Professional Documents
Culture Documents
BAB IX
METODE PERTURBASI
9.1 Pengantar
Sekarang kita akan membahas metode aproksimasi penting kedua dalam mekanika
kuantum setelah metode variasi yaitu metode perturbasi atau metode gangguan atau
metode Simpangan. Jika seandainya kita mempunyai sistem dengan Hamiltonian bebas
waktu Ĥ dan kita tidak mungkin menyelesaikan secara eksak persamaan Schrodinger:
Ĥψn = En ψn (9-1)
untuk mendapatkan fungsi dan nilai eigennya, dan jika Ĥ hanya berbeda sedikit dengan
operator Hamilton Ĥ0 dari suatu sistem yang persamaan Schrodinger-nya yaitu:
Ĥ0 ψn(0) = E n(0) ψ n(0) (9-3)
yang dapat diselesaikan dengan pasti, maka sistem dengan Ĥ disebut sistem terperturbasi
sedang sistem dengan Ĥ0 disebut sistem takterperturbasi.
Sebagai contoh sistem perturbasi adalah sistem osilator takharmonis yang Ĥ nya adalah::
2 d2
Ĥ=− + ½ k x2 + c x3 + d x4 (9-3)
2m dx 2
Hamiltonian (9-3) tersebut tidak berbeda jauh dengan Hamiltonian dari sistem osilator
harmonis:
2 d2
Ĥ0 = − + ½ k x2 (9-4)
2m dx 2
Jika tetapan c dan d pada (9-3) itu kecil, maka diperkirakan bahwa fungsi dan nilai eigen
dari osilator takharmonis tidak terlalu jauh dengan yang harmonis. Jika perbedaan antara
Ĥ dan Ĥ0 kita sebut Ĥ' . Perbedaan Hamiltonian ini kita sebut perturbasi. Jadi Perturbasi
kita definisikan dengan:
Ĥ' = Ĥ – Ĥ0 (9-5a)
jadi:
Ĥ = Ĥ0 + Ĥ' (9-5b)
(Awas tanda ' tidak berhubungan dengan differensial). Untuk contoh osilator takharmonis
dengan Hamiltonian (9-3), perturbasinya dikaitkan dengan osilator harmonis adalah:
Bab IX Metode Perturbasi/ 173
Ĥ' = c x3 + d x4 (9-6)
Yang menjadi tugas kita adalah menyatakan fungsi dan nilai eigen dari sistem yang
terperturbasi (yang tidak diketahui) dinyatakan dalam fungsi dan nilai eigen sistem yang
takterperturbasi (yang dapat diketahui). Dalam menangani kasus ini, kita akan
membayangkan bahwa perturbasi berlangsung secara gradual, artinya perubahan dari
takterperturbasi menjadi terperturbasi berlangsung secara continous atau berangsur-angsur
(tidak mendadak/spontan). Secara matematika, hal seperti ini berarti memasukkan
Ĥ = Ĥ0 + λ Ĥ' (9-7)
Jika λ = nol, maka kita mempunyai sistem takterperturbasi. Seiring dengan meningkatnya
λ, maka perturbasi akan tumbuh semakin besar, dan jika λ = 1, maka dikatakan perturbasi
aktif secara penuh (fully turned on).
Sekarang kita akan membahas yang nondegenerate lebih dulu. Jika ψn(0) adalah fungsi
gelombang dari sebuah partikel takterperturbasi nondegenerate dengan energi E n(0), dan
jika ψn adalah fungsi gelombang terperturbasi menjadi ψn(0) , maka untuk sistem
terperturbasi, persamaan Schrodinger-nya adalah:
Ĥψn = (Ĥ0 + λ Ĥ') ψn = En ψn (9-8)
dengan q adalah koordinat sistem. Sekarang ψn dan En akan kita ekspansi sebagai deret
dkψ λk
n
ψn = ∑ dλk k!
k =0 λ-0
Bab IX Metode Perturbasi/ 174
d ψn d 2ψ n λ2
= ψ n λ-0 + λ + +.... (9-9)
dλ λ =0
dλ2 λ =0 2!
dkE λk
n
En = ∑ k
k = 0 dλ k!
λ-0
d En d2En λ2
= E n λ -0 + λ + +.... (9-10)
dλ λ =0 dλ2 λ =0 2!
d kψn λk
Selanjutnya agar penulisannya ringkas, ditulis ψn(k) dan
dλk k !
λ-0
d k En λk
ditulis En(k) jadi:
dλk k !
λ -0
d0ψ n λ0
ψn(0) = = ψ n λ -0 . (9-11a)
dλ0 λ =0 0!
d0En λ0
E n
(0)
= = E n λ -0 (9-11b)
dλ0 λ =0 0!
dan k = 1, 2, 3 . . . . .
dkψn 1
ψ n
(k)
= k = 1, 2 . . . . (9-12a)
dλk λ =0
k!
dkEn 1
En(k) = k = 1, 2, . . . (9-12b)
dλk λ =0 k!
ψn(k) dan En(k) disebut koreksi order k terhadap fungsi gelombang dan energi. Kita akan
mengasumsikan bahwa deret (9-13) dan (9-14) adalah konvergen untuk λ = 1 dan kita
berharap bahwa untuk perturbasi (simpangan) yang kecil, suku-suku awal deret akan
memberikan aproksimasi yang bagus bagi fungsi gelombang dan energi yang
sesungguhnya.
Kita ambil ψn(0) ternormalisasi, jadi < ψn(0) ψn(0)> = 1. Tanpa harus menganggap
Jika ψn tidak mengikuti < ψn(0)ψn> = 1, maka hasil kali ψn dengan konstanta 1/<ψn(0)ψn>
akan menghasilkan fungsi gelombang terperturbasi yang jauh dari properti seharusnya.
Kondisi < ψn(0) ψn> = 1 ini disebut normalisasi intermediate. Perlu dicatat bahwa
hasil kali ψn dengan konstanta tidak akan mengubah harga energi dalam persamaan
Schrodinger :
Ĥψn = Enψn sehingga penerapan normalisasi intermediate tidak berpengaruh terhadap hasil
koreksi energi.
Substitusi (9-13) ke dalam normalisasi intermediate < ψn(0) ψn> = 1 menghasilkan:
1 = < ψn(0) ψn(0) > + λ< ψn(0)ψn(1) > + λ2< ψn(0) ψn(2) > + . . . . .
Karena < ψn(0) ψn(0) > pasti = 1, maka λ< ψn(0)ψn(1) > + λ2< ψn(0) ψn(2) > + . . . . .= 0.
Dari (9-15) itu tampak bahwa koreksi pada fungsi gelombang ψn(k) adalah ortogonal
kedua ruas persamaan (9-16) bernilai sama untuk sembarang harga λ. Dari suku λ0
diperoleh:
Ĥ0 ψn( 0)= En(0) ψn( 0) (9-17)
m
(0)
ψm( 0)> = 1, jadi:
Kesimpulan:
Koreksi order pertama terhadap energi diperoleh dengan merata-rata perturbasi Ĥ’
dengan mengacu pada fungsi takterperturbasi yang bersangkutan.
Jika koreksi terhadap energi sudah diperoleh maka energi sistem terperturbasi En adalah:
En = En(0) + En(1) (9-23)
dengan En = energi sistem terperturbasi (yang diaproksimasi) ; E n(0) = energi sistem tak
terperturbasi dan En(1) = koreksi energi order pertama.
Contoh:
2 d2 1
Untuk osilator tak harmonis yang hamiltoniannya adalah Ĥ= − + kx 2 +
2m dx 2 2
px3+ qx4, tentukan (a) koreksi order pertama untuk energi ground state, dan (b) tentukan
energi ground state untuk osilator tak harmonis tersebut.
Jawab:
a) Untuk osilator harmonis, energi ground state adalah E 0 = ½ hν . Koreksi order pertama
untuk energi ground sate yang ditanyakan adalah E0(1). Menurut (9-22):
En(1) =∫ψn(0)* Ĥ'ψn(0) dτ jadi:
~
E 0
(1)
= ∫ ψ 0
(0)*
Ĥ'ψ0(0) dx
−~
dengan :
ψ0(0)= fungsi gelombang tak terperturbasi (osilator harmonis) ground state = (α/π)1/4
2
e −( α / 2) x
2 d2 1 2 d2 1
Ĥ' = Ĥ – Ĥ0 = ( − + kx 2 + px3+ qx4) – ( − + kx 2 ) = px3+ qx4
2m dx 2 2 2m dx 2 2
jadi:
~ 2 2
E0(1) = ∫ (α/π) 1/4
e −(α / 2) x ( px + qx ) (α/π) e −(α / 2) x dx
3 4 1/4
atau
−~
Bab IX Metode Perturbasi/ 178
~ 2
~ 2
E 0
(1)
= ∫ ( px + qx ) (α/π) 3 4 1/2
e− α x dx = (α/π) 1/2
∫ ( px + qx ) e−α x
3 4
dx
−~ −~
~ 2
~ 2
= (α/π) ∫ px e−α x
1/2 3
dx + (α/π) 1/2
∫ qx 4
e− α x dx
−~ −~
~ 2
∫ px 3
e− α x dx adalah integral fungsi ganjil dengan batas − ~ s/d +~ = 0. jadi:
−~
~ 2
E 0
(1)
= 0 + (α/π) 1/2
∫ qx 4
e− α x dx
−~
~ 3q
= 2q ∫ x4 e−α x 2 dx =
0 4 α2
Untuk memperoleh ψn(1), kita mengekspansinya ke dalam suku-suku yang terdiri atas
himpunan fungsi eigen tak terperturbasi ψm(0) dari operator hermitian H o :
ψn(1) = ∑a
m
( o)
nmψ m , dengan a nm = < ψ mo ψ n(1) > (9-25)
( o) (1)
Dengan menggunakan anm = < ψ m ψ n > , persamaan (9-24) menjadi:
( o) ( o)
( E m(o ) − E n(o) ) anm = − < ψ m H ' ψ n m ≠n
atau:
< ψ mo H ' ψ no H 'mn
anm = = E (o) − E (o) (9-26)
En(o) − Em(o ) n m
Koefisien anm pada ekspansi (9-25) dinyatakan dalam bentuk (9-26), kecuali untuk ann ,
ann =< ψ n( o) ψ n(1) > . Ingat bahwa pemilihan normalisasi intermediate untuk ψ n , membuat
Bab IX Metode Perturbasi/ 179
< ψ n(o) ψ n(1) > = 0 [persamaan (9-15)]. Karena itu, ann =< ψ n(o) ψ n(1) > = 0, sehingga (9-25)
Arti lambang ∑ adalah kita menjumlah semua state tak terperturbasi kecuali state n.
