You are on page 1of 38

1.

PENILAIAN KONDISI PERKERASAN

Penilaian terhadap kondisi perkerasan jalan merupakan aspek yang paling penting dalam hal menentukan kegiatan pemeliharaan dan perbaikan jalan. Untuk melakukan penilaian kondisi perkerasan jalan tersebut, terlebih dahulu perlu ditentukan jenis kerusakan, penyebab, serta tingkat kerusakan yang terjadi. 1.1.1 Jenis Jenis Kerusakan. Menurut Shahin (1994), ada beberapa tipe jenis kerusakan : 1.1.1.1 Alligator Cracking (Retak Kulit Buaya) Retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang persegi banyak (polygon) kecil kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan akibat beban lalu lintas berulang ulang. Kemungkinan penyebab : Bahan perkerasan/kualitas material yang kurang baik sehingga menyebabkan perkerasan lemah atau lapis beraspal yang rapuh (britle) Pelapukan aspal Penggunaan aspal kurang Tingginya air tanah pada badan perkerasan jalan Lapisan bawah kurang stabil.
Tabel 3.9 Tingkat kerusakan retak kulit buaya (aligator cracking)

Tingkat Kerusakan L

Identifikasi Kerusakan Halus, retak rambut/halus memanjang sejajar satu dengan yang lain, dengan atau tanpa berhubungan satu sama lain. Retakan tidak mengalami gompal Retak kulit buaya ringan terus berkembang ke dalam pola atau jaringan retakan yang diikuti dengan gompal ringan Jaringan dan pola retak berlanjut, sehingga pecahan pecahan dapat diketahui dengan mudah, dan dapat terjadi gompal dipinggir. Beberapa pecahan mengalami rocking akibat lalu lintas

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki, penutup permukaan, lapisan tambahan (overlay) Penambalan parsial, atau diseluruh kedalaman, lapisan tambahan, rekonstruksi Penambalan parsial, atau diseluruh kedalaman, lapisan tambahan, rekonstruksi

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Retak kulit buaya diukur dalam meter persegi (m2). Kesulitan utama dalam mengukur jenis kerusakan ini adalah jika terdapat dua atau tiga tingkat keparahan ada dalam lokasi. Jika bagian ini dapat mudah dibedakan dari satu sama lain, mereka harus diukur dan dicatat secara terpisah. Namun, jika tingkat keparahan berbeda tidak dapat mudah dibagi, seluruh kawasan harus dinilai pada saat ini tingkat keparahan tertinggi. Jika retak buaya dan alur terjadi di daerah yang sama, masing-masing dicatat secara terpisah di masing-masing tingkatannya.

Gambar 3.2 Low Severity

Gambar 3.3 Medium Severity

Gambar 3.4 High Severity

1.1.1.2 Bleeding (Kegemukan) Cacat permukaan ini berupa terjadinya konsentrasi aspal pada suatu tempat tertentu di permukaan jalan. Bentuk fisik dari kerusakan ini dapat dikenali dengan terlihatnya lapisan tipis aspal (tanpa agregat halus) pada permukaan perkerasan dan jika pada kondisi temperatur permukaan perkerasan yang tinggi (terik matahari) atau pada lalu

lintas yang berat, akan terlihat jejak bekas bunga ban kendaraan yang melewatinya. Hal ini juga akan membahayakan keselamatan lalu lintas karena jalan akan menjadi licin. Kemungkinan penyebab utama : Penggunaan aspal yang tidak merata atau berlebihan. Tidak menggunakan binder (aspal) yang sesuai. Akibat dari keluarnya aspal dari lapisan bawah yang mengalami kelebihan aspal.

Tabel 3.10 Tingkat kerusakan penngemukan (bleeding)

Tingkat Kerusakan L

Identifikasi Kerusakan Kegemukan terjadi hanya pada derajat rendah, dan nampak hanya beberapa hari dalam setahu. Aspal tidak melakat pada sepatu atau roda kendaraan. Kegemukan telah mengakibatkan aspal melekat pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak beberapa minggu dalam setahun. Kegemukan telah begitu nyata dan banyak aspal ,melekat pada sepatu atau roda kendaraan, paling tidak lebih dari beberapa minggu dalam setahun.

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki Tambahkan pasir/aggregat dan padatkan Tambahkan pasir/aggregat padatkan dan

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Cacat permukaan ini diukur dalam meter persegi (m2).

Gambar 3.5 Bleeding

1.1.1.3 Block Cracking (Retak Blok) Sesuai dengan namanya, retak ini berbentuk blok pada perkerasan jalan. Retak ini terjadi umumnya pada lapisan tambahan (overlay), yang menggambarkan pola retakan

perkerasan di bawahnya. Ukuran blok umumnya lebih dari 200 mm x 200 mm. Kemungkinan penyebab : Perambatan dari retak susut yang terjadi pada lapisan perkerasan dibawahnya. Retak pada lapis perkerasan yang lama tidak diperbaiki secara benar sebelum pekerjaan lapisan tambahan (overlay) dilakukan. Perbedaan penurunan dari timbunan/pemotongan badan jalan dengan struktur perkerasan. Perubahan volume pada lapis pondasi dan tanah dasar. Adanya akar pohon atau utilitas lainnya dibawah lapis perkerasan.

Tabel 3.11 Tingkat kerusakan retak blok (block cracking)

Tingkat Kerusakan L

Identifikasi Kerusakan

Pilihan untuk perbaikan

Penutupan retak (seal Blok didefinisikan oleh retak dengan cracks) bila retak tingkat kerusakan rendah. melebihi 3 mmm (1/8); penutupan permukaan Penutupan retak (seal cracks) mengembalikan Blok didefinisikan oleh retak dengan permukaan; dikasarkan tingkat kerusakan sedang. dengan pemanas dan lapis tambahan Penutupan retak (seal cracks) mengembalikan Blok didefinisikan oleh retak dengan permukaan; dikasarkan tingkat kerusakan tinggi. dengan pemanas dan lapis tambahan

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Blok cracking diukur dalam meter persegi (m2). Setiap bidang bagian perkerasan memiliki tingkat keparahan yang jelas berbeda harus diukur dan dicatat secara terpisah.

