaha Negara 2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

You might also like