You are on page 1of 76

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG Dalam rangka mewujudkan tatanan pendidikan yang mandiri dan berkualitas sebagai mana diatur dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, perlu dilakukan berbagai upaya strategis dan integral yang menunjang penyelenggaraan pendidikan kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua, mulai dari usia dini sampai jenjang

pendidikan yang tinggi, tanpa ada diskriminasi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusif, yaitu tanpa partisipasi aktif dari semua pihak, tentunya sulit mewujudkan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu upaya peningkatan kualitas harus dilakukan. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Kita semua tahu bahwa mulai tahun Ajaran 2006-2007 di Indonesia telah diberlakukan kurikulum baru yaitu kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dengan diberlakukan KTSP ini secara bertahap, membuktikan bahwa dunia pendidikan di Indonesia telah mengalami pergantian. Pengembangan kurikulum ini tentu saja perlu di imbangi dengan pengembangan perangkat kerja lainnya, sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kondusif. Untuk itu guru harus dapat mengambil keputusan yang tepat ketika peserta didik belum dapat membentuk kompetensi dasar seperti yang di inginkan,

untuk itu guru harus memiliki kemampuan mengembangkan model - model pembelajaran yang efektif, sehingga hasil pembelajaran dapat di tingkatkan. Pendidikan di sekolah terlalu menjejali otak anak dengan berbagai bahan ajar yang harus dihafal, pendidikan kita tidak diarahkan untuk membangun dan mengembangkan karakter serta potensi yang dimiliki, dengan kata lain, proses pendidikan kita tidak pernah diarahkan maslah hidup, serta tidak diarahkan untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi ; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari hari. Akibatnya ketika anak didik kita lulus dari sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi mereka miskin aplikasi. Menyampaikan bahan pelajaran berarti melaksanakan beberapa kegiatan, tetapi kegiatan itu tidak ada gunanya jika tidak mengarah pada tujuan tertentu. Artinya seorang pengajar harus mempunyai tujuan dalam kegiatan pengajarannya, karena itu setiap pengajar menginginkan pengajarannya diterima sejelas jelasnya oleh para peserta didiknya. Menurut Sagala (2010:173) Untuk mengerti suatu hal dalam diri seseorang terjadi suatu proses yang disebut sebagai proses belajar melalui model model mengajar yang sesuai dengan;kebutuhan proses belajar itu dengan baik, pengajar harus mengetahui bagaimana model dan proses

pembelajaran itu berlangsung. Selama ini metode yang sangat dominan digunakan dalam proses belajar mengajar adalah ceramah dan pemberian tugas. Sangat jarang dijumpai guru menggunakan model pembelajaran yang aktif dan kreatif. Teori perkembangan mental Piaget yang biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif bahwa setiap tahap perkembangan intelektual dilengkapi dengan ciri ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan, (Ahmadi, dkk, 2011:42-43). Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk

membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran (Sudrajat:17.10)

1.2

RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah definisi dari pendekatan pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran, teknik pembelajaran dan model pembelajaran? 2. 3. Apa sajakah macam-macam pendekatan pembelajaran itu? Apa sajakah macam-macam model pembelajaran itu?

1.3 TUJUAN Berdasarkan atas pokok permasalahan diatas , maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Untuk

mengetahui

pengertian

pendekatan

pembelajaran,

strategi

pembelajaran, pembelajaran. 2. 3.

metode pembelajaran, teknik pembelajaran dan model

Untuk mengetahui macam-macam pendekatan pembelajaran. Untuk mengetahui macam-macam model-model pembelajaran.

BAB II PEMBAHASAN 2.1. PENGERTIAN PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, TEKNIK DAN MODEL PEMBELAJARAN. Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) Pendekatan pembelajaran; (2) strategi pembelajaran; (3) metode pembelajran; (4) Teknik pembelajran; (5) Taktik pembelajaran; dan (6) Model pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadai, menginspirasi, menguatkan, danmelatari metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tertentu. Kemp (dalam Sanjaya:2006:126) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada dengan pendapat diatas, Dick and Carey juga menyebutkan bahwa strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal (rencana, metode, atau serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu) (J. R. David dalam Sanjaya 2006:126). Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya,

arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk

mengimplementasikannya digunakan metode pembelajaran. Misalnya, untuk melaksanakan strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk menggunakan media pembelajaran. Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan melaksanakan strategi. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something (Wina Senjaya (2008). Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Sedangkan Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi tahapan tertentu, sedangkan teknik adalah cara yang digunakan, yang bersifat implementasi. Dengan perkataan lain, metode yang dipilih oleh masing masing guru adalah sama, tetapi mereka menggunakan teknik yang berbeda. Sedangkan menurut beberapa ahli yang telah diuraikan terdahulu bahwa strategi pembelajaran harus mengandung penjelasan arti yang lebih luas dari metode dan teknik. Artinya, metode/prosedur dan teknik pembelajaran merupakan bagian dari strategi pembelajaran.

Strategi pembelajaran adalah cara cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama proses pembelajaran. Pemilihan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, sumber belajar, kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Pada berbagai situasi proses pembelajaran seringkali digunakan berbagai istilah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk menjelaskan cara, tahapan, atau pendekatan yang dilakukan oleh seorang guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Istilah strategi, metode, atau teknik sering digunakan secara bergantian, walaupun pada dasarnya istilah istilah tersebut memiliki perbedaan satu dengan yang lain. Gerlach dan Ely dalam (Hamzah, 2007:2) menyatakan bahwa Teknik pembelajaran seringkali disamakan artinya dengan metode pembelajaran. Teknik adalah jalan, alat, atau media yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai Apabila antara pendekatan, strategi, metode dan teknik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan

teknik pembelajaran. Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku- buku, film, komputer, kurikulum, dan lain lain (Joyce dalam Ahmadi, dkk, 2011:8). Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Adapun Soekamto, dkk (dalam Ahmadi, dkk, 2011: 8) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. 2.2. MACAM-MACAM PEMBELAJARAN Menjadi guru kreatif, profesional, dan menyenangkan dituntut untuk memiliki kemampuan mengembangkan pendekatan dan memilih metode pembelajaran yang efektif (Mulyasa 2008:95). Hal ini penting terutama untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Cara guru melakukan suatu kegiatan pembelajaran mungkin memerlukan pendekatan dan metode yang berbeda dengan pembelajaran lainnya. Sedikitnya terdapat lima pendekatan pembelajaran yang perlu dipahami guru untuk dapat mengajar dengan baik yaitu : Pendekatan kompetensi, pendekatan keterampilan proses, pendekatan lingkungan, pendekatan kontekstual, dan pendekatan tematik. (Mulyasa 2008:9596). 2.2.1. PENDEKATAN KOMPETENSI Mulyasa (2008:96) mengatakan bahwa Kompetensi menunjuk kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pembelajaran dan latihan, kompetensi menunjuk kepada perbuatan (performance) yang bersifat PENDEKATAN BESERTA MODEL

rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu dalam proses belajar. Kay (1997) mengemukakan bahwa Competency based education, an approach to instruction that aims to teach each student the basic knowledge, skill, attitudes, and values essential to competence (Pendidikan berbasis kompetensi, pendekatan untuk instruksi yang bertujuan untuk mengajar setiap siswa pengetahuan dasar, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai penting untuk kompetensi). Kompetensi selalu dilandasi oleh rasionalitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran mengapa dan bagaimana perbuatan tersebut dilakukan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan indikator yang menunjuk kepada perbuatan yang bisa diamati, dan sebagai konsep yang mencakup aspek aspek pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap serta tahap tahap pelaksanaannya secara utuh. Terdapat tiga landasan teoritis yang mendasari pendidikan berdasarkan pendekatan kompetensi. Pertama, adanya pergeseran dari pembelajaran kelompok ke arah pembelajaran individual. Kedua, pengembangan konsep belajar tuntas (master learning) atau belajar sebagai penguasaan (learning for mastery) adalah suatu falsafah tentang pembelajaran yang mengatakan bahwa dengan sistem pembelajaran yang tepat semua peserta didik akan dapat belajar dengan hasil yang baik dari seluruh bahan yang diberikan. Landasan teoritis ketiga bagi perkembangan pendidikan berdasarkan kompetensi adalah usaha penyusunan kembali definisi bakat. Implikasi terhadap pembelajaran adalah sebagai berikut, Pertama, pembelajaran perlu lebih menekankan pada pembelajaran individual meskipun dilaksanakan secara klasikal, dalam pembelajaran perlu diperhatikan perbedaan peserta didik. Dalam hal ini misalnya tugas diberikan secara individu, bukan secara kelompok. Kedua, perlu diupayakan lingkungan belajar yang kondusif, dengan metode dan media yang bervariasi yang memungkinkan setiap peserta didik mengikuti kegiatan belajar dengan tenang dan menyenangkan. Ketiga,dalam pembelajaran perlu diberikan waktu yang cukup, terutama dalam penyelesaian tugas/praktek pembelajaran agar setiap peserta didik dapat mengerjakan tugas belajar dengan baik. Apabila waktu yang tersedia di sekolah tidak mencukupi,

berilah kebebasan kepada peserta didik untuk menyelesaikan tugas tugas yang diberikan di luar kelas. Dalam kaitannya dengan pengembangan pembelajaran berdasarkan pendekatan kompetensi, Ashan (1981) mengemukakan tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu menetapkan kompetensi yang ingin dicapai, mengembangkan strategi untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk menggambarkan perilaku hasil belajar (behavioral outcomes) dengan respon peserta didik yang dapat diberikan berdasarkan apa yang diperoleh dari belajar. Sejalan dengan uraian diatas Sukmadinata (1983) mengemukakan tiga tahap yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran.yakni perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran. Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan kompetensi yaitu :
2.2.1.1. Model Pembelajaran Mandiri

Konsep Belajar dan Pembelajaran Mandiri Kemandirian dalam belajar ini menurut Wedemeyer (dalam Rusman 2011:353) perlu diberikan kepada peserta didik supaya mereka mempunyai tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan dirinya dan dalam mengembangkan kemampuan belajar atas kemampuan sendiri. Belajar mandiri bukan berarti balajar sendiri (Panen, 1997). Belajar mandiri bukan merupakan usaha untuk mengasingkan peserta didik dari teman belajarnya dan dari guru/instrukturnya. Hal yang terpenting dalam proses belajar mandiri ialah peningkatan kemampuan dan ketrampilan peserta didik dalam proses belajar tanpa bantuan orang lain, sehingga pada akhirnya peserta didik tidak tergantung pada guru/pendidik, pembimbing, teman atau orang lain dalam belajar. Teman dalam proses belajar mandiri itu sangat penting. Kalau menghadapi kesulitan, peserta didik seringkali lebih mudah atau lebih berani bertanya kepada teman daripada kepada guru/instruktur.teman sangat penting, karena dapat menadi mitra dalam belajar bersama dan berdiskusi.

