You are on page 1of 55

Bab IX Metode Perturbasi/ 172

BAB IX
METODE PERTURBASI
9.1 Pengantar
Sekarang kita akan membahas metode aproksimasi penting kedua dalam mekanika
kuantum setelah metode variasi yaitu metode perturbasi atau metode gangguan atau
metode Simpangan. Jika seandainya kita mempunyai sistem dengan Hamiltonian bebas
waktu Ĥ dan kita tidak mungkin menyelesaikan secara eksak persamaan Schrodinger:
Ĥψn = En ψn (9-1)

untuk mendapatkan fungsi dan nilai eigennya, dan jika Ĥ hanya berbeda sedikit dengan
operator Hamilton Ĥ0 dari suatu sistem yang persamaan Schrodinger-nya yaitu:
Ĥ0 ψn(0) = E n(0) ψ n(0) (9-3)

yang dapat diselesaikan dengan pasti, maka sistem dengan Ĥ disebut sistem terperturbasi
sedang sistem dengan Ĥ0 disebut sistem takterperturbasi.
Sebagai contoh sistem perturbasi adalah sistem osilator takharmonis yang Ĥ nya adalah::
2 d2
Ĥ=− + ½ k x2 + c x3 + d x4 (9-3)
2m dx 2

Hamiltonian (9-3) tersebut tidak berbeda jauh dengan Hamiltonian dari sistem osilator
harmonis:
2 d2
Ĥ0 = − + ½ k x2 (9-4)
2m dx 2

Jika tetapan c dan d pada (9-3) itu kecil, maka diperkirakan bahwa fungsi dan nilai eigen
dari osilator takharmonis tidak terlalu jauh dengan yang harmonis. Jika perbedaan antara
Ĥ dan Ĥ0 kita sebut Ĥ' . Perbedaan Hamiltonian ini kita sebut perturbasi. Jadi Perturbasi
kita definisikan dengan:
Ĥ' = Ĥ – Ĥ0 (9-5a)
jadi:
Ĥ = Ĥ0 + Ĥ' (9-5b)
(Awas tanda ' tidak berhubungan dengan differensial). Untuk contoh osilator takharmonis
dengan Hamiltonian (9-3), perturbasinya dikaitkan dengan osilator harmonis adalah:
Bab IX Metode Perturbasi/ 173

Ĥ' = c x3 + d x4 (9-6)
Yang menjadi tugas kita adalah menyatakan fungsi dan nilai eigen dari sistem yang
terperturbasi (yang tidak diketahui) dinyatakan dalam fungsi dan nilai eigen sistem yang
takterperturbasi (yang dapat diketahui). Dalam menangani kasus ini, kita akan
membayangkan bahwa perturbasi berlangsung secara gradual, artinya perubahan dari
takterperturbasi menjadi terperturbasi berlangsung secara continous atau berangsur-angsur
(tidak mendadak/spontan). Secara matematika, hal seperti ini berarti memasukkan

parameter λ kedalam Hamiltonian dalam bentuk relasi sebagai berikut:

Ĥ = Ĥ0 + λ Ĥ' (9-7)

Jika λ = nol, maka kita mempunyai sistem takterperturbasi. Seiring dengan meningkatnya

λ, maka perturbasi akan tumbuh semakin besar, dan jika λ = 1, maka dikatakan perturbasi
aktif secara penuh (fully turned on).

9.2 Teori Perturbasi Nondegenerate


Teori perturbasi untuk energi degenerate dan nondegenerate adalah berbeda.

Sekarang kita akan membahas yang nondegenerate lebih dulu. Jika ψn(0) adalah fungsi
gelombang dari sebuah partikel takterperturbasi nondegenerate dengan energi E n(0), dan

jika ψn adalah fungsi gelombang terperturbasi menjadi ψn(0) , maka untuk sistem
terperturbasi, persamaan Schrodinger-nya adalah:
Ĥψn = (Ĥ0 + λ Ĥ') ψn = En ψn (9-8)

Karena Hamiltonian (9-8) tersebut bergantung pada parameter λ, maka ψn dan En

merupakan fungsi λ. Jadi:

ψn = ψn(λ , q) dan En = En(λ)

dengan q adalah koordinat sistem. Sekarang ψn dan En akan kita ekspansi sebagai deret

Taylor dalam λ (artinya deret pangkat λ).

 dkψ  λk
 n 
ψn = ∑  dλk  k!
k =0   λ-0
Bab IX Metode Perturbasi/ 174

d ψn d 2ψ n λ2
= ψ n λ-0 + λ + +.... (9-9)
dλ λ =0
dλ2 λ =0 2!

 dkE  λk
 n 
En = ∑  k 
k = 0  dλ k!
 λ-0

d En d2En λ2
= E n λ -0 + λ + +.... (9-10)
dλ λ =0 dλ2 λ =0 2!

 d kψn  λk
Selanjutnya agar penulisannya ringkas,   ditulis ψn(k) dan
 dλk  k !
  λ-0

 d k En  λk
  ditulis En(k) jadi:
 dλk  k !
  λ -0

Sehingga untuk k = 0, maka:

d0ψ n λ0
ψn(0) = = ψ n λ -0 . (9-11a)
dλ0 λ =0 0!

d0En λ0
E n
(0)
= = E n λ -0 (9-11b)
dλ0 λ =0 0!

dan k = 1, 2, 3 . . . . .

dkψn 1
ψ n
(k)
= k = 1, 2 . . . . (9-12a)
dλk λ =0
k!

dkEn 1
En(k) = k = 1, 2, . . . (9-12b)
dλk λ =0 k!

sehingga (9-9) dan (9-10) dapat ditulis:


ψn = ψn(0) + λ ψn(1) + λ2ψn(2) + λ3 ψn(3) + . . . . + λkψn(4) + . . . . (9-13)

En = En(0) + λ En(1) + λ2En(2) + λ3En(3) + . . . . + λkEn(k) + . . . . (9-14)


Bab IX Metode Perturbasi/ 175

ψn(k) dan En(k) disebut koreksi order k terhadap fungsi gelombang dan energi. Kita akan

mengasumsikan bahwa deret (9-13) dan (9-14) adalah konvergen untuk λ = 1 dan kita
berharap bahwa untuk perturbasi (simpangan) yang kecil, suku-suku awal deret akan
memberikan aproksimasi yang bagus bagi fungsi gelombang dan energi yang
sesungguhnya.
Kita ambil ψn(0) ternormalisasi, jadi < ψn(0) ψn(0)> = 1. Tanpa harus menganggap

bahwa ψn ternormalisasi, kita mensyaratkan agar:

< ψn(0) ψn> = 1

Jika ψn tidak mengikuti < ψn(0)ψn> = 1, maka hasil kali ψn dengan konstanta 1/<ψn(0)ψn>
akan menghasilkan fungsi gelombang terperturbasi yang jauh dari properti seharusnya.
Kondisi < ψn(0) ψn> = 1 ini disebut normalisasi intermediate. Perlu dicatat bahwa

hasil kali ψn dengan konstanta tidak akan mengubah harga energi dalam persamaan
Schrodinger :
Ĥψn = Enψn sehingga penerapan normalisasi intermediate tidak berpengaruh terhadap hasil
koreksi energi.
Substitusi (9-13) ke dalam normalisasi intermediate < ψn(0) ψn> = 1 menghasilkan:

1 = < ψn(0) ψn(0) > + λ< ψn(0)ψn(1) > + λ2< ψn(0) ψn(2) > + . . . . .

Karena < ψn(0) ψn(0) > pasti = 1, maka λ< ψn(0)ψn(1) > + λ2< ψn(0) ψn(2) > + . . . . .= 0.

Karena λ pasti tidak nol, maka:

< ψn(0)ψn(1) > = 0 ; < ψn(0) ψn(2) > = 0 dst (9-15)

Dari (9-15) itu tampak bahwa koreksi pada fungsi gelombang ψn(k) adalah ortogonal

terhadap ψn(0) jika normalisasi intermediate dipergunakan.


Substitusi (9-13) dan (9-14) ke dalam (9-8) menghasilkan:
(Ĥ0 + λ Ĥ' ) (ψn(0) + λ ψn(1) + λ2ψn(2) + λ3 ψn(3) + . . .)

= (En(0) + λ En(1) + λ2En(2) + λ3En(3) + . . .) (ψn(0) + λ ψn(1) + λ2ψn(2) + λ3 ψn(3) + . . .)

Suku-suku yang pangkat λnya sama dikumpulkan, hingga menjadi:

Ĥ0 ψn( 0) + λ ( Ĥ'ψn(0) + Ĥ0ψn(1) ) + λ2 ( Ĥ'ψn(2) + Ĥ0ψn(1) ). . .


Bab IX Metode Perturbasi/ 176

= En(0) ψn(0) + λ (En(1)ψn(0)+ En(0)ψn(1) + λ2 (En(2)ψn(0) + En(1)ψn(1) + En(0)ψn(2) ) . . .


(9-16)
Sekarang (dengan asumsi konvergen) maka suku-suku yang berderajat sama dari

kedua ruas persamaan (9-16) bernilai sama untuk sembarang harga λ. Dari suku λ0
diperoleh:
Ĥ0 ψn( 0)= En(0) ψn( 0) (9-17)

Dari suku λ diperoleh:

( Ĥ'ψn(0) + Ĥ0ψn(1) ) = (En(1)ψn(0)+ En(0)ψn(1) atau:

Ĥ0ψn(1) − En(0)ψn(1) = En(1)ψn( 0) − Ĥ'ψn(0) (9-18)

Koreksi Energi Order Pertama


Untuk mendapatkan harga En(1) , kita kalikan (9-18) dengan ψm(0)* kemudian
diintegralkan ke seluruh ruang, sehingga menjadi:
< ψm(0)Ĥ0ψn(1) > − En(0) <ψm(0)ψn(1)> = En(1)< ψm(0)ψn( 0)> − <ψm(0)Ĥ'ψn(0)>
(9-19)
Operator Ĥ(0) adalah Hermitian, sehingga suku pertama ruas kiri (9-19) adalah::
< ψm(0)Ĥ0ψn(1) > = < ψn(1)Ĥ0ψm(0)>* = < ψn(1)Ĥ0ψm(0)>*

= <ψn(1)Em(0)* ψm(0)>* = Em(0)< ψm(0) ψn(1) > (9-20)


Substitusi (9-20) ke dalam (9-19) menghasilkan:
Em(0)< ψn(1) ψm(0)> − En(0) <ψm(0)ψn(1)> = En(1)< ψm(0)ψn( 0)> − <ψm(0)Ĥ'ψn(0) >
atau:
( Em(0) − En(0) ) <ψm(0)ψn(1)> = En(1)< ψm(0)ψn( 0)> − <ψm(0)Ĥ'ψn(0) >
(9-21)
Jika m = n, maka ruas kiri (9-21) menjadi nol sedang < ψm(0)ψn( 0)> = < ψn(0)ψn( 0)> = < ψ

m
(0)
ψm( 0)> = 1, jadi:

0 = En(1) − <ψn(0)Ĥ'ψn(0) > atau:


Bab IX Metode Perturbasi/ 177

En(1) = <ψn(0)Ĥ'ψn(1) > = ∫ψn(0)* Ĥ'ψn(0) dτ ≡ H'nn (9-22)*b

Kesimpulan:
Koreksi order pertama terhadap energi diperoleh dengan merata-rata perturbasi Ĥ’
dengan mengacu pada fungsi takterperturbasi yang bersangkutan.

Jika koreksi terhadap energi sudah diperoleh maka energi sistem terperturbasi En adalah:
En = En(0) + En(1) (9-23)
dengan En = energi sistem terperturbasi (yang diaproksimasi) ; E n(0) = energi sistem tak
terperturbasi dan En(1) = koreksi energi order pertama.
Contoh:
2 d2 1
Untuk osilator tak harmonis yang hamiltoniannya adalah Ĥ= − + kx 2 +
2m dx 2 2

px3+ qx4, tentukan (a) koreksi order pertama untuk energi ground state, dan (b) tentukan
energi ground state untuk osilator tak harmonis tersebut.
Jawab:
a) Untuk osilator harmonis, energi ground state adalah E 0 = ½ hν . Koreksi order pertama
untuk energi ground sate yang ditanyakan adalah E0(1). Menurut (9-22):
En(1) =∫ψn(0)* Ĥ'ψn(0) dτ jadi:
~
E 0
(1)
= ∫ ψ 0
(0)*
Ĥ'ψ0(0) dx
−~

dengan :
ψ0(0)= fungsi gelombang tak terperturbasi (osilator harmonis) ground state = (α/π)1/4

2
e −( α / 2) x
2 d2 1 2 d2 1
Ĥ' = Ĥ – Ĥ0 = ( − + kx 2 + px3+ qx4) – ( − + kx 2 ) = px3+ qx4
2m dx 2 2 2m dx 2 2

jadi:
~ 2 2
E0(1) = ∫ (α/π) 1/4
e −(α / 2) x ( px + qx ) (α/π) e −(α / 2) x dx
3 4 1/4
atau
−~
Bab IX Metode Perturbasi/ 178

~ 2
~ 2
E 0
(1)
= ∫ ( px + qx ) (α/π) 3 4 1/2
e− α x dx = (α/π) 1/2
∫ ( px + qx ) e−α x
3 4
dx
−~ −~

~ 2
~ 2
= (α/π) ∫ px e−α x
1/2 3
dx + (α/π) 1/2
∫ qx 4
e− α x dx
−~ −~

~ 2
∫ px 3
e− α x dx adalah integral fungsi ganjil dengan batas − ~ s/d +~ = 0. jadi:
−~

~ 2
E 0
(1)
= 0 + (α/π) 1/2
∫ qx 4
e− α x dx
−~

~ 3q
= 2q ∫ x4 e−α x 2 dx =
0 4 α2

Koreksi Fungsi Gelombang Order Pertama


Untuk m ≠ n, persamaan (9-21) menjadi:

( E m(o ) − E n(o) ) <ψm(0)ψn(1)> = − <ψm(0) H ' ψn(0) > m ≠n (9-24)

Untuk memperoleh ψn(1), kita mengekspansinya ke dalam suku-suku yang terdiri atas

himpunan fungsi eigen tak terperturbasi ψm(0) dari operator hermitian H o :

ψn(1) = ∑a
m
( o)
nmψ m , dengan a nm = < ψ mo ψ n(1) > (9-25)

( o) (1)
Dengan menggunakan anm = < ψ m ψ n > , persamaan (9-24) menjadi:

( o)  ( o)
( E m(o ) − E n(o) ) anm = − < ψ m H ' ψ n m ≠n

atau:

< ψ mo H ' ψ no H 'mn
anm = = E (o) − E (o) (9-26)
En(o) − Em(o ) n m

Koefisien anm pada ekspansi (9-25) dinyatakan dalam bentuk (9-26), kecuali untuk ann ,

o . Dari persamaan kedua pada (9-25), dapat dinyatakan bahwa


yaitu koefisien dari ψ m

ann =< ψ n( o) ψ n(1) > . Ingat bahwa pemilihan normalisasi intermediate untuk ψ n , membuat
Bab IX Metode Perturbasi/ 179