Gambar 3.6 Low Severity

Gambar 3.7 Medium Severity

Gambar 3.8 High Severity

1.1.1.4 Corrugation (Keriting) Kerusakan ini dikenal juga dengan istilah lain, yaitu: Ripples. Bentuk kerusakan ini berupa gelombang pada lapis permukaan, atau dapat dikatakan alur yangg terjadi yang arahnya melintang jalan, dan sering disebut juga dengan Plastic Movement. Kerusakan ini umumnya terjadi pada tempat berhentinya kendaraan, akibat pengereman kendaraan. Kemungkinan penyebab : Stabilitas lapis permukaan yang rendah. Penggunaan material/agregat yang tidak tepat, seperti digunakannya agregat yang berbentuk bulat licin. Terlalu banyak menggunakan agregat halus. Lapis pondasi yang memang sudah bergelombang. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap (untuk perkerasan yang menggunakan aspal cair).
Tabel 3.12 Tingkat kerusakan Keriting (corrugation)

Tingkat Kerusakan L M H

Identifikasi Kerusakan Keriting mengakibatkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan Keriting mengakibatkan agak banyak mengganggu kenyamanan kendaraan Keriting mengakibatkan banyak mengganggu kenyamanan kendaraan

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki Rekonstruksi Rekonstruksi

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran :

Keriting (corrugation)diukur dalam meter persegi (m2). Perbedaan ketinggian rata-rata antara pegunungan dan lembah lipatan menunjukkan tingkat keparahan. Untuk menentukan perbedaan ketinggian rata-rata, alat ukur (3m) harus ditempatkan tegak lurus terhadap lipatannya sehingga kedalaman lembah-lembah bisa diukur dalam inci (mm). Kedalaman rata-rata dihitung dari pengukuran tersebut.

Gambar 3.9 Corrugation

1.1.1.5 Depression (Amblas) Bentuk kerusakan yang terjadi ini berupa amblas/turunnya permukaan lapisan permukaan perkerasan pada lokasi-lokasi tertentu (setempat) dengan atau tanpa retak. Kedalaman kerusakan ini umumnya lebih dari 2 cm dan akan menampung/meresapkan air. Kemungkinan penyebab : Beban/berat kendaraan yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur bagian bawah perkerasan jalan atau struktur perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya. Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar. Pelaksanaan pemadatan yang kurang baik.
Tabel 3.13 Tingkat kerusakan Amblas (depression)

Tingkat Kerusakan L

Identifikasi Kerusakan Kedalaman maksimum amblas - 1 inc

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki

(13 25 mm) M H Kedalaman maksimum amblas 1 - 2 inc (12 51 mm) Kedalaman maksimum amblas >2 inc (51 mm) Penambalan dangkal, parsial atau seluruh kedalaman Penambalan dangkal, parsial atau seluruh kedalaman

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Depresi diukur dalam meter persegi (m2) dari permukaan daerah. Kedalaman maksimum depresi menentukan tingkat keparahan. kedalaman ini dapat diukur dengan menempatkan alat ukur (3 m) sejajar di daerah depresi dan pengukuran.

Gambar 3.10 Depreesion

1.1.1.6 Edge Cracking (Cacat Tepi Perkerasan) Kerusakan ini terjadi pada pertemuan tepi permukaan perkerasan dengan bahu jalan tanah (bahu tidak beraspal) atau juga pada tepi bahu jalan beraspal dengan tanah sekitarnya. Penyebaran kerusakan ini dapat terjadi setempat atau sepanjang tepi perkerasan dimana sering terjadi perlintasan roda kendaraan dari perkerasan ke bahu atau sebaliknya. Bentuk kerusakan cacat tepi dibedakan atas gompal (edge break) atau penurunan tepi (edge drop) Kemungkinan penyebab : Kurangnya dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan). Drainase kurang baik. Bahu jalan turun terhadap permukaan perkerasan. Konsentrasi lalu lintas berat didekat pinggir perkerasan.
Tabel 3.14 Tingkat kerusakan retak pinggir (edge cracking)

Tingkat Kerusakan L M H

Identifikasi Kerusakan Retak sedikit sampai sedang dengan tanpa pecahan atau butiran lepas Retak sedang dengan beberapa pecahan dan butiran lepas Banyak pecahan atau butiran lepas disepanjang tepi perkerasan

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki, penutupan retak untuk retakan >1/8 in (3 mm) Penutup retak, penambahan parsial Penambahan parsial

Sumber. Shahin, 1994

Gambar 3.11 Edge Cracking

1.1.1.7 Joint Reflection Cracking Kerusakan ini umumnya terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang telah dihamparkan diatas perkerasan beton semen portland. Retak terjadi pada lapis tambahan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam perkerasan beton lama yang berada dibawahnya. Pola retak dapat kearah memanjang, melintang, diagonal atau membentuk blok. Kemungkinan penyebab : Gerakan vertikal atau horizontal pada lapisan bawah lapis tambahan, yang timbul akibat ekspansi dan kontraksi saat terjadi perubahan temperatur atau kadar air. Gerakan tanah pondasi. Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi.
Tabel 3.15 Tingkat kerusakan Joint reflection cracking

Tingkat Kerusakan L

Identifikasi Kerusakan Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar <3/8 in (10 mm)

Pilihan untuk perbaikan Pengisian untuk yang melebihi 1/8 in (3mm)

2. Retak terisi, sembarang lebar (pengisi kondisi bagus Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar <3/8 - 3 in (10 76 mm) 2. Retak tak terisi, sembarang lebar 3 in (76 mm) dikelilingi retak acak ringan 3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan. Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan retak acak, kerusakan sedang atau tinggi 2. Retak tak terisi lebih dari 3 in (76 mm) 3. Retak sembarang lebar dengan beberapa inci disekitar retakan, pecah (retak berat menjadi pecahan)

Penutupan retak; penambalan kedalaman parsial

Penambalan kedalaman parsial; rekonstruksi sambunga

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : diukur dalam meter panjang (m), panjang dan tingkat keparahan retak masingmasing harus diidentifikasi dan dicatat. Jika tidak retak memiliki tingkat keparahan yang sama sepanjang seluruh panjang, setiap bagian harus dicatat secara terpisah. Sebagai contoh, retak yang adalah 50 kaki (15 meter) panjang akan ada 10 kaki (3 meter) tinggi keparahan, 20 kaki (6 meter) keparahan sedang, dan 20 kaki (6 meter) dari keparahan ringan; ini semua akan dicatat secara terpisah.