m≠n
Dimana V1 adalah ketinggian potensial pada x = a. Koreksi orde pertama pada energi level
ke-n persamaan (9-22)*b adalah
V
En(1) = ψ n x 1 ψ n
a
1/ 2 1/ 2
V1 a 2 nπx 2 nπx
= ∫ sin ( x ) sin dx
a 0 a a a a
2V1 a nπx
=
a2 ∫ 0
x. sin 2
a
.dx
1
= V1
2
Bab IX Metode Perturbasi/ 180
1
Tampak untuk perturbasi orde pertama menaikkan energi semua level sebesar V1
2
1
Jadi En = En(0) + λ H'nn = En(0) + λ En(1) = En(0) + λ V1
2
Koreksi orde pertama fungsi gelombang diberikan oleh persamaan (9-26) dan untuk
problem ini
2
( x ) sin kπx sin mπx dx
a
amk=
2 V1
a
∫
0 a a
( Em0 − Ek0 )
Denominatornya =
h2
8ma 2
( ) (
m 2 − k 2 = m 2 − k 2 E1 )
Untuk mengevaluasi integral kita gunakan relasi trigonometrik
1
sin θ sin φ = [ cos(θ − φ ) − cos(θ + φ ) ]
2
1 1 ( k − m )π 1 ( k + m )π
=
π 2
V1
( k − m)
2 ∫ 0
z cos zdz −
( k − m) ∫
2 0
y cos ydy
1 2 2
= V −
2 1
+ 2 == (k-m, k+m ganjil)
( k − m) ( k + m)
2
π
2 1 1
= V
2 1
+ 2
π ( k + m ) 2
( k − m )
H'31 =0
2 1 1 32 V1
H'41 = 2 1 2
V − 2=− = −0.0144V1
π 5 3 225 π 2
Sehingga
0,18 V1 V
a12 = = 0,06 1
3 E1 E1
Sehingga
V V
ψ 1 = ψ 10 + 0,06 1 ψ 20 + 0.0096 1 ψ 40
E1 E1
(o ) o ( 2)
Integral < ψ m H ψ n > dalam persamaan tersebut persis sama dengan integral dalam
(9-20), tetapi ψ n(1) diganti dengan ψ n( 2) . Penggantian ψ n(1) oleh ψ n( 2) , membuat persamaan
(10-20) menjadi:
< ψ m(o ) H o ψ n( 2) > = E m(o) < ψ n(o ) ψ n( 2) > (9-31)
Penggunaan (9-31) disertai dengan ortonormalitas fungsi tak terperturbasi pada (9-30)
menghasilkan:
Bab IX Metode Perturbasi/ 182
(o ) ( 2) (o) ( 2)
E m(o) < ψ n ψ n > − E n(o ) < ψ m ψ n >
atau:
(o) ( 2)
( E m(o) − E n(o ) ) < ψ m ψ n >
atau:
(o )
E n( 2) = < ψ n H ' ψ n(1) > (9-33)
Jika kita mengamati persamaan (9-33), maka tampaknya untuk dapat mengkalkulasi
koreksi order kedua untuk energi, kita harus sudah mempunyai koreksi order pertama
untuk fungsi gelombang. Namun fakta menunjukkan bahwa pemahaman akan ψ n(1) sudah
cukup pula untuk menentukan E n(3) . Sehingga secara lebih umum dapat dinyatakan,
bahwa jika kita sudah mempunyai koreksi ke-k untuk fungsi gelombang, maka kita sudah
dapat menentukan koreksi ke (2k + 1) untuk energi (Bates, 1961).
< ψ m(o ) H ' ψ n(o) > < ψ n(o) H ' ψ m
(o)
> = < ψ m(o ) H ' ψ n(o) >
2
= < ψ m(o ) H ' ψ n(o) >
perturbasi, yaitu:
2
E n = E n(o ) + H n' n + ∑ H m' n (9-35)
m≠ n
perturbasi yang kita bahas dalam sub bab ini disebut teori perturbasi Rayleigh−
Schrodinger.
Diskusi. Persamaan (9-28) menunjukkan bahwa efek perturbasi pada fungsi gelombang
ψ n(o) diinfiltrasi oleh konstribusi dari state lain yaitu ψ m(o) , m ≠ n . Dengan adanya faktor
mengevaluasi H n' n , sedang untuk mengevaluasi koreksi energi order kedua, kita harus
mengevaluasi elemen matrik H ' antara state ke-n dan seluruh state m yang lain, dan
kemudian malakukan penjumlahan sebagaimana (9-35). Dalam banyak kasus, adalah
sangat tidak mungkin untuk mengevaluasi koreksi energi order kedua secara eksak.
Bab IX Metode Perturbasi/ 184
Apalagi untuk order ketiga atau yang lebih tinggi, tentu akan jauh lebih sukar, meski
dengan bantuan komputer sekalipun.
Penjumlahan dalam (9-28) dan (9-36) adalah jumlah meliputi state-state yang
berbeda. Jika beberapa level energi adalah degenerate, maka kita harus menjumlahkan
semua fungsi gelombang yang saling independen sehubungan dengan level degenerate
tersebut.
Alasan mengapa kita melakukan penjumlahan sebagaimana (9-28) dan (9-36)
adalah karena kita memerlukan himpunan lengkap fungsi-fungsi untuk melakukan ekspansi
(9-25) dan oleh karena itu kita harus melibatkan semua fungsi gelombang linear
independen dalam penjumlahan. Jika problem tak terperturbasi melibatkan fungsi
gelombang kontinum (misal kasus atom hidrogen), maka kita juga harus menyertakan
integrasi terhadap fungsi kontinum itu. Jika ψ ε(o) menyatakan fungsi gelombang kontinum
(o )
tak terperturbasi dengan energi E , maka (9-27) dan (9-35) menjadi:
< ψ mo H ' ψ no > H E' n
∫ E (o ) − E (o ) ψ ε dE (o)
(o)
ψ n(1) = ∑ E n(o ) − E m( o)
ψ m( o) +
n
m≠ n
2
H m' n H E' n
∫ E (o) − E (o) dE
( o)
E n( 2) =
∑ E (o) − E (o ) +
n
m≠ n n m
(o)
dengan H E n =< ψ ε(o ) H ' ψ n(o) . Integral pada persamaan-persamaan tersebut adalah
meliputi rentang state energi kontinum (misal dari nol sampai tak terhingga pada atom
hidrogen). Keberadaan state kontinum dalam problem tak terperturbasi membuat evaluasi
2
H mk
Em( 2) = ∑E
k
0
m− Ek0
Bab IX Metode Perturbasi/ 185
Dengan menggunakan harga elemen matriks yang didapat di atas kita dapat memperoleh
koreksi E1 orde kedua
(−0,180V1 ) 2 (−0,0144V1 ) 2
E1( 2) = +
− 3E1 − 15E1
V12 V2
= − 0,0109 − 0,0000139 1
E1 E1
V12
≅ -0,0109
E1
Energi E1 adalah koreksi orde kedua, sehingga
V12
E1 = E10 + 0,500V1 – 0,0109
E1
Metode Variasi-Perturbasi
Metode variasi-perturbasi memungkinkan kita melakukan estimasi dengan hasil
lebih akurat terhadap E n( 2) dan teori koreksi energi perturbasi order lebih tinggi untuk
dengan u adalah sembarang fungsi yang memenuhi syarat dan memenuhi kondisi boundary
sedang label g merujuk pada ground state. Pembuktian (9-37) dapat dilihat pada Hameka
(1981) sun bab 7-9. Dengan mengambil u sebagai fungsi variasi dengan parameter yang
meminimalkan ruas kiri (9-37), kita dapat mengestimasi E g( 2) . Fungsi u dapat menjadi
estimator terhadap ψ g(1) yaitu fungsi gelombang ground state koreksi order kesatu dan
dengan demikian, selanjutnya u dapat digunakan untuk mengestimasi E g(3) yaitu energi
ground state koreksi order ketiga. Integral variasional yang sama dapat digunakan untuk
memperoleh koreksi fungsi gelombang dan energi order yang lebih tinggi.
9.3 Metode Perturbasi untuk Atom Helium Ground State
Atom helium terdiri atas sebuah inti bermuatan +2e dan dua buah elektron. Kita
anggap bahwa inti atom berada dalam keadaan diam pada posisi (0,0,0) dalam sistem
koordinat. Koordinat elektron 1 dan 2 berturut-turut adalah (x1, y1, z1) dan (x2, y2, z2); lihat
gambar 9.1.
Bab IX Metode Perturbasi/ 186
Jika kita mengambil muatan inti +Ze sebagai pengganti +2e, maka pembahasan
kita tidak hanya untuk atom helium, tetapi untuk semua partikel (atom atau ion) yang
mirip helium yaitu atom atau ion yang elektronnya dua seperti H−, Li−, Be2+, dan lain-lain.
Operator Hamiltoniannya adalah:
2 2
Ze' 2 Ze' 2 e' 2
H =− ∇12 − ∇ 22 − − + (9-38)
2m e 2m e r1 r2 r1 2
dengan me adalah massa elektron, r1 adalah jarak dari inti sampai elektron 1, r2 adalah
jarak dari inti sampai elektron 2 dan r1 2 adalah jarak antara elektron 1 terhadap elektron 2.
Dua suku yang pertama adalah operator untuk energi kinetik elektron; suku ketiga dan
keempat adalah energi potensial antara elektron dengan inti atom sedang suku terakhir
adalah energi potensial akibat repulsi antar elektron. Energi potensial suatu sistem yang
terdiri atas partikel-partikel yang saling berinteraksi tidak dapat ditulis sebagai jumlah dari
energi potensial partikel individual; energi potensial merupakan sifat sistem sebagai sebuah
kesatuan.