< ψ n(o) ψ n(1) > = 0 [persamaan (9-15)]. Karena itu, ann =< ψ n(o) ψ n(1) > = 0, sehingga (9-25)

dan (9-26) memberikan koreksi order pertama terhadap fungsi:


o 
< ψ m H ' ψ no > ( o)
ψn = ∑
(1)
(o ) ( o)
ψm (9-27)
m≠ n E n − E m

Arti lambang ∑ adalah kita menjumlah semua state tak terperturbasi kecuali state n.
m≠n

Dengan menggunakan harga λ = 1 dalam (9-13) dan menggunakan koreksi fungsi


gelombang order pertama, kita mempunyai sebuah aproksimasi terhadap fungsi gelombang
perturbasi yaitu:

< ψ mo H ' ψ no
ψ n = ψ n(o ) + ∑
m≠n En( o) − Em(o )
ψ m(o ) (9-28)

Secara ringkas dapat ditulis koreksi untuk orde pertama:


En = En(0) + λ H'nn = En(0) + λ En(1)
'
H mn
ψ n = ψ n(o ) + λ ∑E
m≠ n
(o)
n − E m( o )
ψ m(o ) = ψ n = ψ n(o ) + λ ψ n(1)

Contoh aplikasi Teori Perturbasi


Jika Hamilton Perturbasi Ĥ' adalah
1/ 2
x 2  nπx 
Ĥ' = V1 dan ψ n =    sin ,
a a  a 

Dimana V1 adalah ketinggian potensial pada x = a. Koreksi orde pertama pada energi level
ke-n persamaan (9-22)*b adalah
 V 
En(1) = ψ n x 1 ψ n 
 a 
1/ 2 1/ 2
 V1  a 2  nπx   2   nπx 
=  ∫    sin ( x )    sin dx
a 0 a  a  a  a 

2V1 a nπx
=
a2 ∫ 0
x. sin 2
a
.dx

1
= V1
2
Bab IX Metode Perturbasi/ 180

1
Tampak untuk perturbasi orde pertama menaikkan energi semua level sebesar V1
2
1
Jadi En = En(0) + λ H'nn = En(0) + λ En(1) = En(0) + λ V1
2

Koreksi orde pertama fungsi gelombang diberikan oleh persamaan (9-26) dan untuk
problem ini
 2
( x )  sin kπx  sin mπx dx 
a

amk=
 2 V1
a

0  a  a  
( Em0 − Ek0 )
Denominatornya =
h2
8ma 2
( ) (
m 2 − k 2 = m 2 − k 2 E1 )
Untuk mengevaluasi integral kita gunakan relasi trigonometrik
1
sin θ sin φ = [ cos(θ − φ ) − cos(θ + φ ) ]
2

Kita substitusikan ke H'km


1 π
H'km =
π2
V1 ∫ y[ cos( k − m) y − cos( k + m) y]dy
0

1  1 ( k − m )π 1 ( k + m )π 
=
π 2
V1


 ( k − m)
2 ∫ 0
z cos zdz −
( k − m) ∫
2 0
y cos ydy 

1  2 2 

= V −
2 1
+ 2  == (k-m, k+m ganjil)
 ( k − m) ( k + m) 
2
π

2  1 1 

= V
2 1
+ 2 
π  ( k + m ) 2
( k − m ) 

H'km =0 == (k-m, k+m genap)

Misal m adalah keadaan energi terendah ψ 1 . Aplikasinya adalah


2  1 1 16 V1
H'21 = 2 1 2
V − 2=− = −0.18V1
π 3 1  9 π2

H'31 =0
2  1 1  32 V1
H'41 = 2 1 2
V − 2=− = −0.0144V1
π 5 3  225 π 2

H'51 = 0, dan seterusnya.


Perhatikan integral H'21 = -0,18V1, sedangkan denominatornya adalah
E10 − E20 = (12 − 2 2 ) E1 = −3E1
Bab IX Metode Perturbasi/ 181

E10 − E40 = (12 − 4 2 ) E1 = −15E1

Sehingga
0,18  V1  V 
a12 =   = 0,06 1 
3  E1   E1 

a12 = a15 =…..= 0


0,0144  V1  V 
a14 =   = 0,0096 1 
15  E1   E1 

Sehingga
V  V 
ψ 1 = ψ 10 + 0,06 1 ψ 20 + 0.0096 1 ψ 40
 E1   E1 

Koreksi Energi Order Kedua


Jika koefisien λ2 pada (9-16) disamakan, kita akan memperoleh:
 (1)  ( 2) ( 2) (o ) (1) (1) (o ) ( 2)
H ' ψ n + H o ψ n = En ψ n + En ψ n + E n ψ n
atau:
 ( 2) (o ) ( 2) ( 2) (o ) (1) (1)  (1)
H o ψ n − En ψ n = En ψ n + En ψ n − H ' ψ n (9-29)

Perkaliannya dengan ψ m(o)* , dilanjutkan dengan integrasi seluruh ruang, menghasilkan:



< ψ m(o ) H o ψ n( 2) > − E n(o ) < ψ m(o) ψ n( 2) >

(o) (o) (o) (1) (o) 


= E n( 2) < ψ m ψ n > + E n(1) < ψ m ψ n > − < ψ m H ' ψ n(1) > (9-30)

(o )  o ( 2)
Integral < ψ m H ψ n > dalam persamaan tersebut persis sama dengan integral dalam

(9-20), tetapi ψ n(1) diganti dengan ψ n( 2) . Penggantian ψ n(1) oleh ψ n( 2) , membuat persamaan

(10-20) menjadi:

< ψ m(o ) H o ψ n( 2) > = E m(o) < ψ n(o ) ψ n( 2) > (9-31)

Penggunaan (9-31) disertai dengan ortonormalitas fungsi tak terperturbasi pada (9-30)
menghasilkan:
Bab IX Metode Perturbasi/ 182

(o ) ( 2) (o) ( 2)
E m(o) < ψ n ψ n > − E n(o ) < ψ m ψ n >

(o) (o) (o) (1) (o) 


= E n( 2) < ψ m ψ n > + E n(1) < ψ m ψ n > − < ψ m H ' ψ n(1) >

atau:
(o) ( 2)
( E m(o) − E n(o ) ) < ψ m ψ n >

(o) (1) (o) 


= E n( 2) δ mn + E n(1) < ψ m ψ n > − < ψ m H ' ψ n(1) > (9-32)

Untuk m = n, ruas kiri (9-32) menjadi nol, dan kita memperoleh:


(o ) 
0 = E n( 2) − < ψ n H ' ψ n(1) >

atau:
(o ) 
E n( 2) = < ψ n H ' ψ n(1) > (9-33)

Jika kita mengamati persamaan (9-33), maka tampaknya untuk dapat mengkalkulasi
koreksi order kedua untuk energi, kita harus sudah mempunyai koreksi order pertama

untuk fungsi gelombang. Namun fakta menunjukkan bahwa pemahaman akan ψ n(1) sudah

cukup pula untuk menentukan E n(3) . Sehingga secara lebih umum dapat dinyatakan,

bahwa jika kita sudah mempunyai koreksi ke-k untuk fungsi gelombang, maka kita sudah
dapat menentukan koreksi ke (2k + 1) untuk energi (Bates, 1961).

Substitusi (9-27) untuk ψ n(1) ke dalam (10-33) menghasilkan:



 < ψ mo H ' ψ no >

(o )
E n( 2) = < ψ n H' ψ m( o) >
m ≠n E n( o) − E m(o)

< ψ mo H ' ψ no >
Karena ∑ E n( o) − E m( o)
adalah a m dan nilainya konstan, tentu saja dapat dikeluarkan
m≠ n

dari tanda integral, sehingga :


o 
< ψ m H ' ψ no > (o) 
En = ∑
( 2)
< ψ n
(o)
H' ψm > (9-34)
( o) (o )
m≠ n E n − E m

Karena H bersifat hermitian, maka:
Bab IX Metode Perturbasi/ 183

  
< ψ m(o ) H ' ψ n(o) > < ψ n(o) H ' ψ m
(o)
> = < ψ m(o ) H ' ψ n(o) >

 2
= < ψ m(o ) H ' ψ n(o) >

sehingga (9-34) menjadi:


 2 2
< ψ mo H ' ψ no > H m' n
E n( 2) = ∑ E n(o ) − E m(o )
=
∑ E (o) − E (o ) (9-35)
m≠ n m≠ n n m

yang merupakan pernyataan E n( 2) yang diinginkan, yang dinyatakan dalam terminologi

fungsi gelombang dan energi.

Aplikasi E n( 2) ke dalam (9-14) dengan λ = 1 adalah aproksimasi state energi

perturbasi, yaitu:
2
E n = E n(o ) + H n' n + ∑ H m' n (9-35)
m≠ n

yang integralnya meliputi fungsi gelombang tak terperturbasi yang ternormalisasi.


Formula untuk koreksi energi order yang lebih tinggi tidak dibahas dalam buku ini,
tetapi yang berminat dapat mempelajarinya dari Bates, 1961 halaman 181-185. Bentuk

perturbasi yang kita bahas dalam sub bab ini disebut teori perturbasi Rayleigh−
Schrodinger.
Diskusi. Persamaan (9-28) menunjukkan bahwa efek perturbasi pada fungsi gelombang

ψ n(o) diinfiltrasi oleh konstribusi dari state lain yaitu ψ m(o) , m ≠ n . Dengan adanya faktor

1 /( E n( o) − E m(o) ) , konstribusi terbesar terhadap fungsi gelombang terperturbasi datang dari

state energi terdekat dengan state n.


Untuk mengevaluasi koreksi order pertama untuk energi, kita cukup hanya dengan

mengevaluasi H n' n , sedang untuk mengevaluasi koreksi energi order kedua, kita harus

mengevaluasi elemen matrik H ' antara state ke-n dan seluruh state m yang lain, dan
kemudian malakukan penjumlahan sebagaimana (9-35). Dalam banyak kasus, adalah
sangat tidak mungkin untuk mengevaluasi koreksi energi order kedua secara eksak.
Bab IX Metode Perturbasi/ 184

Apalagi untuk order ketiga atau yang lebih tinggi, tentu akan jauh lebih sukar, meski
dengan bantuan komputer sekalipun.
Penjumlahan dalam (9-28) dan (9-36) adalah jumlah meliputi state-state yang
berbeda. Jika beberapa level energi adalah degenerate, maka kita harus menjumlahkan
semua fungsi gelombang yang saling independen sehubungan dengan level degenerate
tersebut.
Alasan mengapa kita melakukan penjumlahan sebagaimana (9-28) dan (9-36)
adalah karena kita memerlukan himpunan lengkap fungsi-fungsi untuk melakukan ekspansi
(9-25) dan oleh karena itu kita harus melibatkan semua fungsi gelombang linear
independen dalam penjumlahan. Jika problem tak terperturbasi melibatkan fungsi
gelombang kontinum (misal kasus atom hidrogen), maka kita juga harus menyertakan

integrasi terhadap fungsi kontinum itu. Jika ψ ε(o) menyatakan fungsi gelombang kontinum

(o )
tak terperturbasi dengan energi E , maka (9-27) dan (9-35) menjadi:

< ψ mo H ' ψ no > H E' n
∫ E (o ) − E (o ) ψ ε dE (o)
(o)
ψ n(1) = ∑ E n(o ) − E m( o)
ψ m( o) +
n
m≠ n
2
H m' n H E' n
∫ E (o) − E (o) dE
( o)
E n( 2) =
∑ E (o) − E (o ) +
n
m≠ n n m
(o) 
dengan H E n =< ψ ε(o ) H ' ψ n(o) . Integral pada persamaan-persamaan tersebut adalah

meliputi rentang state energi kontinum (misal dari nol sampai tak terhingga pada atom
hidrogen). Keberadaan state kontinum dalam problem tak terperturbasi membuat evaluasi

terhadap E n( 2) menjadi lebih rumit lagi.

Aplikasi koreksi orde kedua


Jika fungsi ψ k( 0) dan ψ m( 0) adalah real, integral H'km dan H'mk adalah sama. Ekspresi koreksi
energi untuk orde kedua adalah

2
H mk
Em( 2) = ∑E
k
0
m− Ek0
Bab IX Metode Perturbasi/ 185

Dengan menggunakan harga elemen matriks yang didapat di atas kita dapat memperoleh
koreksi E1 orde kedua

(−0,180V1 ) 2 (−0,0144V1 ) 2
E1( 2) = +
− 3E1 − 15E1
V12 V2
= − 0,0109 − 0,0000139 1
E1 E1
V12
≅ -0,0109
E1
Energi E1 adalah koreksi orde kedua, sehingga

V12
E1 = E10 + 0,500V1 – 0,0109
E1
Metode Variasi-Perturbasi
Metode variasi-perturbasi memungkinkan kita melakukan estimasi dengan hasil

lebih akurat terhadap E n( 2) dan teori koreksi energi perturbasi order lebih tinggi untuk

sistem ground state. Metode ini dilandasi oleh pertidaksamaan:


  (o) 
u H o − E (o) (1) (o)
g u + u H ' − Eg ψ g
(1)
+ ψ g H ' − E g u ≥ E g( 2) (9-37)

dengan u adalah sembarang fungsi yang memenuhi syarat dan memenuhi kondisi boundary
sedang label g merujuk pada ground state. Pembuktian (9-37) dapat dilihat pada Hameka
(1981) sun bab 7-9. Dengan mengambil u sebagai fungsi variasi dengan parameter yang

meminimalkan ruas kiri (9-37), kita dapat mengestimasi E g( 2) . Fungsi u dapat menjadi

estimator terhadap ψ g(1) yaitu fungsi gelombang ground state koreksi order kesatu dan

dengan demikian, selanjutnya u dapat digunakan untuk mengestimasi E g(3) yaitu energi

ground state koreksi order ketiga. Integral variasional yang sama dapat digunakan untuk
memperoleh koreksi fungsi gelombang dan energi order yang lebih tinggi.
9.3 Metode Perturbasi untuk Atom Helium Ground State
Atom helium terdiri atas sebuah inti bermuatan +2e dan dua buah elektron. Kita
anggap bahwa inti atom berada dalam keadaan diam pada posisi (0,0,0) dalam sistem
koordinat. Koordinat elektron 1 dan 2 berturut-turut adalah (x1, y1, z1) dan (x2, y2, z2); lihat
gambar 9.1.
Bab IX Metode Perturbasi/ 186

Jika kita mengambil muatan inti +Ze sebagai pengganti +2e, maka pembahasan
kita tidak hanya untuk atom helium, tetapi untuk semua partikel (atom atau ion) yang

mirip helium yaitu atom atau ion yang elektronnya dua seperti H−, Li−, Be2+, dan lain-lain.
Operator Hamiltoniannya adalah:
2 2
 Ze' 2 Ze' 2 e' 2
H =− ∇12 − ∇ 22 − − + (9-38)
2m e 2m e r1 r2 r1 2

dengan me adalah massa elektron, r1 adalah jarak dari inti sampai elektron 1, r2 adalah
jarak dari inti sampai elektron 2 dan r1 2 adalah jarak antara elektron 1 terhadap elektron 2.
Dua suku yang pertama adalah operator untuk energi kinetik elektron; suku ketiga dan
keempat adalah energi potensial antara elektron dengan inti atom sedang suku terakhir
adalah energi potensial akibat repulsi antar elektron. Energi potensial suatu sistem yang
terdiri atas partikel-partikel yang saling berinteraksi tidak dapat ditulis sebagai jumlah dari
energi potensial partikel individual; energi potensial merupakan sifat sistem sebagai sebuah
kesatuan.
−e
• (x1 , y1, z1)
r1 2
−e
(x2 , y2, z2) •

r2 r1


+2e

Gambar 9.1 Jarak antar partikel dalam atom helium

Persamaan Schrodinger untuk sistem mirip helium ini melibatkan enam variabel
bebas. Dalam koordinat spherik polar,
ψ = ψ ( r1 , θ1 , φ 1 , r 2 , θ2 , φ 2 ) (9-39)

Operator ∇12 adalah operator ∇ 2 , yang (r, θ, φ) nya diganti dengan (r1, θ1, φ1) ; operator

∇ 22 adalah operator ∇ 2 , yang (r, θ, φ) nya diganti dengan (r2, θ2, φ2); variabel r12 adalah:
Bab IX Metode Perturbasi/ 187

r12 = [(x1 − x2)2 + (y1 − y2)2 + (z1 − z2)2]½ , dan melalui transformasi dari koordinat
Cartesius ke dalam koordinat spherik polar, kita dapat menyatakan r12 dalam terminologi
koordinat (9-39), yaitu:
r12 = [(r1 sinθ1 cosφ1 − r1 sinθ2 cosφ2)2 + (r1 sinθ1 sinφ1 − r1 sinθ2 sinφ2)2

+ (r1cosθ1 − r1cosθ2)2]½ ,

Karena adanya suku 1 / r12, akibatnya persamaan Schrodinger tidak dapat diselesaikan
melalui teknik pemisahan variabel, sehingga harus menggunakan metode aproksimasi.