Gambar 3.12 Low Severity

Gambar 3.13 Medium Severity

Gambar 3.14 High Severity

1.1.1.8 Lane / Shoulder drop off (penurunan pada bahu jalan) Bentuk kerusakan ini terjadi akibat terdapatnya beda ketinggian antara permukaan perkerasan dengan permukaan bahu/tanah sekitarnya, dimana permukaan bahu lebih rendah terhadap permukaan perkerasan. Kemungkinan Penyebab: Lebar perkerasan yang kurang. Meterial bahu yang mengalami erosi/penggerusan. Dilakukan pelapisan lapisan perkerasan, namun tidak dilaksanakan pembentukan bahu.
Tabel 3.16 Tingkat kerusakan Amblas (depression)

Tingkat Kerusakan L M H

Identifikasi Kerusakan Beda elevasiantar pinggir perkerasan dan bahu jalan 1 2 in. (25 51 mm) Beda elevasi >2 4 in. (51 102 mm) Beda elevasi > 4 in. (102 mm)

Pilihan untuk perbaikan Perataan kembali dan bahu diurug agar elevasi sama dengan tinggi jalan

Sumber. Shahin, 1994

1.1.1.9 Longitudinal & Transfersal Cracks (retak memanjang dan melintang) Jenis kerusakan ini terdiri dari macam kerusakan sesuai dengan namanya, yaitu retak memanjang dan retak melintang pada perkerasan. Retak ini terjadi berjajar yang terdiri dari beberapa celah. Kemungkinan penyebab: Perambatan dari retak penyusutan lapisan perkerasan dibawahnya. Lemahnya sambungan perkerasan.

Adanya akar pohon dibawah lapisan perkerasan. Bahan pada pinggir perkerasan kurang baik atau terjadi perubahan volume akibat pemuaian lempung pada tanah dasar. Sokongan atau material bahu samping kurang baik.
Tabel 3.17 Tingkat kerusakan retak memanjang dan melintang

Tingkat Kerusakan L

Identifikasi Kerusakan Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar <3/8 in (10 mm) 2. Retak terisi, sembarang lebar (pengisi kondisi bagus Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Retak tak terisi, lebar <3/8 - 3 in (10 76 mm) 2. Retak tak terisi, sembarang lebar 3 in (76 mm) dikelilingi retak acak ringan 3. Retak terisi, sembarang lebar yang dikelilingi retak acak ringan. Satu dari kondisi berikut yang terjadi: 1. Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi dengan retak acak, kerusakan sedang atau tinggi 2. Retak tak terisi lebih dari 3 in (76 mm) 3. Retak sembarang lebar dengan beberapa inci disekitar retakan, pecah (retak berat menjadi pecahan)

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki; pengisi retakan (seal cracks) > 1/8 in

Penutupan retakan

Penutupan retakan, penambalan kedalam parsial

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Memanjang dan retak melintang diukur di dalam meter panjang (m). Panjang dan tingkat keparahan masing-masing retak harus diidentifikasi dan dicatat. Jika retak tidak memiliki tingkat keparahan yang sama sepanjang seluruh panjang, setiap bagian retak memiliki tingkat keparahan berbeda harus dicatat secara terpisah.

Gambar 3.15. Low Severity

Gambar 3.16. Medium Severity

Gambar 3.17 High Severity

1.1.1.10 Patching and Utility Cut Patching (tambalan dan tambalan pada galian utilitas) Tambalan dapat dikelompokkan kedalam cacat permukaan, karena pada tingkat tertentu (jika jumlah/luas tambalan besar) akan mengganggu kenyamanan berkendaraan. Berdasarkan sifatnya, tambalan dikelompokan menjadi dua, yaitu tambalan sementara; berbentuk tidak beraturan mengikuti bentuk kerusakan lubang, dan tambalan permanen, berbentuk segi empat sesuai rekonstruksi yang dilaksanakan. Kemungkinan penyebab : - Perbaikan akibat dari kerusakan permukaan perkerasan. - Perbaikan akibat dari kerusakan struktural perkerasan. - Penggalian pemasangan saluran/pipa. - Akibat lanjutan : Permukaan akan menjadi kasar dan mengurangi kenyamanan berkendaraan
Tabel 3.18 Tingkat kerusakan Tambalan dan tambala galian utilitas

Tingkat Kerusakan L M

Identifikasi Kerusakan Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan. Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu sedikit atau lebih baik. Tambalan sedikit rusak. Kenyamanan kendaraan agak terganggu

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki Belum perlu diperbaiki, tambalan dibongkar

Tambalan sangat rusak. Kenyamanan kendaraan sangat terganggu

Tambalan dibongkar

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Patching diukur dalam satuan meter persegi (m2) dari permukaan. Namun, jika petak satu memiliki wilayah yang berbeda-beda tingkat keparahan, bidang-bidang ini harus diukur dan dicatat secara terpisah. Sebagai contoh, patch (2,3 meter persegi) 25 kaki persegi mungkin memiliki 10 persegi kaki (1,0 meter persegi) keparahan menengah dan 15 kaki persegi (1.4-square-meter) dari tingkat keparahan. Daerah ini akan dicatat secara terpisah.

Gambar 3.18 Patching and Utility Cut Patching

1.1.1.11 Polished Aggregate (aggregat licin) Yaitu kerusakan pada permukaan perkerasan aspal dimana pada permukaan tersebut butiran-butiran agregat terlihat telanjang dan permukaan agregat nya menjadi halus/licin atau kadang-kadang terlihat mengkilap. Kerusakan ini sering terjadi pada lokasi yang sering dilewati oleh kendaraan-kendaraan berat ataupun juga pada daerah yang terjadi gesekan yang tinggi antara lapisan permukaan perkerasan dan ban kendaraan (contohnya pada tikungan dan lain sebagainya). Kemungkinan penyebab utama : - Agregat tidak tahan aus terhadap roda kendaraan

- Bentuk agregat yang digunakan memang sudah bulat dan licin (bukan hasil dari mesin pemecah batu).
Tabel 3.19 Tingkat kerusakan aggregat licin (polished aggregat)

Tingkat Kerusakan

Identifikasi Kerusakan Tidak ada defenisi derajat kerusakan. Tetapi, derajat kelicinan harus nampak signifikan, sebelum dilibatkan dalam survey kondisi dan dinilai sebagai kerusakan

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki; perawatan permukaan; lapisan tambahan

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Diukur dalam satuan meter persegi (m2) luas permukaan.

