Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi
kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan.
Seluruh ruang lingkup secara keseluruhan pun disentuh dengan nilai Islam, walau
masalah tersebut nampak kecil dan tidak terlalu penting. Termasuk tata cara perkawinan
Islam yang begitu agung nan penuh nuansa, yaitu tentang perkawinan.
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan
berlandaskan Al-Qur`an dan Sunnah yang Shahih. Pernikahan merupakan jalan yang
paling bermanIaat dan paling aIdhal dalam upaya merealisasikan dan menjaga
kehormatan, karena dengan jalan inilah seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang
diharamkan Allah. Oleh sebab itulah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
mendorong untuk mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas
kendala-kendalanya.
Pada tata cara perkawinan Islam ditemukan larangan dalam pernikahan, hal
tersebut lah yang melatarbelakangi penulisan makalah ini. Makalah ini membahas
mengenai landasan serta sumber hukum apa saja tentang larangan, khususnya untuk
yang masih memiliki hubungan sedarah, yang terdapat dalam tata cara perkawinan
Islam.
Hal lainnya dari larangan tersebut yang menjadi latar belakang penulisan
makalah ini adalah adanya berbagai pihak yang secara tegas dilarang untuk dinikahi.
Pihak-pihak tersebut pada dasarnya telah digolongkan ke dalam beberapa bagian
sehingga akan diidentiIikasi secara jelas pada bagian selanjutnya. Hal tersebut bertujuan
agar semakin jelasnya inIormasi mengenai pihak yang diharamkan dengan didasarkan
pada hubungan sedarah, sesusuan, dan hubungan semenda akibat perkawinan dua
keluarga.
Hal terakhir dari hukum larangan menikah dengan keluarga sedarah yang
menjadi latar belakang dalam penulisan adalah ditemukannya beberapa akibat yang
dapat ditimbulkan apabila larangan dalam tata cara perkawinan Islam tersebut
dilanggar. Akibat-akibat yang dapat ditimbulkan tersebut terjadi tidak hanya secara Iisik
namun juga secara psikologis.
Ketiga masalah diatas merupakan pokok bahasan yang secara mendalam akan
dijabarkan dalam makalah ini. Ketiga pokok bahasan tersebutlah yang melatarbelakangi
dilakukannya pembahasan secara mendalam dan secara komprehensiI. Dengan harapan
dapat lebih memperjelas mengenai substansi pokok yang terdapat dalam bahsan
tersebut.
1.2 Identifikasi Masalah
Pada bagian ini ada berbagai masalah yang hendak dibahas secara mendalam
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan larangan perkawinan sedarah menurut
Hukum perkawinan Islam. Adapun berbagai masalah tersebut di antaranya:
1. Apa yang menjadi dasar hukum larangan perkawinan sedarah?
2. Pihak-pihak mana sajakah yang dilarang melakukan perkawinan?
3. Bagaimana akibat yang ditimbulkan dari perkawinan sedarah?
1.3 %::an Pen:lisan
Setelah memberikan berbagai masalah apasajakah yang hendak dibahas dalam
penulisan makalah ini, maka akan diberikan tujuan apa sajakah yang dapat diperoleh
melalui pembahasan berbagai masalah tersebut secara lebih terperinci dan mendalam.
Adapun berbagai hal yang menjadi tujuan dari proses penulisan makalah ini di
antaranya adalah :
1. &ntuk dapat mengetahui mengenai apa sajakah yang menjadi dasar
hukum larangan perkawinan sedarah?
2. &ntuk dapat mengetahui tentang berbagai pihak yang dilarang untuk
melakukan perkawinan?
3. &ntuk dapat mengetahui tentang bagaimana akibat yang ditimbulkan dari
perkawinan sedarah
BAB II
LANDASAN %EORI
2.1 H:k:m Perkawinan Islam
Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam realita umat manusia.