Untuk menggunakan metode perturbasi, kita harus memisahkan H menjadi dua bagian,
  
yaitu H o dan H ' . H o adalah Hamiltonian untuk problem yang dapat diselesaikan secara
eksak. Biasanya pemisahannya adalah sebagai berikut:
2 2
 Ze' 2 Ze' 2
Ho = − ∇12 − ∇ 22 − − (9-40)
2m e 2m e r1 r2

 e' 2
H' = (9-41)
r1 2

Tampak bahwa (9-40) merupakan jumlah dari dua buah Hamiltonian mirip hidrogen, jadi:
  o  o
H o = H1 + H 2 (9-42)
2
 Ze' 2  2
Ze' 2
H 1o = − ∇12 − ; H 2o = − ∇ 22 − (9-43)
2m e r1 2m e r2

Sistem helium disebut tak terperturbasi adalah jika kedua elektron dalam atom helium
tersebut tidak ada gaya sama sekali. Meskipun realita fisik seperti itu tidak pernah kita
jumpai, namun kita tetap menggunakannya semata-mata untuk jembatan dalam menuju
kalkulasi final.
Karena Hamiltonian tak terperturbasi (9-42) adalah jumlah Hamiltonian untuk dua
partikel, maka dapat diperkirakan bahwa fungsi gelombang tak terperturbasinya
merupakan hasil kali fungsi tak terperturbasi dari masing-masing partikel. Sehingga dapat
kita tulis:
(o)
ψ (o ) = ψ ( r , θ , φ , r , θ , φ ) = F1( r1 , θ1 , φ 1 ) . F2 ( r 2 , θ2 , φ 2 ) (9-44)
1 1 1 2 2 2
Bab IX Metode Perturbasi/ 188

dan energi tak terperturbasinya adalah:

E (o) = E1 + E2 (9-45)
Persamaan Schrodinger untuk masing-masing partikel adalah:
 
H 1o F1 = E 1 F1 dan H 2o F2 = E 2 F2 (9-46)
 
Karena H 1o dan H 2o adalah Hamiltonian untuk atom mirip hidrogen, tentu saja fungsi dan

nilai eigen (9-46) adalah fungsi dan nilai eigen untuk atom mirip hidrogen. Dari bab VI
dapat kita ketahui bahwa:

Z 2 e' 2 Z 2 e' 2
E1 = − ; E2 = − ; (9-47)
n12 2a o n 22 2a o

 1 1  e' 2 n1= 1, 2, 3 , . . . . . . . .
E (o) = − Z 2  2 + 2  n 2 = 1, 2, 3 , . . . . . . . . (9-48)
n 
 1 n 2  2a o

dengan a o adalah radius Bohr. Persamaan (9-48) merupakan energi order nol dari kedua
elektron yang terikat oleh inti atom.
Untuk level terendah, nilai n1 = 1 , n 2 = 1 , dan fungsi eigen order nol-nya (lihat bab
VI) adalah:
1/ 2 − Z r 1/ 2 − Z r
1  Z  1 1  Z  2
ψ (o2) = 1 / 2   e ao
. 1 / 2   e ao (9-49)
1s π  ao  π  ao 
Energi ground state tak terperturbasinya adalah:

e' 2
E (o2) = −(2) Z 2 (9-50)
1s 2a o

Kuantitas − ½ e’2/ao adalah energi ground state untuk hidrogen yang nilainya sudah kita

ketahui yaitu −13,606 eV. Jadi untuk helium dengan Z = 2, adalah:

E (o2) = −108,8 eV (9-51)


1s

Bagaimana energi order nol ini dibandingkan dengan energi ground state helium yang
sesungguhnya? Berdasarkan eksperimen, energi ionisasi pertama helium adalah 24,6 eV.
Energi ionisasi kedua atom helium, berarti ionisasi terhadap ion He+. Karena ion He+
adalah partikel mirip hidrogen, maka energi ionisasinya secara teoritik dengan mudah
Bab IX Metode Perturbasi/ 189

dapat dihitung, yaitu 22 (13,606 eV) = 54,4 eV. Jika kita anggap energi order nol adalah
energi ionisasi total helium [anggapan ini adalah implisit dalam (9-38)], maka energi

ground state atom helium adalah −(26,6 + 54,4) eV = −79,0 eV. Jadi energi order nol
mempunyai error 38%. Kesalahan ini cukup besar, karena nilai terminologi perturbasi
e’2/r12 tidak cukup kecil untuk diabaikan.
Langkah berikutnya adalah mengevaluasi koreksi perturbasi order pertama. Level
ground state tak terperturbasi adalah level yang non degenerate. Koreksi energi order
pertama adalah:

E (1) = ψ (o) H' ψ (o)

2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2
z 6 e' 2 1
∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
E (1) = 2 6
π ao 0 0 0 0 0 0 r12

x r12 dr1 r22 dr2 sin θ 1 dθ 1 sin θ 2 dθ 2 dφ1dφ 2 (9-52)

Evaluasi integral (9-52) dapat saja tidak usah diperhatikan dan kita bisa langsung melihat
(9-55) sebagai hasil evaluasi (9-52), tetapi bagi yang ingin mengikuti proses evaluasi
integral (9-52), langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Yang pertama kali harus dilakukan adalah meng-ekspansi 1/r12 menjadi bentuk
berikut (Eyring, dkk., 1944):

[ ]

1 
4π r<
= ∑ ∑ +
ψ m (θ 1 , φ1 * ψ m (θ 2 , φ 2 ) (9-53)
=0 m = −  2 + 1 r>
r12  1

Lambang r< artinya lebih kecil dari pada r1 dan r2 sedang r> lebih besar dari pada r1 dan
r2. Substitusi (9-53) ke dalam (9-52) menghasilkan:

2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2 ∞
Z 6 e' 2 4π r<
[ ]

E (1) =
π 2 a o6
∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
∑ ∑ 2 + 1 r +1 ψ m (θ 1 , φ1 ) *ψ m (θ 2 , φ 2 )
0 0 0000 =0 m = −  >

x r12 dr1 r22 dr2 sin θ 1 dθ 1 sin θ 2 dθ 2 dφ1dφ 2

2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2
[ψ ] *ψ

Z 6 e' 2 4π 
1 r<
E (1) =
π 2 6
ao
∑ ∑ 2 + 1 ∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
r>+1
m
 (θ 1 , φ1 )
m
 (θ 2 , φ 2 )
=0 m = −  0 0 0000
Bab IX Metode Perturbasi/ 190

x r12 dr1 r22 dr2 sin θ 1 dθ 1 sin θ 2 dθ 2 dφ1dφ 2 (9-53a)

Selanjutnya (9-53a) dikalikan dengan ψ oo (ψ oo ) * dan kemudian dibagi ψ oo (ψ oo ) * = ¼π,

jadi nilai (9-53a) tidak berubah, kemudian diadakan penataan ulang sehingga hasilnya
adalah:

∞ 2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2
16 Z 6 e' 2 
1
E (1) =
a o6
∑ ∑ 2 + 1 ∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
e
=0 m = −  0 0 0000

x
r<
r>+1
[ψ m
 (θ 1 , φ1 ) ] *ψ o o m
o (θ 1 , φ1 ).ψ o (θ 1 , φ1 ) * ψ  (θ 2 , φ 2 )

x r12 dr1 r22 dr2 sin θ 1 dθ 1 sin θ 2 dθ 2 dφ1dφ 2 (9-53a)

Persamaan (9-53a) ditata ulang, menjadi:

∞∞ 2Z 2Z

16 Z 6 e' 2 ∞ 
1 r1
r< − ao r 2
E (1) =
a o6
∑ ∑ 2 + 1 ∫ ∫ 1 2
r 2 2
r e ao
r +1
e dr1dr2
=0 m = −  00 >

∫ ∫ [ψ  (θ 1 , φ1 )] *ψ o (θ 1 , φ1 ). sin θ 1dθ 1dφ1 )


2π π
m o
x
0 0

2π π

∫ ∫ ψ o (θ 2 , φ 2 ) *ψ  (θ 2 , φ 2 ) sin θ 2 dθ 2 dφ 2 )
o m
x (9-53b)
0 0

Selanjutnya, dengan ortonomalitas,

∫ ∫ [ψ  (θ 1 , φ1 )] *ψ o (θ 1 , φ1 ). sin θ 1dθ 1dφ1 akan


2π π
m o
Integral fungsi harmonik sperik
0 0

bernilai 1 untuk  = m = 0 dan akan nol untuk harga  dan m yang lain. Hal yang sama
juga terjadi pada integral fungsi sperik harmonik yang lain sehingga hanya untuk orbital
dengan nilai  = m = 0 , persamaan (9-53b) menjadi:

∞∞ 2Z 2Z
−  − ao r 2
16 Z 6 e' 2 r1
ao  1
∫ ∫ r1 r2 e
2 2
E (1) =  e dr1dr2 (9-53c)
a o6 00  r> 

Persamaan (9-53c) juga dapat ditulis sebagai berikut:


Bab IX Metode Perturbasi/ 191

∞∞ 2Z 2Z
−  2 − ao r 2
16 Z 6 e' 2 r1
ao  1
E (1) =
a o6
∫∫ r12 e 
 r>
 r2 e

dr1 dr2 (9-53d)
00

Jika integrasi akan dilakukan terhadap r1 lebih dulu, maka (9-53d) ditulis:

∞ 2Z  ∞ 2Z 

16 Z 6 e' 2 r2
 2 − ao r 1  1  
∫ ∫
ao
E (1) = r22 e  r1 e   dr1 dr2 (9-53e)
a o6 0 0  r>  
 
atau:

∞ 2Z

16 Z 6 e' 2 r2
E (1) = ∫ r22 e ao
( I ) dr2 (9-53e)
a o6 0

∞ 2Z
− r1
ao  1 
dengan I = ∫ r12 e 
 r>
 dr1 . Untuk mengevaluasi I, rentang integrasi dipecah menjadi

0

dua yaitu antara 0 sampai r2 dan antara r2 sampai ∞ , sehingga I dapat ditulis:

r2 2Z ∞ 2Z
− − r1
ao  
r1
ao  1  1
Ι= ∫ r12 e   dr1 + ∫ r12 e 
 r>
 dr1
0  r>  r2 

1
Bagaimana dengan ? Untuk rentang 0 sampai r2, maka r> (baca: r besar) adalah r2
r>
sedang pada rentang r2 sampai tak terhingga, r> adalah r1, jadi I dapat ditulis:
r2 2Z ∞ 2Z
− − r1
ao  1
r1
ao  1 
∫ r1 e
2
∫ r1 e   dr1
2
Ι=   dr1 +
0  r2  r2  r1 

r2 2Z ∞ 2Z

r12 − ao r 1 r1
∫ r1 e
ao
= ∫ r2
e dr1 + dr1
0 r2

Subtitusi I ke dalam (9-53d) menghasilkan:

∞ 2Z  r 2Z ∞ 2Z 
16 Z 6 e' 2 − r2
 2 r12 − r1 − r1

∫ ∫ dr1 + ∫ r1 e
ao ao ao
E (1) = r22 e  e dr1 dr2
a o6 0  0
r2 r2 
 
atau:
Bab IX Metode Perturbasi/ 192

∞ 2Z  r 2Z 
16 Z 6 e' 2 − r2
 2 − r1

∫ r2 e ∫
ao ao
E (1) =  r12 e dr1 dr2
a o6 0  0 
 
2Z  2Z 
∞ − r2 ∞ − r1 
16Z 6 e' 2 ao  ao
+ ∫ r22 e ∫r e dr1 dr2 (9-54)
a 6o  r 1 
0
2 
kita sederhanakan bentuknya menjadi:
∞ 2Z

16 Z 6 e' 2 r2
E (1) = ∫ r2 e
ao
( I 1 ) dr2
a o6 0

2Z
∞ − r2
16 Z 6 e' 2
+ 2
∫ r2 e
ao
( I 2 ) dr2 (9-54a)
a 6o 0
r2 2Z ∞ 2Z
− r1 − r1
dr1 dan I 2 = ∫ r1 e
ao

2 ao
dengan I 1 = r1 e dr1
0 r2
Dengan menggunakan:
 2 
2 e bx dx = e bx  x − 2 x + 2  , diperoleh:
∫ x
 b b 2 b 3 

 
2 Z
 
r2 2Z − r1  2 
− r1 r1 2r1 2
ao
I1 = ∫ r1 e2 ao
dr1 = e  − + 
 − 2Z  2Z  2  2Z  3 
0  −   −  
 a
o a a 
  o   o  
r2
 − 2Z r  
 1
 r12 a o r1a o2 a 3o 
= e a o  − − − 
 

2Z 2Z 2 4Z 3  
 0
2Z
− r2 
ao  r22 a o r2 a o2 a o3   a o3 
=e − − − − −
 2Z 2 Z 2 4 Z 3   4Z 3 