Gambar 3.19 Polished Aggregate

1.1.1.12 Potholes (lobang) Kerusakan ini berbentuk seperti mangkok yang dapat menampung dan meresapkan air pada badan jalan. Kerusakan ini terkadang terjadi di dekat retakan, atau di daerah yang drainasenya kurang baik (sehingga perkerasan tergenang oleh air). Kemungkinan penyebab : Kadar aspal rendah, sehingga film aspal tipis dan agregatnya mudah terlepas atau lapis permukaannya yang tipis Pelapukan aspal Penggunaan agregat kotor/tidak baik Suhu campuran tidak memenuhi persyaratan.

Sistem drainase jelek. Merupakan kelanjutan dari kerusakan lain seperti retak dan pelepasan butir.
Tabel 3.20 Tingkat Kerusakanlobang (Photoles)

Diameter lubang rerata ( inc) 48 8 18 18 - 30 -1 Low Low Medium 1-2 Low Medium High Medium Medium High 2 L : Belum perlu diperbaiki; penambalan parsial atau diseluruh kedalaman Kedalaman maks lubang (inc) M : Penambalan parsial atau diseluruh kedalaman H : penambalan diseluruh kedalaman
Sumber. Shahin, 1994

Gambar 3.20 Photoles

1.1.1.13 Railroad Crossing (perlintasan jalan rel) Kerusakan pada persilangan jalan rel dapat berupa amblas atau benjolan disekitar/antara lintasan rel. Kemungkinan penyebab : - Amblasnya perkerasan, sehingga timbul beda elevasi antara permukaan perkerasan dengan permukaan rel. - Pelaksanaan pekerjaan perkerasan atau pemasangan jalan rel yang buruk.
Tabel 3.21 Tingkat kerusakan pada perlintasan kereta

Tingkat Kerusakan L M

Identifikasi Kerusakan Persilangan jalan rel menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan
Persilangan jalan rel menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki Penambalan dangkal atau kedalaman parsial; persilangan direkonstruksi

Persilangan jalan rel menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan

Penambalan dangkal atau kedalaman parsial; persilangan direkonstruksi

Sumber. Shahin, 1994

1.1.1.14 Rutting (alur) Istilah lain yang digunakan untuk menyebutkan jenis kerusakan ini adalah longitudinal ruts, atau channels/rutting. Bentuk kerusakan ini terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan dan berbentuk alur.

Kemungkinan penyebab : Ketebalan lapisan permukaan yang tidak mencukupi untuk menahan beban lalu lintas. Lapisan perkerasan atau lapisan pondasi yang kurang padat. Lapisan permukaan/lapisan pondasi memiliki stabilitas rendah sehingga terjadi deformasi plastis.
Tabel 3.22 Tingkat kerusakan Alur (rutting)

Tingkat Kerusakan L M

Identifikasi Kerusakan Kedalaman alur rata rata - in. (6 13 mm) Kedalaman alur rata rata - 1 in. (13 25,5 mm) Kedalaman alur rata rata > 1 in. (25,4 mm)

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki, lapisan tambahan Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman, lapisan tambahan Penambalan dangkal, parsial atau diseluruh kedalaman, dan lapisan tambahan

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Rutting diukur dalam satuan meter persegi (m2), dan tingkatan kerusakannya ditentukan oleh kedalaman alur tersebut. Untuk menentukan kedalaman, alat ukur harus diletakkan di alur dan kedalaman maksimum yang diukur.

Gambar 3.21 Rutting

1.1.1.15 Shoving (sungkur) Kerusakan ini membentuk jembulan pada lapisan aspal. Kerusakan biasanya terjadi pada lokasi tertentu dimana kendaraan berhenti pada kelandaian yang curam atau tikungan tajam. Kerusakan umumnya timbul di salah satu sisi jejak roda. Terjadinya kerusakan ini dapat diikuti atau tanpa diikuti oleh retak. Kemungkinan penyebab : Stabilitas tanah dan lapisan perkerasan yang rendah. Daya dukung lapis permukaan/lapis pondasi yang tidak memadai. Pemadatan yang kurang pada saat pelaksanaan. Beban kendaraan yang melalui perkerasan jalan terlalu berat. Lalu lintas dibuka sebelum perkerasan mantap
Tabel 3.23 Tingkat kerusakan sungkur (shoving)

Tingkat Kerusakan L M H

Identifikasi Kerusakan Menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan Menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan Menyebabkan gangguan besar pada kenyamanan kendaraan

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki, lapisan tambahan Penambalan parsial atau diseluruh kedalaman, Penambalan parsial atau diseluruh kedalaman,

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : sungkur diukur dalam meter persegi pada area yang terjadi sungkuran.

Gambar 3.22 Shoving

1.1.1.16 Slippage Cracking (retak bulan sabit) Istilah lain yang biasanya digunakan untuk menyebutkan jenis retak ini adalah retak parabola atau shear cracks. Bentuk retak ini menyerupai lengkung bulan sabit atau berbentuk seperti jejak mobil yang disertai beberapa retak. Retak ini kadang-kadang terjadi bersamaan dengan terjadinya kerusakan sungkur (shoving). Kemungkinan penyebab : Lapisan perekat kurang merata Penggunaan lapis perekat (tack coat) kurang. Penggunaan agregat halus terlalu banyak Lapis permukaan kurang padat/kurang tebal Penghamparan pada suhu aspal rendah atau tertarik roda penggerak oleh mesin penghampar aspal/mesin lainnya.
Tabel 3.24 Tingkat kerusakan retak bulan sabit (slippage crack)

Tingkat Kerusakan L

Identifikasi Kerusakan Retak rata rata lebar < 3/8 in. (10 mm) Satu dari kondisi berikut yang terjadi. 1. Retak rata rata 3/8 1,5 in. (10 38 mm). 2. Area disekitar retakan pecah, kedalaman pecahan pecahan terikat. Satu dari kondisi berikut yang terjadi. 1. Retak rata rata > in (38 mm) 2. Area disekitar retakan pecah, kedalaman pecahan pecahan mudah terbongkar

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki, penambahan parsial Penambahan parsial

Penambahan parsial

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : diukur dalam meter persegi pada area yang terjadi retak bulan sabit.