10

Kemandirian Peserta Didik dan Keberhasilan Tingkat kemandirian peserta didik berkaitan erat dengan pemilihan program: 1. 2. Apakah memilih program yang kesempatannya untuk berdialog Program yang kurang memberikan kesempatan berdialog dan tinggi dan kurang terstruktur sangat terstruktur. Bahan Belajar Mandiri Jenis-jenis bahan belajar mandiri di antaranya adalah : 1. Modul, yaitu suatu paket progam yang disusun dalam bentuk satuan tertentu dan didesain semakin rupa guna kepentingan belajar siswa.Satu paket modul biasanya memiliki komponen petunjuk guru,lembar kegiatan siswa,lembar kerja siswa,kunci lembar kerja,lembar tes,dan kunci lembaran tes 2. Bahan Pembelajaran Berprogam, yaitu paket progam pembelajaran individual,hampir sama dengan modul.Perbedaanya dengan modul,Bahan Pembelajaran Berprogam ini disusun dalam topik-topik kecil untuk setiap bingkai atau halamanya.Satu bingkai biasanya berisi informasi yang merupakan bahan pembelajaran,pertanyaan bingkai lain.
3.

Digital Content berbasis web, yaitu bahan pembelajaran online

dalam bentuk pembelajaran individual yang dapat diakses oleh siswa,baik dalam bentuk tugas pembelajaran mandiri maupun sumber-sumber belajar lainya yang dikemas dalam bentuk digital content Kesimpulan Model pembelajaran mandiri yang diterapkan secara penuh memberi kesempatan kepada peserta didik untuk ikut berperan dalam menentukan tujuan,memilih isi pelajaran,dan cara mempelajarinya.Bahkan peserta didik juga diberi kesempatan untuk ikut menentukan cara dan kriteria evaluasinya,Namun,dalam praktik tidak seluruh kemandirian itu diterapkan. 2.2.2 Pendekatan Keterampilan Proses

11

Mulyasa (2008:99) mengemukakan bahwa Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses belajar, aktivitas dan kreativitas peserta ddik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap, serta menerapkannya dalam kehidupan sehari hari. Dalam pengertian tersebut, termasuk di antaranya keterlibatan fisik, mental, dan sosial peserta didik dalam proses pembelajaran, untuk mencapai suatu tujuan. Indikator-indikator kemampuan pendekatan keterampilan proses antara lain : mengidentifikasi, mengklasifikasi, menghitung, mengukur,

mengamati, mencari hubungan, menafsirkan, menyimpulkan, menerapkan, mengkomunikasikan, dan mengekspresikan diri dalam suatu kegiatan untuk menghasilkan suatu karya. Kemampuan kemampuan yang menunjukkan keterlibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran tersebut dapat dilihat melalui partisipasi dalam kegiatan pembelajaran berikut : a. Kemampuan bertanya b. Kemampuan melakukan pengamatan c. Kemampuan mengidentifikasi dan mengklasifikasi hasil pengamatan d. Kemampuan menafsirkan hasil identifikasi dan klasifikasi e. Kemampuan menggunakan alat dan bahan untuk memperoleh pengalaman secara langsung f. Kemampuan merencanakan suatu kegiatan penelitian g. Kemampuan menggunakan dan menerapkan konsep yang telah dikuasai dalam suatu situasi baru h. Kemampuan menyajikan suatu hasil pengamatan dan atau hasil penelitian Pendekatan keterampilan proses bertolak dari suatu pandangan bahwa setiap peserta didik memiliki potensi yang berbeda, dan dalam situasi yang normal, mereka dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Oleh karena itu, tugas guru adalah memberikan kemudahan kepada peserta didik dengan menciptakan lingkungan yang kondusif agar semua peserta didik dapat berkembang secara optimal.

12

Pembelajaran berdasarkan pendekatan keterampilan proses perlu memperhatikan hal hal sebagai berikut : 2.2.2.1. Keaktifan peserta didik didorong oleh kemauan untuk belajar Pendayagunaan potensi yang dimiliki peserta didik Suasana kelas Bimbingan dan motivasi guru Model pembelajaran menggunakan Metode Eksperimen Sagala ( 2010: 220) mengemukakan bahwa Eksperimen adalah percobaan untuk membuktikan suatu pertanyaan atau hipotesis tertentu. Eksperimen dapat dilakukan pada laboratorium atau diluar laboratorium. Dalam proses pembelajaran siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, keadaan atau proses tertentu. Peran guru dalam pembelajaran eksperimen sangat penting, khususnya berkaitan dengan ketelitian dan kecermatan sehingga tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan dalam memaknai kegiatan eksperimen tersebut. Kebaikan-kebaikan eksperimen: Dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan hasil percobaan sendiri Dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi tentang sains, teknologi, suatu sikap ilmuwan. Siswa belajar dengan mengalami atau mengamati sendiri suatu proses atau kejadian. Memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis. Mengembangkan sikap berpikir ilmiah Kelemahan-kelemahan eksperimen:

Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan keterampilan proses yaitu

13

2.2.3

Pelaksanaan pembelajaran eksperimen sering memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak mudah diperoleh dan murah. Setiap eksperimen tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan. Sangat menuntut penguasaan pengembangan materi, fasilitas peralatan. Pendekatan Lingkungan Menurut Mulyasa (2008:101) Pendekatan lingkungan merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang berusaha untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik melalui pendayagunaan lingkungan sebagai sumber belajar. Pendekatan ini berasumsi bahwa kegiatan pembelajaran akan menarik perhatian peserta didik jika apa yang dipelajari berhubungan dengan kehidupan dan berfaidah bagi lingkungannya. Dalam pendekatan lingkungan, pelajaran disusun sekitar hubungan dan faidah lingkungan. Isi dan prosedur disusun hingga mempunyai makna dan ada hubungannya antara peserta didik dengan lingkungannya. Pengetahuan yang diberikan harus memberi jalan keluar bagi peserta didik dalam menanggapi lingkungannya. Pemilihan tema seyogyanya ditentukan oleh kebutuhan lingkungan peserta didik misalnya di lingkungan petani, tema yang berkaitan dengan pertanian akan memberikan makna yang lebih mendalam bagi para peserta didik. Demikian halnya dilingkungan pantai, tema tentang kehidupan pantai akan sangat menarik minat dan perhatian peserta didik. Belajar dengan pendekatan lingkungan berarti peserta didik mendapatkan pengetahuan dan pemahaman dengan cara mengamati sendiri apa apa yang ada di lingkungan sekolah, baik lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Dalam pada itu peserta didik dapat menanyakan sesuatu yang ingin diketahui kepada orang lain di lingkungan mereka yang dianggap tahu tentang masalah yang dihadapi. Pembelajaran berdasarkan pendekatan lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara :

14

a. Membawa peserta didik ke lingkungan untuk kepentingan pembelajaran. Hal ini bisa dilakukan denga metode karyawisata, metode pemberian tugas, dan lain lain. b. Membawa sumber sumber dari lingkungan ke sekolah (kelas) untuk kepentingan pembelajaran. Sumber tersebut bisa sumber asli, seperti nara sumber, bisa juga sumber tiruan seperti model dan gambar. c. Guru sebagai pemandu pembelajaran dapat memilih lingkungan dan menentukan cara cara yang tepat untuk mendayagunakannya dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan lingkungan yaitu:
2.2.3.1. Model Pembelajaran Alam Sekitar

Perintis model pembelajaran ini adalah Fr. Finger (1808-1888) diJerman dengan heimatkunde (pengajaran alam sekitar), dan J.Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan Het Volle Leven (kehidupan senyatanya). Dalam model pembelajaran ini alam sekitar sebagai fundamental pendidikan dan pengajaran memberikan dasar emosional, sehingga anak menaruh perhatian yang spontan terhadap segala sesuatu yang dibebrikan kepadanya asal itu didasarkan atas dan diambil dari alam sekitar. Mengacu pada konsep pendidikan alam sekitar Tirtarahardja dan Sula (dalam Sagala, 2010:180) berpendapat bahwa beberapa tahun terakhir telah ditetapkan adanya materi pelajaran muatan lokal dalam kurikulum, termasuk penggunaan alam sekitar. Dengan kurikulum muatan lokal tersebut diharapkan anak semakin dekat dengan alam sekitar dan masyarakat, sehingga dimungkinkan anak akan lebih menghargai, mencintai dan melestarikan lingkungan alam sekitar sebagai sumber kehidupannya. Prinsip-prinsip J.Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan Het Volle Leven (kehidupan senyatanya) Anak harus mengetahui bendanya terlebih daluhu sebelum mendengar namanya. Pengajaran selanjutnya. sesungguhnya harus mendasarkan pada pengajaran

15

Harus diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya, agar siswa paham akan hubungan antara bermacam-macam lapangan dalam hidupnya.

2.2.4

Pendekatan Tematik (Thematic Approach) Menurut Mulyasa (2008: 104) Pendekatan Tematik (Thematic Approach) salah satu pendekatan pembelajaran yag digunakan dalam

merupakan

implementasi kurikulum 2004, terutama di Taman Kanak Kanak dan Raudhatul Athfal (TK dan RA), serta pada kelas rendah di Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidayah (SD dan MI). Pendekatan tematik merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengadakan hubungan yang erat dan serasi antara berbagai aspek yang mempengaruhi peserta didik dalam proses belajar. Oleh karena itu pendekatan tematik sering juga disebut pendekatan terpadu (integrated). Perlunya pendekatan tematik pada pembelajaran yang mempunyai korelasi tinggi ialah kenyataan bahwa Dunia nyata itu menujukkan adanya keterpaduan dan bahwa peserta didik ternyata lebih baik bila belajar menghubung huungkan berbagai faktor yang ada. Pendekatan tematik bertujuan : a. Membentuk pribadi yang harmonis dan sanggup bertindak dalam menghadapi berbagai situasi yang memerluka keterampilan pribadi. b. Menyesuaikan pembelajaran dengan perbedaan peserta didik. c. Memperbaiki dan mengatasi kelemahan kelemahan yang terdapat pada metode mengajar hafalan. Pelaksanaan pendekatan tematik secara optimal perlu ditunjang oleh kondisi sekolah sebagai berikut : a. Guru mesti berpartisipasi dalam sebuah tim serta mempunyai tanggung jawab untuk menyukseskan tujuan tim b. Guru harus mempunyai kemampuan untuk mengembangkan program pembelajaran tematis pada jadwal yang telah ditentukan. c. Peralatan yang diperlukan untuk pelaksanaan pendekatan tematik harus tersedia, baik lingkungan sekolah maupun berupa pinjaman dari luar.

