You are on page 1of 2

ABSTRAK

Pada dasarnya perbedaan gender muncul tidak hanya diakibatkan oleh faktor sifat bawaan melainkan suatu hal yang memang sudah dikonstruksikan sedemikian rupa oleh masyarakat, hingga terjadi pergeseran sistem kerja antara laki-laki dan perempuan. Jika kita runtut dari awal munculnya perbedaan gender itu sendiri, gender muncul akibat perlakuan dasar budaya terhadap perempuan oleh masyarakat luas. Sehingga terjadi perlakuan yang tidak sama antara laki-laki dan perempuan itu sendiri. Berangkat dari pemikiran marx bahwa penguasaan alat produksi akan membawa pada penguasaan terhadap faktor lain. Dari hal ini dapat ditarik permasalahan awal yang menyebabkan terjadinya gap antara perempuan dan laki-laki, yaitu wanita sering ditempatkan pada posisi kedua (second position) dalam bidang produksi. Secara umum jika dilihat dari penguasaan alat produksi, suatu negara yang menguasai alat produksi dapat menguasai negara yang lainnya. Hal ini dapat kita lihat dari fakta yang ada saat ini bahwa negara maju yang notabene negara pemegang alat produksi dapat menguasai negara berkembang yang sejatinya tidak memiliki alat produksi (division of labour). Dari beberapa hal diatas, dapat ditarik suatu keterkaitan antara penguasaan alat produksi dengan gender gap dimana sejak dimulainya proses produksi sejak itu pula penguasaan alat produksi dikuasai oleh kaum laki-laki sehingga perempuan menjadi tersisihkan. Dimana awalnya perempuan (wanita) dapat bekerja disawah kemudian digantikan oleh laki-laki dan setelah menikah peran wanita hanya sebatas ibu rumah tangga. Tidak hanya itu, tingkat produktifitas kerja laki-laki dinilai lebih baik daripada perempuan dimana terdapat hal-hal dari bawaan biologis perempuan yang akhirnya menjadi alasan untuk itu. Terkait dengan hal tersebut akhirnya perempuan hanya menjadi sub-ordinat dan laki-laki sebagai ordinatnya dimana perempuan bisa dikatakan hanya sebagai pelengkap dari pekerjaan laki-laki (dalam artian pemberian pekerjaan pada perempuan lebih ringan daripada laki-laki).

Dari berbagai hal diatas, yang ingin kita lihat disini adalah bagaimana budaya telah mengkonstruksi pemikiran masyarakat yang menjadikan perempuan (wanita) tidak memiliki nilai (value) yang sama terhadap pria. Karena kosntruksi social masyarakat lah yang menempatkan wanita sebagai sebagai sub-ordinat dari pria. Hal ini yang kemudian melemahkan peran dan kontribusi wanita dalam proses produksi. Padahal, jika sejak awal wanita tidak dianggap lemah oleh masyarakat, maka posisi wanita dan pria dalam proses produksi menjadi setara atau seimbang. Dari sini, akan terjadi kesetaraan gender antara laki-laki dan pria. Proses penelitian ini akan kita lakukan dengan metode kualitatif dengan melakukan interview kepada beberapa buruh wanita (sebagai narasumber) yang bekerja dalam perusahaan atau pabrik produksi dan melakukan studi kepustakaan sebagai referensi bacaan untuk memperdalam pembahasan ini.

Nama Kelompok 1. Aridiah Kusumawati 2. Bagoes Aini Soekendro 3. Caesar Aulia A 4. Hardyan D. (0811243066) ( ( ( ) ) )

You might also like