Gambar 3.23 Slippage Cracking

1.1.1.17 Swell (mengembang) Gerakan keatas lokal dari perkerasan akibat pengembangan (atau pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur perkerasan. Perkerasan yang naik akibat tanah dasar yang mengembang ini dapat menyebabkan retak permukaan aspal. Pengembangan dapat dikarakteristikan dengan gerakan perkerasan aspal, dengan panjang > 3mm.
Tabel 3.25 Tingkat kerusakan mengembang (swell)

Tingkat Kerusakan

Identifikasi Kerusakan Pengembangan menyebabkan sedikit gangguan kenyamanan kendaraan. Kerusakan ini sulit dilihat, tapi dapat dideteksi dengan berkendaraan cepat. Gerakan keatas terjadi bila ada pengembangan Pengembangan menyebabkan cukup gangguan kenyamanan kendaraan Pengembangan menyebabkan gangguan besar kenyamanan kendaraan

Pilihan untuk perbaikan

Belum perlu diperbaiki

M H

Belum perlu diperbaiki, rekonstruksi rekonstruksi

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Luas permukaan pembengkakan diukur dalam kaki persegi meter persegi (m2). 1.1.1.18 Weathering/Raveling (pelepasan butir) Kerusakan ini berupa terlepasnya sebagian butiran butiran agregat pada permukaan perkerasan yang umumnya terjadi secara meluas. Kerusakan ini biasanya dimulai dengan terlepasnya material halus dahulu yang kemudian akan berlanjut terlepasnya material yang lebih besar (material kasar), sehingga pada akhirnya membentuk tampungan dan dapat meresapkan air ke badan jalan. Kemungkinan penyebab :

Pelapukan material pengikat atau agregat Pemadatan yang kurang. Penggunaan material yang kotor atau yang lunak. Penggunaan aspal yang kurang memadai. Suhu pemadatan kurang
Tabel 3.26 Tingkat kerusakan pelepasan butir

Tingkat Kerusakan

Identifikasi Kerusakan Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Dibeberapa tempat, permukaan mulai berlobang. Jika ada tumpahan oli, genanganoli dapat terlihat, tapi permukaannya keras, tak dapat ditembus mata uang logam Aggregat atau pengikat telah lepas. Tekstur permukaan agak kasar dan berlobang. Jika ada tumpahan oli permukaannya lunak, dan dapat ditembus mata uang logam Aggregat atau pengikat telah banyak lepas. Tekstur permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak lobang. Diameter luasan lobang <4 in (10 mm) dan kedalaman in (13 mm). Luas lobang lebih besar dari ukuran ini, dihitung sebagai kerusakan lobang (photoles). Jika ada tumpaham oli permukaannya lunak, pengikat aspal telah hilang ikatannya sehingga aggreagat menjadi longgar

Pilihan untuk perbaikan Belum perlu diperbaiki, penutup permukaan, perawat permukaan

Belum perlu diperbaiki, perawat permukaan, lapisan tambahan

Penutup permukaan, lapisan tambahan, recycle, rekonstruksi

Sumber. Shahin, 1994

Cara Pengukuran : Pelepasan butir diukur dalam meter persegi atau luas permukaan.

Gambar 3.24 Low severity

Gambar 3.25 Medium severity

1.1.2 Penilaian Kondisi Perkerasan. Pavement Condition Index (PCI) adalah salah satu sistem penilaian kondisi perkerasan jalan berdasarkan jenis, tingkat kerusakan yang terjadi, dan dapat digunakan sebagai acuan dalam usaha pemeliharaan. Nilai PCI ini memiliki rentang 0 (nol) sampai 100 (seratus) dengan kriteria sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed). 1. Density (Kadar Kerusakan). Density atau kadar kerusakan adalah persentase luasan dari suatu jenis kerusakan terhadap luasan suatu unit segmen yang diukur dalam meter panjang. Nilai density suatu jenis kerusakan dibedakan juga berdasarkan tingkat kerusakannya. Rumus mencari nilai density:
Density = Ad 100 % ...... As

(3.4)

Atau
Density = Ld 100 % As

......

(3.5)

dimana: Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m2) Ld = Panjang total jenis kerusakan untuk tiap tingkat kerusakan (m) As = Luas total unit segmen (m2)

2.

Deduct Value (Nilai Pengurangan).

Deduct Value adalah nilai pengurangan untuk tiap jenis kerusakan yang diperoleh dari kurva hubungan antara density dan deduct value. Deduct value juga dibedakan atas tingkat kerusakan untuk tiap tiap jenis kerusakan.

Sumber. Shahin, 1994 Gambar 3.26 Grafik Deduct Value untuk Aligator cracking

3.

Total Deduct Value (TDV). Total Deduct Value (TDV) adalah nilai total dari individual deduct value untuk tiap jenis kerusakan dan tingkat kerusakan yang ada pada suatu unit penelitian.

4.

Corrected Deduct Value (CDV).

Corrected Deduct Value (CDV) diperoleh dari kurva hubungan antara nilai TDV dengan nilai CDV dengan pemilihan lengkung kurva sesuai dengan jumlah nilai individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari 2.

Sumber. Shahin, 1994 Gambar 3.27 Grafik hubungan antara TDV dengan CDV

5.

Klasifikasi Kualitas Perkerasan. Jika nilai CDV telah diketahui, maka nilai PCI untuk tiap unit dapat diketahui dengan rumus:
PCI ( s ) =100 CDV

......... (3.6)

dimana: PCI(s) CDV = Pavement Condition Index untuk tiap unit = Corrected Deduct Value untuk tiap unit

Untuk nilai PCI secara keseluruhan:

PCI =

PCI ( s)
N

........

