You are on page 1of 42

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ileus obstruktif merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus akut abdomen. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Akut abdomen dapat disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan (Evers, 2004). Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi intestinal terjadi ketika lumen usus konstriksi atau terdapat sumbatan. Kondisi ini harus dibedakan dengan ileus paralitik, dimana terjadi gerakan propulsif yang menurun tanpa adanya sumbatan di lumen intestinal (Thompson, 2005). Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus atau oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi intestinal atau disebut juga ileus obstruktif (obstruksi mekanik) dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen usus. Obstruksi usus merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan diagnosa dini dan tindakan bedah darurat (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60% penderita yang mengalami ileus obstruktif rata rata berumur

sekitar 16 98 tahun dengan perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki laki (Markogiannakis et al., 2007). Terapi ileus obstruktif biasanya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu kritis tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien. B. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan hal-hal yang berkenaan dengan ileus obstruktif serta penatalaksanaannya. Pembaca diharapkan dapat memahami dan mengetahui tentang ileus obstruktif, tandatanda, dan penatalaksanaannya sehingga diharapkan dapat melakukan usahausaha promosi, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif terutama di bidang bedah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.

Definisi Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu (Ullah et al., 2009). Obstruksi intestinal secara umum didefinisikan sebagai kegagalan isi intestinal untuk melanjutkan perjalanannya menuju ke anus. Obstruksi Intestinal ini merujuk pada adanya sumbatan mekanik atau nonmekanik parsial atau total dari usus besar dan usus halus (Thompson, 2005).

B.

Anatomi Usus halus berbentuk tubuler, dengan prakiraan panjang sekitar 6 meter pada orang dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan ileum. Duodenum, merupakan segmen yang paling proksimal, terletak retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus pankreas. Doudenum dipisahkan dari gaster oleh adanya pylorus dan dari jejunum oleh batas Ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterikum. Tak ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara Jejunum dan Ileum; 40% panjang dari jejunoileal diyakini sebagai Jejunum dan 60% sisanya sebagai Ileum. Ileum berbatasan dengan sekum di katup ileosekal (Whang et al., 2005) Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang. Lipatan ini juga terlihat secara radiografi dan membantu untuk membedakan antara usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian proksimal usus halus

daripada bagian distal. Hal lain yang juga dapat digunakan untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak mesenterial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang. Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut sebagai Peyer Patches. (Whang et al., 2005)

Gambar 2.1 : Gambaran Usus Halus (Sumber : Simatupang, 2010) Usus besar terdapat diantara anus dan ujung terminal ileum. Usus besar terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolom asendens, transversum, desendens, sigmoid, rectum dan anus. Sisa makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus halus didorong ke dalam usus besar oleh gerak peristaltik kuat otot muskularis eksterna usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini telah menjadi semi solid sebagaimana feses umumnya. Meskipun terdapat di usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang di usus halus. Sel goblet ini juga bertambah dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar tidak memiliki plika sirkularis

maupun vili intestinales, dan kelenjar usus/intestinal terletak lebih dalam daripada usus halus (Eroschenko, 2003).

Gambar 2.2 : Sistem Saluran Pencernaan Manusia (Sumber: Simatupang, 2010) Suplai Vaskuler Pada usus halus, A. Mesenterika Superior merupakan cabang dari Aorta tepat dibawah A. Soeliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali Duodenum separuh yang sebagian atasnya diperdarahi diperdarahi oleh oleh A. A. Pankreotikoduodenalis Superior, suatu cabang dari A. Gastroduodenalis. Sedangkan bawah Duodenum Pankreotikoduodenalis Inferior, suatu cabang A. Mesenterika Superior. Pembuluh - pembuluh darah yang memperdarahi Jejunum dan Ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian Ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh A. Ileocolica. Darah dikembalikan lewat V. Messentericus Superior yang menyatu dengan V. lienalis membentuk vena porta. (Price, 2003).

