You are on page 1of 10

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Perairan dan pulau-pulau di antara Benua Asia dan Australia dan di antara
Samudera PasiIik dan Hindia merupakan salah satu kesatuan geograIis karena
struktur dan letaknya yang khusus. Secara geograIis seluruj kawasan ini merupakan
bagian dari Asia dan disebut Asia Tenggara. Secara oceanograIi, perairan kawasan ini
merupakan bagian daripada samudera PasiIik yang dipisahkan dari Samudera Hindia
oleh pulau-pulau Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara (Sunda Kecil). Lautan di
kawasan ini terisi dengan air dari Samudera PasiIik karena lautan-lautan ini
merupakan pintu masuk ke samudera itu.
1
Oleh karena letak geograIis inilah yang
menjadi peluang permasalahan lingkungan lintas negara terutama mengenai masalah
lingkungan laut. Adalah suatu kenyataan bahwa setiap bagian dari lingkungan hidup,
sekaipun menjadi bagian wilayah suatu negara atau berada di bawah hidup sebagai
suatu keseluruhan. Setiap bagian lingkungan merupakan bagian dari suatu kesatuan (a
wholeness) yang tidak dapat dipisah-pisahkan dan satu sama lain membentuk satu
kesatuan tempat hidup yang disebut lingkungan hidup.
2

Pencemaran minyak adalah salah satu permasalahan penting yang terjadi di
wilayah pesisir dan laut. Secara akumulatiI, sumber pencemar tersebut tidak hanya
mencemari wilayah pesisir dan laut saja tetapi dapat juga mempengaruhi ekosistem di
kawasan daratan. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi
produktivitas perikanan yang sangat bergantung pada kualitas lingkungan. Kerugian
yang diderita jelas akan lebih besar jika terjadi di kawasan migapolitan mengingat

1
MochLar kusuma ALmad[a erllndungan dan elesLarlan Llngkungan LauL Slnar Craflka !akarLa
1992 hal 23
2
lda 8agus Wyasa uLra Pukum Llngkungan lnLernaslonal 8eflka AdlLama 8andung 2003 hal 2
2

potensinya yang besar terutama bagi nelayan yang menggantungkan hidupnya pada
sumberdaya pesisir dan laut
Kinerja industri migas dan industri ekstraktiI tampaknya akan tetap menjadi
sorotan yang menarik perhatian para pemangku kepentingannya. Bukan hanya yang
berkepentingan atas kinerja Iinansial industri tersebut, namun juga mereka yang
menaruh perhatian atas kinerja non-Iinasial sektor industri itu. Bagaimanapun,
industri migas memang telah dikenal luas memiliki dampak yang signiIikan secara
sosial maupun lingkungan hidup.
Bencana Montara yang terjadi sejak tanggal 21 Agustus 2009 hingga 3
Nopember 2009 telah mencemari Laut Timor dengan perkiraan minyak 300-400 barel
perhari. Banyak kerugian yang dialami khususnya para nelayan di sekitar tumpahan
minyak sebagaimana yang diberitakan berbagai media massa. Tim Indonesia telah
mengajukan biaya ganti rugi sebesar Rp. 22 Triliun namun pihak Montara yang
dioperasikan oleh PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty Ltd. menyatakan "tidak
ada bukti ilmiah yang dapat diveriIikasi" untuk mendukung klaim ganti rugi tersebut
sehingga klaim belum dikabulkan (Bangkok Pos, 3/9/2010). Selang waktu beberapa
lama klaim pihak Indonesia kembali ditolak dengan mengacu pada 'laporan ilmiah
yang menyatakan bahwa tumpahan minyak tidak mencapai pantai-pantai di
Indonesia (Antara, 14/11/2010).
3