(3.7)

dimana: PCI = Nilai PCI perkerasan keseluruhan

PCI(s) = Pavement Condition Index untuk tiap unit N = Jumlah unit

Dari nilai PCI untuk masing masing unit penelitian dapat diketahui kualitas lapisan perkerasan unit segmen berdasarkan kondisi tertentu yaitu sempurna (excellent), sangat baik (very good), baik (good), sedang (fair), jelek (poor), sangat jelek (very poor), dan gagal (failed).

Sumber. Shahin, 1994 Gambar 3.28 Diagram Nilai PCI

6.

Menentukan Jenis Pemeliharaan Berdasarkan Nilai PCI. Setelah diketahui nilai kondisi perkerasan berdasarkan hasil dari perhitungan nilai PCI, maka selanjutnya dapat dilanjutkan dengan menentukan jenis pemeliharaan atau perawatan terhadap perkerasan jalan tersebut. Dalam menentukan jenis pemeliharaannya nilai kondisi perkerasan ini disesuaikan dengan standar bina marga sehingga didapatkan nilai kondisi jalan.
Mulai

SurveyTabel 3.27 Nilai Kondisi Jalan Pendahuluan


Penilaian Kondisi 86 100 71 85 56 60 41 55 26 - 40 11 - 25 0 - 10 Rating Excellent Sampel Menentukan Unit Nilai 3 4 5 6 7 8 9

(762Very Good2) + 301 M


Good

Menentukan Jumlah Unit Sampel Fair Jumlah minimum Poor sampel unit

= Poor,-2.-,,-2.Very , 4.,1.+ ,-2.. Failed


Pemilihan unit sampel secara acak

5.1.1 Analisis Kondisi Perkerasan Jalan.


Mengukur Setiap Jenis Kerusakan Retak Kulit Buaya tahapan, seperti bagan Retak Memanjang dan Melintang alir pada Gambar 5.6. Amblas Sungkur Pelepasan Butir Tambalan

Untuk melakukan analisis terhadap kondisi perkerasan jalan ini harus dilakukan beberapa

Menghitung Nilai Densitas

Menghitung Nilai Pengurangan (deduct) dari grafik Menghitung Nilai CDV dari grafik Menghitung Nilai PCI PCI = 100 - CDV Menentukan Jenis Penanganan dari nilai PCI Selesai

Gambar 5.6 Bagan pelaksanaan Metode Pavement Condition Index (PCI).

5.1.1.1 Survey Pendahuluan.

Survey pendahuluan merupakan survey yang harus dilakukan pada awal kegiatan, yakni sebelum survey detail karena survey detail akan mengacu pada hasil survey ini. Survey ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum perkerasan, data geometrik, dan jenis jenis kerusakan yang sering terjadi dilapangan. Hal ini akan sangat membantu untuk survey selanjutnya karena sudah memiliki gambaran kondisi lapangan. Untuk lokasi tinjauan yaitu ruas jalan Lubuk Alung - Kurai Taji memiliki panjang + 17,45 Km, namun untuk keperluan penulisan studi kasus ini yang ditinjau sepanjang 4,125 Km yaitu pada Km 44 + 425 s/d 48 + 550. Sedangkan untuk lebar jalur jalan sendiri 5,50 m. 5.1.1.2 Menentukan Unit Sampel. Unit sampel dibagi dalam beberapa unit hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam pelaksanaan perhitungan dan pengolahan data nantinya. Berdasarkan Tabel 4.1 tentang pembagian unit sampel (shahin,1994) dijelaskan bahwa untuk perkerasan aspal dan jalan tanpa perkerasan kisaran luasan unit sampel yang diambil 2500 + 1000 sq.ft atau 762 + 305 m2. Untuk itu ukuran luasan unit sampel yang diambil untuk tinjauan studi kasus ini ditampilkan pada Tabel 5.6:
Tabel 5.6 Data ukuran unit sampel

Ruas Jalan Lubuk Alung Kurai Taji (KM 44+424 s.d 48+550) Lebar Lajur = 2,75 m Lebar Jalur = 5,50 m
Sumber. Hasil olahan data

Ukuran Unit ( m x m ) Panjang sampel 100 m dan 125 m 1. 5,50 x 100 = 550 m2 2. 5,50 x 125 = 687,5 m2

Jumlah Unit 40 1

Lebih jelasnya ditampilkan pada Gambar 5.7.


5,50
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

100 5,50
11

100
12

100
13

100
14

100
15

100
16

100
17

100
18

100
19

100
20

5,50

100 21 100

100 22 100

100 23 100

100 24 100

100 25 100

100 26 100

100 27 100

100 28 100

100 29 100

100 30 100

5,50

10

100 5,50
41

100

100

100

100

100

100

100

100

100

125

Sumber. Hasil olahan data Gambar 5.7 Pembagian unit sampel jalan

5.1.1.3 Menentukan Jumlah Unit Sampel Yang Akan Diperiksa. Tahapan yang dilakukan untuk menentukan jumlah unit sampel. 1. Menentukan jumlah minimum unit sampel yang diperiksa. Berdasarkan Persamaan 4.1, dimana jumlah unit sampel (N) = 41, standar deviasi (s) untuk perkerasan aspal = 10 dan nilai kesalahan yang diijinkan (e) = 5, maka didapat jumlah minimum unit sampel yang diperiksa (n).

n = 11,71 jadi jumlah minimum unit sampel (n) yang diambil adalah 11 sampel. 2. Pemilihan unit sampel. Pemilihan unit sampel merupakan interval yang dilakukan untuk pengambilan sampel secara acak, yang didapatkan dari Persamaan 4.2

i = 3,73 jadi pemilihan unit sampel dilakukan pada tiap interval 3 seperti pada Gambar 5.8.
5,5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