−e
• (x1 , y1, z1)
r1 2
−e
(x2 , y2, z2) •
r2 r1
•
+2e
Persamaan Schrodinger untuk sistem mirip helium ini melibatkan enam variabel
bebas. Dalam koordinat spherik polar,
ψ = ψ ( r1 , θ1 , φ 1 , r 2 , θ2 , φ 2 ) (9-39)
Operator ∇12 adalah operator ∇ 2 , yang (r, θ, φ) nya diganti dengan (r1, θ1, φ1) ; operator
∇ 22 adalah operator ∇ 2 , yang (r, θ, φ) nya diganti dengan (r2, θ2, φ2); variabel r12 adalah:
Bab IX Metode Perturbasi/ 187
r12 = [(x1 − x2)2 + (y1 − y2)2 + (z1 − z2)2]½ , dan melalui transformasi dari koordinat
Cartesius ke dalam koordinat spherik polar, kita dapat menyatakan r12 dalam terminologi
koordinat (9-39), yaitu:
r12 = [(r1 sinθ1 cosφ1 − r1 sinθ2 cosφ2)2 + (r1 sinθ1 sinφ1 − r1 sinθ2 sinφ2)2
+ (r1cosθ1 − r1cosθ2)2]½ ,
Karena adanya suku 1 / r12, akibatnya persamaan Schrodinger tidak dapat diselesaikan
melalui teknik pemisahan variabel, sehingga harus menggunakan metode aproksimasi.
Untuk menggunakan metode perturbasi, kita harus memisahkan H menjadi dua bagian,
yaitu H o dan H ' . H o adalah Hamiltonian untuk problem yang dapat diselesaikan secara
eksak. Biasanya pemisahannya adalah sebagai berikut:
2 2
Ze' 2 Ze' 2
Ho = − ∇12 − ∇ 22 − − (9-40)
2m e 2m e r1 r2
e' 2
H' = (9-41)
r1 2
Tampak bahwa (9-40) merupakan jumlah dari dua buah Hamiltonian mirip hidrogen, jadi:
o o
H o = H1 + H 2 (9-42)
2
Ze' 2 2
Ze' 2
H 1o = − ∇12 − ; H 2o = − ∇ 22 − (9-43)
2m e r1 2m e r2
Sistem helium disebut tak terperturbasi adalah jika kedua elektron dalam atom helium
tersebut tidak ada gaya sama sekali. Meskipun realita fisik seperti itu tidak pernah kita
jumpai, namun kita tetap menggunakannya semata-mata untuk jembatan dalam menuju
kalkulasi final.
Karena Hamiltonian tak terperturbasi (9-42) adalah jumlah Hamiltonian untuk dua
partikel, maka dapat diperkirakan bahwa fungsi gelombang tak terperturbasinya
merupakan hasil kali fungsi tak terperturbasi dari masing-masing partikel. Sehingga dapat
kita tulis:
(o)
ψ (o ) = ψ ( r , θ , φ , r , θ , φ ) = F1( r1 , θ1 , φ 1 ) . F2 ( r 2 , θ2 , φ 2 ) (9-44)
1 1 1 2 2 2
Bab IX Metode Perturbasi/ 188
E (o) = E1 + E2 (9-45)
Persamaan Schrodinger untuk masing-masing partikel adalah:
H 1o F1 = E 1 F1 dan H 2o F2 = E 2 F2 (9-46)
Karena H 1o dan H 2o adalah Hamiltonian untuk atom mirip hidrogen, tentu saja fungsi dan
nilai eigen (9-46) adalah fungsi dan nilai eigen untuk atom mirip hidrogen. Dari bab VI
dapat kita ketahui bahwa:
Z 2 e' 2 Z 2 e' 2
E1 = − ; E2 = − ; (9-47)
n12 2a o n 22 2a o
1 1 e' 2 n1= 1, 2, 3 , . . . . . . . .
E (o) = − Z 2 2 + 2 n 2 = 1, 2, 3 , . . . . . . . . (9-48)
n
1 n 2 2a o
dengan a o adalah radius Bohr. Persamaan (9-48) merupakan energi order nol dari kedua
elektron yang terikat oleh inti atom.
Untuk level terendah, nilai n1 = 1 , n 2 = 1 , dan fungsi eigen order nol-nya (lihat bab
VI) adalah:
1/ 2 − Z r 1/ 2 − Z r
1 Z 1 1 Z 2
ψ (o2) = 1 / 2 e ao
. 1 / 2 e ao (9-49)
1s π ao π ao
Energi ground state tak terperturbasinya adalah:
e' 2
E (o2) = −(2) Z 2 (9-50)
1s 2a o
Kuantitas − ½ e’2/ao adalah energi ground state untuk hidrogen yang nilainya sudah kita
Bagaimana energi order nol ini dibandingkan dengan energi ground state helium yang
sesungguhnya? Berdasarkan eksperimen, energi ionisasi pertama helium adalah 24,6 eV.
Energi ionisasi kedua atom helium, berarti ionisasi terhadap ion He+. Karena ion He+
adalah partikel mirip hidrogen, maka energi ionisasinya secara teoritik dengan mudah
Bab IX Metode Perturbasi/ 189
dapat dihitung, yaitu 22 (13,606 eV) = 54,4 eV. Jika kita anggap energi order nol adalah
energi ionisasi total helium [anggapan ini adalah implisit dalam (9-38)], maka energi
ground state atom helium adalah −(26,6 + 54,4) eV = −79,0 eV. Jadi energi order nol
mempunyai error 38%. Kesalahan ini cukup besar, karena nilai terminologi perturbasi
e’2/r12 tidak cukup kecil untuk diabaikan.
Langkah berikutnya adalah mengevaluasi koreksi perturbasi order pertama. Level
ground state tak terperturbasi adalah level yang non degenerate. Koreksi energi order
pertama adalah:
E (1) = ψ (o) H' ψ (o)
2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2
z 6 e' 2 1
∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
E (1) = 2 6
π ao 0 0 0 0 0 0 r12
Evaluasi integral (9-52) dapat saja tidak usah diperhatikan dan kita bisa langsung melihat
(9-55) sebagai hasil evaluasi (9-52), tetapi bagi yang ingin mengikuti proses evaluasi
integral (9-52), langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Yang pertama kali harus dilakukan adalah meng-ekspansi 1/r12 menjadi bentuk
berikut (Eyring, dkk., 1944):
[ ]
∞
1
4π r<
= ∑ ∑ +
ψ m (θ 1 , φ1 * ψ m (θ 2 , φ 2 ) (9-53)
=0 m = − 2 + 1 r>
r12 1
Lambang r< artinya lebih kecil dari pada r1 dan r2 sedang r> lebih besar dari pada r1 dan
r2. Substitusi (9-53) ke dalam (9-52) menghasilkan:
2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2 ∞
Z 6 e' 2 4π r<
[ ]
E (1) =
π 2 a o6
∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
∑ ∑ 2 + 1 r +1 ψ m (θ 1 , φ1 ) *ψ m (θ 2 , φ 2 )
0 0 0000 =0 m = − >
2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2
[ψ ] *ψ
∞
Z 6 e' 2 4π
1 r<
E (1) =
π 2 6
ao
∑ ∑ 2 + 1 ∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
r>+1
m
(θ 1 , φ1 )
m
(θ 2 , φ 2 )
=0 m = − 0 0 0000
Bab IX Metode Perturbasi/ 190
jadi nilai (9-53a) tidak berubah, kemudian diadakan penataan ulang sehingga hasilnya
adalah:
∞ 2π 2π π π ∞ ∞ − 2 Z r 1 − 2 Z r 2
16 Z 6 e' 2
1
E (1) =
a o6
∑ ∑ 2 + 1 ∫ ∫ ∫∫ ∫ ∫e
ao ao
e
=0 m = − 0 0 0000
x
r<
r>+1
[ψ m
(θ 1 , φ1 ) ] *ψ o o m
o (θ 1 , φ1 ).ψ o (θ 1 , φ1 ) * ψ (θ 2 , φ 2 )
∞∞ 2Z 2Z
−
16 Z 6 e' 2 ∞
1 r1
r< − ao r 2
E (1) =
a o6
∑ ∑ 2 + 1 ∫ ∫ 1 2
r 2 2
r e ao
r +1
e dr1dr2
=0 m = − 00 >
2π π
∫ ∫ ψ o (θ 2 , φ 2 ) *ψ (θ 2 , φ 2 ) sin θ 2 dθ 2 dφ 2 )
o m
x (9-53b)
0 0
bernilai 1 untuk = m = 0 dan akan nol untuk harga dan m yang lain. Hal yang sama
juga terjadi pada integral fungsi sperik harmonik yang lain sehingga hanya untuk orbital
dengan nilai = m = 0 , persamaan (9-53b) menjadi:
∞∞ 2Z 2Z
− − ao r 2
16 Z 6 e' 2 r1
ao 1
∫ ∫ r1 r2 e
2 2
E (1) = e dr1dr2 (9-53c)
a o6 00 r>
∞∞ 2Z 2Z
− 2 − ao r 2
16 Z 6 e' 2 r1
ao 1
E (1) =
a o6
∫∫ r12 e
r>
r2 e
dr1 dr2 (9-53d)
00
Jika integrasi akan dilakukan terhadap r1 lebih dulu, maka (9-53d) ditulis:
∞ 2Z ∞ 2Z
−
16 Z 6 e' 2 r2
2 − ao r 1 1
∫ ∫
ao
E (1) = r22 e r1 e dr1 dr2 (9-53e)
a o6 0 0 r>
atau:
∞ 2Z
−
16 Z 6 e' 2 r2
E (1) = ∫ r22 e ao
( I ) dr2 (9-53e)
a o6 0
∞ 2Z
− r1
ao 1
dengan I = ∫ r12 e
r>
dr1 . Untuk mengevaluasi I, rentang integrasi dipecah menjadi
0
dua yaitu antara 0 sampai r2 dan antara r2 sampai ∞ , sehingga I dapat ditulis:
r2 2Z ∞ 2Z
− − r1
ao
r1
ao 1 1
Ι= ∫ r12 e dr1 + ∫ r12 e
r>
dr1
0 r> r2
1
Bagaimana dengan ? Untuk rentang 0 sampai r2, maka r> (baca: r besar) adalah r2
r>
sedang pada rentang r2 sampai tak terhingga, r> adalah r1, jadi I dapat ditulis:
r2 2Z ∞ 2Z
− − r1
ao 1
r1
ao 1
∫ r1 e
2
∫ r1 e dr1
2
Ι= dr1 +
0 r2 r2 r1
r2 2Z ∞ 2Z
−
r12 − ao r 1 r1
∫ r1 e
ao
= ∫ r2
e dr1 + dr1
0 r2
∞ 2Z r 2Z ∞ 2Z
16 Z 6 e' 2 − r2
2 r12 − r1 − r1
∫ ∫ dr1 + ∫ r1 e
ao ao ao
E (1) = r22 e e dr1 dr2
a o6 0 0
r2 r2
atau:
Bab IX Metode Perturbasi/ 192
∞ 2Z r 2Z
16 Z 6 e' 2 − r2
2 − r1
∫ r2 e ∫
ao ao
E (1) = r12 e dr1 dr2
a o6 0 0
2Z 2Z
∞ − r2 ∞ − r1
16Z 6 e' 2 ao ao
+ ∫ r22 e ∫r e dr1 dr2 (9-54)
a 6o r 1
0
2
kita sederhanakan bentuknya menjadi:
∞ 2Z
−
16 Z 6 e' 2 r2
E (1) = ∫ r2 e
ao
( I 1 ) dr2
a o6 0
2Z
∞ − r2
16 Z 6 e' 2
+ 2
∫ r2 e
ao
( I 2 ) dr2 (9-54a)
a 6o 0
r2 2Z ∞ 2Z
− r1 − r1
dr1 dan I 2 = ∫ r1 e
ao
∫
2 ao
dengan I 1 = r1 e dr1
0 r2
Dengan menggunakan:
2
2 e bx dx = e bx x − 2 x + 2 , diperoleh:
∫ x
b b 2 b 3
2 Z
r2 2Z − r1 2
− r1 r1 2r1 2
ao
I1 = ∫ r1 e2 ao
dr1 = e − +
− 2Z 2Z 2 2Z 3
0 − −
a
o a a
o o
r2
− 2Z r
1
r12 a o r1a o2 a 3o
= e a o − − −
2Z 2Z 2 4Z 3
0
2Z
− r2
ao r22 a o r2 a o2 a o3 a o3
=e − − − − −
2Z 2 Z 2 4 Z 3 4Z 3
2Z 2Z 2Z
a o 2 − ao r2 a o2 − r2
ao a o3 − ao r2 a o3
=− r2 e − r2 e − e +
2Z 2Z 2 4Z 3 4Z 3
bx 1 ( bx − 1)
Dengan menggunakan ∫ xe bx dx = e , diperoleh:
b2
Bab IX Metode Perturbasi/ 193
2Z 2Z
∞ − r1 −
r1 2 2Z
ao −
I 2 = ∫ r1 e r − 1
ao
dr1 = e a o
a o 1
r2 4Z 2
∞
− 2Z r −
2Z
r2
a o 1 a o a o2 ao a o a o2
= e − r − 0 − e − r −
2 Z 1 4Z 2
=
2 Z 2 4Z 2
r2
−
2Z 2Z
2Z a r2
a 2 − r2
− r2 2 o r e ao + o e ao
ao a a 2
= −e − o r2 − o = 2 Z 4Z 2
2Z 2
4Z
∞
4Z 2Z
− r2 − r2
16 Z 6 e' 2 ao 3 a a o2 ao
+ ∫ 2Z r2 e o + r22 e dr2
a 6o 0 4Z 2
16 Z 6 e' 2 a o a o a o3 a o
4 3 2 2
a o2 a o a o3 a o
E (1) = − 3! − 2! − + .