Dengan adanya perkawinan rumah tangga dapat ditegakkan dan dibina sesuai dengan
norma agama dan tata kehidupan masyarakat. Dalam rumah tangga berkumpul dua
insan yang berlainan jenis (suami-istri), mereka saling berhubungan agar mendapat
keturunan sebagai penerus generasi. Insan-insan yang berada dalam rumah tangga itulah
yang disebut keluarga. Keluarga yang dicita-citakan dalam ikatan perkawinan yang sah
adalah keluarga sejahtera dan bahagia yang selalu mendapat ridha Allah SWT.
Dalam Islam masalah perkawinan mendapat tempat yang sangat terhormat dan
sangat terjunjung tinggi tata aturannya yang telah ditetapkan dalam kitab suci.
Demikian juga negara-negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, masalah
perkawinan merupakan hal yang sangat prinsip dalam suatu kehidupan masyarakat.
Selain itu peraturan tentang perkawinan sangat dihormati pelaksanaannya sehingga
pelaksanaan perkawinan itu sesuai dengan norma atau prinsip yang telah disepakati
bersama.
Selanjutnya mengenai peraturan perkawinan, Islam mengatur mengenai pihak-
pihak mana saja yang halal untuk dinikahi dan pihak-pihak yang haram untuk dinikahi.
Khusus untuk pihak-pihak yang haram untuk dinikahi, Islam secara tegas mengaturnya
seperti larangan menikah karena hubungan nasab, semenda, dan sepersusuan atau
yang sering dikenal dengan pernikahan sedarah.
Peraturan mengenai larangan tersebut dibuat dengan tujuan agar terciptanya
keselarasan dalam kehidupan rumah tangga. Sehingga hakikat dasar dari perkawinan
menurut Islam yaitu terbinanya kehidupan perkawinan yang sakinah, mawadah, dan
warahmah dapat terwujud.
Akan tetapi apabila aturan tersebut dilanggar maka ada konsekuensi yang
harus ditanggung. Dalam kenyataan secara jelas terlihat mengenai akibat yang dapat
ditimbulkan kepada keturunannya baik Iisik seperti keadaan tubuh yang kurang normal
(cacat Iisik), maupun mental seperti gangguan psikologis, downsyndrome, dan
keterbelakangan mental.
Berbagai hal tersebutlah yang dalam hukum perkawinan Islam telah diatur
sedemikian rupa. Hal itu terlihat dalam dasar hukum Islam yaitu Al-Quran dan Hadits.
Pada kedua bagian tersebut dijelaskan mengenai larangan untuk melakukan hubungan
perkawinan dengan pihak yang masih memiliki hubungan pertalian darah dan memilki
hubungan keluarga serta kerabat.
Seluruh pandangan mazhab Iiqh Islam mengharamkan perkawinan sedarah.
Incest tidak bisa dibenarkan meskipun dengan sukarela ataupun paksaan. Mereka
menyamakannya dengan zinah yang harus dihukum. Tetapi ada perbedaan di antara
mereka soal hukumannya. Mazhab Maliki Syafi`I, Hambali, Zahiri, Syiah Zaidi,
dan lain sebagainya menghukumnya dengan pidana hudud (hukun Islam yang sudah
ditentukan kadarnya seperti hukum potong tangan), persis seperti hukuman bagi
pezinah. Sementara Ab: Hanifah menghukumnya dengan tindak pidana ta:ir
(peringatan keras atau hukuman keras) bagi incest sukarela.
2.2 S:mber H:k:m Islam
a.Al-q:ran
O".S. An-Nissa` 4:22
an fanganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat kefi
dan dibenci Allah dan seburuk-buruk falan (yang ditempuh). An-nissa : 22)
O".S. An-Nissa` 4:23
~ = - = ' + ~ ' - ' = ' ~ = `' = ' - _ `' ' -
= `' ' + ~ `' - - ' = ~ =' - ' ' + ~ -' ~ -
-' `' = = ~ -' ~ - `' = ~ + ' - = ~
+ ` _' - = - = . - ` = -' - - ~ ' ~ `-
iharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan,
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang
perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara perempuan
sepersusuan, ibu-ibu istrimu (mertua), anak-anak istrimu yang dalam
pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi fika kamu belum
campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu
mengawininya, (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu),
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,
kecuali yang telah terfadi pada masa lampau, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang,` ".S. An-Nisa`: 23)
b. Hadits
O H.R. Ibn Abbas)
Dalam riwayat Ibn Abbas, Rasulullah bersabda: Barang siapa yang melakukan
hubungan intim dengan kerabat sedarah |mahram|, maka ia pantas dibunuh.
lihat Ibn al-Atsir, 1mi` al-Ushl, IV/269, no. hadits: 1830).