100 5,5
11

100
12

100
13

100
14

100
15

100
16

100
17

100
18

100
19

100
20

100

100

100

100

100

100

100

100

100

100

5,5

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

100 5,5
31

100
32

100
33

100
34

100
35

100
36

100
37

100
38

100
39

100
40

100 5,5
41

100

100

100

100

100

100

100

100

100

125

Sumber. Hasil olahan data Gambar 5.8 Pengambilan sampel secara acak

Dilihat dari Gambar 5.8 diatas dapat terlihat bahwa pengambilan sampel secara acak dilakukan tiap interval 3, sehingga didapatkan jumlah sampel yang akan ditinjau dari KM 44+425 s.d KM 48+550 sebanyak 13 sampel. 5.1.1.4 Mengukur Setiap Jenis Kerusakan. Pengukuran untuk setiap jenis kerusakan dilakukan pada 13 sampel yang telah dipilih secara acak, dimana untuk lokasi pengukuran ditampilkan pada Tabel 5.7 :
Tabel 5.7 Lokasi Pengukuran

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

No. Sampel 3 6 9 12 15 18 21 24 27

Lokasi Km 44 + 625 s/d Km 44 +725 Km 44 + 925 s/d Km 45 +025 Km 45 + 225 s/d Km 45 +325 Km 45 + 525 s/d Km 45 + 625 Km 45 + 825 s/d Km 45 + 925 Km 46 + 125 s/d Km 46 + 225 Km 46 + 425 s/d Km 46 + 525 Km 46 + 725 s/d Km 46 + 825 Km 47 + 025 s/d Km 47 + 125

10 11 12 13

30 33 36 39

Km 47 + 325 s/d Km 47 + 425 Km 47 + 625 s/d Km 47 + 725 Km 47 + 925 s/d Km 48 + 025 Km 48 + 225 s/d Km 48 + 325

Sumber. Hasil olahan data

Tiap kerusakan diukur dimensinya sesuai dengan ketentuannya. Kemudian data yang diperoleh dimasukan kedalam formulir yang tersedia. Berikut disajikan hasil pengukuran setiap jenis kerusakan pada tiap Unit Sampel.
Tabel 5.8 Hasil Pengukuran Jenis Kerusakan Tiap Unit Sampel
Retak Memanjang 6 6,25 13,75 26,60 1,25 3,50 19,00 7,50 5,00 11,75 5,00 1,50 Retak Melintang 9 4,63 1,375 1,75 1,38 2,75 2,35 12,23 8,50 1,38 Retak Buaya 12 26,85 66,15 34,40 21,75 32,10 27,80 1,50 39,00 12,55 8,40 38,08 27,00 2,00 2,90 10,35 11,38 39,25 2,84 7,00 4,50 6,50 1,50 4,00 2,00 4,00 LUAS (M2) Pelepasan Butir 9 157,65 158,30 315,79 449,18 248,75 248,75 257,58 256,20 243,00 191,64 476,08 488,75 545,00 525,15 542,00 -

Unit 1 3

SL 4 L M H L M H L M H L M H L M H L M H L M H L M H L M H L M H L M H L M H L M

Tambalan 9 91,33 4,45 51,35 0,50 12,05 20,52 2,17 28,50 1,50 32,00 2,50 6,25 12,10 37,80 10,50 16,55 45,75 2,00 5,60 0,50 -

Amblas 9 44,40 38,40 1,60 3,00 0,75 15,00 1,50 0,60 -

Sungkur 9 18,00 -

12

15

18

21

24

27

30

33

36 39

Sumber. Hasil Survey

Pada Tabel 5.8 diatas dimana dapat terlihat bahwa pada 13 unit sampel yang ditinjau ditemukan tujuh jenis kerusakan perkerasan, yaitu retak memanjang (longitudinal crack), retak melintang (transverse crack), retak kulit buaya (aligator cracking), pelepasan butir (ravelling), tambalan (patching), sungkur (shoving) dan amblas (depression). Dari 13 unit sampel yang diukur pada ruas jalan Lubuk Alung Kurai Taji di KM 44+425 s.d KM 48+550 didapatkan jenis kerusakan yang paling umum terjadi, yaitu retak kulit buaya, tambalan dan pelepasan butir. Pelepasan butir sangat mendominasi pada ruas jalan tersebut yakni sebesar 82,56%. Berikut ditampilkan persentase kerusakan yang terjadi pada segmen ruas jalan tersebut.
Tabel 5.9 Persentase Perbandingan Kerusakan No. Jenis Kerusakan Luas (m )
2

% kerusakan

1 2 3 4 5 6 7

Retak Memanjang (longitudinal crack) Retak Melintang (transverse crack) Retak Kulit Buaya (alligator crack) Pelepasan Butir (ravelling) Tambalan (patching) Amblas (depression) Sungkur (shoving) Jumlah

101,100 36,325 433,790 5.103,79 0 383,920 105,250 18,000 6.182,75 0

1,64 0,59 7,02 82,56 6,21 1,70 0,29 100,00

Sumber. Hasil olahan data

5.1.1.5 Menghitung Nilai Densitas. Perhitungan nilai densitas merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam perhitungan Pavement Condition Index (PCI) yang didasarkan pada data hasil pengukuran untuk setiap jenis kerusakan. Sebagai contoh dilakukan perhitungan PCI untuk unit sampel 3.
Tabel 5.10 Pengolahan Data Unit Sampel 3 LEMBAR SURVEY KONDISI PERKERASAN LENTUR UNTUK SAMPEL UNIT TGL : 23 November 2010 SAMPEL UNIT : 3 OLEH : Aidil Kurniawan LUAS SAMPEL : 550 m2

1. Alligator Cracking 2. Bleeding 3. Block Cracking 4. Bumps and Sags 5. Corrugation 6. Depression 7. Edge Cracking Total Severity

8. Joint Reflection Craking 9. Lane Shoulder Drop-Off 10. Long (L) and Transvers (T) Cracking 11. Patching 12. Polished Aggregate 13. Potholes 14. Railroad Crossing