a o6 2Z 4 Z 2Z 2 4Z 4Z 3 4Z 4 Z 3 2 Z
16 Z 6 e' 2 a o a o a o
4 3
a o2
+ 3! + 2!
a o6 2 Z 4Z 4 Z 2 4 Z
16 Z 6 e' 2 1 a o 1 a o
5 5 5 5
1 ao 1 ao
E (1) = − 3. − 6 − 6 + 4
a o6 2 8 Z 2 Z 2 Z 2 Z
16 Z 6 e' 2 1 a o 1 a o
5 5
+ .3. + 7
a o6 2 8 Z 2 Z
Bab IX Metode Perturbasi/ 194
5
16 Z 6 e' 2 a o 1 1 1 1
E (1) = 6
− 6 − 6 + 4 + 7
ao Z 2 2 2 2
5
16 Z 6 e' 2 a o 2 2 8 1
= 6
− 7 − 7 + 7 + 7
ao Z 2 2 2 2
5
16 Z 6 e' 2 a o 5
=
a o6 Z 2 7
Jadi:
5Z e' 2
E (1) = (9-55)
8 a
o
Jika diaplikasikan pada helium, Z = 2, persamaan (9-55) menjadi:
10 e' 2 10 e' 2
=
10
=
4 .13,606 eV = 34,0 eV
(1) =
E 8 a o 4 2a
o
Jadi aproksimasi untuk helium ground dengan memperhitungkan sampai dengan koreksi
order pertama adalah:
Dengan koreksi seperti, kesalahannya terhadap energi ground state yang sesungguhnya
adalah 5,3 %.
Kita telah berhasil menghitung koreksi order pertama untuk gelombang. Untuk
menghitung koreksi energi kedua dibutuhkan koreksi order pertama untuk fungsi
gelombang, yang dapat diperoleh melalui evaluasi terhadap elemen matrik dari 1/r12 mulai
dari ground state tak terperturbasi sampai dengan seluruh state tereksitasi termasuk state
kontinum dan melakukan penjumlahan serta integrasi. Tidak seorangpun yang telah
berhasil menggambarkan bagaimana mengevaluasi secara langsung semua konstribusi
untuk E ( 2 ) . Perlu dicatat bahwa efek ψ (1) ( koreksi fungsi order pertama), bercampur
dengan fungsi gelombang dari konfigurasi lain, selain 1s2; hal ini kita sebut konfigurasi
interaksi. Memang, kontribusi terbesar yang berpengaruh terhadap fungsi gelombang
helium yang sesungguhnya, berasal dari konfigurasi 1s2, yang merupakan fungsi
gelombang order nol tak terperturbasi.
Bab IX Metode Perturbasi/ 195
kedua E ( 2) = −4,3 eV sedang order ketiga E (3) = +0,1 eV . Sampai dengan koreksi order
ketiga, aproksimasi energi ground state untuk helium adalah:
E = E (o) + E (1) + E ( 2) + E (3)
Apakah yang terjadi seandainya kita menggunakan fungsi gelombang ground state
perturbasi order nol ψ g(o) sebagai fungsi variasi φ dalam integral variasional?. Jika itu yang
dilakukan, maka integral variasional φ H φ = φ H φ menjadi:
φ H φ = ψ g(o) H o + H' ψ g(o) = ψ g(o) H oψ g(o) + H'ψ g(o)
Jadi dengan menggunakan ψ g(o) sebagai fungsi variasi dihasilkan energi yang sama dengan
menggunakan ψ g(o) sebagaimana (9-49), hasil yang diperoleh adalah sama dengan hasil
Bab IX Metode Perturbasi/ 196
perturbasi order pertama yaitu −74,8 eV. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, marilah
kita masukkan sebuah parameter ke dalam (9-49). Kita akan mencoba menggunakan
fungsi:
3 ζ ζ
1ζ − ao r1 − ao r 2
φ = e .e (9-58)
π ao
Persamaan (9-58) tersebut diadopsi dari (9-49) yang nomor atom Z diganti parameter
bahwa muatan inti efektif adalah Z−1; karena kedua elektron dalam helium ground state
berada pada orbital yang sama, akibatnya maka tidak mungkin masing-masing saling
menghalangi secara penuh, jadi diperkirakan nilai ζ berkisar antara Z−1 sampai Z.
Sekarang kita akan mengevaluasi integral variasional. Untuk melancarkan hal ini,
kita tulis kembali Hamiltonian (9-39) dalam bentuk:
ζe' 2 ζe' 2
2 2
e' 2 e' 2 e' 2
H
= − ∇ 2
1 − − ∇ 2
2 − + ( ζ − Z ) + ( ζ − Z ) + (9-59)
2me r1 2me r2 r1 r2 r12
Masuknya parameter ζ ke dalam (9-39) hingga membentuk (9-59) tidak mengubah nilai
Hamiltonian (9-39), artinya (9-59) adalah sama dengan (9-39). Suku-suku yang berada
dalam kurung kurawal adalah jumlah dari Hamiltonian mirip hidrogen untuk inti yang
bermuatan ζ; sementara itu, persamaan (9-58) adalah hasil kali dua fungsi 1s mirip
hidrogen dengan muatan inti ζ.. Oleh karena itu, jika suku dalam kurung itu beroperasi
pada φ, berarti kita mempunyai sebuah persamaan eigen dan nilai eigen-nya adalah jumlah
e' 2
2
ζe' 2 2 2
ζe'
− ∇12 − − ∇ 22 − a
2me r1 2me r2 φ = −2 ζ2 o φ (9-60)
2 2
2 e' 2 e' φ *φ
∫ φ * H φ d τ = − ζ
ao ∫ φ * φ d τ + (ζ − Z ) e '
ao ∫ r1
dτ
e' 2 φ * φ 2 φ *φ
+ (ζ − Z )e' 2 ∫ dτ + e' ∫ dτ (9-61)
ao r2 r12
Kita ambil ƒ1 sebagai fungsi ternormalisasi dari orbital 1s mirip hidrogen dengan muatan
inti ζ bertautan dengan elektron 1; dan kita ambil fungsi sejenis yaitu ƒ2 untuk elektron 2:
3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
ƒ1 = 1 ζ ƒ2 = 1 ζ
1 2
ao ; ao
e e (9-62)
π 1/ 2 ao π 1/ 2 ao
dengan catatan φ = ƒ1.ƒ2. Selanjutnya kita evaluasi integral-integral yang berada dalam
persamaan (9-61)
∫ φ * φ dτ = ∫∫ƒ
8
1 1 ƒ ƒ28ƒ2 dτ1 dτ2 = 1
3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
1 ζ ao
1 1 ζ ao
1
e . 1 / 2 e
= π / 2 a o
∞ 1
π ao
π 2π
∫ r1
r12 dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
0 0 0
3∞ 2ζ π 2π
− r1
1ζ
∫ r1e dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
ao
=
π ao 0 0 0
3
{ }
2
1ζ ao
= − [ cos θ 1 ] π0 ( 2π )
π ao 2ζ
3 2
1ζ ao ζ
= { 2}( 2π ) =
π ao 2ζ ao
φ *φ
Akhirnya kita harus mengevaluasi e' ∫
2
dτ . Ini persis sama dengan (9-52), hanya Z
r12
φ *φ 5ζ e' 2
e' 2 ∫ r12 = 8 a
d τ
(9-63)
o
Jadi integral variasional (9-61) mempunyai nilai:
2 5 e' 2
∫ φ * H φ d τ = ζ − 2 Zζ + ζ
8 ao
(9-64)
Sebagai pengujian, jika kita menggunakan ζ = Z dalam (9-64) akan kita peroleh bahwa
nilai (9-64) tepat sama dengan hasil teori perturbasi order pertama, (9-50) ditambah (9-
55).