O H.R. Ibn al-Atsir, 1mi` al-Ushl)
Suatu saat aku bertemu dengan pamanku, ia sedang berjalan membawa bendera.
Mau kemana? Ia mengatakan: Aku diutus Rasulullah untuk mengeksekusi
orang yang menikahi isteri ayahnya sendiri. lihat Ibn al-Atsir, 1mi` al-
Ushl, IV/275, no. hadits: 1829).
O H.R. B:khari)
dari `Uqbah ibn Harits bahwa dia menikahi anak perempuan Ihab ibn `Azis.
Maka datang kepadanya seorang perempuan maka (dia) berkata, "Sesungguhnya
saya telah menyusui `Uqbah dan (perempuan) yang dia nikahi." Maka berkata
kepadanya `&qbah, "Aku tidak tahu kalau engkau telah menyusuiku dan engkau
tidak pula memberitahuku." Maka (`&qbah) berkendara menuju Rasulullah
shallallahu `alaihi wa sallam di Madinah, maka dia bertanya kepada beliau.
Maka bersabda Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, "Bagaimana (lagi)
padahal sudah dikatakan (bahwa kalian adalah bersaudara susuan)?" Maka
`&qbah menceraikannya (istri) dan menikahi istri (perempuan) selainnya. HR
B:khari)
O HR B:khari dan M:slim)
Diriwayatkan dari &mmu Habibah r.a, ia berkata, Aku bertanya, "ahai Rasulullah,
adakah keinginanmu terhadap puteri Abu Sufyan?" "Apa yang harus kulakukan,"
jawab Nabi. "Menikahinya'" sahutku. "Apakah engkau mau?" tanya Nabi pula. "Aku
tidak bisa mengekang seorang diri dan wanita yang paling aku sukai untuk menfadi
maduku adalah saudara perempuanku" jawab &mmu Habibah. Nabi berkata,
"Sesungguhnya ia tidak halal untukku." "Aku dengan engkau meminang seorang
wanita?" tanya &mmu Habibah. "Puteri Ummu Salamah maksudmu?" selidik
Rasulullah. "Ya benar" jawab &mmu Habibah. Nabi berkata, "Sekiranya ia bukan
anak perempuan isteriku (anak tiri), ia fuga tidak halal bagiku. Tsuwaibah telah
menyusui aku dan dia. Janganlah engkau tawarkan anak perempuan dan saudara
perempuan kalian padaku," HR B:khari 5106] dan M:slim 1449]).
2.3H:k:m Positif Indonesia
a.Undang - Undang No 1 tah:n 1974
OPasal 8 Undang-Undang No.1 %ah:n 1974, yait:
Pihak- pihak yang dilarang untuk dinikahi dengan didasarkan atas
hubungan tertentu terdiri dari:
1 berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau keatas.
berhubugan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya.
berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau
ayah tiri.
berhubungan sesusuan, yaitu orang tua sesusuan, anak sesusuan dan
bibi atau paman sesusuan.
berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang
mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang
berlaku, dilarang kawin
b. Kompilasi H:k:m Islam KHI) Pasal 39
Terdapat tiga golongan pihak yang dengan alasan apapun dan secara abadi
dilarang untuk melakukan perkawinan diantara keduanya atau lawan jenisnya,
terdiri dari:
1. Karena pertalian nasab
a)Dengan seorang wanita yang melahirkan atau yang menurunkannya atau
keturunannya (Ibu).
b)Dengan seorang wanita keturunan ayah dan ibu (Saudara perempuan
kandung)/(sepupu wanita).
c)Dengan seorang wanita saudara yang melahirkannya (bibi).