Dari salah media massa yang mengeluarkan data mengenai luasan wilayah
terdampak seluas 16.420 kilometer persegi (Kompas, 7/5/2010). Kerusakan
lingkungan yang diakibatkan pun luar biasa, baik dilihat dari sisi bioIisik, dampak
psikologis dan sosial ekonomi. Tidak hanya banyak biota laut terancam, ribuan
warga, terutama nelayan yang tinggal di sekitar pesisir Pulau Timor dan Pulau Rote
pun terpukul. Hasil tangkapan ikan mereka turun drastis dan banyak diantara mereka
tidak bisa lagi melaut karena lahan garapan di laut mereka tercemar berat. Yang

3
ArLlkel Mengapa klalm 8encana MonLara dl LauL 1lmor ulLolak uua kall ?
hLLp//xaylmgcom/kq/groups/17433389/1792930941/name/arLlkel+pencemaran+monLara+yg+Llda
k+dlpubllkaslkan+medlapdf dlakses pada 19 CkLober 2011
3

paling berbahaya dan sangat dikhawatirkan adalah ancaman serius bagi kesehatan
masyarakat yang mendiami Timor Barat dan kepulauan sekitarnya bila
mengkonsumsi ikan yang tercemar.
4

Kasus ini penulis tertarik untuk menganalisis karena dampak kerusakannya
sangat besar pada lingkungan dan cakupan dampaknya sampai dengan lintas negara.

B. Identifikasi Masalah
1. Teori hukum dan peraturan yang berkaitan dengan Kasus Tumpahan
Minyak Montera ?
2. Apa saja yang dilanggar dan dampaknya dari Kasus Tumpahan Minyak
Montera ?
















4
CanewaLl Wuryandarl eLaka dl LauL 1lmor
hLLp//wwwpollLlkllplgold/lndexphp/ln/kolom/pollLlklnLernaslonal/277peLakadllauLLlmor
dlakses pada 19 CkLober 2011
4

BAB II
ANALISIS

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan, dan
kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung/atau tidak langsung terhadap
siIat Iisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
5
Sedangkan pencemaran laut adalah suatu keadaan,
dalam mana suatu zat dan/atau energy di-intoduksikan ke dalam lingkungan laut oleh
kegiatan manusia atau oleh proses alam sendiri dalam konsentrasi sedemikian rupa,
hingga menyebabkan terjadinya perubahan dalam keadaan termaksud yang
mengakibatkan lingkungan laut itu tidak berIungsi seperti semula dalam arti
kesehatan, kesejahteraan, dan keselamatan hayati.
6

Dari pengertian inilah kita berangkat untuk menganalisis kasus ini yang
menunjukkan bahwa tumpahan minyak Montera memang sudah memenuhi kriteria
dari pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan hidup yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Menurut Philipe Sands mengenai kerusakan lingkungan sebagai berikut :
'. in defining environmental demage, treaties and practice reflect various
approaches . a narrow definition of environmental demage is limited to demage to
natural resource alone (air, water, soil, fauna and flora, and their interaction) . a
more extensive approach includes damage to natural resource and property which

3
undangundang nomor 32 1ahun 2009 LenLang erllndungan dan engelolaan Llngkungan Pldup
6
Munad[aL uanusapuLro Pukum encemaran dan usaha MerlnLls ola embangunan encemaran
nusanLara LlLera 8andung 8andung 1978 hal 92
3

part of cultural heritage . the most extensive definition includes landscape and
environmental amenity.
7

Menurut pasal 1 ayat (4) Konvensi Hukum Laut 1982 menyatakan deIinisi
pencemaran lingkungan laut sebagai berikut :
'pollution of the marine environment` means the introduction by man, directly or
indirectly, of substances or energy into the marine environment, including estuaries,
which result or is likely to result in such deleterious effect as harm to living resource
and marine life, ha:ards to human health, hindrance to marine activities, including
fishing and other legitimate use of sea, impairment of quality for use of sea water and
reduction of amenities.
8

Pasal 194 ayat (2) Konvensi Hukum Laut 1982 menyatakan bahwa negara
harus mengambil semua upaya yang diperlukan untuk mengambil semua upaya yang
diperlukan untuk menjamin kegiatan dalam jurisdiksi dan pengawasannya tidak
menimbulkan kerusakan oleh pencemaran kepada negara dan lingkungan lain.
9