Pada usus besar, A. Mesenterika Superior memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) : (1) ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteria mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum) : (1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior (Price, 1994) (Whang et al., 2005). Pembuluh limfe Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe; 1. Ke atas melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan kemudian ke nodi lymphatici coeliacus dan 2. ke bawah, melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lyphatici mesentericus superior sekitar pangkal arteri mesenterica superior. Pembuluh limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus suprior, yang terletak sekitar pangkal arteri mesentericus superior. Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior. Pembuluh limfe untuk kolon mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus inferior (Snell, 2004). Persarafan Saraf - saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Saraf untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 2004). Rangsangan parasimpatis

merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut - serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut - serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price, 2003). Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan pengecualian pada sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price, 2003). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut - serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut - serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 2004). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan. (Price, 2003). C. Etiologi Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu pertiga dari

seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan operasi. (Thompson, 2005)

Gambar 2.3 Penyebab ileus obstruktif (Sumber: Simatupang, 2010)

Penyebab terjadinya ileus obstruktif beragam jumlahnya berdasarkan umur dan tempat terjadinya obstruksi. Adhesi post operatif merupakan penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan. Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif yang terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon, pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma kolorektal. (Thompson, 2005). Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et al., 2005) (Thompson, 2005) Obturasi Intraluminal Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik Benda Asing Adhesi Kongenital - Iatrogenik - Atresia, stenosis, Benda Asing - Tertelan dan webs Hernia - Divertikulum - Batu Empedu - Eksternal Meckel - Cacing - Internal Intususepsi Pengaruh Cairan - Barium - Feses - Meconium Massa Inflamasi - Anomali organ atau - Divertikulitis pembuluh darah - Drug-induced - Organomegali - Infeksi - Akumulasi Cairan - Coli ulcer - Neoplasma Neoplasma - Tumor Jinak - Karsinoma - Karsinoid - Limpoma - Sarcoma

Post Operatif Volvulus

Trauma - Intramural Hematom

D.

Patofisiologi Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster, intestinal dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya. Meskipun aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah distal dari obstruksi. Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi dalam beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen yang terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia. Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus obstruktif. Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari metabolisme bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen (12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk berdifusi dari lumen.

10

Intestinal, normalnya, berusaha untuk membebaskan obstruksi mekanik dengan cara meningkatkan peristaltik. Periode yang terjadi ialah berturut-turut: terjadinya hiperperistaltik, intermittent quiescent interval, dan pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi kurang aktif. Obstruksi mekanik yang berkepanjangan menyebabkan penurunan dari frekuensi gelombang - lambat dan kerusakan aktivitas gelombang spike, namun intestinal masih memberikan respon terhadap rangsangan. Ileus dapat terus menetap bahkan setelah obstruksi mekanik terbebaskan. Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga menyebabkan aliran cairan dari lumen ke pembuluh darah berkurang dan sebaliknya aliran dari pembuluh darah ke lumen meningkat. Perubahan yang serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida. Namun, peningkatan tekanan intralumen tidak selalu terjadi dan mungkin terdapat mekanisme lain yang menyebabkan perubahan pada mekanisme sekresi. Peningkatan sekresi juga dipengarui oleh hormon gastrointestinal, seperti peningkatan sirkulasi vasoaktif intestinal polipeptida, prostaglandin, atau endotoksin. Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi intestinal di bagian proksimal obstruksi, yang bermanifestasi pada mual dan muntah. Proses obstruksi yang berlanjut, kerusakan progresif dari proses absorbsi dan sekresi semakin ke proksimal. Selanjutnya, obstruksi mekanik ini mengarah pada peningkatan defisit cairan intravaskular yang disebabkan oleh terjadinya muntah, akumulasi cairan intralumen, edema intramural, dan transudasi cairan intraperitoneal. Pemasangan nasogastric tube malah memperparah terjadinya defisit cairan melalui external loss. Hipokalemia, hipokhloremia, alkalosis metabolik merupakan komplikasi yang sering dari obstruksi letak tinggi. Hipovolemia yang tak dikoreksi dapat mengakibatkan terjadinya insufisiensi renal, syok, dan kematian. Stagnasi isi intestinal dapat memfasilitasi terjadinya proliferasi bakteri. Bakteri Aerob dan Anaerob berkembang pada daerah obstruksi. Koloni

11

berlebihan dari bakteri dapat merangsang absorbtif dan fungsi motorik dari intestinal dan menyebabkan terjadinya translokasi bakteri dan komplikasi sepsis.