 2Z 2Z 2Z 
 a o 2 − ao r2 a o2 − r2
ao a o3 − ao r2 a o3 
=− r2 e − r2 e − e + 
 2Z 2Z 2 4Z 3 4Z 3 
 
bx 1 ( bx − 1)
Dengan menggunakan ∫ xe bx dx = e , diperoleh:
b2
Bab IX Metode Perturbasi/ 193

2Z 2Z
∞ − r1 −
r1 2   2Z  
ao  −
I 2 = ∫ r1 e r − 1
ao
dr1 = e a o 
  a o  1 
r2 4Z 2  

 − 2Z r   −
2Z
r2  
 a o 1  a o a o2   ao  a o a o2 

= e − r − 0 − e − r −
 2 Z 1 4Z 2   
=
 2 Z 2 4Z 2
      
  r2  
 −
2Z 2Z 
2Z a r2
a 2 − r2 
− r2  2   o r e ao + o e ao 
ao  a a 2
= −e − o r2 − o  =  2 Z 4Z 2 
 2Z 2
4Z   

Selanjutnya I1 dan I2 dimasukkan ke dalam (9-54a):


2Z  2Z 2Z 2Z 
6 2 ∞ − − r2 2 − r2 3 − r2
16 Z e ' r2
 a a a a o3 
∫ r2 e
a o 2 a o a o a
 − 2 Z r2 e − r e − e + dr
o o o o
E (1) = 2 2 3 2
a o6 0  2 Z 4 Z 3
4 Z 
 
2Z  2Z 2Z 
∞ − r2  − r2 − r2 
16 Z 6 e' 2 2 ao  a o ao a o2 ao 
+
a 6o
∫ r2 e  2 Z
r2 e +
4Z 2
e

dr2
0
 
∞ 4Z 2Z 4Z 2Z 
16 Z 6 e' 2  a o 3 − ao r2 a o2 2 − ao r2 a o3 − r2
a o3 − r2

∫  2Z 2
ao ao
= − r e − r e − r e + r e dr2
2 2 3 2 3 2
a o6 0 2Z 4Z 4Z 
 

∞ 
4Z 2Z 
− r2 − r2 
16 Z 6 e' 2 ao 3 a a o2 ao 
+ ∫  2Z r2 e o + r22 e dr2
a 6o 0 4Z 2 
 
16 Z 6 e' 2  a o  a o  a o3  a o  
4 3 2 2
a o2  a o  a o3  a o 
E (1) = − 3!  − 2!  −   + . 
a o6  2Z  4 Z  2Z 2  4Z  4Z 3  4Z  4 Z 3  2 Z  

16 Z 6 e' 2  a o  a o   a o  
4 3
a o2
+ 3!  + 2!  
a o6  2 Z  4Z  4 Z 2  4 Z  

16 Z 6 e' 2  1  a o  1  a o  
5 5 5 5
1  ao  1  ao 
E (1) = − 3.  − 6   − 6   + 4  
a o6  2 8  Z  2  Z  2  Z  2  Z  

16 Z 6 e' 2  1  a o  1  a o  
5 5
+ .3.  + 7  
a o6  2 8  Z  2  Z  
Bab IX Metode Perturbasi/ 194

5
16 Z 6 e' 2  a o   1 1 1 1 
E (1) = 6
  − 6 − 6 + 4 + 7 
ao  Z   2 2 2 2 
5
16 Z 6 e' 2  a o   2 2 8 1 
= 6
  − 7 − 7 + 7 + 7 
ao  Z   2 2 2 2 
5
16 Z 6 e' 2  a o   5 
=    
a o6  Z   2 7 

Jadi:

5Z  e' 2 
E (1) =   (9-55)
8 a 
 o 
Jika diaplikasikan pada helium, Z = 2, persamaan (9-55) menjadi:

10  e' 2  10  e' 2
 = 
 10
=
 4 .13,606 eV = 34,0 eV
(1) =
E 8  a o  4  2a
  o 
Jadi aproksimasi untuk helium ground dengan memperhitungkan sampai dengan koreksi
order pertama adalah:

E (o) + E (1) = −108,8 eV + 34,0 eV = −74,8 eV (9-56)

Dengan koreksi seperti, kesalahannya terhadap energi ground state yang sesungguhnya
adalah 5,3 %.
Kita telah berhasil menghitung koreksi order pertama untuk gelombang. Untuk
menghitung koreksi energi kedua dibutuhkan koreksi order pertama untuk fungsi
gelombang, yang dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap elemen matrik dari 1/r12 mulai
dari ground state tak terperturbasi sampai dengan seluruh state tereksitasi termasuk state
kontinum dan melakukan penjumlahan serta integrasi. Tidak seorangpun yang telah
berhasil menggambarkan bagaimana mengevaluasi secara langsung semua konstribusi

untuk E ( 2 ) . Perlu dicatat bahwa efek ψ (1) ( koreksi fungsi order pertama), bercampur

dengan fungsi gelombang dari konfigurasi lain, selain 1s2; hal ini kita sebut konfigurasi
interaksi. Memang, kontribusi terbesar yang berpengaruh terhadap fungsi gelombang
helium yang sesungguhnya, berasal dari konfigurasi 1s2, yang merupakan fungsi
gelombang order nol tak terperturbasi.
Bab IX Metode Perturbasi/ 195

E ( 2) untuk helium ground state telah dievaluasi dengan metode variasi-perturbasi


[persamaan (9-37)]. Untuk memperoleh aproksimasi dengan koreksi yang sangat akurat,
Scherr dan Knight (1963) menggunakan fungsi variasi yang terdiri atas 100 suku untuk
memperoleh koreksi (sampai order keenam) fungsi gelombang. Fungsi ini kemudian
dipergunakan untuk menghitung koreksi energi sampai order ke 13. Berdasarkan
perhitungan yang pernah dilakukan oleh J. Midtal (1965), besarnya koreksi energi order

kedua E ( 2) = −4,3 eV sedang order ketiga E (3) = +0,1 eV . Sampai dengan koreksi order
ketiga, aproksimasi energi ground state untuk helium adalah:
E = E (o) + E (1) + E ( 2) + E (3)

= −108,8 eV + 34,0 eV −4,3 eV + 0,1 eV = −79,0 eV

yang sesuai dengan nilai eksperimen yaitu −79,0 eV.

9.4 Metode Variasi Untuk Helium Ground State


  
Sebelum ini, telah kita nyatakan bahwa Hamiltonian untuk helium adalah H = H o + H '

dan fungsi eigen untuk H o adalah ψ (o) sebagaimana dinyatakan dalam persamaan (9-49).

Apakah yang terjadi seandainya kita menggunakan fungsi gelombang ground state

perturbasi order nol ψ g(o) sebagai fungsi variasi φ dalam integral variasional?. Jika itu yang

 
dilakukan, maka integral variasional φ H φ = φ H φ menjadi:
    
φ H φ = ψ g(o) H o + H' ψ g(o) = ψ g(o) H oψ g(o) + H'ψ g(o)

(o)  o (o) (o)  (o)


= ψ g H ψ g + ψ g H'ψ g = E g(o) + E g(1) (9-57)

Jadi dengan menggunakan ψ g(o) sebagai fungsi variasi dihasilkan energi yang sama dengan

yang dihasilkan oleh perturbasi sampai dengan order pertama.


Sekarang akan kita bahas fungsi variasi untuk atom helium ground state. Jika kita

menggunakan ψ g(o) sebagaimana (9-49), hasil yang diperoleh adalah sama dengan hasil
Bab IX Metode Perturbasi/ 196

perturbasi order pertama yaitu −74,8 eV. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, marilah
kita masukkan sebuah parameter ke dalam (9-49). Kita akan mencoba menggunakan
fungsi:
3 ζ ζ
1ζ  − ao r1 − ao r 2
φ =   e .e (9-58)
π  ao 
Persamaan (9-58) tersebut diadopsi dari (9-49) yang nomor atom Z diganti parameter

variasional ζ (baca: zeta). Parameter ζ mempunyai interpretasi fisik yang sederhana.


Karena sebuah elektron cenderung menghalangi yang lain dari inti atom, akibatnya muatan
inti efektif yang diterima oleh masing-masing elektron lebih kecil dari pada muatan penuh
inti yaitu +Z. Jika sebuah elektron, terhalang secara penuh dari inti, maka kita nyatakan

bahwa muatan inti efektif adalah Z−1; karena kedua elektron dalam helium ground state
berada pada orbital yang sama, akibatnya maka tidak mungkin masing-masing saling

menghalangi secara penuh, jadi diperkirakan nilai ζ berkisar antara Z−1 sampai Z.
Sekarang kita akan mengevaluasi integral variasional. Untuk melancarkan hal ini,
kita tulis kembali Hamiltonian (9-39) dalam bentuk:

 ζe' 2 ζe' 2 
2 2
 e' 2 e' 2 e' 2
H 
= − ∇ 2
1 − − ∇ 2
2 −  + ( ζ − Z ) + ( ζ − Z ) + (9-59)
 2me r1 2me r2  r1 r2 r12

Masuknya parameter ζ ke dalam (9-39) hingga membentuk (9-59) tidak mengubah nilai
Hamiltonian (9-39), artinya (9-59) adalah sama dengan (9-39). Suku-suku yang berada
dalam kurung kurawal adalah jumlah dari Hamiltonian mirip hidrogen untuk inti yang

bermuatan ζ; sementara itu, persamaan (9-58) adalah hasil kali dua fungsi 1s mirip

hidrogen dengan muatan inti ζ.. Oleh karena itu, jika suku dalam kurung itu beroperasi

pada φ, berarti kita mempunyai sebuah persamaan eigen dan nilai eigen-nya adalah jumlah

energi 1s mirip hidrogen dengan muatan inti ζ. Jadi:

 e' 2 
 2
ζe' 2 2 2
ζe'   
− ∇12 − − ∇ 22 −  a 
 2me r1 2me r2  φ = −2 ζ2  o φ (9-60)

Dengan menggunakan (9-59) dan (9-60), kita memperoleh:


Bab IX Metode Perturbasi/ 197

 2 2
2 e' 2 e' φ *φ
∫ φ * H φ d τ = − ζ
ao ∫ φ * φ d τ + (ζ − Z ) e '
ao ∫ r1

e' 2 φ * φ 2 φ *φ
+ (ζ − Z )e' 2 ∫ dτ + e' ∫ dτ (9-61)
ao r2 r12

Kita ambil ƒ1 sebagai fungsi ternormalisasi dari orbital 1s mirip hidrogen dengan muatan

inti ζ bertautan dengan elektron 1; dan kita ambil fungsi sejenis yaitu ƒ2 untuk elektron 2:

3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
   
ƒ1 = 1  ζ ƒ2 = 1  ζ
1 2
ao ; ao
  e   e (9-62)
π 1/ 2  ao  π 1/ 2  ao 
dengan catatan φ = ƒ1.ƒ2. Selanjutnya kita evaluasi integral-integral yang berada dalam
persamaan (9-61)

∫ φ * φ dτ = ∫∫ƒ
8
1 1 ƒ ƒ28ƒ2 dτ1 dτ2 = 1

ƒ18ƒ1 ƒ28ƒ2 ƒ18ƒ1 ƒ18ƒ1


φ *φ ƒ28ƒ2
∫ r1 dτ = ∫∫ r1
dτ1 dτ2 = ∫ r1
dτ1 . ∫ dτ2 = ∫ r1
dτ1 .

3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
1 ζ  ao
1 1 ζ  ao
1
  e . 1 / 2   e
= π / 2  a o
∞ 1
 π  ao 
π 2π

∫ r1
r12 dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
0 0 0

3∞ 2ζ π 2π
− r1
1ζ 
∫ r1e dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
ao
=  
π  ao  0 0 0

3
{ }
2
1ζ   ao 
=     − [ cos θ 1 ] π0 ( 2π )
π  ao   2ζ 
3 2
1ζ   ao  ζ
=     { 2}( 2π ) =
π  ao   2ζ  ao

Dengan cara yang sama diperoleh:


φ *φ ζ
∫ r2
dτ =
ao
Bab IX Metode Perturbasi/ 198

φ *φ
Akhirnya kita harus mengevaluasi e' ∫
2
dτ . Ini persis sama dengan (9-52), hanya Z
r12

diganti ζ, sehingga hasilnya analog dengan (9-55), yaitu:

φ *φ 5ζ  e' 2 
e' 2 ∫ r12 = 8  a
d τ 
 (9-63)
 o 
Jadi integral variasional (9-61) mempunyai nilai:
  2 5  e' 2
∫ φ * H φ d τ =  ζ − 2 Zζ + ζ 
 8  ao
(9-64)

Sebagai pengujian, jika kita menggunakan ζ = Z dalam (9-64) akan kita peroleh bahwa
nilai (9-64) tepat sama dengan hasil teori perturbasi order pertama, (9-50) ditambah (9-
55).
Sekarang kita mencari nilai parameter ζ agar integral variasional bernilai minimal.