Kemudian beberapa prinsip-prinsip yang berkaitan dengan Perlindungan
Lingkungan Global untuk memperjelas tanggungjawab dari kasus tumpahan minyak
Montera ini :
1. Prinsip Warisan Bersama Umat Manusia (ommon Heritage of Mankind)
' the sea-bed and ocean floor and the subsoil thereof beyond the limits of
national furisdiction as well as the resource of the area the common
heritage of mankind '
2. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan (!rinciple of Sustainable
Development)
Pembangunan berkelanjutan adalah pembagunan yang memenuhi
kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi
yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

7
ldrls erkembangan Pukum Llngkungan lnLernaslonal unpad ress 8andung 2011 hal 102
8
lbld hal 103
9
lbld hal 104
6

3. Prinsip Kehati-hatian (%he !recautionary !rinciple)
Dalam Deklarasi Rio 1992, Prinsip 15 yang berbunyi sebagai berikut :
' in order to protect the environment, the precautionary approach shall be
widely applied by states according to their capabilities. Where there are
threats of serious or irreversible damage, lack of full scientific certainly
shall not be used as a reason for postponing cost-effective measures to
prevent environmental degradation.
10


Bila ditinjau dari analisis penyelesaian sengketa dan tanggung jawab Kasus
Tumpahan Minyak Montera ini dapat dirujuk dalam Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, antara lain :
Pasal 84
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan.
2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan secara suka
rela oleh para pihak yang bersengketa.
3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya
penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa.

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
Pasal 85
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan
untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;

10
lbld hal 94
7

c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya
pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau tindakan untuk
mencegah timbulnya dampak negatiI terhadap lingkungan
hidup.
2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak
pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
ini.
3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
dapat digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu
menyelesaikan sengketa lingkungan hidup.
Pasal 86
1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa penyelesaian
sengketa lingkungan hidup yang bersiIat bebas dan tidak berpihak.
2) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat memIasilitasi pembentukan
lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersiIat bebas dan tidak berpihak.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyedia jasa penyelesaian
sengketa lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan
Ganti Kerugian dan Pemulihan Lingkungan
Pasal 87
1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau
lingkungan hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.
2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan, pengubahan siIat
dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari suatu badan usaha yang
8

melanggar hukum tidak melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau
kewajiban badan usaha tersebut.
3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa terhadap setiap
hari keterlambatan atas pelaksanaan putusan pengadilan.
4) Besarnya uang paksa diputuskan berdasarkan peraturan
perundangundangan.

Tanggung Jawab Mutlak
Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan
B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang
menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.

Dari Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ini serta UNCLOS 1982, Pemerintah Indonesia
berhak untuk mengajukan tuntutan ganti rugi atas kerugian ekonomi dan kerugian
atas rusaknya lingkungan akibat tumpahan minyak tersebut. Pemerintah Indonesia
dapat memakai dasar hasil uji analisis sampel minyak dan air dari Laut Timor di
perairan Indonesia yang dilakukan oleh Leeders Consulting Australia yang terbukti
bahwa kandungan minyak yang mencemari perairan Indonesia berasal dari ladang
Montara. Atas dasar itu Indonesia seharusnya menyertakan pertimbangannya dalam
permintaan ganti rugi kepada Australia untuk masyarakat nelayan dan petani rumput
laut yang terkena dampak langsung dan tidak langsung atas pencemaran laut di atas.
Untuk itu pemerintah membentuk Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat
Tumpahan Minyak di Laut Timor untuk bekerja menghitung besaran ganti rugi ke
Australia dan operator minyaknya di Montara. Hasil perhitungan Kementerian
Lingkungan Hidup, nilai ganti rugi langsung dan tidak langsung adalah Rp 247
milyar. Dari nilai tersebut, nilai kerugian langsung akibat tumpahan minyak itu
9

diperhitungkan mencapai Rp 42,2 miliar. Nilai kerugian ini didasarkan pada
perhitungan dampak tumpahan minyak terhadap nelayan (Kompas, 7/5/2010).
11

