You are on page 1of 13

ISLAM (Sistem Nilai Terpadu)

by Zainal Abidin Mustofa on Saturday, 25 June 2011 at 06:23

1. Allah SWT telah menciptakan alam jagat raya ini seluruh-Nya sebagai manifestasi alRahmaan (kasih sayang) Nya kepada manusia. Untuk itu Allah telah mempersiapkan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, sehingga pantas, tepat, dan nyaman bagi kepentingan hidup manusia. Seluruh alam dari yang besar-besar sampai yang sekecil-kecilnya, dari yang tampak nyata sampai kepada yang ghaib, telah dirancang dan diciptakan Allah dengan sebaik-baiknya, demi kepentingan hamba yang sangat disayangi-Nya ini. Semuanya takluk dna tunduk kepada ketentuan Allah yang telah menetapkan, bahwa mereka diciptakan demi kepentingan dan untuk melayani manusia. [45:13] Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benarbenar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. Allah telah pula mentaqdirkan, bahwa alam ini diciptakan melalui suatu proses, yang lamanya 6 hari (QS 32:14) [32:4] Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa'at. yang jika diukur menurut skala yang dipakai manusia adalah kira-kira 15-18 billiun tahun. Proses inilah yang telah menimbulkan kesan diotak manusia apa yang dinamakan "waktu". 2. Manusiapun telah ditakdirkan-Nya sebagai ciptaan-Nya yang terbaik, baik dari segi bentuk (structure), maupun dalam kemampuan, semuanya sudah merupakan ciptaan yang sempurna sebagai hasil Daya Cipta Yang Maha Sempurna pula. Kepada manusia Allah telah menganugerahkan beberapa sifat Allah dalam bentuk dan ukuran kecil (miniature), dan mengkaruniakan kemerdekaan yang tidak diberikan-Nya kepada siapa dan apapun yang lain. Tujuan anugerah Allah ini tiada lain melainkan karena Allah mau menguji atau mentest apakah manusia sanggup mengemban karunia yang mulia ini. Ukuran dan cara penilaian Allah tentang test yang terpenting inipun telah pula dijelaskan -Nya dengan perantaraan para nabi yang telah diutus-Nya, yang tidak kurang 200.000 banyaknya selama sejarah kemanusiaan, sejak Adam AS sampai kepada Muhammad SAW, sebagai Nabi yang terakhir.

3. Testing yang ditempuh manusia ini akan dimenangkan manusia jika manusia sudi mensyukuri semua nikmat anugerah Allah ini. Derajat atau angka kelulusan manusia dalam test ini diukur oleh Allah dengan seberapa seriusnya manusia bersyukur ini. Mereka yang sungguh-sungguh bersyukur dinamai mujahid atau orang yang berjihad. Maka kepada mereka Allah akan mengkaruniai nikmat Allah yang termahal, yang namanya hidayah. Hidayah ini terdiri dari 2 macam, yang merupakan tambahan karunia Allah yang sangat mulia kepada hamba-Nya, yaitu: ilmu dan iman. Ilmu adalah tambahan nikmat Allah yang dikaruniakan-Nya hanya kepada manusia yang bersungguh-sungguh mensyukuri nikmat Allah yang berupa aqal, sedangkan nikmat iman pun merupakan tambahan nikmat Allah kepada manusia, yang bersungguh-sungguh mensyukuri nikmat rasa (syuur/emosi). Orang yang suka mempergunakan aqalnya untuk berfikir tentang ciptaan Allah SWT akan mengubah aqalnya itu menjadi lahan yang subur bagi pertumbuhan ilmu, sedangkan rasa yang disyukuri dengan mempergunakannya untuk senantiasa mengenang (berzikir) akan sifat-sifat Allah akan mengembangkan rasanya menjadi lading yang subur bagi pertumbuhan iman. Menpergunakan nikmat-nikmat Allah dengan tepat dan benar ini dinamai syukur dan orang-orang yang suka mensyukuri nikmat aqal dan rasa secara seimbang ini dinamai ulu l-albab atau telah kita terjemahkan menjadi cendekiawan muslim. (QS.2:269) Ia (Allah) memberikan hikmah hanya kepada orang yang dikehendaki-Nya, barangsiapa yang telah mendapat hikmah berarti telah mendapatkan kemuliaan yang berlimpah, namun tak seorang pun dapat memahami ini kecuali uluI-albab (cendekiawan muslim) 4. Interaksi seimbang antara karunia Allah yang berupa ilmu dan iman ini dinamai juga alhikmah, dan inilah anugerah Allah SWT yang paling mulia dan agung, sehingga tidak akan diberikan Allah kepada sembarang orang. Hal ini ditegaskan-Nya dalam ayat diatas. Himah merupakan interaksi yang seimbang secara dynamic antara ilmu dan iman. Kenyataan inipun hanya dapat difahami oleh mereka yang dinamakan ulu l-albab tadi. Namun Allah juga menerangkan sifat-sifat orang yang telah berhasil menerima anugerah alhikmah ini, yaitu Luqman, karena sukanya ia bersyukur kepada Allah SWT. Jadi kunci keberhasilan manusia dalam hidup menjalani test ini ialah syukur. Sedangkan landasannya ialah tauhid, yang jika dimanifestasikan dalam bentuk pengabdian kepada Allah, maka bentuknya berupa amal shalih, yang dilaksanakan dengan ikhlas semata-mata karena mengharapkan ridha-Nya. Oleh karena itu, ciri pertama dan utama dari seseorang yang telah mendapat hikmah ini ialah kesudiannya bersyukur, sebagaimana yang diterangkan Allah dalam ayat berikut tentang pribadi Luqman, yang telah mendapat alhikmah karena ia gemar bersyukur:

Sesungguhnya telah kami anugeragi Luqman dengan alhikmah, karena ia bersyukur kepada Allah, barangsiapa yang bersyukur, maka ia telah bersyukur untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji. (QS 31:12) Namun kesediaan manusia untuk bersyukur ini perlu dididikkan kepada manusia sejak kecil dengan penghayatan tauhid. Manusia yang bertauhid atau tidak mensyirikkan Allah dengan sesuatu ilah yang lain sajalah yang dapat bersyukur dengan tepat. Oleh karena itu pendidikan tauhid wajib dimulai sejak masih kecil, dan inilah tanggung jawab yang terbesar, terberat, namun sangat mulia, dan suci bagi setiap orang tua. 5. Penghayatan tauhid yang mantap akan membuat sesorang mampu berlaku adil (meletakkan segala sesuatu pada tempatnya). Mereka yang bersikap tauhid ini akan dapat dengan sudah memandang segala sesuatu dalam hidupnya sebagai pancaran bentuk hatinya yang merupakan sebuah kerucut, yang boleh dinamakan kerucut prioritas. JIka kerucut prioritas ini berada dalam hati kita, maka kita akan menempatkan Allah SWT pada titik puncaknya. Lapisan bidang di bawahnya terdapat kedudukan Rasul SAW bersama ibu dan bapak kandungnya. Adapun lapisan-lapisan yang terletak di bawah itu adalah yang lain-lainnya. Oleh karena itulah Luqman, diceriterakan di dalam Al-Quran, ketika mendidik anaknya berkata pertama sekali agar anaknya tidak mensyirikkan Allah: [31:13] Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". Dengan memperhatikan ayat ini dalam hubungannya dengan ayat sebelumnya jelaslah, bahwa kemampuan bersukur yang tepat hanya didapat jika manusia tidak mensyirikkan Allah. Kemudian sesudah itu manusia dididik agar pertama kali sesudah kepada Allah wajib bersyukur kepada kedua orang tua mereka, terutama ibu mereka. Oleh karena itu, ayat berikutnya dari Luqman tentang pendidikan anaknya ialah: [31:14] Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibubapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Berbakti kepada orang tua ini bagi setiap Muslim demikian pentingnya, sehingga diletakkan Allah hanya nomor dua setelah bertauhid kepada Allah. Hal ini jelas ditegaskan pula, bahwa satu-satunya perintah orang tua yang boleh kita tidak patuhi hanyalah jika mereka menyuruh kita mensyirikkan Allah. Namun demikian, kewajiban manusia berbakti kepada kedua orang tua ini di dalam masalah keduniaan tetap saja dipenuhi. Ayat berikut menegaskan hal ini: [31:15] Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaKu, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 6. Dengan penjelasan ayat ini dapatlah kita mengambil kesimpulan, bahwa hormat dan santunan setiap anak kepada orang tuanya wajib dilaksanakan wlaupun seandainya orang itu tidak atau belum Islam. Demikianlah pentingnya kedudukan orang tua terhadap anaknya dalam ajaran agama kita ini. Hal ini juga membuktikan, bahwa bersyukur terhadap setiap yang telah memberikan sesuatu kepada kita itu sangatlah pentingnya. Sesudah kepada Allah SWT, Tuhan yang telah menganugerahi mmanusia dengan segala nikmat, maka kit awajib berbakti kepada orang tua kita, terutama ibu kita, yang telah banyak sekali pengorbanannya, demi kehidupan setiap anaknya. Maka dalam hubungan manusia yang selamanya diterapkan dalam proses memberi-dan-menerima (give-and-take) yang seimabng, maka dalam hubungan Allh dengan orang tua manusia tidak mungkin menyeiimbangkannya. Manusia telah terlalu banyak menerima dari Allah, bahkan tak berhingga, sehingga manusia hanya diwajibkan bersyukur dalam makna mengabdikan diri kepada-Nya, walaupun pengabdian itu pada hakikatnya dilakukan demi untuk kepentingan manusia itu sendiri, karena Allah tidak membutuhkan apapun dari hamba-Nya. Adapun orang tua, terutama ibu telah memberikan pengorbanan yang sedemikian besarnya kepada anak-anak mereka, sehingga tak mungkin manusia menyeiimbangkannya. Oleh karena itulah manusia diwajibkan selamanya hormat berkhidmat kepada orang tua mereka sebagai tanda bersyukur juga kepada Allah SWT. Firman Allah SWT yang sangat indah mewajibkan kita berkhidmat kepada orang tua ini menyatakan: [17:24] Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