∂   5  e' 2 
 =0
∂ζ ∫
φ * H φ d τ =  2ζ − 2Z + 
 8  a o 

ζ = Z − 5/16 (9-65)

Sebagai antisipasi, muatan inti efektif terletak antara Z dan Z−1. Dengan menggunakan (9-
65) dan (9-64), kita peroleh:
2
  5 25  e' 2  5  e' 2

2
φ * H φ d τ =  − Z + Z −  = −  Z −  (9-66)
 8 256  a o  16  a o

Dengan meletakkan Z = 2, kita memperoleh aproksimasi untuk energi helium ground state

yaitu −(27/16)

e’2/ao = −(729/)e’2/2ao = − eV. Dibandingkan dengan nilai yang sesungguhnya yaitu −79,0
2

eV , kesalahannya adalah 1,9 %. Jadi, dengan memasukkan parameter ζ, kesalahan yang


semula 5,3% turun menjadi tinggal 1,9 %.
Bagaimana kita memperbaiki hasil integral variasional ? Kita dapat mencoba fungsi
yang mempunyai bentuk umum (9-58), yaitu perkalian dua fungsi, yaitu fungsi elektron 1
dan fungsi elektron 2.
φ = u(1). u(2) (9-67)
Bab IX Metode Perturbasi/ 199

Namun, kita dapat menggunakan berbagai bentuk u dalam (9-67) sebagai ganti dari bentuk
eksponensial tunggal sebagaimana digunakan pada (9-58). Prosedur sistematik untuk
memperoleh fungsi u yang menghasilkan nilai integral variasional terkecil akan dibahas di
bab XI. Prosedur itu menunjukkan bahwa pilihan terbaik untuk u dalam (9-67)

menghasilkan integral variasional −77,9 eV, yang masih mempunyai kesalahan 1,4 %. Hal
ini menimbulkan pertanyaan, mengapa (9-67) tidak dapat menghasilkan integral variasional

yang tepat sama dengan −79,0 eV ?. Jawabnya adalah, ketika kita menulis fungsi (9-67),
dalam bentuk perkalian dua fungsi terpisah untuk masing-masing elektron, kita telah

membuat sebuah aproksimasi. Perlu dicatat, bahwa terminologi Hamiltonian e' 2 / r12

dalam persamaan Schrodinger untuk helium merupakan kuantitas yang bersifat sebagai
satu kesatuan dan tidak separabel. Untuk dapat mencapai energi ground state yang
sesungguhnya, kita membutuhkan fungsi yang tidak sesederhana (9-67).
Model atom Bohr yang memberikan penjelasan mengenai energi secara tepat dan
memuaskan untuk atom hidrogen, ternyata gagal ketika diterapkan untuk helium.
Kemudian, pada hari-hari awal lahirnya mekanika kuantum, ada teori baru yang
memberikan perlakuan yang akurat untuk helium. Teori baru tentang helium ini diprakarsai
oleh Hylleraas pada tahun 1928-1930. Dia menggunakan fungsi variasi yang
memperhitungkan jarak antar elektron r12 secara eksplisit. Hal ini memungkinkan orang
untuk membicarakan berapa besar efek yang diberikan oleh sebuah elektron dalam
pergerakannya, terhadap elektron yang lain. Fungsi yang dipergunakan oleh Hylleraas
adalah:

 − ζ r1 − ζ r 2 
 ao
φ = N e .e ao
(1 + b r 12 )  (9-68)
 

N adalah tetapan normalisasi, ζ dan b adalah parameter variasional. Karena:

[
r12 = ( x1 − x 2 ) 2 + ( y1 − y 2 ) 2 + ( z1 − z 2 ) 2 ]
1/ 2
(9-69)

akibatnya fungsi (9-68) bersifat tidak sesederhana bentuk perkalian fungsi (9-67).
Minimalisasi terhadap integral variasional terhadap masing-masing parameter,
Bab IX Metode Perturbasi/ 200

menghasilkan parameter ζ = 1,849 dan b = 0,364/ao dan energi ground state −78,7 eV,
yang artinya, kesalahannya 0,3 eV atau 0,38 %. Dengan menggunakan fungsi yang lebih
rumit (terdiri atas 6 suku dan mengandung r 12), Hylleraas berhasil memperoleh energi
ground state helium dengan kesalahan hanya %.
Pekerjaan Hylleraas, dikembangkan oleh para ahli lain. Dengan menggunakan
fungsi variasi yang terdiri atas 1078 suku, Pakeris memperoleh energi ground state helium

−2,903724375 (e' 2 / a o ) . Dengan mempergunakan fungsi yang lebih disempurnakan,

Schwartz memperbaiki hasil kerja Pakeris, dan memperoleh energi ground state helium −

2,903724375 (e' 2 / a o ) . Hasil ini hanya berbeda dalam rentang 10−9 (e' 2 / a o ) terhadap

energi ground state helium non relativistik yang sesungguhnya (Levine, 1998)
Kalkulasi variasional terhadap litium ground state menggunakan fungsi 60 suku

dan mengandung r12 , r23 dan r13 menghasilkan energi ground state −7,47802 (e' 2 / a o ) .

Bandingkan dengan energi litium ground state yang sesungguhnya, −7,47807 (e' 2 / a o ) .

Kalkulasi variasional dengan fungsi yang mengandung r ij menjadi sangat rumit untuk atom
berelektron banyak karena akan melibatkan suku yang sangat banyak serta integral yang
sangat rumit.

9.6 Teori Perturbasi untuk Level Energi Degenerate


Sekarang kita akan membahas level energi yang derajad degenerasinya adalah d.
Tentu saja kita mempunyai d fungsi gelombang tak terperturbasi yang linear independen.
Kita akan memberi label 1, 2, 3, . . .d untuk state dari level-level degenerate itu.
Persamaan Schrodinger tan terperturbasinya adalah:

H oψ n(o ) = E n(o )ψ n(o ) (9-70)

dengan

E1(o ) = E 2( o) = E 3(o ) ......E d(o ) (9-71)

 2 2
2 e' 2 e' φ *φ
∫ φ * H φ d τ = − ζ
ao ∫ φ * φ d τ + (ζ − Z ) e '
ao ∫ r1

Bab IX Metode Perturbasi/ 201

e' 2 φ *φ 2 φ *φ
+ (ζ − Z )e' 2 ∫ dτ + e' ∫ dτ (9-61)
ao r2 r12

Kita ambil ƒ1 sebagai fungsi ternormalisasi dari orbital 1s mirip hidrogen dengan muatan

inti ζ bertautan dengan elektron 1; dan kita ambil fungsi sejenis yaitu ƒ2 untuk elektron 2:

3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
   
ƒ1 = 1  ζ ƒ2 = 1  ζ
1 2
ao ; ao
 e  e (9-62)
1/ 2  a 1/ 2  a
π  o  π  o 
dengan catatan φ = ƒ1.ƒ2. Selanjutnya kita evaluasi integral-integral yang berada dalam
persamaan (9-61)

∫ φ * φ dτ = ∫∫ƒ
8
1 1 ƒ ƒ28ƒ2 dτ1 dτ2 = 1

ƒ18ƒ1 ƒ28ƒ2 ƒ18ƒ1 ƒ18ƒ1


φ *φ ƒ28ƒ2
∫ r1 dτ = ∫∫ r1
dτ1 dτ2 = ∫ r1
dτ1 . ∫ dτ2 = ∫ r1
dτ1 .

3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
1 ζ  ao
1 1 ζ  ao
1
  e . 1 / 2   e
= π / 2  a o
∞ 1
 π  ao 
π 2π

∫ r1
r12 dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
0 0 0

3∞ 2ζ π 2π
− r1
1ζ 
∫ r1e dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
ao
=  
π  ao  0 0 0

3
{ }
2
1ζ   ao 
=     − [ cos θ 1 ] π0 ( 2π )
π  ao   2ζ 
3 2
1ζ   ao  ζ
=     { 2}( 2π ) =
π  ao   2ζ  ao

Dengan cara yang sama diperoleh:


φ *φ ζ
∫ r2
dτ =
ao

φ *φ
Akhirnya kita harus mengevaluasi e' ∫
2
dτ . Ini persis sama dengan (9-52), hanya Z
r12

diganti ζ, sehingga hasilnya analog dengan (9-55), yaitu:


Bab IX Metode Perturbasi/ 202

φ *φ 5ζ  e' 2 
e' 2 ∫ r12 = 8  a
d τ 
 (9-63)
 o 
Jadi integral variasional (9-61) mempunyai nilai:
  2 5  e' 2
∫ φ * H φ d τ =

ζ − 2 Z ζ + ζ
8  ao
(9-64)

Sebagai pengujian, jika kita menggunakan ζ = Z dalam (9-64) akan kita peroleh bahwa
nilai (9-64) tepat sama dengan hasil teori perturbasi order pertama, (9-50) ditambah (9-
55).
Sekarang kita mencari nilai parameter ζ agar integral variasional bernilai minimal.

Problem perturbasinya adalah:



Hψ n = E nψ n (9-72)
  
H = H o + λH ' (9-73)

Apabila λ semakin mendekati nol, nilai eigen pada (9-72) semakin mendekati nilai

eigen (9-70); jadi kita mempunyai lim λ →0 E n = E n( o) . Ini juga berarti bahwa untuk λ

mendekati 0, fungsi eigen persamaan (9-72) mendekati fungsi eigen (9-70). Apakah ini

berarti bahwa lim λ →0 ψ n = ψ n(o ) ? Jawabnya adalah, tidak harus demikian. Jika E n(o) non


degenerate, fungsi ψ n(o) ternormalisasi yang berasal dari H o dengan nilai eigen E n(o)

merupakan fungsi yang unik, dan kita boleh yakin bahwa lim λ →0 E n = E n( o) . Namun, jika

nilai eigennya berlevel d-fold degenerate, maka solusi untuk persamaan (9-70) adalah
kombinasi linear berikut:

c1ψ 1(o ) + c 2ψ 2(o ) + . . . . + c d ψ d(o ) (9-74)

dengan nilai eigen (9-71). Himpunan secara linear, fungsi ternormalisasi:

ψ 1(o) + ψ 2(o) + . . . + ψ d(o)

yang kita gunakan sebagai fungsi eigen untuk state yang terdegenerate adalah fungsi yang
tidak unik karena akan ada d macam fungsi yang nilai eigennya sama. . Dengan
Bab IX Metode Perturbasi/ 203

menggunakan (9-74) kita dapat menyusun himpunan-himpunan fungsi ternormalisasi


berderajat degenerate d yang banyaknya tak terhingga. Sebagai contoh, untuk state 2p

atom hidrogen yang bersifat 3-fold degenerate, kita dapat menggunakan fungsi 2p−1, 2p0
dan 2p+1, atau fungsi 2px , 2py dan 2pz atau himpunan 3 fungsi independen yang lain untuk
disusun menjadi kombinasi linear. Untuk eigen terperturbasi yang mengalami d-fold

degenerate, dapat dinyatakan bahwa seandainya λ mendekati nol, kombinasi linear yang
dihasilkan adalah:
d
lim ψ n = ∑ c iψ i(o ) , 1≤ n ≤ d (9−75)
λ →0 i =1

Tugas kita yang pertama adalah menentukan fungsi gelombang order nol (9-75) untuk

perturbasi H ' . Jika fungsi yang akan kita tentukan itu kita beri nama φ n(o) , maka:
d
ψ n(o) = ∑ c iψ i(o) , 1≤ n ≤ d (9-76)
i =1

Masing-masing fungsi ψ n(o) dalam (9-76) mempunyai koefisien yang berbeda. Himpunan

fungsi order nol yang benar bergantung pada bentuk perturbasi H ' .
Perlakuan terhadap level d-fold degenerate berlangsung sebagaimana perlakuan

pada non degenerate (sub bab 9.2), tentu saja kita gunakan φ n(o) sebagai ganti untuk ψ n(o) .

Sebagaimana (9-13) dan (9-14), kita telah mempunyai:


ψn = φd(0) + λ ψn(1) + λ2ψn(2) + λ3 ψn(3) + . . n = 1, 2, ...d (9-77)

En = Ed(0) + λ En(1) + λ2En(2) + λ3En(3) + . . . n = 1, 2, ...d (9-78)


dimana pada perlakuan ini (9-71) juga digunakan. Substitusi (9-77) dan (9-78) ke dalam

persamaan Schrodinger Hψ n = E nψ n , menghasilkan:
 
( H o + λH ' ) (φn(0) + λ ψn(1) + λ2ψn(2) + λ3 ψn(3) + . .)

= (Ed(0) + λ En(1) + λ2En(2) + λ3En(3) + . . .) (φn(0) + λ ψn(1) + λ2ψn(2) + λ3 ψn(3) + . .)

Penyamaan suku yang mempunyai koefisien λ0 pada persamaan tersebut, menghasilkan


H oφ n(o) = E d(o) φ n(0) . Dengan teorema pada bab 3 sub bab 3.6, masing-masing kombinasi
Bab IX Metode Perturbasi/ 204


linear φ n(0) (n = 1,2 . . . d) adalah fungsi eigen dari H o dengan nilai eigen E n(o) , dan

persamaan tersebut tidak memberikan informasi baru.


Penyamaan suku yang mempunyai koefisien λ11111111 1 1 menghasilkan:
 
H oψ n(1) + H ' φ n(o ) = E d(o )ψ n(1) + E n(1)φ n(o )
 
H oψ n(1) − E d(o )ψ n(1) = E n(1)φ n(o) − H ' φ n(o) , n = 1,2, . . .d (9-79)

Selanjutnya (9-79) dikalikan dengan ψ m(o)* dan dintegralkan seluruh ruang dengan m

adalah salah satu state yang berada dalam level d-degenerate tak terperturbasi, jadi m
terletak antara 1 dan d atau 1 ≤ m ≤ d .

( ) 
(
ψ m(o)* H oψ n(1) − E d(o)ψ n(1) = ψ m(o)* E n(1)φ n( o) − H ' φ n(o) )
Jika tanda * tidak ditulis dan diadakan penataan , diperoleh:

( 
) ( ) (
) (
ψ m(o) H o ψ n(1) − E d(o ) ψ m(o) ψ n(1) = E n(1) ψ m(o) φ n(o ) − ψ m(o ) H ' φ n(o ) , 1 ≤ m ≤ d )
(9-80)
(o)  o (1) (o ) (o ) (1)
Dari persamaan (9-20) kita mempunyai ψ m H ψ n = E m ψ m ψ n = 0. ( ) ( )
(o)  o (1) (o ) (o )
Dari (9-71) kita E m(o) = E d(o ) untuk 1 ≤ m ≤ d , jadi ψ m H ψ n = E d ψ m ψ n
(1)
( ) ( )
juga = 0, sehingga (9-80) menjadi:

( 
) (
ψ m(o ) H ' φ n(o ) − E n(1) ψ m(o) φ n(o ) = 0 , ) 1≤ m ≤ d (9-80a)

Substitusi kombinasi linear (9-76) ke dalam (9-80a) menghasilkan:

 (o )  d   d 
ψ m H '
 ∑ ciψ i(o)  − E n(1)  ψ m(o) ∑ ciψ i(o)  = 0
 i =1   i =1 
atau:

c ψ
d
∑ i m (
(o ) 
H ' ψ (o)
i − E (1)
d
)
n ∑ ci ψ m ψ i
(o ) (o )
=0 ( ) (9-81)
i =1 i =1

Fungsi gelombang order nol ψ i(o) (i – 1, 2, . . d) untuk level degenerate selalu dapat

dipilih yang ortonormal, sehingga berlaku:


Bab IX Metode Perturbasi/ 205

(ψ (o) ( o)
m ψi )=δ mj (9-82)

untuk rentang m dan i antara 1 dan d. Jika (9-82) dimasukkan ke dalam (9-81) kita
peroleh:

 d
( )

d
( o) 
∑ ψ m H ' ψ i − E n ∑ δ mj  c i = 0 ,
(o ) (1)
m = 1, 2, . . .d (9-83)
 i =1 i =1 

Persamaan (9-83) ini merupakan himpunan d persamaan homogen linear dari d koefisien
 (o)
yang tak diketahui. Jika agar tampak sederhana, ψ m(o ) H ' ψ i ( )  '
ditulis H mi , maka

persamaan (9-83) dapat dijabarkan menjadi:


 '  '  '
( H 11 − E n(1) )c1 + H 12 c 2 + . . . . . . + H1d cd = 0
 '  ' 
H 22 c1 + ( H 11 − E n(1) )c 2 + . . . . . . + H '2d c d = 0 (9 - 84)
...............................................
   '
H d' 1c1 + H 'd2 c 2 + . . . . . . + ( H 11 − E n(1) )c d = 0

Agar himpunan persamaan linear (9-84) memiliki solusi trivial, determinan koefisien
himpunan tersebut harus nol, jadi:

(( (o)
)
det ψ m(o) H ' ψ i − E n(1) δ mj = 0 ) (9-85)
 '  '  '
( H 11 − E n(1) ) H 12 ...... H1d
 '  ' 
H 21 ( H 22 − E n(1) ) . . . . . . H '2d
=0 (9 - 86)
...............................................
  '
H d' 1 H 'd2 ...... ( H dd − E n(1) )

Persamaan (9-86) disebut persamaan sekular, yang merupakan persamaan aljabar

berderajat d dinyatakan dalam E n(1) . Tentu saja persamaan ini mempunyai akar sebanyak d,

yaitu E1(1) , E 2(1) , . . . , E d(1) , yang merupakan koreksi order pertama untuk level d-

degenerate tak terperturbasi.