Bila dibandingkan nilai ganti rugi yang diajukan Pemerintah Indonesia
dengan kasus-kasus pencemaran laut lainnya seperti Exxon Valdes (1989) dan Teluk
Mexico (2010), maka jelas sangat tidak sebanding. Pencemaran minyak di Laut
Timor ini volumenya dan luas pencemarannya jauh lebih besar dibandingkan dengan
tumpahan minyak dari kapal tanker Exxon Valdez pada 1989. Saat itu Exxon
menumpahkan 11 juta gallon minyak mentah di perairan Alaska sehingga
menghancurkan kawasan lepas pantai sepanjang 1.300 kilometer (Kompas,
24/4/2010). Untuk membersihkan perairan dan lingkungan perusahaan minyak ini
mengeluarkan biaya sekitar 2,5 miliar dolar Amerika Serikat. Sementara masyarakat
Cordova yang memperkarakan pemilik tanker Exxon Valdez tersebut mencapatkan
ganti rugi sebesar 5 miliar dolar Amerika Serikat (Antara, 4/3/2010).
Pencemaran laut di Teluk Mexico volumenya jauh lebih sedikit dibanding
yang terjadi di Laut Timor dan Exxon Valdez. Sejak ledakan pertama semburan
minyak hanya sebesar 5.000 barrel atau 210.000 galon (790.000 liter sehari)
(Kompas, 8/5/2010). Tujuh hari setelah ledakan di Teluk Mexico, luas area yang
tercemar 9.933 kilo meter persegi. Upaya pembersihan minyak diperkirakan akan
menelan biaya lebih dari 6 juta dollar AS atau Rp.54,2 milliar per hari). (Kompas,
7/5/2010).
12








11
CanewaLl Wuryandarl eLaka dl LauL 1lmor
hLLp//wwwpollLlkllplgold/lndexphp/ln/kolom/pollLlklnLernaslonal/277peLakadllauLLlmor
dlakses pada 19 CkLober 2011
12
LocclL
10

BAB III
KESIMPULAN

Di dalam gantirugi polusi minyak dilaut, prinsip gantirugi yang dianut adalah
prinsip gantirugi yang dianut adalah prinsip strict liability ini, sehingga kewajiban
membayar gantirugi pada negara pantau timbul seketika pada saat tumpahnya minyak
di laut dan timbulnya kerugian tanpa mempersoalkan bersalah atau tidaknya kapal
tangki atau kilang minyak yang bersangkutan.
13

Dengan memperhitungkan kasus-kasus penyelesaian di atas dan dampak luas
pada aspek bioIisik, psikologis dan sosial ekonomi warga masyarakat, sudah
sepantasnya bila pemerintah harus lebih serius menanggani masalah pencemaran laut
ini. Sebagai pembanding, keseriusan pemerintah Amerika Serikat pun terlihat ketika
Presiden Barrack Obama turun tangan langsung dengan memerintahkan British
Petroleum yang mengoperasionalkan anjungan minyak yang terbakar di Teluk
Mexico bertanggung jawab untuk menanggung seluruh biaya akibat bencana,
termasuk pembersihannya.
Dengan memperhitungkan sisi keadilan dan kemanusiaan, pemerintah
Indonesia nampaknya harus menghitung ulang besaran biaya ganti rugi yang dituntut
atas bencana lingkungan laut di Laut Timor. Selain veriIikasi kembali data akibat
tumpahan minyak, mengikutsertakan pemangku kepentingan lainnya untuk
penyelesaian secara menyeluruh juga perlu dilakukan, termasuk dalam hal ini
lembaga swadaya masyarakat. Model pengambilan keputusan seperti ini sangat
penting supaya keputusan menjadi tidak bias dan hanya mengakomodir kelompok-
kelompok kepentingan tertentu. Bencana ini terlalu besar untuk dipertaruhkan bila
tidak ada keseriusan dari pemerintah Indonesia.

13
komar kanLaaLmad[a 8unga 8ampal Pukum Llngkungan LauL lnLernaslonal Alumnl 8andung
1982 hal 33

You might also like