16

d. Pelaksanaan pendekatan tematik harus ada dalam struktur sekolah, sehingga guru dapat menggunakan berbagai sarana sekolah yang diperlukan. Pendekatan tematik dapat dilaksanakan oleh seorang guru, jadi semua bahan ajar menjadi tanggung jawabnya. Dapat pula dilaksanakan beberapa orang guru secara kolektif, namun harus dilandasi dengan kelancaran komunikasi, semangat kerjasama, dan mengadakan koordinasi yang baik di antara mereka. Tema yang dipilih hendaknya diangkat dari lingkungan kehidupan peserta didik, agar pembelajaran menjadi hidup dan tidak kaku. Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan Tematik sama dengan judulnya yaitu : 2.2.4.1. Model Pembelajaran Tematik Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) model pembelajaran untuk anak tingkat Sekolah dasar kelas rendah, yaitu kelas 1, 2, dan 3 adalah pembelajaran yang dikemas dalam bentuk tema-tema (Rusman, 2011: 249). Tema meupakan wadah atau wahana untuk mengenal konsep materi kepada anak didik secara menyeluruh. 2..4.1.1. Latar Belakang Pembelajaran Tematik Berdasarkan paduan KTSP, pengelolaan kegiatan pembelajaran pada kelas awal Sekolah Dasar dalam mata pelajaran dan kegiatan belajar pembiasaan dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran tematik dan diorganbisasikan sepenuhnya oleh sekolah / madrasah. Tema-tema yang bisa dikembangkan di kelas awal Sekolah Dasar mengacu kepada prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pengalaman mengembangkan tema dalam kurikulum mengembangkan tema dalam kurikulum disesuaikan dengan mata pelajaran yang akan dikembangkan. 2. Dimulai dari lingkungan yang terdekat dari lingkungan anak (expending community approach). 3. Dimulai dari hal-hal yang mudah menuju yang sulit, dari hal yang sederhana menuju yang kompleks, dari hal yang kongkret menuju yang abstrak.

17

KTSP merupakan kurikulum, operasional yang berbasis kompetensi sebagai hasil refleksi, pemikiran dan pengkajian yang mendalam dari kurikulum yang telah berlaku beserta pelaksanaannya. Dalam kurikulum ini diharapakan dapat membantu mempersisapkan peserta didik menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Kompetensi-kompetensi yang dikembangkan dalam KTSP diarahkan untuk memberikan keterampilan dan keahlian bertahan hidup dalam kondisi yang penuh dengan berbagai perubahan, persaingan, ketidak pastian , dan kerumitan dalam kehidupan. Kuruikulum ini ditunjukkan untuk menciptakan lulusan yang kompeten dan cerdas dalam membangun integritas social, serta membudidayakan dan memwujudkan karakter nasional. 2..4.1.2. Pengertian Pembelajaran Tematik Menurut Rusman (2011: 254) Model pembelajaran tematik adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Dikatakan bermakna karena dalam pembelajaran tematik, siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Dalam pelaksanaannya, pendekatan pembelajaran tematik ini bertolak dari suatu tema yang dipilih dan dikembangkan oleh guru bersama siswa dengan memperhatikan keterkaitannya dengan isi mata pelajaran. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan ( Poerwadarminta, 1983). Tujuan dari adanya tema ini bukan hanya untuk menguasai konsep-konsep dalam suatu mata pelajaran, akan tetapi juga keterkaitannya dengan konsepkonsep dari mata pelajaran lainnya. Dengan adanya tema ini akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya: 1. 2. 3. 4. Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu. Siswa dapat mempelajari pengetahuan dan pengembangan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. Pemahaman terhadap materi m\pembelajaran lebih mendalam dan berkesan. Kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa.

18

5.

siswa dapat lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas.

2..4.1.3. Landasan Pembelajaran Tematik Secara filosofis , kemunculan pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat berikut: Aliran progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreativitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana alamiah dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran Konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa sebagai kunci dalam pembelajaran. Aliran Humanisme melihat siswa dari segi keunikan/ kekhasannya, potensi , dan motivasi yang dimilikinya. Landasan Pesikologis terutama berkaitan dengan psikologi perkembangan peserta didik dan pesikologi belajar. Pesikologi perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat kelulusan dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik. Landasan Yuridis berkaitan dengan berbagai kebijakan atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dinyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9). 2.4.1.4. Karakteristik Model Pembelajaran Tematik Sebagai suatu model pembelajaran di Sekolah Dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut : Berpusat pada siswa Hal ini sesuai dengan pendekatan beajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator. Memberikan pengalaman langsung

19

Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tematema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran Pembelajaran tematik menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini daperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Bersifat fleksibel Guru dapat mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajarandengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan di mana sekolah dan siswa berada. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Menggunakan prinsip belajar sambil bernain dan menyenangkan.

2.4.1.5. Rambu-rambu Pembelajaran Tematik Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik yang harus diperhatikan guru adalah sebagai berikut. 1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan 2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester 3. Kompetentensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara mandiri. 4. kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.

20

5. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta penanaman nilai-nilai moral. 6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa,minat, lingkungan, dan daerah setempat.
2.4.1.6. Ruang Lingkup Pembelajaran Tematik

Ruang lingkup pengembangan pembelajaran tematik meliputi seluruh mata pelajaran pada kelas I, II, dan III Sekolah Dasar, yaitu pada mata pelajaran pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan ketrampilan, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga 2.4.1.7. Implementasi Pembelajaran Tematik

Keberhasilan pembelajaran tematik dipengaruhi oleh seberapa jauh pembelajaran tersebut direncanakan sesuai dengan kondisi dan potensi siswa. Dalam merancang pembelajaran tematik di Sekolah Dasar bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu yang akan di ajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tematema tersebut. Kedua, dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang terdapat pada masing-masing mata pelajaran. Alur atau langkah-langkah dalam mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran tematik meliputi tujuh tahap, yaitu : Menetapkan Mata Pelajaran yang akan Dipadukan Mempelajari Kompetensi dasar dan Indikator dari Mata Pelajaran yang akan Dipadukan

21

Memilih dan Menetapkan Tema/Topik Pemersatu Membuat Matriks atau Bagan Hubungan Kompetensi Dasar dan Tema/Topik Pemersatu. Menyusun Silabus Pembelajaran Tematik Penyusunan Rencana Pembelajaran Tematik Adapun tambahan beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar Menurut Idaha riyanti (http://idahariyanti.student.fkip.uns.ac.id.diakses 30-03-2011:19.30 ). Antara lain : 2.2.5 Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat Yager (dalam http://www.papantulisku.com. diakses 30-03-2011:18.46) mendefinisikan STS (Science Technology Society) atau IPA Teknologi Masyarakat sebagai belajar dan mengajar mengenai IPA/teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan mengutip dari NSTA (National Science Teachers Association). Sedangkan National Science Teachers Association (NSTA) (1990 :1) memandang STM sebagai the teaching and learning of science in the context of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE (2006:1) bahwa STM merupakan an inter disciplinary approach which reflects the widespread realization that in order to meet the increasing demands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines (sebuah pendekatan antar disiplin yang mencerminkan realisasi luas bahwa dalam rangka memenuhi peningkatan permintaan masyarakat teknis, pendidikan harus mengintegrasikan seluruh disiplin ilmu). Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi

22

terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini. Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006:1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology (bidang disciplinery antar studi yang berusaha untuk mengeksplorasi memahami banyak cara dan teknologi yang scinence membentuk budaya, nilai, dan institusi, dan bagaimana faktor-faktor seperti bentuk ilmu pengetahuan dan teknologi). STM dengan demikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi. Hasil penelitian dari National Science Teacher Association (NSTA) (dalam Poedjiadi, 2000) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah langkah (http://smacepiring.wordpress.com. diakses 30-03-2011:17.31). Yager (dalam http://www.papantulisku.com. Diakses 30-03-2011: 18.50) memberikan ciri-ciri khas pembelajaran dengan model STS sebagai berikut : 1. peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di daerahnya dan dampaknya,
2. menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahan bahan)

untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah,

23

3. keterlibatan peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah, 4. penekanan pada keterampilan proses IPA, agar dapat digunakan oleh peserta didik dalam mencari solusi terhadap masalahnya, dan 5. sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar. Horsley, et.al, (dalam http://www.papantulisku.com. Diakses 30-03-2011: 18.59) mengemukakan bahwa pembelajaran ipa dan teknologi diperlukan agar konsisten dengan cara-cara para ahli dalam melakukan penyelidikan yang bersifat ilmiah dan teknologi. Model pembelajaran IPA dan teknologi melibatkan peserta didik dalam kegiatan-kegiatan penyelidikan, mengkonstruksi makna yang mereka temukan, mengajukan penjelasan dan solusi yang masih tentatif, menelusuri kembali konsep-konsep,dan menilai konsep-konsep yang dijadikan rujukan. Model pembelajaran IPA dan teknologi yang berorientasi pada konstrukstivisme dengan model STS yang diajukan oleh Horsley, et.al, (1990:59), Carin (1997:74), dan Yager (1992:15) meliputi empat tahap, yaitu tahap: a. invitasi, b. eksplorasi, penemuan, dan penciptaan, c. pengajuan penjelasan dan solusi, d. pengambilan tindakan.

24

Sintaks pembelajaran IPA dengan model STS menurut Carin (1997:74), Horsley et.al, (1990:59), dan Yager (1992:15) tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar 3.3 berikut ini.

Sumber: Carin1997:74 dan Horsley, (1990:59) Gambar 3.3 Bagan sintaks Pembelajaran IPA dan teknologi dengan model STS Invitasi Pada tahap ini guru merangsang peserta didik mengingat atau menampilkan kejadian-kejadian yang ditemui baik dari media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan topik yang merupakan hasil observasi. Selanjutnya peserta didik merumuskan masalah yang akan dicari jawabannya dengan tetap mengaitkan kepada topik yang dibahas, peran Guru sangat

25

diperlukan untuk menghaluskan rumusan masalah yang diajukan peserta didik dan mengacu kepada sumber belajar, bisa berupa LKS yang telah ada atau menyiapkan LKS yang baru. Guru dan peserta didik mengidentifikasi bersama mengenai masalah atau pertanyaan dan jawaban sementara yang paling mungkin dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan dan alokasi waktu pembelajaran serta topik. Eksplorasi Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik merupakan upaya untuk mencari jawaban atau menguji jawaban sementara yang telah dibuat dengan mencari data dari berbagai sumber informasi (buku, koran, majalah, lingkungan, nara sumber, instansi terkait, atau melakukan percobaan). Hasil yang diperoleh peserta didik hendaknya berupa suatu hasil analisis dari data yang diperoleh. Kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat mengacu kepada LKS yang telah ada untuk topik tersebut atau dapat juga mengembangkan sendiri berdasarkan LKS yang telah ada atau membuat LKS yang baru. Kegiatan peserta didik dapat berlangsung di dalam kelas, halaman sekolah, atau di luar sekolah yang diperkirakan memungkinkan dilakukan oleh peserta didik. Kegiatan peserta didik pada tahap ini di antaranya dapat berupa iuran pendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi fenomena khusus, mendesain model, dan mendiskusikan pemecahan masalah. Penjelasan dan Solusi Pada tahap ini peserta didik diajak untuk mengkomunikasikan gagasan yang diperoleh dari analisis informasi yang didapat, menyusun suatu model penjelasan (baru), meninjau dan mendiskusikan solusi yang diperoleh, dan menentukan beberapa solusi. Guru membimbing peserta didik untuk memadukan konsep yang dihasilkannya dengan konsep yang dianut oleh para ahli IPA. Peran Guru hendaknya dapat menghaluskan atau meluruskan konsep peserta didik yang keliru. Penentuan tindakan Pada tahap ini peserta didik diajak untuk membuat suatu keputusan dengan mempertimbangkan penguasaan konsep IPA dan keterampilan yang dimiliki

26

untuk berbagai gagasan dengan lingkungan, atau dalam kedudukan peserta didik sebagai pribadi atau sebagai anggota masyarakat. Peserta didik juga diharapkan merumuskan pertanyaan lanjutan dengan ditemukannya suatu penjelasan terhadap fenomena alam (konsep IPA), dan juga mengadakan pendekatan dengan berbagai unsur untuk meminimalkan dampak negatif suatu hal atau yang merupakan tindakan positif suatu masyarakat. Pengambilan tindakan ini di antaranya dapat berupa kegiatan pengambilan keputusan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, membagi informasi dan gagasan,dan mengajukan pertanyaan baru. 2.2.6 Pendekatan Konstektual
Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa. (http://smacepiring.wordpress.com. Diakses 30-03-2011:20.20).

Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiran agar tidak hanya berkonsentrasi dalam pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benarbenar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada

27

memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil menemukan sendiri dan bukan dari apa kata guru. Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible,Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah. Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan konstektual yaitu :
2.3.8 Model Kontekstual (Contextual Teaching and learning)

Elaine B.Johnson (dalam Rusman, 201:187) mengatakan pembelajaran Kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun polapola yang mewujudkan makna. Pembelajaran kontekstual merupakan usaha untuk membuat sisiwa aktif dalam memompa kemampuan diri, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkan dengan dunia nyata. Melalui model pembelajaran kontekstual, mengajar bukan transformasi pengetahuan dari guru kepada siswa dengan menghapal sejumlah konsep-konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyata, akan tetapi lebih ditekankan pada upaya memfasilitasi siswa untuk mencari kemampuan bisa hidup (life skill) dari apa yang dipelajarinya. Ciri khas CTL ditandai oleh tujuh omponen utama yaitu 1). Contructivism; 2) inquiry; 3) Questioning; 4) learning community; 5) modelling; 6) reflection; dan 7) Authentic Assessment.

28

Adapun tujuh prinsip pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan guru yitu: 1). Konstruktivisme. Pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Pengalaman akan dirasakan memiliki makna apabila secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan pengalaman sehari-hari yang dialami oleh para siswa itu sendiri. 2). Menemukan (inquiry) Menemukan merupakan inti dari CTL melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuankemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat, seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. 3). Bertanya (questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya, oleh karena itu bertanya merupakan strategi utama dalam CTL. Melalui penerapan bertanya pembelajaran akan lebih hidup, akan mendorong proses dan hasil pembelajaran yang lebih luas dan mendalam. Dengan bertanya maka: 1) dapat menggali informasi, 2) mengecek pemahaman siswa, 3) membangkitkan respon siswa, 4) mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa, 5). Mengetahui hal-hal yang diketahui siswa, 6). Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan siswa, dan 7). menyegarkan kembali pengetahuan yang telah dimiliki siswa. 4). Masyarakat Belajar (learning community) Maksudnya adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Ketika kita dan siswa dibiasakan untuk memberikan pengalaman yang luas kepada orang lain, maka saat itu pula kita atau siswa mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dari komunitas lain. 5). Pemodelan (modeling)

29

Perkembangan ilmu pengetahan dan teknologi, rumitnya permasalahan hidup yang dihadapi serta tuntutan siswa yang semakin berkembang dan beraneka ragam, telah berdampak pada keterbatasan kemampuan guru. Oleh karen itu maka kini guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Karena dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan siswa yang cukup heterogen. Oleh karena itu tahap pembuatan model dapat dijadikan alternatif untuk mengembangkan pembelajaran agar dapat membantu mengatasi keterbatasan yang dimiliki guru. 6). Refleksi (reflection) Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang dipelajari. Melalui model baru terjadi atau baru saja CTL pengalaman belajar bukan hanya terjadi dan

dimiliki ketika seseorang siswa berada dalam kelas, akan tetapi jauh lebih penting dari itu bagaimana membawa pengalaman belajar tersebut keluar kelas yaitu pada saat ia dituntut untuk menanggapi dan memecahkan permasalahan nyata dalam kehidupan sehari-hari. 7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessment) Tahap terakhir adalah melakukan penilaian. Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data dan informasi yang bisa memberikan gambaran atau petunjuk terhadap pengalaman belajar siswa. 2.2.7 Pendekatan Kontruktivisme Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba (Suwarna,2005). Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan

30

pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar. Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaran atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, yaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing. Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubung kaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara. Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahwa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan. Model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan Kontruktivisme yaitu 2.2.7.1. Model kontruktivis

31

Model kontruktivisme yang dikemukankan Piaget memberi arahan pada guru untuk membangkitkan kemampuan berpikir anak dalam belajar, adapun halhal yang perlu diperhatikan adalah: a. Menyiapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa. Dengan maksud: 1) adanya pengetahuan fisik diperoleh dengan berbuat pada benda-benda, dan melihat bagaiman benda-benda itu bereaksi. Misal: untuk mengetahui apakah sebuah bola yang dibuat dari tanah liat dapat terapung ditanah, anak harus berbuat sesuai pada benda-benda itu. 2). siswa harus bekerja dengan benda-benda , bahwa inilah satu-satunya cara mereka belajar logika, matematika kenyataan. Bukan dengan cara belajar kata-kata namun para siswa menjadi lebih berpikir mengenai alam nyata. b. Memperhatikan empat cara berbuat terhadap benda-benda. 1. Melihat bagaimana benda-benda bereaksi 2. Berbuat terhadap benda-benda untuk menghasilkan suatu efek yang diinginkan 3. Menjadi sadar bagaimana seorang menghasilkan efek. 4. Menjelaskan. c. Memperkenalkan kegiatan Kegiatan-kegiatan itu mungkin menarik bagi siswa tetapi jangan dipaksakan pada mereka, para siswa hendaknya mempunyai kebebasan untuk mengikuti perhatian mereka sendiri, oleh karena itu hanya akan dapat berkembang bila siiwa itu terlibat langsung dalam pembelajaran. d. Menciptakan pertanyaan, masalah dan pemecahannya Dewasa ini para pendiidk dianjurkan menciptakan masalah-masalah dan pengajuan pertanyaan-pertanyaan, dan siswa mencoba menajwab pertanyaan-pertanyaan atau memecahkan masalah-masalah mereka. Hal tersebut akan menjadikan siswa termotivasi dalam berfikir. e. Saling berinteraksi Menurut piaget, pertukaran gagasan-gasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walupun penalaran tidak dapat diajarkan secara

32

langsung, tetapi perkembanganya dapat distimulasi oleh teman-teman setingkatnya. f. Hindari istilah teknis dan tekankan berpikir Hasil penelitian mengungkapkan bahwa bahasa dapat memperjelas dan memperkaya gagasan-gagasan bila para siswa sudah tingkat perkembangan yang tinggi. Tetapi, kerap kali kata-kata dan istilah teknis merintangi berpikir, oleh karena itu guru hendaknya dapat membangkitkan gagasan untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikr siswa. g. Memperkenalkan kembali materi kegiatan. Alasanya anak-anak memperoleh pengetahuan dengan cara-cara yang berbeda dari cara orang dewasa. 2.2.8. PENDEKATAN EKSPOSITORI Pendekatan ini bertolak dari pandangan bahwa tingkah laku kelas dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditemukan oleh guru. Hakekat menurut pandangan ini adalah menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Siswa dipandang sebagai objek yang menerima apa yang diberikan guru. Komunikasi yang digunakan dalam interaksinya dengan siswa menggunakan komunikasi satu arah. Guru yang kreatif biasanya dalam memberikan informasi dan penjelasan kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar, bagan grafik, dan lain-lain. Pendekatan ekspositori menempatkan guru sebagai pusat pengajaran, karena guru lebih aktif memberikan informasi, menerangkan suatu konsep, mendemosntrasikan ketrampilan dalam memperoleh pola, memberi contoh soal dan guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya. Model pembelajaran yang dipakai dalam pendekatan ekspositori yaitu :
2.2.8.1.

Direct instruction ( pengajaran langsung) model pengajaran langsung guru harus mendemontrasikan

Suatu model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada sisswa secara

33

langkah demi langkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan, maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.

Landasan Teoritik Model pengajaran langsung bertumpu pada prinsip-prinsip psikologi

perilaku dan teori belajar sosial khususnya tentang pemodelan Tujuan Hasil belajar siswa Sebagian besar tugas guru ialah membantu siswa memperoleh

pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, misalnya bagaimana cara menggunakan neraca lengan dan bagaimana melakukan eksperimen. Guru juga membantu siswa untuk memahami pengetahuan deklaratif,yaitu pengetahuan tentang sesuatu (dapat di ungkapakan dengan kata-kata). Langkah langkah pengajaran langsung 1. Guru menyampaikan tujuan, informasi latar belakang pelajaran pentingnya pelajaran ini, mempersiapkan siswa untuk belajar. 2. Guru mendemonstrasikan keterampilan yang benar, atau menyajikan informasi tahap demi tahap. 3. Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal. 4. Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik. 5. Guru mmempersiapakan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus padqa penerapan kepada situasi lebih kompleks dak kehidupan sehari-hari. Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin terjadinya keterlibatan siswa terutama melalui: memperhatikan, mendengarkan, dan resitasi (tanya jawab)yang terencana. Ini berarti pembelajaran tidak bersifat otoriter, dingin, dan tanpa

34

humor. Ini berarti lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.

35

2.2.9

PENDEKATAN KOOPERATIF Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori

konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan menstraformasikan informasi yang kompleks. Menurut Slavin (dalam Rusman, 2010:201), pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengondisikan, dan memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (Kreativitas), sehingga akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran. Dalam teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan masalah masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Berdasarkan penelitian Piaget yang pertama dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak (Ratna dalam Rusman, 2010:201). Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide ide mereka sendiri. Menurut pandangan Piaget dan Vigotsky adanya hakikat sosial dari sebuah proses belajar dan juga tentang penggunaan kelompok kelompok belajar dengan kemampuan anggotanya yang beragam, sehingga terjadi perubahan konseptual. Piaget menekankan bahwa belajar adalah sebuah proses aktif dan pengetahuan disusun di dalam pikiran siswa. Oleh karena itu, belajar adalah tindakan kreatif

36

dimana konsep dan kesan dibentuk dengan memikirkan objek dan bereaksi pada peristiwa tersebut. Di samping aktivitas dan kreativitas yang diharapkan dalam sebuah proses pembelajaran dituntut interaksi yang seimbang, interaksi yang dimaksudkan adalah adanya interaksi atau komunikasi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. Dalam proses belajar diharapkan adanya komunikasi banyak arah yang memungkinkan akan terjadinya aktivitas dan kreativitas yang diharapkan. Berkaitan dengan karya Vigotsky dan penjelasan Piaget, para konstruktivis menekankan pentingnya interaksi dengan teman sebaya, melalui pembentukan kelompok belajar. Dengan kelompok belajar memberikan kesempatan kepada siswa secara aktif dan kesempatan untuk mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan siswa kepada teman akan membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas bahkan melihat ketidaksesuaian pandangan mereka sendiri. 2.2.9.1 KONSEP DASAR PEMBELAJARAN KOOPERATIF Pembelajaran kooperatif (Cooperatif learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic comunication). Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati dalam Rusman, 2010:203). Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.

