No DiIerensial Diagnosis Abses Paru 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Cavitas Tumor Bula atau kista bronkial Bronkiektasa seculea Aspersiloma Wegener`s gramulomatasi Kista hydaditosa Pneumekoniosis caplan`s sipidron Cavitas rheumatoid nodule Gas Iluid level in oesopkagus, Stomach or bowel DIAGNOSA
Diagnosa harus ditegakkan berdasarkan : 1. Riwayat penyakit sebelumnya. Keluhan penderita yang khas misalnya malaise, penurunan berat badan, panas badan yang ringan, dan batuk yang produktiI. Adanya riwayat penurunan kesadaran berkaitan dengan sedasi, trauma atau serangan epilepsi. Riwayat penyalahgunaan obat yang mungkin teraspirasi asam lambung waktu tidak sadar atau adanya emboli kuman diparu akibat suntikan obat. 2. Hasil pemeriksaan Iisik yang mendukung adanya data tentang penyakit dasar yang mendorong terjadinya abses paru. 3. Pemeriksaan laboratorium sputum gram, kultur darah yang dapat mengarah pada organisme penyebab inIeksi. 4. Gambaran radiologis yang menunjukkan kavitas dengan proses konsolidasi disekitarnya, adanya air Iluid level yang berubah posisi sesuai dengan gravitasi. 5. Bronkoskopi Fungsi Bronkoskopi selain diagnostik juga untuk melakukan therapi drainase bila kavitas tidak berhubungan dengan bronkus.
Abses paru adalah suatu kavitas dalam jaringan paru yang berisi material purulent berisikan sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinIeksi.
ETIOLOGI Abses paru dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu : O Kelompok bakteri anaerob, biasanya di akibatkan oleh pneumonia aspirasi (bactreriodes melaninogenus, bacteriodes Iragilitis, bacilus intermedius,dll) O Kelompok bakteri aerob : Gram () : sekunder oleh sebab lain aspirasi (staphylococcus aureus, streptococcus microaerophilic, streptococcus pyogens,S.pneumonia) Gram (-) : biasanya merupakan sebab nosokomial (E.coli, gram (-) bacilli, Klebsiella pneumoniae,dll) O Kelompok jamur ( mucoraceae, aspergilus species) , parasit, amuba, mikobakterium.
Epidemiologi Lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan, umumya terjadi pada usia tua karena terjadi peningkatan insiden penyakit periodontal dan peningkatan pravelansi aspirasi
Faktor resiko O Adanya riwayat aspirasi, O inIeksi saluran naIas (radang mulut, gigi dan gusi, tenggorokan), O higiene oral yang kurang, O peminum minuman keras atau masuknya suatu benda kedalam saluran pernaIasan.
Faktor predisposisi Abses paru No Faktor Predisposisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Alkoholik Aspirasi benda asing Karies gigi TB paru lama Epilepsi Penyalahgunaan obat Penyakit paru obstuktiI SLE Ca Bronkogenik Nihil Presdeposisi Iactor dari Abses Paru No Presdeposisi Iactor dari Abses Paru 1 2 Aspirasi dari oropring Obstruksi bronkial 3 4 5 6 7 Pneumonia Blood-borne inIection InIark paru yang terinIeksi Ruda paksa (trauma) Penyebaran transdiapragmatika
PATOFISIOLOGI Garry tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut: 1. erupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan Iaktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses abses ditempat lain misal abses hepar. 2. Kavitas yang mengalami inIeksi. Pada beberapa penderita tuberkolosis dengan kavitas, akibat inhalasi bakteri mengalami proses peradangan supurasi. Pada penderita emphisema paru atau polikisrik paru yang mengalami inIeksi sekunder. 3. Obstruksi bronkus dapat menyebabkan pneumonia berlajut sampai proses abses paru. Hal ini sering terjadi pada obstruksi karena kanker bronkogenik. Gejala yang sama juga terlihat pada aspirasi benda asing yang belum keluar. Kadang-kadang dijumpai juga pada obstruksi karena pembesaran kelenjar limphe peribronkial. 4. Pembentukan kavitas pada kanker paru. Pertumbuhan massa kanker bronkogenik yang cepat tidak diimbangi peningkatan suplai pembuluh darah, sehingga terjadi likuiIikasi nekrosis sentral. Bila terjadi inIeksi dapat terbentuk abses. Sedangkan menurut ProI. dr. Hood AlsagaII (2006) adalah: Bila terjadi aspirasi, kuman Klebsiela Pneumonia sebagai kuman komensal di saluran pernaIasan atas ikut masuk ke saluran pernaIasan bawah, akibat aspirasi berulang, aspirat tak dapat dikeluarkan dan pertahanan saluran naIas menurun sehingga terjadi keradangan. Proses keradangan dimulai dari bronki atau bronkiol, menyebar ke parenchim paru yang kemudian dikelilingi jaringan granulasi. Perluasan ke pleura atau hubungan dengan bronkus sering terjadi, sehingga pus atau jaringan nekrotik dapat dikeluarkan. Drainase dan pengobatan yang tidak memadai akan menyebabkan proses abses yang akut akan berubah menjadi proses yang kronis atau menahun.