Sekarang kita mencari nilai parameter ζ agar integral variasional bernilai minimal.
∂ 5 e' 2
=0
∂ζ ∫
φ * H φ d τ = 2ζ − 2Z +
8 a o
ζ = Z − 5/16 (9-65)
Sebagai antisipasi, muatan inti efektif terletak antara Z dan Z−1. Dengan menggunakan (9-
65) dan (9-64), kita peroleh:
2
5 25 e' 2 5 e' 2
∫
2
φ * H φ d τ = − Z + Z − = − Z − (9-66)
8 256 a o 16 a o
Dengan meletakkan Z = 2, kita memperoleh aproksimasi untuk energi helium ground state
yaitu −(27/16)
e’2/ao = −(729/)e’2/2ao = − eV. Dibandingkan dengan nilai yang sesungguhnya yaitu −79,0
2
Namun, kita dapat menggunakan berbagai bentuk u dalam (9-67) sebagai ganti dari bentuk
eksponensial tunggal sebagaimana digunakan pada (9-58). Prosedur sistematik untuk
memperoleh fungsi u yang menghasilkan nilai integral variasional terkecil akan dibahas di
bab XI. Prosedur itu menunjukkan bahwa pilihan terbaik untuk u dalam (9-67)
menghasilkan integral variasional −77,9 eV, yang masih mempunyai kesalahan 1,4 %. Hal
ini menimbulkan pertanyaan, mengapa (9-67) tidak dapat menghasilkan integral variasional
yang tepat sama dengan −79,0 eV ?. Jawabnya adalah, ketika kita menulis fungsi (9-67),
dalam bentuk perkalian dua fungsi terpisah untuk masing-masing elektron, kita telah
membuat sebuah aproksimasi. Perlu dicatat, bahwa terminologi Hamiltonian e' 2 / r12
dalam persamaan Schrodinger untuk helium merupakan kuantitas yang bersifat sebagai
satu kesatuan dan tidak separabel. Untuk dapat mencapai energi ground state yang
sesungguhnya, kita membutuhkan fungsi yang tidak sesederhana (9-67).
Model atom Bohr yang memberikan penjelasan mengenai energi secara tepat dan
memuaskan untuk atom hidrogen, ternyata gagal ketika diterapkan untuk helium.
Kemudian, pada hari-hari awal lahirnya mekanika kuantum, ada teori baru yang
memberikan perlakuan yang akurat untuk helium. Teori baru tentang helium ini diprakarsai
oleh Hylleraas pada tahun 1928-1930. Dia menggunakan fungsi variasi yang
memperhitungkan jarak antar elektron r12 secara eksplisit. Hal ini memungkinkan orang
untuk membicarakan berapa besar efek yang diberikan oleh sebuah elektron dalam
pergerakannya, terhadap elektron yang lain. Fungsi yang dipergunakan oleh Hylleraas
adalah:
− ζ r1 − ζ r 2
ao
φ = N e .e ao
(1 + b r 12 ) (9-68)
[
r12 = ( x1 − x 2 ) 2 + ( y1 − y 2 ) 2 + ( z1 − z 2 ) 2 ]
1/ 2
(9-69)
akibatnya fungsi (9-68) bersifat tidak sesederhana bentuk perkalian fungsi (9-67).
Minimalisasi terhadap integral variasional terhadap masing-masing parameter,
Bab IX Metode Perturbasi/ 200
menghasilkan parameter ζ = 1,849 dan b = 0,364/ao dan energi ground state −78,7 eV,
yang artinya, kesalahannya 0,3 eV atau 0,38 %. Dengan menggunakan fungsi yang lebih
rumit (terdiri atas 6 suku dan mengandung r 12), Hylleraas berhasil memperoleh energi
ground state helium dengan kesalahan hanya %.
Pekerjaan Hylleraas, dikembangkan oleh para ahli lain. Dengan menggunakan
fungsi variasi yang terdiri atas 1078 suku, Pakeris memperoleh energi ground state helium
Schwartz memperbaiki hasil kerja Pakeris, dan memperoleh energi ground state helium −
2,903724375 (e' 2 / a o ) . Hasil ini hanya berbeda dalam rentang 10−9 (e' 2 / a o ) terhadap
energi ground state helium non relativistik yang sesungguhnya (Levine, 1998)
Kalkulasi variasional terhadap litium ground state menggunakan fungsi 60 suku
dan mengandung r12 , r23 dan r13 menghasilkan energi ground state −7,47802 (e' 2 / a o ) .
Bandingkan dengan energi litium ground state yang sesungguhnya, −7,47807 (e' 2 / a o ) .
Kalkulasi variasional dengan fungsi yang mengandung r ij menjadi sangat rumit untuk atom
berelektron banyak karena akan melibatkan suku yang sangat banyak serta integral yang
sangat rumit.
dengan
2 2
2 e' 2 e' φ *φ
∫ φ * H φ d τ = − ζ
ao ∫ φ * φ d τ + (ζ − Z ) e '
ao ∫ r1
dτ
Bab IX Metode Perturbasi/ 201
e' 2 φ *φ 2 φ *φ
+ (ζ − Z )e' 2 ∫ dτ + e' ∫ dτ (9-61)
ao r2 r12
Kita ambil ƒ1 sebagai fungsi ternormalisasi dari orbital 1s mirip hidrogen dengan muatan
inti ζ bertautan dengan elektron 1; dan kita ambil fungsi sejenis yaitu ƒ2 untuk elektron 2:
3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
ƒ1 = 1 ζ ƒ2 = 1 ζ
1 2
ao ; ao
e e (9-62)
1/ 2 a 1/ 2 a
π o π o
dengan catatan φ = ƒ1.ƒ2. Selanjutnya kita evaluasi integral-integral yang berada dalam
persamaan (9-61)
∫ φ * φ dτ = ∫∫ƒ
8
1 1 ƒ ƒ28ƒ2 dτ1 dτ2 = 1
3/ 2 − ζ r 3/ 2 − ζ r
1 ζ ao
1 1 ζ ao
1
e . 1 / 2 e
= π / 2 a o
∞ 1
π ao
π 2π
∫ r1
r12 dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
0 0 0
3∞ 2ζ π 2π
− r1
1ζ
∫ r1e dr1 ∫ sin θ 1dθ 1 ∫ dφ1
ao
=
π ao 0 0 0
3
{ }
2
1ζ ao
= − [ cos θ 1 ] π0 ( 2π )
π ao 2ζ
3 2
1ζ ao ζ
= { 2}( 2π ) =
π ao 2ζ ao
φ *φ
Akhirnya kita harus mengevaluasi e' ∫
2
dτ . Ini persis sama dengan (9-52), hanya Z
r12
φ *φ 5ζ e' 2
e' 2 ∫ r12 = 8 a
d τ
(9-63)
o
Jadi integral variasional (9-61) mempunyai nilai:
2 5 e' 2
∫ φ * H φ d τ =
ζ − 2 Z ζ + ζ
8 ao
(9-64)
Sebagai pengujian, jika kita menggunakan ζ = Z dalam (9-64) akan kita peroleh bahwa
nilai (9-64) tepat sama dengan hasil teori perturbasi order pertama, (9-50) ditambah (9-
55).
Sekarang kita mencari nilai parameter ζ agar integral variasional bernilai minimal.
Apabila λ semakin mendekati nol, nilai eigen pada (9-72) semakin mendekati nilai
eigen (9-70); jadi kita mempunyai lim λ →0 E n = E n( o) . Ini juga berarti bahwa untuk λ
mendekati 0, fungsi eigen persamaan (9-72) mendekati fungsi eigen (9-70). Apakah ini
berarti bahwa lim λ →0 ψ n = ψ n(o ) ? Jawabnya adalah, tidak harus demikian. Jika E n(o) non
degenerate, fungsi ψ n(o) ternormalisasi yang berasal dari H o dengan nilai eigen E n(o)
merupakan fungsi yang unik, dan kita boleh yakin bahwa lim λ →0 E n = E n( o) . Namun, jika
nilai eigennya berlevel d-fold degenerate, maka solusi untuk persamaan (9-70) adalah
kombinasi linear berikut:
yang kita gunakan sebagai fungsi eigen untuk state yang terdegenerate adalah fungsi yang
tidak unik karena akan ada d macam fungsi yang nilai eigennya sama. . Dengan
Bab IX Metode Perturbasi/ 203
atom hidrogen yang bersifat 3-fold degenerate, kita dapat menggunakan fungsi 2p−1, 2p0
dan 2p+1, atau fungsi 2px , 2py dan 2pz atau himpunan 3 fungsi independen yang lain untuk
disusun menjadi kombinasi linear. Untuk eigen terperturbasi yang mengalami d-fold
degenerate, dapat dinyatakan bahwa seandainya λ mendekati nol, kombinasi linear yang
dihasilkan adalah:
d
lim ψ n = ∑ c iψ i(o ) , 1≤ n ≤ d (9−75)
λ →0 i =1
Tugas kita yang pertama adalah menentukan fungsi gelombang order nol (9-75) untuk
perturbasi H ' . Jika fungsi yang akan kita tentukan itu kita beri nama φ n(o) , maka:
d
ψ n(o) = ∑ c iψ i(o) , 1≤ n ≤ d (9-76)
i =1
Masing-masing fungsi ψ n(o) dalam (9-76) mempunyai koefisien yang berbeda. Himpunan
fungsi order nol yang benar bergantung pada bentuk perturbasi H ' .
Perlakuan terhadap level d-fold degenerate berlangsung sebagaimana perlakuan
pada non degenerate (sub bab 9.2), tentu saja kita gunakan φ n(o) sebagai ganti untuk ψ n(o) .
H oφ n(o) = E d(o) φ n(0) . Dengan teorema pada bab 3 sub bab 3.6, masing-masing kombinasi
Bab IX Metode Perturbasi/ 204
linear φ n(0) (n = 1,2 . . . d) adalah fungsi eigen dari H o dengan nilai eigen E n(o) , dan
Selanjutnya (9-79) dikalikan dengan ψ m(o)* dan dintegralkan seluruh ruang dengan m
adalah salah satu state yang berada dalam level d-degenerate tak terperturbasi, jadi m
terletak antara 1 dan d atau 1 ≤ m ≤ d .