37

Tom V. Savage (1987:217) mengemukakan bahwa cooperatif learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal asalan. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peerteaching) lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru. Cooperatif Learning adalah teknik pengelompokkan yang didalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4 5 orang. Belajar Cooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk memaksimalkan belajar mereka dan anggota lainnya dalam kelompok tersebut (Johnson dalam Rusman, 2010:204) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat 4 hal penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni : (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok. Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas : (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Slavin (dalam Rusman, 2010:205-206) dinyatakan bahwa : (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan

38

mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. Dengan alasan tersebut, strategi pembelajaran kooperatif diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni : (1) Cooperative test atau tugas kerja sama dan (2) Cooperative incentive structure, atau struktur intensif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Sedangkan struktur intensif kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan prestasi belajar siswa (student achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan mengahrgai pendapat orang lain. Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila : (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menhendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berabagai permasalahan (Sanjaya dalam Rusman, 2010:206). 2.2.9.2 KARAKTERISTIK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari cooperative learning. Karakteristik atau ciri ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut :

39

1. Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pemebelajaran. 2. Didasarkan pada manajemen kooperatif Manajemen kooperatif mempunyai tiga fungsi yaitu : (a) fungsi manajemen sebagai perencanaan pelaksanaan, (b) fungsi manajemen sebagai organisasi, (c) fungsi manajemen sebagai kontrol 3. Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerja sama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal. 4. Keterampilan bekerja sama Kemampuan bekerja sama itu dipraktikan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan 2.2.9.3 PROSEDUR PEMBELAJARAN KOOPERATIF Prosedur atau langkah langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu sebagai berikut : 1. Penjelasan Materi : tahap ini merupakan tahap penyampaian pokok pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. 2. 3. Belajar Kelompok : tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dlam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya. Penilaian : penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis.

40

4.

Pengakuan Tim : penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah.

2.2.9.4 MODEL MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Adapun beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif, walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis jenis model tersebut adalah sebagai berikut : 2.2.9.4.1 Model Pembelajaran Jigsaw

Jigsaw adalah tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Elliot Aronsons. Model pembelajaran ini didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut kepada kelompoknya. Model Pembelajaran Jigsaw adalah model pembelajaran kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelmpok siswa dalam bentuk kelompok kecil Rusman (2011:218). Menurut Lie (dalam Rusman (2011:218) Pembelajaran Kooperatif model Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri Sesuai dengan namanya, teknis penerapan tipe pembelajaran ini maju mundur seperti gergaji. Menurut Arends (1997), langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw dalam matematika, yaitu: 1. 2. 3. 4. Membentuk kelompok heterogen yang beranggotakan 4 6 orang Masing-masing kelompok mengirimkan satu orang wakil mereka untuk membahas topik, wakil ini disebut dengan kelompok ahli Kelompok ahli berdiskusi untuk membahas topik yang diberikan dan saling membantu untuk menguasai topik tersebut Setelah memahami materi, kelompok ahli menyebar dan kembali ke kelompok masing-masing, kemudian menjelaskan materi kepada rekan kelompoknya

41

5. 6.

Guru memberikan tes individual pada akhir pembelajaran tentang materi yang telah didiskusikan Kunci pembelajaran ini adalah interpedensi setiap siswa terhadap anggota kelompok untuk memberikan informasi yang diperlukan dengan tujuan agar dapat mengerjakan tes dengan baik. Bila dibandingkan dengan metode pembelajaran tradisional, model

pembelajaran Jigsaw memiliki beberapa kelebihan yaitu: 1. 2. 3. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar,karena sudah ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekannya Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai dalam waktu yang lebih singkat Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat. Dalam penerapannya sering dijumpai beberapa permasalahan/kekurangan yaitu : 1. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan apabila tidak mengerti. 2. Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berpikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.
3.

Siswa yang cerdas cenderung merasa bosan. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus pandai menciptakan suasana kelas yang menggairahkan agar siswa yang cerdas tertantang untuk mengikuti jalannya diskusi.

4.

Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.

42

2.2.9.4.2 Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Strategi belajar Group Investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel. pengorganisasian kelas dengan menggunakan Secara umum perencanaan teknik kooperatif Group

Investigation adalah kelompok dibentuk oleh sisiwa itu sendiri dengan beranggotakan 2 6 anak, tiap kelompok bebas memilih subtopic dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan) yang akan diajarkan, dan kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok. Selanjutnya, setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka. Belajar kooperatif dengan teknik Group Investigation sangat cocok untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (Slavin, 1995a, dalam Rusman, 2011:221) yang mengarah pada kegiatan penelitian, analisis, dan sintesis informasi dalam upaya untuk memecahkan suatau masalah. Implementasi stategi belajar Group Investigation meliputi:
1. Mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok. 2. Guru bersama siswa merencanakan tugas-tugas belajar. 3. Melaksanakan investigasi ( siswa mencari informasi, menganalisis data,

dan membuat kesimpulan).


4. Menyiapkan laporan akhir. 5. Mempresentasikan laporan.

6. Evaluasi, para sisiwa berbagi informasi terhadap topik yang dikerjakan, kerja yang telah dilakukan, pengalaman-pengalaman siswa. Manfaat menggunakan model pembelajaran Group Investigation:
1. Pengembangan kreativitas siswa.

2. Dengan adanya pembagian tugas dan tanggungjawab, anak-anak belajar bertanggungjawab. 3. Komponen emosional lebih penting daripada intelektual, yang tak rasional lebih penting dari pada yang rasional, misal; menumbuhkan jiwa sosial. 4. Untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memcahkan masalah.

43

2.2.9.4.3 Model Student Teams Achievement Division (STAD)

Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin Menurut Slavin (dalam Rusman: 2007) Dalam Student Teams Achievement Division (STAD), siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan sisiwa-siswa didalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bias menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua sisiwa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membnatu satu sma lain. Metode Student Teams Achievement Division (STAD) tepat digunakan

untuk mengajarkan materi-materi Matematika, IPA, IPS, Bahasa Inggris. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Secara garis besar tahap-tahap kooperatif tipe STAD dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tahap persiapan Pada tahap ini, Guru mempersiapkan materi berikut perangkat pengajaran

termasuk lembar kerja peserta didik dan soal quiz serta menentukan metode pembelajaran dan penyajian materi pada awal pembelajaran.Pembagian kelompok diatur berdasarkan skor awal, masing-masing kelompok terdiri dari 46 orang dengan prestasi yang bervariasi, jenis kelamin dan ras yang berbeda. Guru menjelaskan bahwa tugas utama kelompok adalah membantu anggota untuk menguasai materi dan mempersiapkan quiz serta setiap anggota hendaknya berusaha untuk memperoleh nilai yang baik karena prestasi individu akan berpengaruh besar terhadap kelompok.

Tahap Penyajian Materi Sebelum pembelajaran, Guru menginformasikan kepada peserta didik tujuan

yang hendak dicapai dan prasyarat yang harus dimiliki. Penyajian materi dilakukan secara klasikal. Dalam menyajikan materi pelajaran, Guru memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

44

mengembangkan materi pelajaran sesuai dengan apa yang akan dipelajari

peserta didik dalam kelompok.


menekankan kepada peserta didik bahwa belajar adalah memahami makna

bukan hafalan
mengontrol pemahaman peserta didik sesering mungkin memberikan penjelasan tentang benar atau salahnya jawaban dari suatu

pertanyaan. Setelah peserta didik memahami permasalahan, selanjutnya beralih pada materi berikutnya.

Tahap kegiatan kelompok Dalam tahap ini peserta didik mempelajari materi dan mengerjakan tugas-

tugas yang diberikan Guru dalam LKS. Dalam kegiatan kelompok peserta didik saling membantu dan berbagi tugas. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas kelompoknya. Peran Guru dalam tahap ini sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok

Tahap pelaksanaan tes individu Setelah materi dipelajari dan dibahas secara berkelompok, peserta didik

diberi tes dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah dicapainya. Hasil tes digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan untuk perolehan skor kelompok

Tahap perhitungan skor perkembangan individu

Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan selisih perolehan tes sebelumnya (skor awal) dengan tes akhir. Berdasarkan skor awal, setiap peserta didik memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya.
2.2.9.4.4 Model Make a Match (Membuat Pasangan).

Metode Make a Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik, dalam suasana menyenangkan (Rusman, 2011:223).

45

Keunggulannya adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan. Langkah-langkah: 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi bebrapa konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sis sebaliknya berupa kartu jawabnnya) 2. Setiap siswa mendapat kartu dan mimikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.
3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya

(kartu soal/kartu jawaban).


4. Siswa yang dapat mencocokkan kartu sebelum batas waktu diberi point. 5. Setelah babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat karu yang berbeda

dari sebelumnya, demikian seterusnya. 6. Kesimpulan.