Bab IX Metode Perturbasi/ 206

Jika akar-akarnya semuanya berbeda, maka koreksi perturbasi order pertama memecah
level d-fold degenerate tak terperturbasi menjadi sebanyak d level energi perturbasi yang
saling berbeda yaitu:

E d(o) + E1(1) ; E d(o ) + E1( 2) ; . . . . . . E d(o) + E d(1)

Jika ada beberapa akar yang sama maka pemecahannya tidak lengkap menjadi sebanyak d
level perturbasi. Namun, untuk pembahasan kali ini, kita akan mengasumsikan bahwa
akar-akar (9-86) saling berbeda.
Setelah mendapatkan d macam nilai koreksi energi order pertama, kita akan
kembali ke (9-84) untuk mendapatkan nilai ci yang belum diketahui, yang merupakan
penentu fungsi gelombang order yang sesungguhnya. Untuk menentukan fungsi
gelombang order nol :

φ n(o) = c1ψ 1(o) + c 2ψ 2(o) + . . . . + c dψ d(o) (9-87)

yang energinya adalah akar E n(1) , kita harus menyelesaikan (9-84) untuk c2, c3, . . . cd

dinyatakan dalam c1 dan kemudian c1 dihitung melalui normalisasi. Penggunaan (9-87) ke

(o ) (o)
dalam φ n φ n = 1 menghasilkan:

d

2
c1 =1 (9-88)
k =1

Untuk setiap akar E n(1) , (n = 1, 2, . . ., d), kita mempunyai himpunan-himpunan koefisien

c1 yang berbeda yang akan memberikan fungsi gelombang order nol sesungguhnya yang
berbeda juga. Dalam sub bab berikutnya akan ditunjukkan bahwa:
( o)  (o )
E n(1) = φ n H ' φ n , n = 1, 2, . . ., d (9-89)

yang sama dengan formula untuk non degenerate (9-22), tetapi tentu saja hanya fungsi
yang dipergunakan.
Dengan prosedur yang sama dengan kasus degenerate itu, sekarang kita dapat
menghitung koreksi order pertama untuk fungsi gelombang order nol serta dengan
demikian juga dapat menghitung koreksi energi order kedua.
Bab IX Metode Perturbasi/ 207


Sebagai contoh, akan kita lihat efek perturbasi H ' terhadap level energi degenerate
terendah dari partikel dalam box tiga dimensi. Kita telah tahu bahwa tiga state terendahnya

(o) (o ) (o )
adalah ψ 2,1,1 , ψ 1,2,1 dan ψ 1,1,2 . Fungsi-fungsi tersebut ortonormal, dan persamaan sekular

(9-86) adalah:
(o )  ( o) (o )  (o ) ( o)  (o )
ψ 211 H 'ψ 211 − E n(1) ψ 211 H 'ψ 121 ψ 211 H 'ψ 112
(o )  (o ) (o )  ( o) (o)  (o )
ψ 121 H 'ψ 211 ψ 121 H 'ψ 111 − E n(1) ψ 121 H 'ψ 112 =0
(o )  (o ) (o )  (o ) (o )  (o )
ψ 112 H 'ψ 211 ψ 112 H 'ψ 121 . ψ 112 H 'ψ 112 − E n(1)

Penyelesaian persamaan tersebut menghasilkan koreksi energi order pertama:

E1(1) ; E 2(1) ; E 3(1) (9-90)

Jadi melalui koreksi order pertama, level degenerate tripel tak terperturbasi, pecah menjadi
tiga level, yaitu:

(6h 2 / 8ma 2 ) + E1(1) ; (6h 2 / 8ma 2 ) + E 2(1) ; (6h 2 / 8ma 2 ) + E 3(1)

Dengan menggunakan akar-akar (9-90) kita akan memperoleh himpunan-himpunan


persamaan simultan (9-84). Jika masing-masing himpunan ini diselesaikan, akan kita
peroleh tiga himpunan koefisien yang membedakan ketiga fungsi gelombang order nolnya.

9.6 Penyederhanaan Persamaan Sekular


Penyelesaian persamaan sekular (9-86) akan lebih mudah jika elemen-elemen determinan
selain elemen diagonal bernilai nol. Dalam sebagian besar kasus, elemen-elemen di luar
elemen diagonal adalah nol, sehingga (9-86) dapat ditulis:
 '
( H 11 − E n(1) ) 0 ...... 0
 '
0 ( H 22 − E n(1) ) . . . . . . 0
=0 (9 - 91)
...............................................
 '
0 0 ...... ( H dd − E n(1) )

(H '
11 )(
− E n(1) H 22
'
)
− E n(1) . . . . . . . . H dd
'
(− E n(1) = 0 )
E1(1) = H 11
'
; E 2(1) = H 22
'
; ...... ; E d(1) = H dd
'
(9-92)
Bab IX Metode Perturbasi/ 208

Sekarang kita akan menentukan fungsi gelombang order pertama. Kita akan
mengasumsikan bahwa akar-akar (9-92) masing-masing berbeda satu terhadap yang lain.

Untuk akar E n(1) = H 11


'
, persamaan (9-84) menjadi:

0 =0

(H '
22 )
' c =0
− H 11 2

...................

(H '
dd
'
− H 11 )
cd = 0

Karena kita mengasumsikan bahwa semua akar-akarnya berbeda, tentu saja nilai

(H '
22
'
− H 11 ) '
, . ., H dd (
'
− H 11 )
, tidak mungkin nol. Dengan demikian,

c2 = 0, c3 = 0 , . . . . . cd = 0
Kondisi normalisasi pada (9-88) menghasilkan c1 = 1. Jadi fungsi gelombang order nol

' adalah
yang sesungguhnya berdasarkan koreksi energi perturbasi order pertama H 11

[(persamaan 9-76)]:

φ1( 0 ) = ψ 1( 0 )

' , diperoleh:
Dengan cara yang sama, untuk akar H 22

φ 2( 0 ) = ψ 2( 0 )

Dengan menggunakan akar-akarnya yang tersisa, dan dengan cara yang sama pula,
diperoleh:

φ 3( 0 ) = ψ 3( 0 ) , . . . ., φ d( 0 ) = ψ d( 0 )

Jadi, jika determinan sekular berbentuk determinan diagonal, maka fungsi ψ 1( 0 ) , ψ 2( 0 ) , . . .

ψ d( 0 ) yang kita asumsikan merupakan fungsi gelombang terperturbasi order nol yang

sesungguhnya.
Kebalikan dari pernyataan di atas, juga benar. Jika fungsi-fungsi yang kita
asumsikan ternyata adalah fungsi perturbasi yang benar, maka determinan sekularnya

merupakan determinan diagonal. Dari φ1( 0 ) = ψ 1( 0 ) , kita koefisien pada ekspansi


Bab IX Metode Perturbasi/ 209

d
φ1( 0 ) = ∑ ciψ i( 0 ) adalah c1 = 1, dan c2 = c3 = . . . = cd = 0, jadi untuk n = 1, himpunan
i =1

persamaan simultan (9-84) menjadi:


'
H 11 − E1( 0 ) = 0 , '
H 21 = 0 , .. . . . . . H d' 1 = 0

Aplikasi hal yang sama untuk fungsi φ n( 0 ) yang lain, membawa kita pada kesimpulan

'
bahwa H mi = 0 untuk i ≠ m . Dengan demikian, penggunaan fungsi order nol akan

membuat determinan sekular menjadi determinan diagonal. Perlu diingat juga bahwa
koreksi energi order pertama dapat diperoleh dengan cara menghitung rata-rata dengan
menggunakan fungsi gelombang order nol, jadi:

E n(1) = H nn
'
= φ n( 0 ) H ' φ n( 0 ) (9-93)

Pada umumnya, jika determinan sekular tidak berbentuk determinan diagonal,


maka bentuknya adalah determinan blok. Sebagai contoh:

 '
( H 11 − E n(1) ) '
H 12 0 0
'  '
H 21 ( H 22 − E n(1) ) 0 0
 ' =0 (9 - 94)
. 0 0 ( H 31 − E n(1) ) '
H 34 .
'  '
0 0 H 43 ( H dd − E n(1) )

Determinan sekular (9-94) mempunyai bentuk yang sama dengan persamaan sekular

variasi linear (8-40) dengan Sij = δij. Dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk
menunjukkan bahwa dua dari fungsi variasi adalah kombinasi linear dari f1 dan f2 dua yang
lain adalah kombinasi linear dari f3 dan f4 [Persamaan (8-45) dan (8-46)], kita dapat

menunjukkan bahwa dua fungsi gelombang order nol adalah kombinasi linear dari ψ 1( 0 )

dan ψ 2( 0 ) sedang dua yang lain adalah kombinasi linear dari ψ 3( 0 ) dan ψ 4( 0 ) :

φ1( 0 ) = c1ψ 1( 0 ) + c 2ψ 2( 0 ) , φ 2( 0 ) = c1'ψ 1( 0 ) + c '2ψ 2( 0 )

φ 3( 0 ) = c3ψ 3( 0 ) + c 4ψ 4( 0 ) , φ 4( 0 ) = c3' ψ 3( 0 ) + c 4' ψ 4( 0 )


Bab IX Metode Perturbasi/ 210

dimana tanda absen digunakan untuk menunjukkan koefisien yang berbeda.


Jika determinan sekular dari teori perturbasi degenerate adalah dalam bentuk
determinan blok, maka persamaan sekular akan pecah menjadi dua atau lebih
persamaan sekular yang lebih kecil, dan himpunan persamaan simultan (9-84) untuk
koefisien ci pecah menjadi dua atau lebih himpunan persamaan simultan yang lebih
kecil.
Selanjutnya, bagaimana kita dapat memilih fungsi-fungsi gelombang order nol yang benar
yang dengan itu kita dapat melakukan simplifikasi terhadap persamaan sekularnya ?. Jika
  
ada operator A yang kommute baik terhadap H o maupun H ' , maka kita dapat memilih
 
fungsi tak terperturbasi yang merupakan fungsi eigen dari operator A . Karena A yang
 
kommute terhadap H o maupun H ' , dengan demikian fungsi eigen pilihan kita itu akan

( 0)
membuat integral H ij' bernilai nol jika ψ i( 0 ) dan ψ j mempunyai nilai eigen berbeda

 
terhadap A (lihat teorema 6 bab 7). Jadi, jika nilai eigen A untuk ψ 1( 0 ) ,ψ 2( 0 ) , . . . . . . , ψ d( 0 )

semuanya berbeda, maka determinan sekularnya akan berbentuk determinan diagonal, dan
kita akan memperoleh fungsi gelombang order nolnya. Jika beberapa nilai eigennya ada
yang sama, maka yang kita peroleh adalah determinan blok. Pada umumnya, fungsi order
nol merupakan kombinasi linear dari fungsi-fungsi tak terperturbasi yang mempunyai nilai

eigen sama terhadap operator A .

9.7 Perturbasi Pada Helium Tereksitasi


Kita telah membahas teori perturbasi untuk helium ground state. Sekarang kita
akan membahas helium tereksitasi yang terendah. Energi tak terperturbasinya dapat
dihitung dengan menggunakan (9-48). Tingkat eksitasi tak terperturbasi yang terendah
mempunyai n1 = 1 dan n2 = 2 atau n1 = 2 dan n2 = 1, dan substitusinya pada (9-48)
menghasilkan:

5Z 2  e' 2 
E ( 0) = −  
8 a 
 o 
Bab IX Metode Perturbasi/ 211

20  e' 2 
 = −5(13,606 eV) = −68,03 eV
= − 2 (9-95)
8  2a o 

Ingat, bahwa level n = 2 untuk hidrogen adalah 4-fold degenerate karena untuk hidrogen
2s dan 2p mempunyai energi yang sama. Jadi level energi tak terperturbasi tereksitasi
pertama adalah 8-fold degenerate; fungsi gelombang tak terperturbasinya adalah:

ψ 1( 0 ) = 1s(1)2 s( 2) ψ 5( 0 ) = 1s (1) 2 p y (2)

ψ 2( 0 ) = 1s(2)2 s (1) ψ 6( 0 ) = 1s (2)2 p y (1)


(9-96)
ψ 3( 0 ) = 1s(1)2 p x (2) ψ 7( 0 ) = 1s (1) 2 p z (2)

ψ 4( 0 ) = 1s (2)2 p x (1) ψ 8( 0 ) = 1s(2)2 p z (1)

dengan 1s(1)2s(2) adalah perkalian antara fungsi hidrogen 1s untuk elektron pertama
dengan fungsi hidrogen 2s untuk elektron kedua. Sebagai contoh, bentuk eksplisit dari

fungsi ψ 8( 0 ) adalah:
5/ 2 3/ 2
1  Z  1  Z 
ψ 8( 0 ) =   r1 .e − Zr1 / 2 ao
cos θ 1 . 1 / 2   e − Zr2 / ao
4( 2π ) 1/ 2
 ao  π  ao 
Kita lebih memilih bentuk real untuk fungsi 2p dari pada bentuk kompleksnya.
Karena level tak terperturbasinya adalah degenerate, kita harus menyelesaikan persamaan

sekularnya. Persamaan sekular (9-86) mengasumsikan bahwa fungsi ψ 1( 0 ) , ψ 2( 0 ) , .......