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruktif (Sumber : Simatupang, 2010) Strangulasi Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen obtruksi dari intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan langsung dari vasa mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada dinding intestinal.

12

Komplikasi ini sering berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon paling sering disebabkan oleh volvulus. Iskemia intramural dapat terjadi karena berbagai sebab. Distensi dan peningkatan tekanan pada intramural dapat menyebabkan kongesti dari vena, kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta thrombosis dari arteri dan vena. Peningkatan pertumbuhan bakteri terjadi dalam beberapa jam setelah strangulasi. Hal ini menyebabkan produksi toksin intralumen dan dapat merangsang pelepasan mediator vasoaktif seperti prostaglandin. Mukosa dari intestinal lebih peka terhadap iskemia dan beberapa faktor tampaknya memainkan peranan penting untuk mendukung terjadinya iskemia, termasuk hipoksia, protease pankreas dan radikal bebas. Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju ke cavum peritoneal, limfe pada mesenterikum, dan sirkulasi sistemik. Hal ini menggiring pada terjadinya iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan terjadinya reperfusion juga mendukung terjadinya gagal organ, seperti paru.

Tabel 2.2 Perbedaan ileus obstruktif simple dan strangulate (Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)

13

Obstruksi Gelung Tertutup Terjadi saat obstruksi terdapat di dua tempat. Volvulus merupakan sebab yang paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran mesenterium. Obstruksi di bagian distal dari usus besar juga dapat menyebabkan terjadinya closed loop obstruction jika katup ileocekal masih tersisa. Saat tekanan intralumen di segmen obstruksi meningkat, sekresi cairan ke dalam lumen meningkat sementara absorbsinya menurun. Kepentingan klinis yang mungkin terjadi akibat fenomena ini ialah meningkatnya resiko kejadian strangulasi. Distensi pada obstruksi gelung tertutup terjadi sangat cepat sehingga biasanya strangulasi terjadi lebih dahulu bahkan sebelum gejala klinis dari obstruksi tampak jelas. Obstruksi Parsial Intestinal Pada obstruksi parsial, lumen tak sepenuhnya tersumbat. Adhesi merupakan penyebab tersering dari gangguan ini dan jarang sekali mengakibatkan terjadinya strangulasi. Obstruksi parsial kronis dapat menyebabkan terjadinya penebalan dinding intestinal akibat hipertrofi otot. Perpanjangan waktu kontraksi dan peningkatan kelompok kontraksi merupakan karakteristik yang dapat ditemukan. Kelainan motoris ini dan kemungkinan berhubungan dengan pertumbuhan bakteri dapat menyebabkan terjadinya malabsorbsi, distensi dan diare sekretorik. Obstruksi kolon Patofisiologi terjadinya obstruksi pada kolon berbeda dengan intestinal. Kolon khususnya yang bagian distal memiliki kemampuan yang terbatas pada absorbsi. Akumulasi Cairan dan gas di kolon terjadi lebih lambat karena posisinya yang berada paling distal dari saluran pencernaan dan karena sebagian besar cairan telah diabsorbsi di usus halus. Distensi yang terjadi secara perlahan ini memungkinkan kolon untuk beradaptasi dan dekompresi dapat terjadi karena katup ileocecal yang inkompeten. Seperti disebutkan sebelumnya, katup ileocecal yang kompeten dapat menyebabkan

14

terjadinya closed loop obstruction. Dilatasi cecal dan penipisan dinding cecum akibat penambahan diameter dapat meningkatkan resiko terjadinya rupture. Rupture dapat disebabkan oleh iskemia yang terjadi pada dinding kolon, diastasis dari lapisan otot, ataupun karena invasi bakteri di dinding kolon. Obstruksi kolon hiperperistaltik. berakibat pada motilitas abnormal namun tidak

Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar (Sumber : Bickle dan Kelly, 2002) E. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga kelompok (Yates, 2004) : a. Lesi-lesi intraluminal, misalnya fekalit, benda asing, bezoar, batu empedu. b. Lesi-lesi intramural, misalnya malignansi atau inflamasi. c. Lesi-lesi ekstramural, misalnya adhesi, hernia, volvulus atau intususepsi. Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong, 2005) : 1. 2. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya terjepitnya pembuluh darah. penjepitan pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir

15

dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. 3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi. Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif dibagi dua (Ullah et al., 2009): 1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum, jejunum dan ileum 2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid dan rectum. F. Manifestasi Klinis Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif : 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. Nyeri abdomen Muntah Distensi Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi). Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada: Lokasi obstruksi Lamanya obstruksi Penyebabnya Ada atau tidaknya iskemia usus (Ullah et al., 2009) Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala merupakan ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa merupakan gejala penyerta yang berhubungan dengan hipermotilitas intestinal proksimal daerah obstruksi. Nyerinya menyebar dan jarang terlokalisir, namun sering dikeluhkan nyeri pada bagian tengah abdomen. Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri

16

kolik juga menyertai. Saat nyeri menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi dan infark. (Whang et al., 2005) Tanda-tanda obstruksi usus halus juga termasuk distensi abdomen yang akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus, dan peningkatan bising usus. Hasil laboratorium terlihat penurunan volume intravaskuler, adanya hemokonsentrasi dan abnormalitas elektrolit. Mungkin didapatkan leukositosis ringan. Muntah terjadi setelah terjadi obstruksi lumen intestinal dan menjadi lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus. (Thompson, 2005). Kegagalan untuk defekasi dan flatus merupakan tanda yang penting untuk membedakan terjadinya obstruksi komplit atau parsial. Defekasi masih terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah daerah obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya obstruksi partial. Tanda-tanda pada pemeriksaan fisik dapat saja normal pada awalnya, namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah. Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa yang teraba dapat di diagnosis banding dengan keganasan, abses, ataupun strangulasi. Auskultasi digunakan untuk membedakan pasien menjadi tiga kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-tanda strangulasi mulai tampak. Pemeriksaan lipat paha untuk mengetahui adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau massa di rectum harus selalu dilakukan.

17

Tanda-tanda terjadinya strangulasi seperi nyeri terus menerus, demam, takikardia, dan nyeri tekan bisa tak terdeteksi pada 10-15% pasien sehingga menyebabkan diagnosis strangulasi menjadi sulit untuk ditegakkan. Pada obstruksi karena strangulasi bisa terdapat takikardia, nyeri tekan lokal, demam, leukositosis dan asidosis. Level serum dari amylase, lipase, lactate dehidrogenase, fosfat, dan potassium mungkin meningkat. Penting dicatat bahwa parameter ini tak dapat digunakan untuk membedakan antara obstruksi sederhana dan strangulasi sebelum terjadinya iskemia irreversible. G. Diagnosis Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari : 1. Anamnesis Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong, 2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama. 2. Pemeriksaan Fisik a. Inspeksi Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat ditemukan darm contour (gambaran kontur usus) maupun darm steifung (gambaran

18

gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.

Gambar 2.5 Gerakan Peristaltik Usus (Sumber : Faradilla, 2009) b. Palpasi dan perkusi Pada palpasi didapatkan distensi abdomen dan perkusi tympani yang menandakan adanya obstruksi. Palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal. c. Auskultasi Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.

19

Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi. Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi. 3. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi intestinal yang

20

sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada 50% pasien. 4. Pemeriksaan Radiologi a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain: 1) 2) 3) 4) Distensi usus bagian proksimal obstruksi Kolaps pada usus bagian distal obstruksi Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels Posisi supine dapat ditemukan : a) distensi usus b) step-ladder sign 5) 6) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan yang berderet terisi udara dan gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem. 7) 2008) Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan demikian menghalangi tampaknya airfluid level atau distensi usus. Keadaan selanjutnya berhubungan dengan Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses,

21

obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun memakan biaya yang sedikit. Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus Temuan Radiologis Air-fluid Level Osbtruksi Mekanik Present proximal to obstruction Gas in small intestine Large bowel shape loops; stepladder pattern gas ini colon Absent or diminished Thickened bowel wall Present if chronic or strangulation Intraabdominal fluid Rare Diapraghm Slightly elevated; normal motion Gastrointestinal contrast Rapid progression to point media of obstruction Ileus Prominent throughout Gas present diffusely; moveable Increase throughout Present with inflamation Often present Elevated; decrease motion Slow progression to colon

Gambar 2.6 Dilatasi usus (Nobie, 2009)