2.2.9.4.5 Model TGT (Teams Games Tournaments)

Menurut Saco (dalam Rusman, 2011:224), dalam TGT siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran. Kadang-kadang dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas kelompok mereka). Permaianan dalam TGT dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa misalnya akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka tadi dan berusaha untuk menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut. Turnamen harus memungkinkan semua siswa dari semua tingkat kemampuan (kepandaian) untuk menyumbangkan poin bagi kelompoknya. Prinsipnya, soal sulit untuk anak pintar, dan soal yang lebih mudah untuk anak yang kurang pintar. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mempunyai kemungkinan memberi skor bagi kelompoknya. Permainan yang dikemas dalam

46

bentuk turnamen ini dapat berperan sebagai penilaian alternatif atau dapat pula sebagai review materi pembelajaran. TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan sisiwa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang sisiwa yang mempunyai kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Dalam kerja kelompok guru memberikan LKS kepada tiap kelompok. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang lain tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskan. Menurut Slavin (dalam Rusman, 2011:225) pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari lima langkah tahapan yaitu: tahap penyajian kelas (class precentation), belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan penghargaan kelompok (team recognition).Adapun cirri-ciri TGT sebagai berikut: a. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil. b. Games tournament. c. Penghargaan kelompok. Cara turnamen a. Salah satu siswa mengocok kartu poin dan diletakkan di atas meja turnamen b. Setiap pemain mengambil satu kartu poin c. Siswa yang mendapat kartu terbesar 1 menjadi reader 1, terbesar 2 menjadi penantang 1, terbesar 3 menjadi penantang 2, dan terkecil menjadi reader 2. d. Reader 1 mengocok kartu poin dan mengambil salah satu lalu disesuaikan dengan karu soal, membaca soal sekaligus menjawab. e. Penantang 1 setuju, tidak setuju atau pas terhadap jawaban reader 1, jika tidak setuju, jawab yang lain dengan alasan, penantang 2 : penantang 1. f. Reader 2 juga sebagai penantang 3 dan bertugas membuka kunci jawaban dan memberikan kartu poin kepada pemain yang jawabanya benar. Jika jawaban reader dan penantang betul semua maka reader 1 berkesempatan

47

mendapat kartu poin, tetapi jika salah, kartu poin di kembalikan dan ditaruh dipaling bawah. g. Posisi kartu poin berputar sesuai jarum jam, sehingga terjadi perubahan posisi reader1 menjadi reader2, reader 2 menjadi penantang 2, penantang 2 menjadi penantang 1, dan penantang 1 menjadi reader1. h. Permainan dilanjutkan sampai kartu soal terjawab semua. i. Reader 1 pada soal terakhir, mencatat jumlah kartu yang diperoleh masing-masing-masing pemain pada teamnya. Kelebihan TGT Lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas Mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu Dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam Proses belajar bmengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa Mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain Motifasi belajar lebih tinggi Hasil belajar lebih baik Kelemahan TGT Sulitnya pengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen dari segi akademis. Waktu yang dihabiskan untuk diskusi oleh siswa cukup banyak. Masih adanya siswa berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.
2.2.9.4.6 Model Role Playing

Model Role Playing disebut juga sosio drama, dalam proses pembelajaran diharapkan para guru dan siswa memperoleh penghayatan nilai-nilai dan perasaan-perasaan, dengan bermain peran diharapkan siswa terampil atau menghayati dalam berbagai figur khayalan atau figure sesungguhnya dalam berbagai situasi, dalam metode ini dapat melibatkan aspek-aspek kognitif dan aspek afektif atas tokoh yang mereka perankan, role playing termasuk permainan pendidikan yang dapat dipakai untuk menjelaskan peranan,sikap, tingkah laku dan

48

nilai-nilai dengan tujuan menghayati perasaan, sudut pandang dan cara berfikir orang lain. Tujuan dan manfaat Role Playing menurut Shaftel a. b. c. d. e. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Agar menghayati sesuatu kejadian atau hal yang sebenarnya dalam realitas hidup. Agar memahami apa yang menjadi sebab dari sesuatu serta bagaimana akibatnya. Untuk mempelajari indra dan rasa siswa terhadap sesuatu. Sebagai penyalur ketegangan atau pelepas dan perasaan-perasaan. Sebagai alat pendiagnosa keadaan kemampuan siswa. Guru menyusun atau menyiapkan sekenario yang akan ditampilkan. Menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kegiatan belajar mengajar. Guru membentuk kelompok siswa yang anggotannya 5 orang. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. Memanggil para siswa yang sudah di tunjuk untuk melakukan skenario yang sudah dipersiapkan. Masing-masing siswa duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan mengamati skenario yang sedang di peragakan. Setelah selesai di pentaskan, masing-masing siswa diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk membahas. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. Guru memberikan kesimpulan secara umum.

Langkah-langkah metode Role Playing

10. Evaluasi. 11. Penutup.


2.2.9.4.7 Metode Think Pair and Share

Metode ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawannya dari Universitas Maryland dan mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan.

49

Metode Think-Pair-Share memberikan kepada para siswa untuk berpikir dan merespons serta saling bantu satu sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya, guru meminta kepada para siswa untuk menyadari secara lebih serius mengenai apa yang telah dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Guru tersebut memilih metode Think-Pair-Share daripada metode Tanya jawab untuk kelompok secara keseluruhan (whole-group question and answer). Lyman dan kawan-kawannya. Menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Langah 1 Berpikir (Thinking): Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang

terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu satu menit untuk berpikir sendiri mengenai jawaban atau isu tersebut.
2. Langkah 2 Bepasangan (Pairing): Selanjutnya guru meminta kepada siswa

untuk berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu soal khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
3. Langkah 3 Berbagi (Sharing): Pada akhir ini guru meminta pasangan-

pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama dengan kelas secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan yang satu ke pasangan yang lain, sehingga seperempat atau separo dari pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melapor. Model ini dirancang untuk menggabungkan insentif motivasional dari penghargaan kelompok dengan program pembelajaran individual yang cocok dengan tingkatan yang dimiliki oleh siswa. Siswa dikelompokkan kedalam empat atau lima orang secara heterogen. Setiap siswa mengerjakan unit-unit program matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing. Artinya, dalam suatu tim bisa saja si A mngerjakan unit 2, si B mengerjakan unit 5. para siswa mengikuti rangkaian kegiatan yang

50

teratur, mulai dari membaca lembar pembelajaran, mengerjakan lembar kerja, memeriksa apakah dia telah menguasai keterampilan dan mengikuti tes. Anggota tim bekerja secara berpasangan, saling bertukar lembar jawaban dan memeriksa pekerjaan temannya. Jika seorang siswa berhasil mencapai atau melampaui skor 80, dia mengikuti final tes. Anggota tim bertanggung jawab meyakinkan bahwa temannya telah siap mengikuti final tes. Baik tanggung jawab individual dan penghargaan kelompok ada di dalam Think Pair Share ini. Setiap minggu guru menjumlahkan banyaknya unit yang telah diselesaikan oleh semua anggota tim dan memberikan sertifikat atau penghargaan lainnya kepada tim yang memenuhi kriteria berdasarkan jumlah final tes yang berhasil dilampau.

51

BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN Guru sebagai tenaga profesional dituntut untuk memiliki kompetensi paedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial. Upaya untuk menguasai keempat kompetensi itu melalui pendidikan formal hanyalah merupakan syarat mutlak bagi guru. Akan tetapi upaya peningkatan kemampuan terus menerus (continuous improvement) merupakan syarat yang tidak perlu ditawar-tawar lagi Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Pendekatan, strategi, metode, teknik dan model-model pembelajaran perlu dipahami dan diterapkan oleh para pendidik, guna menciptakan pembelajaran PAKEM (Partisipatif, Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) yang selanjutnya untuk mewujudkan makna pendidikan nasional yakni usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Sehingga peningkatan mutu pendidikan nasional menjadi harga mati, oleh karena itu guru semakin dituntut untuk menggunakan model pembelajaran yang dapat menarik minat dan motivasi siswa.

52

3.2. SARAN Masa depan generasi penerus bangsa sebagian ada ditangan para pendidik, untuk itu kami sebagai pendidik dan calon pendidik menyusun makalah ini dalam rangak menambah pengetahuan. Dalam penulisan makalah ini penulis tentu terdapat kekuarangan dan kelebihan, untuk itu saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan.makalah.ini.kami.harapkan.

53

DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, Iif Khoiru, dkk. (2011). Paikem Gembrot Mengembangkan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya Mulyasa, Enco. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sagala, Syaiful. (2010). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alvabeta Sanjaya Wina. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Rusman. (2011). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT Raja Grafindo.
http://idahariyanti.student.fkip.uns.ac.id/files/2009/12/SBM-TGL-7.docx.doc

2004. Hasil dari Modul Workshop Rencana Program dan Implementasi Life Skill SMA Jawa Timur. Jawa Timur.
http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metode-pembelajaran/. http://www.papantulisku.com/2010/04/model-pembelajarn-ipa teknologi_5715.html

http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/model-pembelajaran/

54

BAB IV : Pertanyaan Kelompok Lain Hari/tanggal Presentasi a. b. : Rabu, 16 April 2011 Moderator : Zeria Penanya 2. Yusuf 3. Rahayu c. Penjawab : 1. Nur Affandi 2. Adi Kurniawan 3. Nunik Ekowati d. Penyanggah e. Penyempurna : 1. Tri Pujianto 2. Nur Sholihah : Dra. Sri Rahayu, S.Pd.,M.Pd. : 1. Munip

A. PERTANYAAN 1. Munip Bagaimanakah cara mengoptimalkan model pembeajaran dalam suatu kelas yang karakteristiknya unik? 2. Yusuf Praktekkan salah satu model pembelajaran yang saudara bahas untuk mata pelajaran Matematika! 3. Rahayu Bagaimanakah Teknik mengajarkan tematik secara utuh? A. JAWAB 1. Nunik

55

Cara mengoptimalkan pembelajaran dalam suatu kelas yang karakteristiknya unik adalah dengan menggunakan model apapun guru harus menyampaikan aturan-aturan diawal pembelajaran, aturan tersebut berasal dari siswa itu sendiri, apabila ada siswa yang melanggar aturan tersebut, maka guru mengingatkan dan meminta anak untuk mematuhinya. Sanggahan a. Tri Pujianto

Biasanya anak-anak mempunyai kemampuan berpikir yang berbeda, bagaimana caranya, agar mereka mendapatkan kemampuan yang sama. b. Nunik Ekowati

Guru membingbing anak yang kemapuannya masih kurang, tetapi tidak mengabaikan anak yang berkemampuan sedang dan tinggi, selain itu guru dapat melakukan pengajaran tambahan pada anak tersebut, bisa dengan menambah jam belajar (15 menit) atau memberi PR. Tambahan Bu Yayuk Menurut bu Yayuk solusi yang tepat adalah menggunakan modul. 2. Fandi Mempraktekkan model kontruktivistik dalam menemukan luas jajaran genjang dari penurunan persegi panjang Adi mempraktekkan model Talking Stik 3. Adi Mengacu pada implementasi pembelajaran Tematik. Dalam merancang pembelajaran tematik di Sekolah Dasar bisa dilakukan dengan dua cara:

56

Pertama, dimulai dengan menetapkan terlebih dahulu tema-tema tertentu yang akan di ajarkan, dilanjutkan dengan mengidentifikasi dan memetakan kompetensi dasar pada mata pelajaran yang diperkirakan relevan dengan tema-tema tersebut. Kedua, dimulai dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang memiliki hubungan, dilanjutkan dengan penetapan tema pemersatu. dengan demikian, tema-tema pemersatu tersebut ditentukan setelah mempelajari kompetensi dasar dan indikator yang terdapat pada masing-masing mata pelajaran. Sanggahan.
a.