2. Karena pertalian kerabat semenda
a)Dengan seorang wanita yang dilahirkan istrinya atau bekas istrinya (anak
perempuan kandung).
b)Dengan seorang wanita bekas istri orang yang menurunkannya(Ibu tiri).
c)Dengan seorang wanita keturunan istri atau bekas istrinya kecuali putusnya
hubungan perkawinan dengan bekas istrinya itu qabla al-dukhul (Anak tiri).
d)Dengan seorang wanita bekas keturunannya.
3. Karena pertalian ses:s:an
a)Karena wanita yang menyusuinya dan seterusnya menurut garis lurus ke
atas.
b)Dengan seorang wanita sesusuan dan seterusnya menurut garis lurus ke
bawah.
c)Dengan seorang wanita saudara sesusuan dan kemenakan sesusuan ke
bawah.
d)Dengan seorang wanita bibi sesusuan dan nenek bibi sesusuan ke atas.
e)Dengan anak yang disusui oleh istrinya dan keturunannya.
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pihak-Pihak yang Haram Unt:k Dinikahi
Hukum perkawinan Islam mengatur berbagai hal yang secara jelas terdapat dalam
ruang lingkup Hukum perkawinan tersebut. Seperti halnya mengenai tata cara
perkawinan, syarat sahnya perkawinan, rukun-rukun yang harus dilaksanakan dalam
melangsungkan perkawinan Islam, dan lain sebagainya. Bahkan karena hukum
perkawinan Islam tersebut siIatnya sangat komprehensiI atau menyeluruh maka di
dalmnya juga mengatur tentang larangan larangan yang harus dihindari.
Khusus mengenai larangan perkawinan dalam hukum Islam, pada bagian ini ada
karena memiliki tujuan untuk menjaga suatu hubungan dalam kehidupan perkawinan
muslim dapat berlangsung sesuai tujuan perkawinan Islam. Seperti tujuan yang sangat
mulia menjadi suatu keluarga yang memiliki kehidupan sakinah, mawaddah, dan
warahmah.
Secara prakteknya atau dalam penerapannya masih ditemukan kesalahpahaman.
Kesalahpahaman tersebut bahkan terjadi pada hal-hal yang siIatnya masih sangat
sederhana. Berbagai hal tersebut yang menjadi awal ketidak sesuaian antara hukum yang
perkawinan Islam dan dalm penerapnnya terjadi dalam memehami istilah dasar tentang
mahram dan muhrim.
Istilah mahram masih banyak orang menyamakan dengan istilah muhrim. Dalam
bahasa arab, kata muhrim (muhrimun) artinya orang yang berihram dalam ibadah haji
sebelum bertahallul. Sedangkan kata mahram (mahramun) artinya orang-orang yang
merupakan lawan jenis kita, namun hukum yang mengaturnya adalah haram (tidak
11
boleh) untuk kita nikahi selamanya. Namun kita boleh bepergian (safar) denganya, boleh
berboncengan dengannya, boleh meliihat wajahnya, tangannya, boleh berjabat tangan,
dan seterusnya.
Sehingga pada dasarnya apabila telah dipahami mengenai istilah dasar mahram
tersebut dapat memberikan inIormasi yang sangat luas mengenai larangan perkawinan
terhadap pihak-pihak yang memilki hubungan pertalian sedarah. Hal tersebut karena
dalam Hukum Perkawinan Islam membagi secara jelas mengenai pihak-pihak dan
golongan mana sajakah yang dilarang untuk dinikahi.
Berikut ini akan dijelaskan siapa saja mahram dari kalangan laki-laki, yakni hal
ini berarti siapa saja wanita yang haram untuk dinikahi oleh para kaum lelaki. Adapun
sebaliknya yang dimaksud mahram dari kalangan perempuan adalah kebalikannya, yakni
laki-laki yang haram dinikahi.
Mahram bisa dibagi menjadi tiga kelompok. Antara lain,
1. mahram karena nasab (keturunan);
2. mahram karena pertalian kerabat semenda;
3. mahram karena pertalian sepersusuan.