22

Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan string of pearls sign (Nobie, 2009)

Gambar 2.8 Herring bone appearance (Nobie,2009)

23

Gambar 2.9 Coffee bean appearance (Bickle dan Kelly, 2002)

Gambar 2.10 Step ledder sign (Nobie, 2009) b. Enteroclysis Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos abdomen memperlihatkan gambaran normal namun

24

dengan klinis menunjukkan adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun, penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan penggunaannya harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.11 Intususepsi (coiled-spring appearance).(Khan,2009) c. CT-Scan CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab

25

intrinsik. Obstruksi ditandai dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009) Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa mesenteric yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan kurangnya uptake kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT scan juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya mengetahui etiologi dari obstruksi. Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah (<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)

Gambar 2.12 CT Scan Ileus Obstruktif akibat tumor mesenterium (Khan, 2009)

26

Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005) d. CT enterography (CT enteroclysis) Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).(Nobie, 2009) e. MRI Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie, 2009)

27

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif (Edelman, 2010)

f. USG Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%. (Nobie, 2009)

28

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium (Khan, 2009)

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-Ansert, 2010). H. Diagnosis Banding Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)

29

1. 2. 3. 4. 5.
6.

Ileus paralitik Appensicitis akut Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier Konstipasi Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease Pancreatitis akut

7. I.

Penatalaksanaan Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi intestinal. (Evers, 2004) Dekompresi Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 85% pada obstruksi parsial. (Evers, 2004) Terapi Operatif Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non operatif pada beberapa pasien dengan

30

obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah terjadinya injury akan menyebabkan intestinal menjadi ireversibel. Penelitian retrospektif melaporkan bahwa penundaan operasi 12 24 jam masih dalam batas aman namun meningkatkan resiko terjadinya strangulasi. Pasien dengan obstruksi intestinal sekunder karena adanya adhesi dapat diterapi dengan melepaskan adhesi tersebut. Penatalaksanaan secara hati hati dalam pelepasan adhesi tresebut untuk mencegah terjadinya trauma pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan penutupan defek. Penatalaksanaan pasien dengan obstruksi intestinal dan adanya riwayat keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah menyebar, terapi non-operatif, bila berhasil, merupakan jalan yang terbaik; walaupun hanya sebagian kecil kasus obstruksi komplit dapat berhasil di terapi dengan non-operatif. Pada kasus ini, by pass sederhana dapat memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang dengan operasi yang rumit yang mungkin membutuhkan reseksi usus. Pada saat dilakukan eksplorasi, terkadang susah untuk menilai viabilitas dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih meragukan, segmen tersebut harus dilepaskan dan ditempatkan pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.

31

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi ileus. 1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan. 2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya. 3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut. 4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Ullah et al., 2009). J. Komplikasi Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009). K. Prognosis Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).

32

33

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. METODE PENELITIAN Materi dan Bahan Populasi penelitian adalah seluruh pasien dengan ileus obstruktif di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto dari bulan Januari 2006 sampai dengan Desember 2010. Pengambilan sampel di lakukan dengan melihat data dari catatan medik (CM). Data di recall dengan megunakan program computer ICD. Data tahun 2008-2010 menggunakan program computer ICD-10, sedangkan tahun 2006 dan 2007 menggunakan program computer ICD-9. Sampel diambil dengan menggunakan metode systematic sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 pasien. 1. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan metode deskripsi retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Sampel diambil dengan menggunakan metode systematic sampling. B. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2006 - 2010
Jum Pas IleusObs lah ien truktif
80 60 40 20 0 2006 2007 2008 2009 2010 62 36 58 75 69

Grafik 3.1 Jumlah Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2006 - 2010

34

Dari keseluruhan jumlah pasien Ileus Obstruktif tahun 2006 2010 adalah sebanyak 299 pasien, jumlah pasien terbanyak ada pada tahun 2009 sebanyak 75 orang sedangkan jumlah pasien paling sedikit ada pada tahun 2007 yaitu sebanyak 36 orang.