( )
(
ψ m(o)* H oψ n(1) − E d(o)ψ n(1) = ψ m(o)* E n(1)φ n( o) − H ' φ n(o) )
Jika tanda * tidak ditulis dan diadakan penataan , diperoleh:
(
) ( ) (
) (
ψ m(o) H o ψ n(1) − E d(o ) ψ m(o) ψ n(1) = E n(1) ψ m(o) φ n(o ) − ψ m(o ) H ' φ n(o ) , 1 ≤ m ≤ d )
(9-80)
(o) o (1) (o ) (o ) (1)
Dari persamaan (9-20) kita mempunyai ψ m H ψ n = E m ψ m ψ n = 0. ( ) ( )
(o) o (1) (o ) (o )
Dari (9-71) kita E m(o) = E d(o ) untuk 1 ≤ m ≤ d , jadi ψ m H ψ n = E d ψ m ψ n
(1)
( ) ( )
juga = 0, sehingga (9-80) menjadi:
(
) (
ψ m(o ) H ' φ n(o ) − E n(1) ψ m(o) φ n(o ) = 0 , ) 1≤ m ≤ d (9-80a)
(o ) d d
ψ m H '
∑ ciψ i(o) − E n(1) ψ m(o) ∑ ciψ i(o) = 0
i =1 i =1
atau:
c ψ
d
∑ i m (
(o )
H ' ψ (o)
i − E (1)
d
)
n ∑ ci ψ m ψ i
(o ) (o )
=0 ( ) (9-81)
i =1 i =1
Fungsi gelombang order nol ψ i(o) (i – 1, 2, . . d) untuk level degenerate selalu dapat
(ψ (o) ( o)
m ψi )=δ mj (9-82)
untuk rentang m dan i antara 1 dan d. Jika (9-82) dimasukkan ke dalam (9-81) kita
peroleh:
d
( )
d
( o)
∑ ψ m H ' ψ i − E n ∑ δ mj c i = 0 ,
(o ) (1)
m = 1, 2, . . .d (9-83)
i =1 i =1
Persamaan (9-83) ini merupakan himpunan d persamaan homogen linear dari d koefisien
(o)
yang tak diketahui. Jika agar tampak sederhana, ψ m(o ) H ' ψ i ( ) '
ditulis H mi , maka
Agar himpunan persamaan linear (9-84) memiliki solusi trivial, determinan koefisien
himpunan tersebut harus nol, jadi:
(( (o)
)
det ψ m(o) H ' ψ i − E n(1) δ mj = 0 ) (9-85)
' ' '
( H 11 − E n(1) ) H 12 ...... H1d
' '
H 21 ( H 22 − E n(1) ) . . . . . . H '2d
=0 (9 - 86)
...............................................
'
H d' 1 H 'd2 ...... ( H dd − E n(1) )
berderajat d dinyatakan dalam E n(1) . Tentu saja persamaan ini mempunyai akar sebanyak d,
yaitu E1(1) , E 2(1) , . . . , E d(1) , yang merupakan koreksi order pertama untuk level d-
Jika akar-akarnya semuanya berbeda, maka koreksi perturbasi order pertama memecah
level d-fold degenerate tak terperturbasi menjadi sebanyak d level energi perturbasi yang
saling berbeda yaitu:
Jika ada beberapa akar yang sama maka pemecahannya tidak lengkap menjadi sebanyak d
level perturbasi. Namun, untuk pembahasan kali ini, kita akan mengasumsikan bahwa
akar-akar (9-86) saling berbeda.
Setelah mendapatkan d macam nilai koreksi energi order pertama, kita akan
kembali ke (9-84) untuk mendapatkan nilai ci yang belum diketahui, yang merupakan
penentu fungsi gelombang order yang sesungguhnya. Untuk menentukan fungsi
gelombang order nol :
yang energinya adalah akar E n(1) , kita harus menyelesaikan (9-84) untuk c2, c3, . . . cd
(o ) (o)
dalam φ n φ n = 1 menghasilkan:
d
∑
2
c1 =1 (9-88)
k =1
c1 yang berbeda yang akan memberikan fungsi gelombang order nol sesungguhnya yang
berbeda juga. Dalam sub bab berikutnya akan ditunjukkan bahwa:
( o) (o )
E n(1) = φ n H ' φ n , n = 1, 2, . . ., d (9-89)
yang sama dengan formula untuk non degenerate (9-22), tetapi tentu saja hanya fungsi
yang dipergunakan.
Dengan prosedur yang sama dengan kasus degenerate itu, sekarang kita dapat
menghitung koreksi order pertama untuk fungsi gelombang order nol serta dengan
demikian juga dapat menghitung koreksi energi order kedua.
Bab IX Metode Perturbasi/ 207
Sebagai contoh, akan kita lihat efek perturbasi H ' terhadap level energi degenerate
terendah dari partikel dalam box tiga dimensi. Kita telah tahu bahwa tiga state terendahnya
(o) (o ) (o )
adalah ψ 2,1,1 , ψ 1,2,1 dan ψ 1,1,2 . Fungsi-fungsi tersebut ortonormal, dan persamaan sekular
(9-86) adalah:
(o ) ( o) (o ) (o ) ( o) (o )
ψ 211 H 'ψ 211 − E n(1) ψ 211 H 'ψ 121 ψ 211 H 'ψ 112
(o ) (o ) (o ) ( o) (o) (o )
ψ 121 H 'ψ 211 ψ 121 H 'ψ 111 − E n(1) ψ 121 H 'ψ 112 =0
(o ) (o ) (o ) (o ) (o ) (o )
ψ 112 H 'ψ 211 ψ 112 H 'ψ 121 . ψ 112 H 'ψ 112 − E n(1)
Jadi melalui koreksi order pertama, level degenerate tripel tak terperturbasi, pecah menjadi
tiga level, yaitu:
(H '
11 )(
− E n(1) H 22
'
)
− E n(1) . . . . . . . . H dd
'
(− E n(1) = 0 )
E1(1) = H 11
'
; E 2(1) = H 22
'
; ...... ; E d(1) = H dd
'
(9-92)
Bab IX Metode Perturbasi/ 208
Sekarang kita akan menentukan fungsi gelombang order pertama. Kita akan
mengasumsikan bahwa akar-akar (9-92) masing-masing berbeda satu terhadap yang lain.
0 =0
(H '
22 )
' c =0
− H 11 2
...................
(H '
dd
'
− H 11 )
cd = 0
Karena kita mengasumsikan bahwa semua akar-akarnya berbeda, tentu saja nilai
(H '
22
'
− H 11 ) '
, . ., H dd (
'
− H 11 )
, tidak mungkin nol. Dengan demikian,
c2 = 0, c3 = 0 , . . . . . cd = 0
Kondisi normalisasi pada (9-88) menghasilkan c1 = 1. Jadi fungsi gelombang order nol
' adalah
yang sesungguhnya berdasarkan koreksi energi perturbasi order pertama H 11
[(persamaan 9-76)]:
φ1( 0 ) = ψ 1( 0 )
' , diperoleh:
Dengan cara yang sama, untuk akar H 22
φ 2( 0 ) = ψ 2( 0 )
Dengan menggunakan akar-akarnya yang tersisa, dan dengan cara yang sama pula,
diperoleh:
φ 3( 0 ) = ψ 3( 0 ) , . . . ., φ d( 0 ) = ψ d( 0 )
ψ d( 0 ) yang kita asumsikan merupakan fungsi gelombang terperturbasi order nol yang
sesungguhnya.
Kebalikan dari pernyataan di atas, juga benar. Jika fungsi-fungsi yang kita
asumsikan ternyata adalah fungsi perturbasi yang benar, maka determinan sekularnya
d
φ1( 0 ) = ∑ ciψ i( 0 ) adalah c1 = 1, dan c2 = c3 = . . . = cd = 0, jadi untuk n = 1, himpunan
i =1
Aplikasi hal yang sama untuk fungsi φ n( 0 ) yang lain, membawa kita pada kesimpulan
'
bahwa H mi = 0 untuk i ≠ m . Dengan demikian, penggunaan fungsi order nol akan
membuat determinan sekular menjadi determinan diagonal. Perlu diingat juga bahwa
koreksi energi order pertama dapat diperoleh dengan cara menghitung rata-rata dengan
menggunakan fungsi gelombang order nol, jadi:
E n(1) = H nn
'
= φ n( 0 ) H ' φ n( 0 ) (9-93)
'
( H 11 − E n(1) ) '
H 12 0 0
' '
H 21 ( H 22 − E n(1) ) 0 0
' =0 (9 - 94)
. 0 0 ( H 31 − E n(1) ) '
H 34 .
' '
0 0 H 43 ( H dd − E n(1) )
Determinan sekular (9-94) mempunyai bentuk yang sama dengan persamaan sekular
variasi linear (8-40) dengan Sij = δij. Dengan cara yang sama dengan yang digunakan untuk
menunjukkan bahwa dua dari fungsi variasi adalah kombinasi linear dari f1 dan f2 dua yang
lain adalah kombinasi linear dari f3 dan f4 [Persamaan (8-45) dan (8-46)], kita dapat
menunjukkan bahwa dua fungsi gelombang order nol adalah kombinasi linear dari ψ 1( 0 )
dan ψ 2( 0 ) sedang dua yang lain adalah kombinasi linear dari ψ 3( 0 ) dan ψ 4( 0 ) :
( 0)
membuat integral H ij' bernilai nol jika ψ i( 0 ) dan ψ j mempunyai nilai eigen berbeda
terhadap A (lihat teorema 6 bab 7). Jadi, jika nilai eigen A untuk ψ 1( 0 ) ,ψ 2( 0 ) , . . . . . . , ψ d( 0 )
semuanya berbeda, maka determinan sekularnya akan berbentuk determinan diagonal, dan
kita akan memperoleh fungsi gelombang order nolnya. Jika beberapa nilai eigennya ada
yang sama, maka yang kita peroleh adalah determinan blok. Pada umumnya, fungsi order
nol merupakan kombinasi linear dari fungsi-fungsi tak terperturbasi yang mempunyai nilai
eigen sama terhadap operator A .
5Z 2 e' 2
E ( 0) = −
8 a
o
Bab IX Metode Perturbasi/ 211
20 e' 2
= −5(13,606 eV) = −68,03 eV
= − 2 (9-95)
8 2a o
Ingat, bahwa level n = 2 untuk hidrogen adalah 4-fold degenerate karena untuk hidrogen
2s dan 2p mempunyai energi yang sama. Jadi level energi tak terperturbasi tereksitasi
pertama adalah 8-fold degenerate; fungsi gelombang tak terperturbasinya adalah:
dengan 1s(1)2s(2) adalah perkalian antara fungsi hidrogen 1s untuk elektron pertama
dengan fungsi hidrogen 2s untuk elektron kedua. Sebagai contoh, bentuk eksplisit dari
fungsi ψ 8( 0 ) adalah:
5/ 2 3/ 2
1 Z 1 Z
ψ 8( 0 ) = r1 .e − Zr1 / 2 ao
cos θ 1 . 1 / 2 e − Zr2 / ao
4( 2π ) 1/ 2
ao π ao
Kita lebih memilih bentuk real untuk fungsi 2p dari pada bentuk kompleksnya.