1.Mahram Karena Nasab ket:r:nan)
Nasab dalam kamus bahasa Indonesia disebut dengan Keturunan (terutama
pihak Bapak), pertalian keluarga kandung. Nasab dalam kamus Bahasa Arab adalah :
Penisbahan dan penjabaran silsilah (hubungan) seseorang pada karib kerabatnya yang
masih memiliki hubungan keturunan sedarah, terhadap seseorang, terhadap kaumnya,
yaitu terjadinya ikatan antara dua orang atau beberapa orang dalam satu keturunan
keluarga.
1
Berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam sumber hukum Islam yaitu di
dalam Al-Quran dan Hadits telah dijelaskan secara lengkap dan jelas pihak-pihak
mana saja yang termasuk ke dalam golongan wanita yang haram untuk dinikahi. Ada
tujuh golongan yang termasuk dalam Nasab (Mahram karenaketurunan), yakni :
a)Ibu, nenek dan seterusnya ke atas, baik jalur laki-laki maupun wanita.
dsL dsL
nenek nenek
lbu lbu
wanlLa rla
b)Anak perempuan (putri), cucu perempuan, dan seterusnya, ke bawah baik dari jalur
laki-laki-laki maupun perempuan.
wanlLa rla
uLrl uLrl
Cucu cucu
perempuan perempuan
usL
1
Sdr
perempuan
n
c)Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu.
Sdr ermpuan Sdr ermpuan sdr Lakl" Sdr ermpuan
d)Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi orang tua) dan
seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
dsL
Sdr ermpuan kakek Sdr ermpuan
8apak
Sdr ermpuan Sdr ermpuan
Lakllakl
e)Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi orang tua) dan
seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau seibu.
dsL
Sdr ermpuan nenek Sdr ermpuan
Sdr ermpuan lbu Sdr ermpuan
WanlLa
1
I) Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah ataui seibu, cucu
perempuannya dan seterusnya ke bawah, baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Lakl" Sdr ermpuan
keponakan
Cucu cucu
Lakllakl perempuan
usL dsL
g)Putri saudara laki-laki (keponakan) sekandung, seayah atau seibu, cucu
perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita.
Lakl" Sdr ermpuan
keponakan
erempuan
cucu Cucu
perempuan lakl"
dsL dsL
.. ..
1
Lakllakl
2.Mahram Karena Pertalian Kerabat Semenda ushaharah)
Mahram mushaharah adalah mahram yang terjadi karena pernikahan. Berkata
Syeikh Abdul karim Zaidan Rahimahullah; "Mahram wanita yang disebabkan
mushaharah adalah orang-orang yang haram menikah dengan wanita tersebut selama-
lamanya seperti ibu tiri, menantu, dan mertua" (lihat Syarh Muntahal Iradat 3/7)
Hal tersebut seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya dalam Salah
satu sumber hukum Islam yang terdapat dalam Al-Quran Surat An-Nissa Ayat 22 dan 23,
yang menyatkan tentang larangan menikah dengan pihak-pihak yang memilki hubungan
kerabat semenda (mushaharah).
an fanganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu (ibu
tirimu). An Nisaa':22)
"iharamkan atas kamu (mengawini).. ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi fika
kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa
kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu)
.. An Nisaa':23)
Berdasar ayat-ayat diatas maka yang termasuk mahram mushaharah adalah:
a)Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas, berdasarkan surat an
nisa:22
nenek Llrl
kakek
8apak
lbu 1lrl
1
b)Istri anak, istri cucu dan seterusnya ke bawah berdasarkan an nisa:23
Lakl"
anak
lakl" lsLrl anak
Cucu lsLrl cucu
Lakl"
c)Ibu mertua, ibunya dan seterusnya ke atas, berdasarkan an nisa:23
dsL
nenek
lbu MerLua
erempuan lakl"
1
d)Anak perempuan istri dari suami lain (rabibah), cucu perempuan istri baik dari
keturunan rabibah maupun dari keturunan rabib (anak lelaki istri dari suami lain),
berdasarkan surat an nisa :23