Adat kebudayaan bangsa kita berupa sungkem dihadapan orang tua pada hari-hari tertentu, seperti di hari Raya Idul Fitri atau pada saat baru menikah dan sebagainya, sangat sesuai dengan ruh ayat ini. Merendahkan kepak sayap artinya kira-kira: buanglah segala attribute duniawi berupa pangkat dan gelar akademis, yang telah kita peroleh, dihadapan kedua orang tua kita. Adapun dengan manusia lain, manusia wajib menjaga hubungan mereka dalam proses giveand-take yang seimbang. Dalam hal bagaimanapun manusia diajarkan oleh agama ini agar menjaga proses seimbang demi kemashlahatan dan kebahagiaan manusia itu sendiri. Kemesraan hubungan ini selamanya sebanding dengan frekuensi proses give-and-take ini, artinya semakin tinggi frekuensinya semakin mesra pula hubungan ini. Umpamanya frekuensi tertinggi terdapat pada hubungan suami isteri. Hubungan dengan orang lain sukar menyamai frekuensi ini. Namun dalam hubungan suami isteripun hendaklah manusia memelihara keseimbangan ini dengan wajar. Jika suami terlalu banyak memberi dari pada menerima, maka besar kemungkinan ia akan diperilah oleh sang istri dan demikian pula jika terjadi sebaliknya, maka mulailah hubungan itu menjadi tidak akan wajar. Dalam uraian yang telah kita lalui, penulis mengharap kiranya pembaca telah sampai kepada suatu kesimpulan, bahwa Islam merupakan sistem nilai yang terpadu, sehingga tidak atau belumlah seseorang dapat merasakan, bahwa ia sudah Muslim dalam arti yang sebenarnya sebelum ia menerima serta menghayati seluruh system ini, karena pada dasarnya Islam wajib dihayati secara keseluruhannya atau tidak sama sekali. Allah menegaskan hal ini dalam Al-Quran: Apakah kamu akan beriman kepada sebahagian kitab ini dan kufur terhadap sebahagian yang lain?... (QS 2:85) Untuk lebih memudahkan pemahaman kita tentang ini marilah kita bahas sedikit tentang tingkatan hukum-hukum dalam Islam. Agama Islam mengenal lima macam tingkatan hukum dari mana kita sebagai Muslim tidak mungkin terlepas dari salah satu dari padanya, karena yang satu berkaitan dengan yang lainnya. Kelima hokum itu ialah: a) Wajib, ialah sesuatu yang jika tidak dilakukan membuat kita berdosa kepada Allah SWT dan jika kita lakukan akan mendapat pahala. b) Sunnat, ialah sesuatu yang jika kita lakukan akan mendapat pahala, namun jika tidak dilakukan tidak apa-apa. c) Mubah, ialah sesuatu yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan tanpa mendapat dosa dan pahala. Maka nilai perbuatan ini tergantung semata-mata kepada niat atau motivasi pelaksanaannya. d) Makruh, ialah sesuatu yang jika dilakukan tidak apa-apa, tapi jika tidak dilakukan akan mendapat pahala.