Nur Sahalihah

Pada kenyataanya tematik disekolah belum dilaksanakan secara utuh, bagaimana agar guru dapat melakukan pembelajaran tematik secara utuh?
b. Nunik Ekowati

Apabila seorang guru paham dengan cara berpikir anak usia kelas 1, 2, 3 yakni pemikirannya masih global belum bisa dipisah-pisah, tentu guru akan banyak-banyak belajar serta berusaha menerapkan pembelajaran tematik secara utuh. Saat ini telah tersedia buku-buku pelajaran (buku paket) Tematik, jadi guru bisa belajar dan mengajar dari buku tersebut, dan selanjutnya guru menambahkan materi yang menunjang tema-tema yang ada pada buku tersebut. Tambahan dari Bu Yayuk. Idealnya kelas 1.2.3 menggunakan pembelajaran tematik. Di Indonesia tema ditentukan oleh guru, siswa hanya pengikut/pelaksana. Dalam pelaksanaannya sebelum mengajar guru menstimulasi anak tentang tema yang akan dibahas. Misal: anak-anak ditelevisi melihat berita tentang banjir atau bencana alam? selanjutnya guru menyampaikan tema umum yakni lingkungan dan sub tema gejala alam. Tetapi di luar negeri, tema ditentukan oleh anak. Tematik ada 2 macam yakni tematik terpadu dan temaik tidak terpadu

57

Dalam pembelajaran terpadu, guru harus menyusun jaring laba-laba (spider web) yang mana disana terdapat tema umum, sub tema dan indikator-indikator. Pada kelas tinggi (4, 5, 6) juga bisa menggunakan tematik tetapi bisanya terkendala pada guru, karen guru kelas tinggi adalah guru mata pelajaran, mereka harus rajin untuk berkumpul bersama guru mata pelajaran lain untuk menyusun jaring laba-laba (spider web).

58

BAB V : Lampiran data dari Internet Lampiran I Data dari : (http://idahariyanti.student.fkip.uns.ac.id/files/2009/12/SBM-TGL7.docx.doc)

MACAM MACAM PENDEKATAN PEMBELAJARAN Ada beberapa macam pendekatan pembelajaran yang digunakan pada kegiatan belajar mengajar, antara lain : 1. Pendekatan Kontekstual Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran tidak hanya berorientasi target penguasaan materi, yang akan gagal dalam membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan memberdayakan siswa, bukan mengajar siswa(http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-danmetode-pembelajaran/). Borko dan Putnam mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kontekstual, guru memilih konteks pembelajaran yang tepat bagi siswa dengan cara mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan nyata dan lingkungan di mana anak hidup dan berada serta dengan budaya yang berlaku dalam masyarakatnya (http.//www.contextual.org.id). Pemahaman, penyajian ilmu pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang ada dalam materi dikaitkan dengan apa yang dipelajari dalam kelas dan dengan kehidupan sehari-hari (Dirjen Dikdasmen, 2001: 8). Dengan memilih konteks secara tepat, maka siswa dapat diarahkan kepada pemikiranagar tidak hanya berkonsentrasi dalam

59

pembelajaran di lingkungan kelas saja, tetapi diajak untuk mengaitkan aspek-aspek yang benar-benar terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari, masa depan mereka, dan lingkungan masyarakat luas. Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.Guru bertugas mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk merumuskan, menemukan sesuatu yang baru bagi kelas yang dapat berupa pengetahuan, keterampilan dari hasil menemukan sendiri dan bukan dari apa kata guru. Penggunaan pembelajaran kontekstual memiliki potensi tidak hanya untuk mengembangkan ranah pengetahuan dan keterampilan proses, tetapi juga untuk mengembangkan sikap, nilai, serta kreativitas siswa dalam memecahkan masalah yang terkait dengan kehidupan mereka sehari-hari melalui interaksi dengan sesama teman, misalnya melalui pembelajaran kooperatif, sehingga juga mengembangkan ketrampilan sosial (social skills) (Dirjen Dikmenum, 2002:6). Lebih lanjut Schaible, Klopher, dan Raghven, dalam Joyce-Well (2000:172) menyatakan bahwa pendekatan kontekstual melibatkan siswa dalam masalah yang sebenarnya dalam penelitian dengan menghadapkan anak didik pada bidang penelitian, membantu mereka mengidentifikasi masalah yang konseptual atau metodologis dalam bidang penelitian dan mengajak mereka untuk merancang cara dalam mengatasi masalah. 2. Pendekatan Konstruktivisme Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual. Yaitu bahwa pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi

60

sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba(Suwarna,2005). Piaget (1970), Brunner dan Brand 1966), Dewey (1938) dan Ausubel (1963). Menurut Caprio (1994), McBrien Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan dengan pembelajaran terbaru. Perkaitan ini dibina sendiri oleh pelajar. Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhart dan Norman (1978) menjelaskan seseorang akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion. Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh membina konsepkonsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analogi, iaitu berdasarkan pengetahuan yang ada padanya. Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai parcing. Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran kerana belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara. Kajian Sharan dan Sachar (1992, disebut dalam Sushkin, 1999) membuktikan kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan konstruktivisme telah mendapat pencapaian yang lebih tinggi dan

61

signifikan berbanding kumpulan pelajar yang diajar menggunakan pendekatan tradisional. Kajian Caprio (1994), Nor Aini (2002), Van Drie dan Van Boxtel (2003), Curtis (1998), dan Lieu (1997) turut membuktikan bahawa pendekatan konstruktivisme dapat membantu pelajar untuk mendapatkan pemahaman dan pencapaian yang lebih tinggi dan signifikan. 3. Pendekatan Deduktif Induktif a. Pendekatan Deduktif Pendekatan deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Pendekatan deduktif dilandasi oleh suatu pemikiran bahwa proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya(Suwarna,2005). b. Pendekatan Induktif Ciri uatama pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Data yang digunakan mungkin merupakan data primer atau dapat pula berupa kasus-kasus nyata yang terjadi dilingkungan. Prince dan Felder (2006) menyatakan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran dengan pendekatan deduktif, memulai dengan teoriteori dan meningkat ke penerapan teori. Di bidang sain dan teknik dijumpai upaya mencoba pembelajaran dan topik baru yang menyajikan kerangka pengetahuan, menyajikan teori-teori dan rumus dengan sedikit memperhatikan pengetahuan utama mahasiswa, dan kurang atau tidak mengkaitkan dengan pengalaman mereka. Pembelajaran dengan pendekatan deduktif menekankan pada guru mentransfer informasi atau pengetahuan. Bransford (dalam Prince dan Felder, 2006) melakukan penelitian dibidang psikologi dan neurologi. Temuannya adalah: All new learning involves transfer of information based on previous learning,

62

artinya semua pembelajaran baru melibatkan transfer informasi berbasis pembelajaran sebelumnya. Major (2006) menyatakan dalam pembelajaran dengan pendekatan deduktif dimulai dengan menyajikan generalisasi atau konsep. Dikembangkan melalui kekuatan argumen logika. Contoh urutan pembelajaran: (1) definisi disampaikan; dan (2) memberi contoh, dan beberapa tugas mirip contoh dikerjakan siswa dengan maksud untuk menguji pemahaman siswa tentang definisi yang disampaikan. Alternatif pendekatan pembelajaran lainnya selain dengan pembelajaran pendekatan deduktif adalah dengan pendekatan induktif . Beberapa contoh pembelajaran dengan pendekatan induktif misalnya pembelajaran inkuiri, pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran berbasis kasus, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran dengan pendekatan induktif dimulai dengan melakukan pengamati terhadap hal-hal khusus dan menginterpretasikannya, menganalisis kasus, atau memberi masalah konstekstual, siswa dibimbing memahami konsep, aturan-aturan, dan prosedur-prosedur berdasar pengamatan siswa sendiri. Major (2006) berpendapat bahwa pembelajaran dengan pendekatan induktif efektif untuk mengajarkan konsep atau generalisasi. Pembelajaran diawali dengan memberikan contoh-contoh atau kasus khusus menuju konsep atau generalisasi. Siswa melakukan sejumlah pengamatan yang kemudian membangun dalam suatu konsep atau geralisasi. Siswa tidak harus memiliki pengetahuan utama berupa abstraksi, tetapi sampai pada abstraksi tersebut setelah mengamati dan menganalisis apa yang diamati. Dalam fase pendekatan induktif-deduktif ini siswa diminta memecahkan soal atau masalah. Kemp (1994: 90) menyatakan ada dua kategori yang dapat dipakai dalam membahas materi pembelajaran yaitu metode induktif dan deduktif. Pada prinsipnya matematika bersifat deduktif. Matematika sebagai ilmu hanya diterima pola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada

63

hal yang bersifat khusus Soedjadi (2000: 16). Dalam kegiatan memecahkan masalah siswa dapat terlibat berpikir dengan dengan menggunakan pola pikir induktif, pola pikir deduktif, atau keduanya digunakan secara bergantian. (http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikirinduktif-deduktif.html) 4. Pendekatan Konsep dan Proses a. Pendekatan Konsep Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konsep berarti siswa dibimbing memahami suatu bahasan melalui pemahaman konsep yang terkandung di dalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi fokus. Dengan beberapa metode siswa dibimbing untuk memahami metode-pembelajaran/). b. Pendekatan Proses Pada pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam keterampilan proses seperti mengamati, berhipotesa, merencanakan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan. Pendekatan keterampilan proses digunakan dan dikembangkan sejak kurikulum 1984. Penggunaan pendekatan proses menuntut keterlibatan langsung siswa dalam kegiatan belajar. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-danmetode-pembelajaran/). Dalam pendekatan proses, ada dua hal mendasar yang harus selalu dipegang pada setiap proses yang berlangsung dalam pendidikan. pribadi Pertama, proses bagi mengalami. Pendidikan harus sungguh menjadi suatu pengalaman konsep. (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-

64

peserta didik. Dengan proses mengalami, maka pendidikan akan menjadi pengalaman yang disodorkan untuk diterima, yang sebenarnya bukan miliknya sendiri. Dengan demikian, pendidikan mengejawantah dalam diri peserta didik setiap proses pendidikan yang (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907). 5. Pendekatan Sains, Tekhnologi dan Masyarakat National Science Teachers Association (NSTA) (1990 : 1)memandang STM sebagai the teaching and learning of science in thecontext of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatakan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari.Definisi lain tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE(2006:1) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach whichreflects the widespread realization that in order to meet the increasingdemands of a technical society, education must integrate acrossdisciplines. Dengan demikian, pembelajaran dengan pendekatan STMharuslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagaidisiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yangterjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalampengembangan pembelajaran di era sekarang ini. Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University (2006: 1), bahwa STM merupakan an interdisciplinery field of study that dalam dialaminya bagian integral dari diri peserta didik; bukan lagi potongan-potongan

65

seeks to explore a understand the many ways that scinence and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. STM dengandemikian adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi. Hasil penelitian dari National Science Teacher Association ( NSTA ) ( dalam Poedjiadi, 2000 ) menunjukan bahwa pembelajaran sains dengan menggunakan pendekatan STM mempunyai beberapa perbedaan jika dibandingkan dengan cara biasa. Perbedaan tersebut ada pada aspek : kaitan dan aplikasi bahan pelajaran, kreativitas, sikap, proses, dan konsep pengetahuan. Melalui pendekatan STM ini guru dianggap sebagai fasilitator dan informasi yang diterima siswa akan lebih lama diingat. Sebenarnya dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM ini tercakup juga adanya pemecahan masalah, tetapi masalah itu lebih ditekankan pada masalah yang ditemukan sehari hari, yang dalam pemecahannya menggunakan langkah langkah (ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-danmetode-pembelajaran/). Sumber : Abdul Rahim Rashid. (1998). Ilmu Sejarah: Teori dan amalan dalam pengajaran A dan pembelajaran Sejarah. Kertas kerja yang dibentangkan dalam Simposium Sejarah, Universiti Malaya, Kuala Lumpur, 3031 Oktober. Anwar. (2004). Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education). Bandung: Penerbit Alfabeta. Ausubel, D. P. (1963). The psychology of meaningful verbal learning. New York: A Grune & Stratton Inc.