MANIFESTASI KLINIS ABSES PARU Gejala klinis yang ada pada abses paru hampir sama dengan gejala pneumonia pada umumnya yaitu: 1. Panas badan Dijumpai berkisar 70 - 80 penderita abses paru. Kadang dijumpai dengan temperatur ~ 40 0 C. 2. Batuk, pada stadium awal non produktiI. Bila terjadi hubungan rongga abses dengan bronkus batuknya menjadi meningkat dengan bau busuk yang khas (4et4r ex 4r4e) 3. Produksi sputum yang meningkat dan 4et4r ex 4er4 dijumpai berkisar 40 75 penderita abses paru. 4. Nyeri yang dirasakan di dalam dada 5. Batuk darah 6. Gejala tambahan lain seperti lelah, penurunan naIsu makan dan berat badan. 7. Lekosit meningkat lebih dari 12.000/mm3 Pada pemeriksaan dijumpai tanda-tanda proses konsolidasi seperti redup pada perkusi, suara naIas yang meningkat, sering dijumpai adanya jari tabuh serta takikardi.
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Abses paru harus berdasarkkan pemeriksaan mikrobiologi dan data penyakit dasar penderita serta kondisi yang mempengaruhi berat ringannya inIeksi paru. 1. edika entosa Pilihan pertama antibiotika adalah golongan Penicillin pada saat ini dijumpai peningkatan Abses paru yang disebabkan oleh kuman anaerobs (lebih dari 35 kuman gram negatiI anaerob). aka bisa dipikrkan untuk memilih kombinasi antibiotika antara golongan penicillin G dengan clindamycin atau dengan etronidazole, atau kombinasi clindamycin dan CeIoxitin. AlternatiI lain adalah kombinasi Imipenem dengan B Lactamase inhibitase, pada penderita dengan pneumonia nosokomial yang berkembang menjadi Abses paru. Waktu pemberian antibiotika tergantung dari gejala klinis dan respon radiologis penderita. Penderita diberikan terapi 2-3 minggu setelah bebas gejala atau adanya resolusi kavitas, jadi diberikan antibiotika minimal 2-3 minggu. 2. Drainage Drainase postural dan Iisiotherapi dada 2-5 kali seminggu selama 15 menit diperlukan untuk mempercepat proses resolusi Abses paru. Pada penderita Abses paru yang tidak berhubungan dengan bronkus maka perlu dipertimbangkan drainase melalui bronkoskopi. 3. Bedah Reseksi segmen paru yang nekrosis diperlukan bila: a. Respon yang rendah terhadap therapi antibiotika. b. Abses yang besar sehingga mengganggu proses ventilasi perIusi c. InIeksi paru yang berulang d. Adanya gangguan drainase karena obstruksi.
PROGNOSIS Pada penderita dengan beberapa Iaktor predisposisi mempunyai prognosa yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu Iakktor predisposisi. Beberapa Iaktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sbb : O Anemia dan Hipo Albuminemia O Abses yang besar ( ~ 5-6 cm) O Lesi obstruksi O Bakteri aerob O Immune Compromised O &sia tua O Gangguan intelegensia O Perawatan yang terlambat
KOMPLIKASI a. Empyema b. Abses otak c. Atelektasis d. Sepsis KDU