e) Haram, ialah sesuatu yang jika dilakukan akan mendapat dosa, dan jika tidak dilakukan akan mendapat pahala. Maka keseluruhan aktivitas seorang Muslim atau Muslimah tidak ada yang dapat bebas dari salah satu hukum yang lima ini, walaupun suatu aktivitas berhubung dengan situasi dan kondisinya dapat berubah dari hukum yang stau ke hukum yang lain. Ambillah contoh yang sangat sederhana, umpamanya mengambil wudhu (air sembahyang). Pada dasarnya hukum berwudhu ini sunnat, jika berada diluar waktu shalat. Namun jika waktu shalat datang, maka kita wajib shalat, sedangkan shalat itu tidak sah jika tanpa wudhu. Maka jika ketika kita belum punya wudhu, berwudhu itu menjadi wajib, karena ada suatu kaidah hukum (ushu l-fiqh) yang menyatakan, bahwa: Sesuatu yang tidak senpurna suatu kewajiban tanpa dia, maka dia menjadi wajib. Jika kaidah hukum ini dilanjutkan pemakaiannya seterusnya, maka Karen aberwudhu itu wajib mempergunakan air, menyediakan air menjadi wajib pula. Jika disuatu masyarakat yang hidup di suatu kampung tidak ada seorang pun insinyur yang dapat menyediakan air, maka seluruh anggota masyarakat yang hidup di suatu kampung itu berdosa. Jika di dalam kampung itu ada insinyur yang dapat menghasilkan air, namun ia tidak dapat bekerja tanpa peralatan seperti skop, cangkul, dan sebagainya, maka di kampung itu pun wajib diadakan tukang besi yang pandai membuat peralatan tersebut, jika tidak maka seisi kampung kampung itupun berdosa pula. Demikianlah seterusnya, jika kita renungkan soal ini, maka system nilai yang ada dalam agama Islam ini merupakan system nilai terpadu, sehingga tidaklah mungkin menjadi Muslim yang baik, jika kita tidak sudi menerima hukum Islam itu secara keseluruhan. Oleh karena itu Allahpun berfirman seperti yang telah tertera di atas (QS. 2:85). Namun demikian perlu pula disadari, bahwa Allah juga menerangkan, bahwa seluruh ciptaan-Nya yang terbentang dihadapan kita telah ditakdirkan-Nya berproses sejak semula sampai saat ini. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah yang paling istimewa ini telah ditaqdirkan-Nya pula wajib berproses menuju kesempurnaan penghayatannya secara berproses pula. Oleh karena itu, perlu pula kita sadari, bahwa Islam itu bukan suatu status, ia merupakan suatu proses. Seluruh manusia yang beriman diharapkan agar terus berproses menuju kesempurnaan penghayatan Islam, mak aAllah pun berfirman: [3:102] Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

Jadi Allah SWT telah memerintahkan manusia agar hidup dalam keadaan terus menerus berjuang dalam meningkatkan kualitas mereka demi penghayatan nilai-nilai Islam secara keseluruhannya melalui proses peningkatan dan perbaikan yang terus menerus. [84:6] Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.

Sesungguhnya Aku bersumpah demi cahaya senja, dan demi malam ketika menyelimuti, dan demi bulan purnama raya, maka sesungguhnya kamu sekalian menjalani (hidup ini) setapak demi setapak. (QS 84:16-19) Oleh karena itu pulalah, maka Rasul-Allah pun pernah bersabda: Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka itulah orang yang sukses; barangsiapa yang hari ini sama saja dengan hari kemarin, maka ialah orang yang gagal; dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ialah orang yang dilaknat (Hadith) Dapatlah dipastikan, bahwa yang dimaksud oleh Rasulullah SAW agar hari ini lebih baik dari kemarin dan besok harus lebih baik dari hari ini dan seterusnya itu bukanlah arti manusia dalam arti fisik atau tubuhnya, tetapai ruhnya, karena tubuh manusia yang sudah melewati umur 30 tahun pasti akan menurun kualitas tubuhnya setiap hari. Hanya ruh manusia itu yang bersifat abadi, yang nanti akan kembali kepada Allah ketika kita mati. Namun kebanyakan manusia lebih mementingkan usaha memperindah tubuh yang tidak akan kekal itu. Bukankah peningkatan kualitas ruhaniah itu akan lebih penting mengingat ruh kita ini akan kekal dan nanti akan kembali kepada Allah ketika meninggalkan kehidupan fase dunia ini menuju kehidupan fase berikutnya di yaumul akhirat nanti. Maka seyogialah para Muslimin dan Muslimat wajib bahu-membahu dalam bekerja sama menciptakan masyarakat Islami di mana kita dapat hidup rukun damai, saling tolong menolong dalam mentaati hukum Allah dalam segala hal demi menciptakan kehidupan yang semakin hari semakin sentosa dalam segala hal, ruhani maupun jasmani demi mendapatakan curahan rahmat Allah yang teris menerus dari dunia sampai ke akhirat. Allahu alam bishawab!!! WabiLlahi taufiq walhidayah!!!
http://www.facebook.com/notes/zainal-abidin-mustofa/islam-sistem-nilaiterpadu/10150235995390629

10

11

12

13

You might also like