66

Bybee, R. W. (1993). Leadership, responsibility and reform in science education. B Science Educator, 2,19. Depdiknas. (2002). Pengembangan Pelaksanaan Broad-Based Education, HighBased Education, dan Life Skills di SMU. Jakarta: Depdiknas. Firdaus M Yunus. (2004). Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Paulo freire-Y.B Mangunwijaya. Yogyakarta: Logung Pustaka (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/) (http.//www.contextual.org.id) (http://rochmad-unnes.blogspot.com/2008/01/penggunaan-pola-pikir-induktifdeduktif.html) (http://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/ (http://groups.yahoo.com/group/sd-islam/message/1907). (ilmiahhttp://smacepiring.wordpress.com/2008/02/19/pendekatan-dan-metodepembelajaran/). IOWA State University. (2003). Incorporating Developmentally Appropriate Learning Opportunities to Assess Impact of Life Skill Development. Lifeskills4kids. (2000). Introduction & F.A.Q. Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya Lee, Kwuang-wu. 2000. English Teachers Barriers to the Use of Computer assisted Language Learning. The Internet TESL Journal, Vol. VI, No. 12, December 2000. http:/www..aitech.ac.jp/~iteslj/ (Frequently Asked Questions). kdavis@LifeSkills4Kids.com Suhandoyo (1993). Upaya Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Interaksi Positif dengan Lingkungan. Yogyakarta: PPM IKIP Yogyakarta. Supriyadi. (1999). Buku Pegangan Perkuliahan Teknologi Pengajaran Fisika. Yogyakarta: Jurdik Fisika FMIPA UNY Suyoso. (2001). Ilmu Alamiah Dasar. Yogyakarta:

67

Trowbidge dan Byebee. (1986). Becoming a Secondary school science Teacher. London: Merill Publishing Company. Utah State Board of Education. (2001). Life Skills. www.caseylifeskills.org Rusmansyah.(2000). Prospek Penerapan Pendekatan Sains-TeknologiMasyarakat (STM) dalam pembelajaran Kimia di Kalimantan Selatan.

68

Lampiran II http://imamahmadi.wordpress.com/2010/04/23/model-pembelajaran/ Model Pembelajaran April 23, 2010 imamahmadi oleh: Akhmad Sudrajat Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilahistilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu : 1. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya. 2. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. 4. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha. Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: 1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik. 2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. 3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran. 4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan. Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

69

Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan a plan of operation achieving something sedangkan metode adalah a way in achieving something (Wina Senjaya (2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama. Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat) Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran

70

merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran. Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun. Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka

71

pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya. Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.

72

Lampiran III
http://www.papantulisku.com/2010/04/model-pembelajarn-ipa teknologi_5715.html

Yager (1992:20) mendefinisikan STS (Science Technology Society) atau IPA Teknologi Masyarakat sebagai belajar dan mengajar mengenai IPA/teknologi dalam konteks pengalaman manusia. Dengan mengutip dari NSTA (National Science Teachers Association) Yager memberikan ciri-ciri khas pembelajaran dengan model STS sebagai berikut : 1. peserta didik mengidentifikasi masalah-masalah yang ada di daerahnya dan dampaknya, 2. menggunakan sumber-sumber setempat (nara sumber dan bahanbahan) untuk memperoleh informasi yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah, 3. keterlibatan peserta didik secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah, 4. penekanan pada keterampilan proses IPA, agar dapat digunakan oleh peserta didik dalam mencari solusi terhadap masalahnya, dan 5. sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam proses belajar. Horsley, et.al, (1990:59) mengemukakan bahwa pembelajaran ipa dan teknologi diperlukan agar konsisten dengan cara-cara para ahli dalam melakukan penyelidikan yang bersifat ilmiah dan teknologi. Model pembelajaran IPA dan teknologi melibatkan peserta didik dalam kegiatan-kegiatan penyelidikan, mengkonstruksi makna yang mereka temukan, mengajukan penjelasan dan solusi yang masih tentatif, menelusuri kembali konsep-konsep,dan menilai konsepkonsep yang dijadikan rujukan. Model pembelajaran IPA dan teknologi yang berorientasi pada konstrukstivisme dengan model STS yang diajukan oleh Horsley, et.al, (1990:59), Carin (1997:74), dan Yager (1992:15) meliputi empat tahap, yaitu tahap: a. invitasi, b. eksplorasi, penemuan, dan penciptaan, c. pengajuan penjelasan dan solusi, d. pengambilan tindakan. PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN Sintaks pembelajaran IPA dengan model STS menurut Carin (1997:74), Horsley et.al, (1990:59), dan Yager (1992:15) tersebut diilustrasikan seperti pada Gambar 3.3 berikut ini.

73

Sumber: Carin1997:74 dan Horsley, (1990:59) Gambar 3.3 Bagan sintaks Pembelajaran IPA dan teknologi dengan model STS Invitasi Pada tahap ini guru merangsang peserta didik mengingat atau menampilkan kejadian-kejadian yang ditemui baik dari media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan topik yang merupakan hasil observasi. Selanjutnya peserta didik merumuskan masalah yang akan dicari jawabannya dengan tetap mengaitkan kepada topik yang dibahas, peran Guru sangat diperlukan untuk menghaluskan rumusan masalah yang diajukan peserta didik dan mengacu kepada sumber belajar, bisa berupa LKS yang telah ada atau menyiapkan LKS yang baru. Guru dan peserta didik mengidentifikasi bersama mengenai masalah atau pertanyaan dan jawaban sementara yang paling mungkin dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan dan alokasi waktu pembelajaran serta topik. Eksplorasi Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan peserta didik merupakan upaya untuk mencari jawaban atau menguji jawaban sementara yang telah dibuat dengan mencari data dari berbagai sumber informasi (buku, koran, majalah, lingkungan, nara sumber, instansi terkait, atau melakukan percobaan). Hasil yang diperoleh peserta didik hendaknya berupa suatu hasil analisis dari data yang diperoleh. Kegiatan yang dilakukan peserta didik dapat mengacu kepada LKS yang telah ada untuk topik tersebut atau dapat juga mengembangkan sendiri berdasarkan LKS yang telah ada atau membuat LKS yang baru. Kegiatan peserta didik dapat berlangsung di dalam kelas, halaman sekolah, atau di luar sekolah yang diperkirakan memungkinkan dilakukan oleh peserta didik. Kegiatan peserta didik

74

pada tahap ini di antaranya dapat berupa iur pendapat, mencari informasi, bereksperimen, mengobservasi fenomena khusus, mendesain model, dan mendiskusikan pemecahan masalah. Penjelasan dan Solusi Pada tahap ini peserta didik diajak untuk mengkomunikasikan gagasan yang diperoleh dari analisis informasi yang didapat, menyusun suatu model penjelasan (baru), meninjau dan mendiskusikan solusi yang diperoleh, dan menentukan beberapa solusi. Guru membimbing peserta didik untuk memadukan konsep yang dihasilkannya dengan konsep yang dianut oleh para ahli IPA. Peran Guru hendaknya dapat menghaluskan atau meluruskan konsep peserta didik yang keliru.EATIF, EFEKTIF DAN Penentuan Tindakan Pada tahap ini peserta didik diajak untuk membuat suatu keputusan dengan mempertimbangkan penguasaan konsep IPA dan keterampilan yang dimiliki untuk berbagai gagasan dengan lingkungan, atau dalam kedudukan peserta didik sebagai pribadi atau sebagai anggota masyarakat. Peserta didik juga diharapkan merumuskan pertanyaan lanjutan dengan ditemukannya suatu penjelasan terhadap fenomena alam (konsep IPA), dan juga mengadakan pendekatan dengan berbagai unsur untuk meminimalkan dampak negatif suatu hal atau yang merupakan tindakan positif suatu masyarakat. Pengambilan tindakan ini di antaranya dapat berupa kegiatan pengambilan keputusan, penerapan pengetahuan dan keterampilan, membagi informasi dan gagasan,dan mengajukan pertanyaan baru. Model pembelajaran STS ini telah dikembangkan oleh Robert E. Yager et al untuk membantu Guru-Guru dalam mengajarkan IPA untuk mencapai lima tujuan utama. Tujuan-tujuan itu dikarakteristikkan sebagai "domain". Domain-domain itu meliputi domain konsep, proses, aplikasi, kreativitas, dan sikap. Domain konsep Domain konsep memfokuskan pada muatan IPAnya. Domain ini meliputi faktafakta, prinsip, penjelasan-penjelasan, teori-teori dan hukum-hukum. Domain proses Domain ini menekankan pada bagaimana proses memperoleh pengetahuan yang dilakukan oleh para saintis. Domain ini meliputi proses-proses yang sering disebut keterampilan proses IPA, yaitu sebagai berikut: mengamati, mengklasifikasi, mengukur, menginfer, memprediksi, mengenali variabel, menginterpretasikan data, merumuskan hipotesis, mengkomunikasikan, memberi definisi operasional, dan melaksanakan eksperimen.BELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DA Domain Aplikasi Domain ini menekankan pada penerapan konsep-konsep dan keterampilan keterampilan dalam memecahkan masalah sehari-hari, misalnya menggunakan proses-proses ilmiah dalam memecahkan masalah yang terjadi dalam kehidupan

75

sehari-hari, memahami dan menilai laporan media massa mengenai pengembangan pengetahuan, pengambilan keputusan yang berhubungan dengan kesehatan pribadi, gizi, dan gaya hidup yang didasarkan atas pengetahuan/konsepkonsep IPA. Domain kreativitas Domain kreativitas terdiri atas interaksi yang komplek dari keterampilanketerampilan dan proses proses mental. Dalam konteks ini, kreativitas terdiri atas empat langkah, yaitu tantangan terhadap imajinasi, (melihat adanya tantangan), inkubasi, kreasi fisik, dan evaluasi. Domain Sikap Domain ini meliputi pengembangan sikap-sikap positif terhadap IPA pada umumnya, kelas IPA, program IPA, kegunaan belajar IPA, dan Guru IPA, serta yang tidak kalah pentingnya adalah sikap positif terhadap diri sendiri.

76

You might also like