15. Rutting 16. Shoving 17. Slippage Cracking 18. Swell 19. Weathering and Ravelling

10.L 0,80 L 0,50 L 5,00 L 2,20 L 6,30 L 5,50 L

10.T 5,50 L 2,75 L

11 1,8 x 1,5 L 1,8 x 0,5 L 2,0 x 1,0 L 2,0 x 9,5 L 3,7 x 1,5 L 6,7 x 2,0 L 1,3 x 0,5 L 5,0 x 2,0 L 1,7 x 2,0 L 3,5 x 2,0 L 3,5 x 3,0 L 2,0 x 1,0 L 3,7 x 1,0 L 2,4 x 1,8 L 1,0 x 3,8 L 4,7 x 0,3 L 2,0 x 0,5 L 1,0 x 0,5 M 1,0 x 0,5 M 2,5 x 0,7 M 3,4 x 0,5 M

19 157,65 L 158,30 M

10,6 x 0,5 L 4,3 x 0,5 L 8,0 x 0,5 L 1,5 x 0,5 L 1,5 x 0,5 L 3,1 x 1,5 L 0,5 x 14,5 L 4,0 x 0,5 L 0,5 x 0,7 M 4,5 x 1,0 M 0,5 x 1,5 M 0,5 x 1,5 M 1,0 x 1,0 M 3,7 x 0,5 M 2,0 x 2,0 M 1,7 x 2,0 M 1,2 x 0,5 M 8,0 x 1,0 M 1,0 x 0,5 M 13,5 x 1,5 M 6,3 x 1,5 M 11,5 x 1,0 M 2,0 x 0,5 H 0,8 x 1,5 H 2,0 x 0,5 H 2,5 x 0,5 H 4,4 x 0,5 H 1,8 x 0,5 H 3,9 x 2,0 H 1,5 x 3,0 H 1,7 x 1,5 H 1,5 x 0,5 H 7,5 x 1,5 H L 26,85 m2 M 66,15 m2 H 34,40 m2 Sumber. Hasil olahan data

6,25 m2

4,63 m2

91,33 m2 4,45 m2

157,65 m2 158,30 m2

Nilai densitas diperoleh dengan membagi luas total kerusakan untuk tiap tingkat severitas dengan luas unit sampel. Retak kulit buaya (alligator cracking).

Retak Memanjang (longitudinal crack).

Retak Melintang (transverse crack).

Tambalan (patching).

Pelepasan butir (ravelling).

5.1.1.6 Menghitung Nilai Pengurangan (deduct). Nilai pengurangan atau deduct didapatkan dengan menyesuaikan nilai densitas yang diperoleh kedalam grafik kerusakan masing masing sesuai dengan tingkat kerusakannya. Retak kulit buaya (aligator cracking).

62 58

28

4,88

6,25

12,03

Sumber. Shahin (1994) Gambar 5.9 Grafik Nilai Deduct untuk Retak Kulit Buaya

Dari grafik didapatkan nilai deduct untuk nilai densitas 4,88 % dengan tingkat severitas low adalah 28, untuk nilai densitas 12,03 % dengan tingkat severitas medium adalah 62, dan untuk nilai densitas 6,25 % dengan tingkat severitas high adalah 58. Retak Memanjang (longitudinal cracking).

2 1,14

Sumber. Shahin (1994) Gambar 5.10 Grafik Nilai Deduct untuk Retak Memanjang

Dari grafik didapatkan nilai deduct untuk nilai densitas 1,14 % dengan tingkat severitas low adalah 2. Retak Melintang (transverse cracking).

2 0,84

Sumber. Shahin (1994) Gambar 5.11 Grafik Nilai Deduct untuk Retak Melintang

Dari grafik didapatkan nilai deduct untuk nilai densitas 0,84 % dengan tingkat severitas low adalah 2. Tambalan (patching).

20 9 0,81 16,61

Sumber. Shahin (1994) Gambar 5.12 Grafik Nilai Deduct untuk Tambalan

Dari grafik diatas didapatkan nilai deduct untuk nilai densitas 16,61% dengan tingkat severitas low adalah 20 dan untuk nilai densitas 0,81 % dengan tingkat severitas medium adalah 9 Pelepasan Butir (ravelling).

28 9

28,66 28,78

Sumber. Shahin (1994) Gambar 5.13 Grafik Nilai Deduct untuk Pelepasan Butir

Dari grafik diatas didapatkan nilai deduct untuk nilai densitas severitas medium adalah 28.

28,66 %

dengan tingkat severitas low adalah 9 dan untuk nilai densitas 28,78% dengan tingkat

5.1.1.7 Menghitung Total Deduct Value untuk mendapatkan Corrected Deduct Value. Seluruh nilai deduct yang telah didapatkan kemudian dijumlahkan sehingga didapat nilai total deduct atau total deduct value (TDV). Data tersebut kemudian disajikan dalam Tabel 5.11.
Tabel. 5.11 Nilai deduct Unit Sampel 3 Jenis Distress 1 1 1 10 L 10 T 11 11 Density (%) 4,88 12,03 6,25 1,14 0,84 16,61 0,81 Severity Level L M H L L L M Deduct Value 28 62 58 2 2 20 9

19 28,66 L 19 28,78 M TOTAL DEDUCT VALUE Sumber. Hasil olahan data

9 28 218

Dari data nilai deduct dilihat berapa banyak yang memiliki nilai diatas 2, yang nantinya disebut sebagai q. Nilai q tersebut nantinya dipasangkan dengan nilai total deduct atau total deduct value (TDV), sehingga diperoleh nilai koreksi deduct atau corrected deduct value (CDV). Dari data diatas didapatkan jumlah q = 7, sedangkan dari grafik didapat nilai corrected deduct value (CDV) untuk TDV = 218 adalah 82.

82

218

Sumber. Shahin (1994) Gambar 5.14 Grafik hubungan antara CDV dengan TDV

5.1.1.8 Menghitung Pavement Condition Index (PCI). Mengacu pada rumusan 3.5 didapatkan nilai PCI PCI = 100 - CDV = 100 - 82 = 18

5.1.1.9 Menentukan Kondisi Perkerasan. Dari nilai PCI yang didapatkan kemudian diplotkan kedalam diagram nilai PCI sehingga didapatkan ketegori kondisi perkerasan pada segmen tersebut.

Tingkat kondisi perkerasan untuk unit sampel 3, dengan nilai unit sampel 3.

PCI = 18

adalah VERY POOR. Untuk unit sampel yang lainnya, perhitungan dilakukan seperti

You might also like