Pas IleusObs ien truktif Tahun 2006

34 % L aki-laki P erem puan 66%

Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2007

54%

46%

Laki-laki Perempuan

35

Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2008

34% Laki-Laki Perempuan 66%

Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2009

44% 56%

Laki-laki Perempuan

Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2010

33% Laki-laki Perempuan 67%

36

Kt g r Br aak n s ae oi ed sr a U a i
3 0 2 5 2 0 1 5 1 0 5 0 20 06 20 07 20 08 20 09 21 00 <8 1 1- 0 84 4- 0 06 >0 6

Grafik 3.2 Kategori Pasien Berdasarkan Usia Berdasarkan usianya, pasien ileus obstruktif yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 40-60 tahun dengan jumlah meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 30 orang. 2. Penatalaksanaan Ileus Obstruktif di RSMS Tahun 2006 2010
Penatalaksanaan Ileus Obstruktif Tahun 2006 - 2010

23% Operatif Konsevatif 77%

Dari sampel yang didapat, terapi operatif adalah terapi yang paling banyak dilakukan di RS. Prof. Dr Margono Soekardjo untuk pasien ileus obstruktif pada tahun 2006 2010 yaitu sejumlah 23 pasien (77 %) dan terapi konservatif sejumlah 7 pasien (23 %). Terapi konservatif seluruhnya dilakukan pada pasien dengan ileus obstruktif parsial. Berdasarkan letaknya,

37

65 % adalah pasien dengan ileus obstruktif letak tinggi dan 35 % adalah pasien dengan ileus obstruktif letak rendah. Etiologi terjadinya ileus obstruktif terbanyak secara berurutan adalah karena adhesi, hernia, malignansi, volvulus, dan intususepsi.
Letak Ileus Obstruksi

35% Letak Tinggi Letak Rendah 65%

Etiologi Ileus Obstruksi


5% 5% Adhesi 16% 53% 21% Hernia Malignansi Volvulus Intususepsi

38

3. Output Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2006 2010


Output Pas Ileus Obs ien truktif 2006 - 2010 50 40 30 20 10 0 2006 2007 2008 2009 2010 Pulang H idup Mening al g APS /Paks a Lain-lain

Grafik 3.3 Output Pasien Ileus Obstruktif Tahun 2006 2010 Pengambilan data pasien tahun 2006 dan 2007 menggunakan program rekam medis yang lama sehingga pengklasifikasian cara pasien keluar dari rumah sakit berbeda dengan data yang diperoleh dari ICD 10. Pada ICD 10 cara keluar pasien di bagi menjadi pulang hidup, meninggal, APS, dan melarikan diri, sedangkan pada program yang lama keluaran pasien di bagi menjadi pulang hidup, dirujuk, lari, APS dan meninggal. Output terbanyak adalah pulang hidup. Jumlah pasien meninggal sebesar 24 pasien. memiliki kecenderungan untuk meningkat dengan jumlah terbanyak adalah pada tahun 2010 yaitu

39

BAB IV KESIMPULAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Ileus obstruktif merupakan penyumbatan intestinal yang menyebabkan pasase lumen usus terganggu Ileus obstruktif dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis, letak, dan penyebabnya Penatalaksanaan ileus obstruktif terbagi menjadi terapi konservatif dan operatif Jumlah pasien ileus obstruktif di RS Prof. Dr. Margono Soekarjo tahun 2006 2010 adalah 229 pasien dengan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki Jumlah pasien ileus obstruktif terbanyak berada pada rentang usia 40-60 Penatalaksanaan ileus obstruktif di RS Prof. Dr. Margono Soekarjo dari sampel yang diperoleh paling banyak adalah terapi operatif dengan jumlah terapi operatif adalah 23 pasien (77 %) dan terapi konservatif 7 pasien (23 %) 7. 8. 9. Etiologi terjadinya ileus obstruktif terbanyak secara berurutan adalah karena adhesi, hernia, malignansi, volvulus, dan intususepsi Output pasien ileus terbanyak adalah pulang hidup Jumlah pasien meninggal memiliki kecenderungan untuk meningkat dengan jumlah terbanyak adalah pada tahun 2010 yaitu sebesar 24 pasien.

40

DAFTAR PUSTAKA

Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs. studentBMJ April 2002;10:102-3 Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.mr-tip.com/serv1.php? type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstruction Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D. Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp. 1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msuc meaa.html Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011, Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962overview Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at : http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011, from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140overview Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC

41

Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92 Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved June 6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.), Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9

42

You might also like