Karena level tak terperturbasinya adalah degenerate, kita harus menyelesaikan persamaan
( 0 )*ψ ( 0 ) dτ
∫ψ 1 2 = ∫∫1s(1) * 2s(2) * 1s(2)2s(1) dτ 1 dτ 2
= ∫ 1s (1)2 s(1)dτ 1 ∫ 1s (2)2 s(2)dτ 2 = 0 . 0 = 0
Bab IX Metode Perturbasi/ 212
Karena adalah 8 fungsi tak terperturbasi, jadi determinan sekularnya pasti mempunyai 8 2 =
( )
64 elemen. Operator H ' adalah Hermitian, dan H ij' = H 'ji . Juga, karena H ' dan ψ 1( 0 ) .
*
. . . . ψ 8( 0 ) semuanya real, kita mempunyai H ij' ( ) * ' '
= H 'ji , jadi H ij = H ji . Determinan
sekular bersifat simetrik terhadap diagonal utama. Hal ini membuat pekerjaan
mengevaluasi integral menjadi terpotong sekitar separuhnya.
Dengan menggunakan konsiderasi paritas, kita dapat menunjukkan bahwa sebagian
'
besar integral bernilai nol. Pertama, marilah kita lihat H 13 :
∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
e' 2
'
H 13 = ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ 1s(1)2 s(2)
r12
1s(1)2 p x (2) dx1 dy1 dz1 dx 2 dy 2 dz 2
− ∞ −∞ − ∞ − ∞ − ∞ − ∞
Fungsi s hidrogen hanya bergantung pada r = (x2 + y2 + z2)½ dan oleh karena itu
merupakan fungsi genap. Fungsi 2px(2) adalah fungsi ganjil terhadap x2, dan r12 dinyatakan
oleh (9-69). Jika kita menginversi ke enam koordinat, r12 tidak berubah:
r12 = [(−x1 + x2)2 + (−y1 + y2)2 + (−z1 + z2)2 ] = r12
'
Kemudian, jika keenam koordinat pada H 13 diinversi, nilainya berubah menjadi minus
'
nilai semula. Jadi H 13 tersebut merupakan integral fungsi ganjil, sehingga kita boleh
'
mengevaluasi H 35 :
∞ ∞ ∞ ∞ ∞ ∞
' e' 2
H 35 = ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ ∫ 1s(1)2 p x (2)
r12
1s (1)2 p y (2) dx1 dy1 dz1 dx 2 dy 2 dz 2
− ∞ −∞ − ∞ − ∞ − ∞ − ∞
Perhatikan pengaruh perubahan x1 → −x2 dan x2 → −x2. Transformasi ini tidak mengubah
harga r12. Fungsi 1s(1) dan 2py(2) tidak terpengaruh oleh perubahan ini, namun 2px(2)
'
menjadi negatif terhadap nilai semula. Dengan demikian secara keseluruhan nilai H 35
Bab IX Metode Perturbasi/ 213
'
menjadi negatif terhadap transformasi ini, dan dapat disimpulkan pula bahwa H 35 = 0.
'
0. Dengan melakukan transformasi y1 → −y1 dan y2 → −y2 dapat ditunjukkan bahwa H 57
Determinan sekularnya berbentuk determinan blok, dan hasilnya adalah perkalian empat
buah determinan yang masing-masing adalah determinan order dua. Dapat kita simpulkan
bahwa fungsi gelombang order nolnya mempunyai bentuk sebagai berikut:
φ 3( 0 ) = c3ψ 3( 0 ) + c 4ψ 4( 0 ) , φ 4( 0 ) = c3ψ 3( 0 ) + c 4ψ 4( 0 )
(9-97b)
φ 5( 0 ) = c5ψ 5( 0 ) + c 6ψ 6( 0 ) , φ 6( 0 ) = c5ψ 5( 0 ) + c 6ψ 6( 0 )
φ 7( 0 ) = c 7ψ 7( 0 ) + c8ψ 8( 0 ) , φ 8( 0 ) = c 7ψ 7( 0 ) + c8ψ 8( 0 )
dimana koefisien c berhubungan dengan akar pertama sedang c berhubungan dengan akar
kedua.
Determinan yang pertama dari (9-97a) adalah:
' '
H 11 − E (1) H 12
' ' =0 (9-98)
H 12 H 22 − E (1)
Kita mempunyai:
Bab IX Metode Perturbasi/ 214
∞ ∞
' e' 2
H 11 = ∫ ........... ∫ 1s(1)2s(2) r12 1s(1)2s(2) dx1 . . . . . . . . .dz 2
−∞ −∞
atau:
' e' 2
H 11 = ∫ ∫ [1s (1)] 2 [ 2s (2)] 2 dτ 1 dτ 2
r12
' e' 2
H 22 = ∫ ∫ [1s( 2)] 2 [ 2 s(1)] 2 dτ 1 dτ 2
r12
Variabel integrasinya merupakan variabel yang dapat diberi sembarang simbol. Marilah kita
'
sekarang melakukan pe-label-an ulang terhadap variabel dalam H 22 dengan ketentuan
sebagai berikut: Kita adakan pertukaran x1 dan x2, pertukaran y1 dan y2 serta pertukaran z1
dan z2. Pelabelan ulang ini tidak mengubah nilai r12, jadi:
' e' 2
H 11 = J 1s 2 s = ∫ ∫ [1s(1)] 2 [ 2s (2)] 2 dτ 1 dτ 2 (9-100)
r12
Bentuk (9-100) merupakan contoh integral Coulomb. Nama ini muncul karena adanya
fakta bahwa J 1s 2 s sama dengan energi elektrostatik yang muncul dari repulsi antara
elektron pertama yaitu yang fungsi densitas probabilitasnya [1s]2 dengan elektron kedua.
'
yang fungsi densitas probabilitasnya [2s]2. Selanjutnya H 12 diberi simbol K1s 2 s :
' e' 2
H 12 = K 1s 2 s = ∫ ∫ 1s(1)2s (2) 2 s(1)1s (2) dτ 1 dτ 2 (9-101)
r12
Ini disebut integral pertukaran karena fungsi yang letaknya sebelah menyebelah dengan
e’2/r12 berbeda satu dengan yang lain hanya lantaran pertukaran elektron satu dengan dua.
e' 2 e' 2
j ij = f i (1) f j ( 2 ) f i (1) f j ( 2 ) ; K ij = f i (1) f j ( 2 ) f j (1) f i ( 2 ) (9-102)
r12 r12
Integrasinya dilakukan untuk seluruh rentang koordinat spasial dari elektron 1 dan 2 dan fi
dan fj adalah orbital spasial.
Substitusi (9-99) sampai (9-101) ke dalam (9-98) menghasilkan:
J 1s 2 s − E (1) K1s 2 s
=0 (9-103)
K1s 2 s J 1s 2 s − E (1)
(J 1s 2 s − E (1) ) 2
= ( K1s 2 s ) 2
J 1s 2 s − E (1) = ± K1s 2 s
E (1) = J 1s 2 s + K 1s 2 s
Sekarang kita dapat menghitung koefisien dari fungsi gelombang order nol yang
berhubungan dengan dua harga E (1) tersebut.. Untuk ini kita gunakan (9-84). Jika hanya
ada dua harga E (1) , maka hanya ada dua harga koefisien c, sehingga (9-84) menjadi:
(H '
11 )
− E1(1) c1 + H 12
'
c2 = 0
'
H 21 '
c1 + H 22 (
− E 2(1) c 2 = 0 )
atau:
{ J 1s 2 s − ( j1s 2 s − K1s 2 s )} c1 + ( K1s 2 s ) c 2 =0
( K1S 2 S ) c1 + { J 1s 2 s − ( J 1s 2 s + K1s 2 s )} c 2 =0
atau:
K1s 2 s c1 + K1s 2 s c 2 = 0
K1S 2 S c1 + K 1s 2 s c 2 = 0
Karena K1s 2 s pasti tidak nol, maka c1 + c2 = 0 atau c1 = −c2. Dari normalisasi:
Bab IX Metode Perturbasi/ 216
{
φ1( 0 ) φ1( 0 ) = 1, diperoleh:
c1ψ 1( 0 ) + c 2ψ 2( 0 ) c1ψ 1( 0 ) + c 2ψ 2( 0 ) =1
atau:
ψ 1( 0 ) ψ 1( 0 ) − c1 ψ 1( 0 ) ψ 2( 0 ) − c1 ψ 2( 0 ) ψ 1( 0 ) + c1 ψ 2( 0 ) ψ 2( 0 ) = 1
2 2 2 2
c1
2 2 2
c1 + c1 = 1 → c1 = ½ = 2−1, jadi:
c1 = 2 −1 / 2
Substitusi c1 ke dalam (9-97b) menghasilkan dua fungsi order nol yaitu:
'
H 33 − E (1) '
H 34
=0 (9-107)
'
H 34 '
H 33 − E (1)
'
H 55 − E (1) '
H 56
=0 (9-108)
'
H 56 '
H 55 − E (1)
'
H 77 − E (1) '
H 78
=0 (9-109)
'
H 78 '
H 77 − E (1)
' '
Perhatikan H 33 dan H 55 :
∞ ∞
e' 2
'
H 33 = ∫ ......... ∫ 1s(1)2 p x ( 2)
r12
1s(1) 2 p x (2) dx1 .............dz 2
−∞ −∞
∞ ∞
e' 2
'
H 55 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p y (2)
r12
1s (1)2 p y (2) dx1 .............dz 2
−∞ −∞
Kedua integral tersebut adalah sama, hanya 2 p x (2) diganti 2 p y (2) , dan kedua orbital ini
sepenuhnya sama dan hanya berbeda orientasinya dalam ruangan. Selanjutnya, juga dapat
' '
digunakan lasan yang sama untuk menyatakan bahwa H 77 juga sama dengan H 33 dan
'
H 55 . Ketiga integral ini disebut integral Coulomb J 1s 2 p . Jadi:
e' 2
'
H 33 '
= H 55 '
= H 77 = J 1s 2 p = ∫ ∫ 1s(1)2 p z (2) r12
1s(1)2 p z (2) dτ 1 dτ 2
∞ ∞
e' 2
'
H 34 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p x (2)
r12
1s (2)2 p x (1) dx1 .............dz 2
−∞ −∞
∞ ∞
e' 2
'
H 55 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p y (2)
r12
1s (2)2 p y (1) dx1 .............dz 2
−∞ −∞
∞ ∞
e' 2
'
H 78 = ∫ ......... ∫ 1s (1) 2 p z (2)
r12
1s(1)2 p z (2) dx1 .............dz 2
−∞ −∞
Bab IX Metode Perturbasi/ 218
Ketiga integral tersebut adalah sama dan ketiganya disebut integral pertukaran K 1s 2 p .