ψ 8( 0 ) adalah ortonormal. Kondisi ini ternyata dipenuhi. Sebagai contoh:


( 0 )*ψ ( 0 ) dτ
∫ψ 1 1 = ∫∫1s(1) * 2s(2) * 1s(1)2s(2) dτ 1 dτ 2
∫ [1s(1)] dτ1 ∫ [ 2s(2)] 2 dτ 2 = 1 . 1 = 1
2
=

( 0 )*ψ ( 0 ) dτ
∫ψ 1 2 = ∫∫1s(1) * 2s(2) * 1s(2)2s(1) dτ 1 dτ 2
= ∫ 1s (1)2 s(1)dτ 1 ∫ 1s (2)2 s(2)dτ 2 = 0 . 0 = 0
Bab IX Metode Perturbasi/ 212

Karena adalah 8 fungsi tak terperturbasi, jadi determinan sekularnya pasti mempunyai 8 2 =

  
( )
64 elemen. Operator H ' adalah Hermitian, dan H ij' = H 'ji . Juga, karena H ' dan ψ 1( 0 ) .
*


. . . . ψ 8( 0 ) semuanya real, kita mempunyai H ij' ( ) *   '  '
= H 'ji , jadi H ij = H ji . Determinan

sekular bersifat simetrik terhadap diagonal utama. Hal ini membuat pekerjaan
mengevaluasi integral menjadi terpotong sekitar separuhnya.
Dengan menggunakan konsiderasi paritas, kita dapat menunjukkan bahwa sebagian
 '
besar integral bernilai nol. Pertama, marilah kita lihat H 13 :

∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
e' 2
'
H 13 = ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ 1s(1)2 s(2)
r12
1s(1)2 p x (2) dx1 dy1 dz1 dx 2 dy 2 dz 2
− ∞ −∞ − ∞ − ∞ − ∞ − ∞

Fungsi s hidrogen hanya bergantung pada r = (x2 + y2 + z2)½ dan oleh karena itu
merupakan fungsi genap. Fungsi 2px(2) adalah fungsi ganjil terhadap x2, dan r12 dinyatakan
oleh (9-69). Jika kita menginversi ke enam koordinat, r12 tidak berubah:
r12 = [(−x1 + x2)2 + (−y1 + y2)2 + (−z1 + z2)2 ] = r12
 '
Kemudian, jika keenam koordinat pada H 13 diinversi, nilainya berubah menjadi minus

 '
nilai semula. Jadi H 13 tersebut merupakan integral fungsi ganjil, sehingga kita boleh

 '  '  '  '


menyimpulkan bahwa H 13 = 0. Dengan alasan yang sama kita peroleh H 14 = H 15 = H 16 =

 '  '  '  '  '  '  '  '


H 17 = H 18 = 0 dan H 23 = H 24 = H 25 = H 26 = H 27 = H 28 = 0. Sekarang kita akan

 '
mengevaluasi H 35 :

∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
 ' e' 2
H 35 = ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ 1s(1)2 p x (2)
r12
1s (1)2 p y (2) dx1 dy1 dz1 dx 2 dy 2 dz 2
− ∞ −∞ − ∞ − ∞ − ∞ − ∞

Perhatikan pengaruh perubahan x1 → −x2 dan x2 → −x2. Transformasi ini tidak mengubah
harga r12. Fungsi 1s(1) dan 2py(2) tidak terpengaruh oleh perubahan ini, namun 2px(2)
 '
menjadi negatif terhadap nilai semula. Dengan demikian secara keseluruhan nilai H 35
Bab IX Metode Perturbasi/ 213

 '
menjadi negatif terhadap transformasi ini, dan dapat disimpulkan pula bahwa H 35 = 0.

 '  '  '  '  '  '  '


Dengan cara yang sama diperoleh H 36 = H 37 = H 38 = 0 dan H 45 = H 46 = H 47 = H 48 =

 '
0. Dengan melakukan transformasi y1 → −y1 dan y2 → −y2 dapat ditunjukkan bahwa H 57

 '  '  '


= H 58 = H 67 = H 68 = 0. Dengan demikian persamaan sekularnya adalah:
 '
b11 H 12 0 0 0 0 0 0
 '
H 12 b22 0 0 0 0 0 0
 '
0 0 b 33 H 34 0 0 0 0
 '
0 0 H 34 b 44 0 0 0 0
 ' =0 (9-97a)
0 0 0 0 b 55 H 56 0 0
 '
0 0 0 0 H 56 b 66 0 0
 '
0 0 0 0 0 0 b 77 H 78
 '
0 0 0 0 0 0 H 78 b88

bii = H ii' − E (1) i = 1, 2, ....., 8

Determinan sekularnya berbentuk determinan blok, dan hasilnya adalah perkalian empat
buah determinan yang masing-masing adalah determinan order dua. Dapat kita simpulkan
bahwa fungsi gelombang order nolnya mempunyai bentuk sebagai berikut:

φ1( 0 ) = c1ψ 1( 0 ) + c 2ψ 2( 0 ) , φ 2( 0 ) = c1ψ 1( 0 ) + c 2ψ 2( 0 )

φ 3( 0 ) = c3ψ 3( 0 ) + c 4ψ 4( 0 ) , φ 4( 0 ) = c3ψ 3( 0 ) + c 4ψ 4( 0 )
(9-97b)
φ 5( 0 ) = c5ψ 5( 0 ) + c 6ψ 6( 0 ) , φ 6( 0 ) = c5ψ 5( 0 ) + c 6ψ 6( 0 )

φ 7( 0 ) = c 7ψ 7( 0 ) + c8ψ 8( 0 ) , φ 8( 0 ) = c 7ψ 7( 0 ) + c8ψ 8( 0 )

dimana koefisien c berhubungan dengan akar pertama sedang c berhubungan dengan akar
kedua.
Determinan yang pertama dari (9-97a) adalah:
 '  '
H 11 − E (1) H 12
 '  ' =0 (9-98)
H 12 H 22 − E (1)

Kita mempunyai:
Bab IX Metode Perturbasi/ 214

∞ ∞
 ' e' 2
H 11 = ∫ ........... ∫ 1s(1)2s(2) r12 1s(1)2s(2) dx1 . . . . . . . . .dz 2
−∞ −∞

atau:

 ' e' 2
H 11 = ∫ ∫ [1s (1)] 2 [ 2s (2)] 2 dτ 1 dτ 2
r12

 ' e' 2
H 22 = ∫ ∫ [1s( 2)] 2 [ 2 s(1)] 2 dτ 1 dτ 2
r12

Variabel integrasinya merupakan variabel yang dapat diberi sembarang simbol. Marilah kita
 '
sekarang melakukan pe-label-an ulang terhadap variabel dalam H 22 dengan ketentuan

sebagai berikut: Kita adakan pertukaran x1 dan x2, pertukaran y1 dan y2 serta pertukaran z1
dan z2. Pelabelan ulang ini tidak mengubah nilai r12, jadi:

 ' e' 2  '


H 22 = ∫ ∫ [1s(1)] 2 [ 2 s(2)] 2 dτ 2 dτ 1 = H 11 (9-99)
r12

 '  '  '  '  '  '


Argumentasi yang sama menunjukkan bahwa H 33 = H 44 , H 55 = H 66 dan H 77 = H 88 .
 '
Selanjutnya H 11 diberi simbol J 1s 2 s :

 ' e' 2
H 11 = J 1s 2 s = ∫ ∫ [1s(1)] 2 [ 2s (2)] 2 dτ 1 dτ 2 (9-100)
r12

Bentuk (9-100) merupakan contoh integral Coulomb. Nama ini muncul karena adanya

fakta bahwa J 1s 2 s sama dengan energi elektrostatik yang muncul dari repulsi antara
elektron pertama yaitu yang fungsi densitas probabilitasnya [1s]2 dengan elektron kedua.
 '
yang fungsi densitas probabilitasnya [2s]2. Selanjutnya H 12 diberi simbol K1s 2 s :

 ' e' 2
H 12 = K 1s 2 s = ∫ ∫ 1s(1)2s (2) 2 s(1)1s (2) dτ 1 dτ 2 (9-101)
r12

Ini disebut integral pertukaran karena fungsi yang letaknya sebelah menyebelah dengan
e’2/r12 berbeda satu dengan yang lain hanya lantaran pertukaran elektron satu dengan dua.

Definisi umum untuk integral Coulomb J ij dan integral pertukaran K ij adalah:


Bab IX Metode Perturbasi/ 215

e' 2 e' 2
j ij = f i (1) f j ( 2 ) f i (1) f j ( 2 ) ; K ij = f i (1) f j ( 2 ) f j (1) f i ( 2 ) (9-102)
r12 r12

Integrasinya dilakukan untuk seluruh rentang koordinat spasial dari elektron 1 dan 2 dan fi
dan fj adalah orbital spasial.
Substitusi (9-99) sampai (9-101) ke dalam (9-98) menghasilkan:

J 1s 2 s − E (1) K1s 2 s
=0 (9-103)
K1s 2 s J 1s 2 s − E (1)

(J 1s 2 s − E (1) ) 2
= ( K1s 2 s ) 2

J 1s 2 s − E (1) = ± K1s 2 s

E (1) = J 1s 2 s + K 1s 2 s

`` E1(1) = J 1s 2 s − K 1s 2 s ; E 2(1) = J 1s 2 s + K 1s 2 s (9-104)

Sekarang kita dapat menghitung koefisien dari fungsi gelombang order nol yang

berhubungan dengan dua harga E (1) tersebut.. Untuk ini kita gunakan (9-84). Jika hanya

ada dua harga E (1) , maka hanya ada dua harga koefisien c, sehingga (9-84) menjadi:

(H '
11 )
− E1(1) c1 + H 12
'
c2 = 0

'
H 21 '
c1 + H 22 (
− E 2(1) c 2 = 0 )
atau:
{ J 1s 2 s − ( j1s 2 s − K1s 2 s )} c1 + ( K1s 2 s ) c 2 =0

( K1S 2 S ) c1 + { J 1s 2 s − ( J 1s 2 s + K1s 2 s )} c 2 =0
atau:
K1s 2 s c1 + K1s 2 s c 2 = 0

K1S 2 S c1 + K 1s 2 s c 2 = 0

Kedua persamaan tersebut sama, yaitu:


K1s 2 s ( c1 + c 2 ) = 0

Karena K1s 2 s pasti tidak nol, maka c1 + c2 = 0 atau c1 = −c2. Dari normalisasi:
Bab IX Metode Perturbasi/ 216

{
φ1( 0 ) φ1( 0 ) = 1, diperoleh:

c1ψ 1( 0 ) + c 2ψ 2( 0 ) c1ψ 1( 0 ) + c 2ψ 2( 0 ) =1

atau:

c1ψ 1( 0 ) − c1ψ 2( 0 ) c1ψ 1( 0 ) − c1ψ 2( 0 ) = 1

ψ 1( 0 ) ψ 1( 0 ) − c1 ψ 1( 0 ) ψ 2( 0 ) − c1 ψ 2( 0 ) ψ 1( 0 ) + c1 ψ 2( 0 ) ψ 2( 0 ) = 1
2 2 2 2
c1

2 2 2
c1 + c1 = 1 → c1 = ½ = 2−1, jadi:

c1 = 2 −1 / 2
Substitusi c1 ke dalam (9-97b) menghasilkan dua fungsi order nol yaitu:

φ1( 0 ) = 2 −1 / 2 (ψ 1( 0 ) − ψ 2( 0 ) ) = 2 −1 / 2 [1s(1)2 s(2) − 2 s(1)1s (2)] (9-105)

φ 2( 0 ) = 2 −1 / 2 (ψ 1( 0 ) + ψ 2( 0 ) ) = 2 −1 / 2 [1s (1)2 s(2) + 2 s(1)1s(2)] (9-106)

Tiga determinan yang lain dari (9-97a) adalah:


 '
b11 H 12 0 0 0 0 0 0
 '
H 12 b22 0 0 0 0 0 0
 '
0 0 b 33 H 34 0 0 0 0
 '
0 0 H 34 b 44 0 0 0 0
 '
0 0 0 0 b 55 H 56 0 0
 '
0 0 0 0 H 56 b 66 0 0
 '
0 0 0 0 0 0 b 77 H 78
 '
0 0 0 0 0 0 H 78 b88
Bab IX Metode Perturbasi/ 217

'
H 33 − E (1) '
H 34
=0 (9-107)
'
H 34 '
H 33 − E (1)

'
H 55 − E (1) '
H 56
=0 (9-108)
'
H 56 '
H 55 − E (1)

'
H 77 − E (1) '
H 78
=0 (9-109)
'
H 78 '
H 77 − E (1)

' '
Perhatikan H 33 dan H 55 :

∞ ∞
e' 2
'
H 33 = ∫ ......... ∫ 1s(1)2 p x ( 2)
r12
1s(1) 2 p x (2) dx1 .............dz 2
−∞ −∞

∞ ∞
e' 2
'
H 55 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p y (2)
r12
1s (1)2 p y (2) dx1 .............dz 2
−∞ −∞

Kedua integral tersebut adalah sama, hanya 2 p x (2) diganti 2 p y (2) , dan kedua orbital ini

sepenuhnya sama dan hanya berbeda orientasinya dalam ruangan. Selanjutnya, juga dapat

' '
digunakan lasan yang sama untuk menyatakan bahwa H 77 juga sama dengan H 33 dan

'
H 55 . Ketiga integral ini disebut integral Coulomb J 1s 2 p . Jadi:

e' 2
'
H 33 '
= H 55 '
= H 77 = J 1s 2 p = ∫ ∫ 1s(1)2 p z (2) r12
1s(1)2 p z (2) dτ 1 dτ 2

' ' '


Selanjutnya perhatikan H 34 , H 56 dan H 78 :

∞ ∞
e' 2
'
H 34 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p x (2)
r12
1s (2)2 p x (1) dx1 .............dz 2
−∞ −∞

∞ ∞
e' 2
'
H 55 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p y (2)
r12
1s (2)2 p y (1) dx1 .............dz 2
−∞ −∞

∞ ∞
e' 2
'
H 78 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p z (2)
r12
1s(1)2 p z (2) dx1 .............dz 2
−∞ −∞
Bab IX Metode Perturbasi/ 218

Ketiga integral tersebut adalah sama dan ketiganya disebut integral pertukaran K 1s 2 p .

Jadi:

e' 2
'
H 34 '
= H 56 '
= H 78 = J 1s 2 p = ∫ ∫ 1s(1)2 p z (2) r12
1s(2)2 p z (1) dτ 1 dτ 2

Dengan demikian ketiga determinan (9-107) sampai (9-109) adalah identik dan
mempunyai bentuk:

J 1s 2 p − E (1) K1s 2 p
=0
K 1s 2 p J 1s 2 p − E (1)

Determinan ini mirip dengan (9-103), dan dengan analogi terhadap (9-104) − (9-106), kita
memperoleh:

E 3(1) = E 5(1) = E 7(1) = J 1s 2 p − K1s 2 p (9-110)

E 4(1) = E 6(1) = E8(1) = J 1s 2 p + K1s 2 p (9-111)

φ 3( 0 ) = 2 −1 / 2 [1s (1)2 p x (2) − 1s( 2)2 p x (1)]

φ 4( 0 ) = 2 −1 / 2 [1s (1)2 p x (2) + 1s (2)2 p x (1)]

[
φ 5( 0 ) = 2 −1 / 2 1s(1)2 p y (2) − 1s(2) 2 p y (1) ] (9-112)

φ 6( 0 ) = 2 −1 / 2 [1s(1)2 p y (2) + 1s( 2)2 p y (1)]

φ 7( 0 ) = 2 −1 / 2 [1s (1)2 p z (2) − 1s (2)2 p z (1)]

φ 8( 0 ) = 2 −1 / 2 [1s (1)2 p z (2) + 1s(2)2 p z (1)]

Ternyata bahwa repulsi e’2/r12 telah mengubah dugaan kita terhadap degenerasi. Semula
diduga bahwa energi level he tereksitasi adalah 8-fold denegerate.. Ternyata 8-ford
hipotetis ini pecah menjadi 2 buah level non degenerate 1s2s dan 2 buah level yang
masing-masing 3-fold degenerate yang berhubungan dengan konfigurasi 1s2p.