Jadi:
e' 2
'
H 34 '
= H 56 '
= H 78 = J 1s 2 p = ∫ ∫ 1s(1)2 p z (2) r12
1s(2)2 p z (1) dτ 1 dτ 2
Dengan demikian ketiga determinan (9-107) sampai (9-109) adalah identik dan
mempunyai bentuk:
J 1s 2 p − E (1) K1s 2 p
=0
K 1s 2 p J 1s 2 p − E (1)
Determinan ini mirip dengan (9-103), dan dengan analogi terhadap (9-104) − (9-106), kita
memperoleh:
[
φ 5( 0 ) = 2 −1 / 2 1s(1)2 p y (2) − 1s(2) 2 p y (1) ] (9-112)
Ternyata bahwa repulsi e’2/r12 telah mengubah dugaan kita terhadap degenerasi. Semula
diduga bahwa energi level he tereksitasi adalah 8-fold denegerate.. Ternyata 8-ford
hipotetis ini pecah menjadi 2 buah level non degenerate 1s2s dan 2 buah level yang
masing-masing 3-fold degenerate yang berhubungan dengan konfigurasi 1s2p.
Untuk mengevaluasi integral Coulomb dan integral pertukaran dalam E (1) pada
persamaan (9-104) dan (9-110) kita dapat menggunakan ekspansi 1/r 12 sebagaimana telah
kita lakukan pada (9-53), dan hasilnya adalah (buktikan !):
Bab IX Metode Perturbasi/ 219
17 Ze' 2
J 1s 2 s = = 11,42 eV
81 a o
59 Ze' 2
J 1s 2 p = = 13,21 eV (9-113)
243 a o
16 Ze' 2
K 1s 2 s = = 1,19 eV
729 a o
112 Ze' 2
K1s 2 p = = 0,93 eV
6561 a o
dengan menggunakan Z = 2. Ingat bahwa E ( 0 ) = −68,08 eV. Jadi ada empat level energi
koreksi order pertama, yaitu (gambar 9.2):
E ( 0 ) + E 3(1) = E ( 0 ) + J 1s 2 p − K 1s 2 p = −53,7 eV
−55,4 eV
−55,7 eV
1s2s
Ks
−57,8 eV
Jp
Js
−68,0 eV
E ( 0)
Bab IX Metode Perturbasi/ 220
−
∂Ψ
i ∂t
(
= H o + H' Ψ ) (9-115)
dengan Ψ adalah fungsi gelombang bergantung pada koordinat spasial, koordinat spin
adalah fungsi eigen dari H o [persamaan (9-114)]. Tiap-tiap Ψko merupakan solusi dari (9-
adalah solusi dari persamaan Schrodinger (9-116) . Tetapan c k adalah sebuah tetapan
bebas waktu.
Fungsi Ψko membentuk himpunan lengkap (karena mereka merupakan fungsi eigen
dari operator Hermitian H o ), sedemikian rupa sehingga setiap solusi (9-116) dapat
Bab IX Metode Perturbasi/ 222
dinyatakan dalam bentuk (9-117). Dengan demikian (9-117) adalah solusi umum bagi
persamaan Schrodinger bergantung waktu (9-116), dan H o bersifat bebas waktu.
Sekarang kita anggap bahwa H ' (t ) sadah ada. Dalam keadaan ini, (9-117) tidak
lagi merupakan solusi persamaan Schrodinger bergantung waktu. Namun, karena fungsi
sesungguhnya dapat berada di sembarang waktu yang diekspansi sebagai kombinasi linear
dari fungsi Ψko menurut relasi Ψ = ∑ bk Ψk . Karena H bergantung waktu, tentu saja
o o
k
Ψ akan berubah terhadap waktu dan ekspansi koefisien bk juga berubah terhadap waktu.
Oleh karena itu:
−iEkot /
Ψ= ∑ bk ( t ) e ψ ko (9-118)
k
Dalam kondisi limit H ' (t ) →0, ekspansi (9-118) akan tereduksi menjadi (9-117).
−iEkot / −iEkot /
= ∑ bk e E koψ ko + ∑ bk e H 'ψ ko
k k
dan spin. Dengan menggunakan sifat ortonomalitas dari fungsi gelombang tak
terperturbasi, kita peroleh:
dbk −iEkot / −iEkot /
− ∑ e
i k dt
ψ mo ψ ko = ∑ bk e ψ mo H 'ψ ko
k
Bab IX Metode Perturbasi/ 223
o o
Karena faktor ψ m ψ k , semua suku pada ekspansi ruas kiri menjadi nol kecuali satu
dbk −iEmo t /
Karena k = m, maka ruas kiri dapat ditulis − e , sehingga::
i dt
atau:
dbk i ( )
o −Eo t /
−i E m
dt
= − ∑ bk e k ψ mo H 'ψ ko (9-119)
k
Marilah kita menganggap bahwa perturbasi H ' (t ) diaplikasikan pada t = 0 dan bahwa
sebelum perturbasi diaplikasikan sistem berada dalam keadaan stasioner pada keadaan n
o
dengan energi E no . Oleh karena itu, fungsi pada t = 0 adalah Ψ = e −iEn t / ψ no , dan pada t
= 0 nilai dari koefisien ekspansi pada (9-118) adalah bn (0) = 1 dan bk (0) = 0 untuk
k ≠ n . Jadi:
bk (0) = δ kn (9-120)
Untuk memfasilitasi solusi (9-119), kita akan mengasumsikan bahwa perturbasi H ' adalah
kecil dan hanya bekerja dalam waktu yang singkat. Dalam kondisi seperti itu, perubahan
nilai koefisien bk dari nilai asal pada saat perturbasi diaplikasikan adalah sangat kecil.
Sebagai aproksimasi, kita dapat mengganti koefisien ekspansi pada ruas kanan (9-119)
dengan nilai asalnya (9-120), sehingga:
= − e −i ( Em − En )t / ψ mo H 'ψ no
dbk i o o
dt
Selanjutnya perturbasi H ' diaplikasikan dari t = 0 sampai t = t’. Integrasi dari t = 0
sampai t = t’, dan dengan menggunakan (9-120) diperoleh:
Bab IX Metode Perturbasi/ 224
− i ( Em
o − E o )t /
t'
i o
bm (t ' ) = δ mn − ∫ e n ψ m H 'ψ no dt (9-121)
0
persamaan (9-119) memberikan dbm / dt = 0 untuk t > t’. Oleh karena itu, untuk t setelah
dengan bm ( t ') koefisien sebagaimana dinyatakan oleh (9-121). Dalam (9-122), Ψ adalah
superposisi dari ψ mo yaitu fungsi eigen operator H o . Telah kita bahas dalam bab 7, bahwa
pengukuran energi sistem pada t setelah t’ akan menghasilkan sebuah nilai eigen E mo yaitu
nilai eigen dari operator H o , dan probabilitas memperoleh E mo adalah sama dengan
superposisi (9-122). Kemudian, pengukuran energi mengubah Ψ menjadi salah satu energi
o
fungsi eigen e −iEmt / ψ mo . Hasil bersihnya adalah transisi dari keadaan stasioner n menjadi
===000===
Bab IX Metode Perturbasi/ 225
Soal-Soal
1. Untuk osilator tak harmonik dengan Hamiltonian (9-3), evaluasilah E (1) untuk keadaan
tereksitasi pertama.
2. Sebuah partikel dalam sistem box satu dimensi mempunyai fungsi energi potensial
sebagai berikut:
V = b untuk ¼ l < x < ¾ l , V = 0 untuk 0 < x < ¼ l dan x > ¾ l
2
dan di luar itu V = tak terhingga, dengan b = / ml 2 . Perlakukan sistem sebagai
partikel terperturbasi dalam box.
(a) Tentukan koreksi energi order pertama untuk seluruh state stasioner dengan
bilangan kuantum n.
(b) Untuk ground state dan tereksitasi pertama, bandingkan E (0) + E (1) dengan energi
2
yang sesungguhnya yaitu 5,750345 / ml 2 dan 20,23604 2
/ ml 2 .
3. Untuk partikel terperturbasi dalam box sebagaimana tersebut pada soal (2) di atas,
tentukan koreksi order pertama untuk fungsi gelombang yang stasioner pada keadaan
dengan bilangan kuantum n
4. Ketika Hylleraas memulai kalkulasinya pada helium, saat itu belum diketahui apakah ion
hidrida terisolasi (ion H− ) merupakan entitas yang stabil atau tidak. Kalkulasilah energi
ground state ion H− , diprediksi dengan fungsi trial (9-58). Bandingkan hasilnya dengan
energi ground state atom hidrogen, yaitu −13,6 eV, dan tunjukkan bahwa fungsi variasi
sederhana ini mengindikasikan bahwa H− tidak stabil. (Dengan fungsi variasi yang lebih
5. Ada lebih dari satu cara untuk memisahkan Hamiltonian H menjadi bagian tak
terpertubasi H o dan bagian perturbasi H ' . Selain yang dapat kita lihat pada (9-40) dan
(9-41), pemisahan Hamiltonian untuk atom helium adalah sebagai berikut:
2 2
5 e' 2 5 e' 2
Ho = − ∇12 − ∇ 22 − Z − − Z −
2m e 2m e 16 r1 16 r2
Bagaimana fungsi gelombang tak terpertirbasinya ? Kalkulasilah E (0) dan E (1) untuk
ground state. (Lihat sub bab 9.4)
6. Sebagian besar (tetapi tidak semua) pengaruh gerak inti atom helium dapat dikoreksi
Tentukan, energi helium merupakan pangkat berapa dari me ? [Lihat persamaan (9-
66)].
(
(o) (o)
) ( 0) (1)
det ψ m H ' ψ i − δ mi ( E n + E n ) = 0 )