Untuk mengevaluasi integral Coulomb dan integral pertukaran dalam E (1) pada

persamaan (9-104) dan (9-110) kita dapat menggunakan ekspansi 1/r 12 sebagaimana telah
kita lakukan pada (9-53), dan hasilnya adalah (buktikan !):
Bab IX Metode Perturbasi/ 219

17 Ze' 2
J 1s 2 s = = 11,42 eV
81 a o

59 Ze' 2
J 1s 2 p = = 13,21 eV (9-113)
243 a o

16 Ze' 2
K 1s 2 s = = 1,19 eV
729 a o

112 Ze' 2
K1s 2 p = = 0,93 eV
6561 a o

dengan menggunakan Z = 2. Ingat bahwa E ( 0 ) = −68,08 eV. Jadi ada empat level energi
koreksi order pertama, yaitu (gambar 9.2):

E ( 0 ) + E1(1) = E ( 0 ) + J 1s 2 s − K1s 2 s = −57,8 eV

E ( 0 ) + E 2(1) = E ( 0 ) + J 1s 2 s + K1s 2 s = −55,4 eV

E ( 0 ) + E 3(1) = E ( 0 ) + J 1s 2 p − K 1s 2 p = −53,7 eV

E ( 0 ) + E 4(1) = E ( 0 ) + J 1s 2 p + K1s 2 p = −53,9 eV


−53,9 eV
Kp
1s2p

−55,4 eV
−55,7 eV
1s2s
Ks
−57,8 eV
Jp

Js

−68,0 eV
E ( 0)
Bab IX Metode Perturbasi/ 220

Gambar 9.2 : Level tereksitasi pertama dari atom helium


Koreksi energi order pertama menunjukkan bahwa level bawah dari 1s2p ternyata lebih
rendah dari level atas pada konfigurasi 1s2s. Studi terhadap spektrum atom helium
menunjukkan bahwa kenyataannya tidak seperti itu. Kesalahan ini akan terhapus jika
dilakukan koreksi energi perturbasi dengan order yang lebih tinggi.

9.8 Perbandingan antara Metode Variasi dengan Perturbasi


Penggunaan metode variasi hanya terbatas untuk level ground state dari sebuah
atom atau molekul yang merupakan state dari sebagian besar unsur atau senyawa kimia
sedang metode perturbasi dapat diterapkan untuk seluruh state dalam atom dan molekul.
Meskipun metode perturbasi, secara teoritik dapat digunakan untuk melakukan kalkulasi
terhadap seluruh state, namun kenyataannya, adalah sangat rumit untuk melakukan
kalkulasi penjumlahan terhadap state diskrit yang banyaknya tak terhingga dan kalkulasi
integral untuk mengevaluasi koreksi order kedua atau yang lebih tinggi.
Dengan metode perturbasi, kita dapat mengkalkulasi energi dengan hasil yang
sangat akurat (sampai dengan koreksi order 2k+1) dengan menggunakan fungsi
gelombang order k. Sementara itu, meskipun metode variasi tidak dapat menghasilkan
kalkulasi secara sangat akurat, tetapi metode ini dapat digunakan untuk menghitung energi
dengan fungsi gelombang yang tidak harus akurat.
Meskipun hampir semua kalkulasi terhadap fungsi gelombang molekul telah
dilakukan orang dengan menggunakan metode variasi, namun ada baiknya dilakukan
kembali kalkulasi yang sama tetapi dengan metode perturbasi.

9.9 Teori Perturbasi Bergantung Waktu


Dalam spektroskopi, kita selalu bekerja dengan sistem dalam state stasioner,
mengekspose-nya menjadi radiasi elektromagnet (cahaya), dan kemudian melakukan
pengamatan setelah sistem mengalami transisi menjadi sistem stasioner yang baru.
Radiasinya menghasilkan energi potensial bergantung waktu pada operator Hamiltonian,
Bab IX Metode Perturbasi/ 221

jadi kita harus menggunakan persamaan Schrodinger bergantung waktu. Metode


pendekatan yang lazim dipergunakan dalam kasus ini disebut teori perturbasi bergantung
waktu.
Perhatikan sebuah sistem (atom atau molekul) dan kita misalkan sistem itu

mempunyai Hamiltonian bebas waktu H o (dalam keadaan tidak ada radiasi maupun

perturbasi bergantung waktu yang lain) dan mempunyai perturbasi bergantung waktu H ' .
Persamaan Schrodinger bebas waktu untuk problem tak terperturbasi adalah:

H oψ ko = E koψ ko (9-114)

dengan E ko adalah energi stasioner dan ψ ko adalah fungsi gelombang. Selanjutnya,

persamaan Schrodinger bergantung waktu (dalam keadaan ada radiasi) adalah:


∂Ψ
i ∂t
(
 
= H o + H' Ψ ) (9-115)

dengan Ψ adalah fungsi gelombang bergantung pada koordinat spasial, koordinat spin

(diberi simbol q) dan bergantung waktu, jadi Ψ = ψ(q,t).



Pada mulanya, kita anggap bahwa H ' (t ) tidak ada (dianggap dalam keadaan tak
terperturbasi). Dengan demikian persamaan Schrodingernya (tak terperturbasi) adalah:
∂Ψ  o
− =H Ψ (9-116)
i ∂t
o
Kemungkinan bahwa sistem ini stasioner, diberikan oleh Ψko = e −iEk t / ψ ko , dengan ψ ko


adalah fungsi eigen dari H o [persamaan (9-114)]. Tiap-tiap Ψko merupakan solusi dari (9-

116). Selanjutnya, kombinasi linear:


−iEkot /
Ψ o = ∑ c k Ψko = ∑ ck e ψ ko (9-117)
k k

adalah solusi dari persamaan Schrodinger (9-116) . Tetapan c k adalah sebuah tetapan
bebas waktu.

Fungsi Ψko membentuk himpunan lengkap (karena mereka merupakan fungsi eigen

dari operator Hermitian H o ), sedemikian rupa sehingga setiap solusi (9-116) dapat
Bab IX Metode Perturbasi/ 222

dinyatakan dalam bentuk (9-117). Dengan demikian (9-117) adalah solusi umum bagi

persamaan Schrodinger bergantung waktu (9-116), dan H o bersifat bebas waktu.

Sekarang kita anggap bahwa H ' (t ) sadah ada. Dalam keadaan ini, (9-117) tidak
lagi merupakan solusi persamaan Schrodinger bergantung waktu. Namun, karena fungsi

tak terperturbasi Ψko membentuk himpunan lengkap, akibatnya fungsi Ψ yang

sesungguhnya dapat berada di sembarang waktu yang diekspansi sebagai kombinasi linear

dari fungsi Ψko menurut relasi Ψ = ∑ bk Ψk . Karena H bergantung waktu, tentu saja
o o 
k

Ψ akan berubah terhadap waktu dan ekspansi koefisien bk juga berubah terhadap waktu.
Oleh karena itu:
−iEkot /
Ψ= ∑ bk ( t ) e ψ ko (9-118)
k

Dalam kondisi limit H ' (t ) →0, ekspansi (9-118) akan tereduksi menjadi (9-117).

Substitusi (9-118) ke dalam persamaan Schrodinger bergantung waktu (9-115) dan


penggunaan (9-114) menghasilkan:
dbk −iEkot / o −iEkot /
− ∑ e
i k dt
ψk + ∑ E ko bk e ψ ko
k

−iEkot / −iEkot / 
= ∑ bk e E koψ ko + ∑ bk e H 'ψ ko
k k

dbk −iEkot / o −iEkot / 


− ∑ e
i k dt
ψk = ∑ bk e H 'ψ ko
k

Selanjutnya kita kalikan dengan ψ mo * dan diintegrasi ke seluruh koordinat spasial

dan spin. Dengan menggunakan sifat ortonomalitas dari fungsi gelombang tak
terperturbasi, kita peroleh:
dbk −iEkot / −iEkot / 
− ∑ e
i k dt
ψ mo ψ ko = ∑ bk e ψ mo H 'ψ ko
k
Bab IX Metode Perturbasi/ 223

o o
Karena faktor ψ m ψ k , semua suku pada ekspansi ruas kiri menjadi nol kecuali satu

yaitu jika m = k , sehingga:

dbk −iEkot / −iEkot / 



i dt
e = ∑ bk e ψ mo H 'ψ ko
k

dbk −iEmo t /
Karena k = m, maka ruas kiri dapat ditulis − e , sehingga::
i dt

dbk −iEmo t / −iEkot / 



i dt
e = ∑ bk e ψ mo H 'ψ ko
k

atau:

dbk i ( )
o −Eo t /
−i E m 
dt
= − ∑ bk e k ψ mo H 'ψ ko (9-119)
k

Marilah kita menganggap bahwa perturbasi H ' (t ) diaplikasikan pada t = 0 dan bahwa
sebelum perturbasi diaplikasikan sistem berada dalam keadaan stasioner pada keadaan n

o
dengan energi E no . Oleh karena itu, fungsi pada t = 0 adalah Ψ = e −iEn t / ψ no , dan pada t

= 0 nilai dari koefisien ekspansi pada (9-118) adalah bn (0) = 1 dan bk (0) = 0 untuk

k ≠ n . Jadi:
bk (0) = δ kn (9-120)

Untuk memfasilitasi solusi (9-119), kita akan mengasumsikan bahwa perturbasi H ' adalah
kecil dan hanya bekerja dalam waktu yang singkat. Dalam kondisi seperti itu, perubahan

nilai koefisien bk dari nilai asal pada saat perturbasi diaplikasikan adalah sangat kecil.
Sebagai aproksimasi, kita dapat mengganti koefisien ekspansi pada ruas kanan (9-119)
dengan nilai asalnya (9-120), sehingga:

= − e −i ( Em − En )t / ψ mo H 'ψ no
dbk i o o 
dt

Selanjutnya perturbasi H ' diaplikasikan dari t = 0 sampai t = t’. Integrasi dari t = 0
sampai t = t’, dan dengan menggunakan (9-120) diperoleh:
Bab IX Metode Perturbasi/ 224

− i ( Em
o − E o )t /
t'
i o 
bm (t ' ) = δ mn − ∫ e n ψ m H 'ψ no dt (9-121)
0

Penggunaan hasil aproksimasi (9-121) untuk koefisien ekspansi dalam (9-118)


memberikan aproksimasi yang dikehendaki terhadap fungsi keadaan pada t = t’ pada kasus

yang perturbasi bergantung waktunya ( H ' ) diaplikasikan pada t = 0 untuk sistem dalam
keadaan stasioner n.

Untuk t setelah t’, aksi perturbasi telah berhenti, dan H ' = 0. Dengan demikian

persamaan (9-119) memberikan dbm / dt = 0 untuk t > t’. Oleh karena itu, untuk t setelah

pencahayaan terhadap perturbasi, fungsi Ψ adalah [persamaan (9-118)]:


o
Ψ= ∑ bm ( t ') e −iEmt / ψ mo untuk t ≥ t ' (9-122)
m

dengan bm ( t ') koefisien sebagaimana dinyatakan oleh (9-121). Dalam (9-122), Ψ adalah


superposisi dari ψ mo yaitu fungsi eigen operator H o . Telah kita bahas dalam bab 7, bahwa

pengukuran energi sistem pada t setelah t’ akan menghasilkan sebuah nilai eigen E mo yaitu


nilai eigen dari operator H o , dan probabilitas memperoleh E mo adalah sama dengan

kuadrat dari nilai koefisien ekspansi atau bm ( t ')


2
.
o
Perturbasi bergantung waktu mengubah fungsi dari e −iEn t / ψ no menjadi

superposisi (9-122). Kemudian, pengukuran energi mengubah Ψ menjadi salah satu energi

o
fungsi eigen e −iEmt / ψ mo . Hasil bersihnya adalah transisi dari keadaan stasioner n menjadi

keadaan stasioner m, dengan probabilitas terjadinya transisi adalah bm ( t ')


2
.

===000===
Bab IX Metode Perturbasi/ 225

Soal-Soal
1. Untuk osilator tak harmonik dengan Hamiltonian (9-3), evaluasilah E (1) untuk keadaan
tereksitasi pertama.

2. Sebuah partikel dalam sistem box satu dimensi mempunyai fungsi energi potensial
sebagai berikut:
V = b untuk ¼ l < x < ¾ l , V = 0 untuk 0 < x < ¼ l dan x > ¾ l
2
dan di luar itu V = tak terhingga, dengan b = / ml 2 . Perlakukan sistem sebagai
partikel terperturbasi dalam box.
(a) Tentukan koreksi energi order pertama untuk seluruh state stasioner dengan
bilangan kuantum n.
(b) Untuk ground state dan tereksitasi pertama, bandingkan E (0) + E (1) dengan energi

2
yang sesungguhnya yaitu 5,750345 / ml 2 dan 20,23604 2
/ ml 2 .

3. Untuk partikel terperturbasi dalam box sebagaimana tersebut pada soal (2) di atas,
tentukan koreksi order pertama untuk fungsi gelombang yang stasioner pada keadaan
dengan bilangan kuantum n

4. Ketika Hylleraas memulai kalkulasinya pada helium, saat itu belum diketahui apakah ion

hidrida terisolasi (ion H− ) merupakan entitas yang stabil atau tidak. Kalkulasilah energi

ground state ion H− , diprediksi dengan fungsi trial (9-58). Bandingkan hasilnya dengan

energi ground state atom hidrogen, yaitu −13,6 eV, dan tunjukkan bahwa fungsi variasi

sederhana ini mengindikasikan bahwa H− tidak stabil. (Dengan fungsi variasi yang lebih

kompleks, dihasilkan energi ground state H− adalah −14,35 eV).


Bab IX Metode Perturbasi/ 226


5. Ada lebih dari satu cara untuk memisahkan Hamiltonian H menjadi bagian tak
 
terpertubasi H o dan bagian perturbasi H ' . Selain yang dapat kita lihat pada (9-40) dan
(9-41), pemisahan Hamiltonian untuk atom helium adalah sebagai berikut:
2 2
  5  e' 2  5  e' 2
Ho = − ∇12 − ∇ 22 −  Z −  − Z − 
2m e 2m e  16  r1  16  r2

 5 e' 2 5 e' 2 e' 2


H' = − − +
16 r1 16 r2 r12

Bagaimana fungsi gelombang tak terpertirbasinya ? Kalkulasilah E (0) dan E (1) untuk
ground state. (Lihat sub bab 9.4)

6. Sebagian besar (tetapi tidak semua) pengaruh gerak inti atom helium dapat dikoreksi

dengan cara mengganti me dengan massa tereduksi µ dalam menyatakan energi.

Tentukan, energi helium merupakan pangkat berapa dari me ? [Lihat persamaan (9-
66)].

7. Kalkulasilah < r1 > untuk fungsi trial helium (9-58).

8. Tunjukkan bahwa persamaan sekular (9-85) dapat ditulis sebagai:

(
(o)  (o)
) ( 0) (1)
det ψ m H ' ψ i − δ mi ( E n + E n ) = 0 )

You might also like