You are on page 1of 9

Muhammad Abduh: Modernis pendidikan sejati.

Muhammad Abduh adalah tokoh pembaharuan paruh


kedua abad XIX. Beliau lahir dan besar dilingkungan
pedesaan dalam keluarga bukan pendidik yang memegang
teguh ajaran agama. Ia belajar kepada Syaikh Ahmad di
Thantha pada tahun 1862. Dan pada tahun 1866 ia
meneruskan pendidikannya di al-Azhar. Di sini ia
berjumpa dengan Jamaluddin al-AIghani kali pertama dan
menjadi muridnya pada tahun 1871 sewaktu menetap di
Mesir. Pada tahun 1877 ia berhasil menyelesaikan
studinya di al-Azhar dengan mendapatkan gelar alim dan
mengajar di sana. Tidak lama kemudian ia bersama-sama
dengan gurunya diusir dari Mesir karena kasus politik.
Pada tahun 1880 ia kembali lagi ke Mesir dan diangkat
menjadi redaktur Waqaiul Mishriyyah, surat kabar resmi
pemerintah Mesir. Kariernya terus menanjak, hingga
akhirnya diangkat menjadi anggota Majlis al-Ala al-
Azhar pada tahun 1894. Pada saat inilah ia banyak
melakukan perombakan dan perbaikan secara mendasar
terhadap al-Azhar menjadi Universitas.
Menurutnya, umat Islam mengalami problem
autentisitas Islam yang dianutnya. Hal ini menyebabkan
umat Islam mengalami kemunduran. Islam yang dianut
umat bukanlah Islam yang sebenarnya. Untuk meraih
kejayaannya kembali harus ada kesadaran untuk kembali
kepada Islam sejati, Islam era klasik. Disamping juga
melakukan gerakan pembaharuan dan modernisasi dalam
berbagai hal termasuk pendidikan. Terdapat perbedaan
mendasar gerakan modernisasi yang dilakukan
Muhammad Abduh dengan gerakan yang lain, seperti
liberalisme. Perbedaan ini, ungkap Charles C. Adam,
sebagaimana dikutip oleh W. M. Watt, berangkat dari
perlunya0890738,8 pendidikan. Pilihan gerakan ini
dipengaruhi oleh ketertarikannya terhadap pemikiran
Barat yang telah ia pahami selama berada di Perancis,
Eropa.
Sikap jumud (statis) yang menghiasi alam pikiran dan
prilaku umat Islam merupakan biang kemunduran dan
menyebabkan mereka tidak dinamis, berhenti berpikir dan
berusaha. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip-
prinsip keimanan Islam yang mengandung unsur-unsur
gerak dinamis, sebagaimana ungkap Muhammad
Iqbal.Oleh karenanya, kata Muhammad Abduh, umat
Islam harus dinamis. Islam tidak bertentangan dengan
ilmu pengetahuan modern. Kemajuan Islam sebagaimana
yang pernah dicapai pada masa-masa keemasannya adalah
karena mementingkan pengetahun. Yang berarti
memberikan porsi yang besar bagi akal untuk memahami
ayat-ayat Tuhan, baik ayat qauliyah maupun kauniyah.
Karenanya perlu memasukkan kurikulum baru mengenai
ilmu pengetahuan modern ke dalam madrasah dan al-
Azhar, sebagai syarat mencapai kemajuan.
Ide tersebut muncul dari perenungan Muhammad
Abduh terhadap metode pengajaran yang berlaku
dilembaga pendidikan Islam, madrasah dan al-Azhar,
yang dianggapnya beku, dogmatis, dan membelenggu
pemikiran. Hampir saja ia patah semangat seandainya
tidak berjumpa dengan Jamaluddin al-AIghani.
Pertemuannya dengan al-AIghani memberikan spirit
untuk bangkit dan segera keluar dari apatisme dan
membangun kembali kejayaan Islam. Dalam
merealisasikan mimpi-mimpi besarnya ini, ia lebih senang
menempuh jalur pendidikan dari pada jalur
politik siyasah) sebagaimana yang ditempuh gurunya, al-
AIghani. Dengan keyakinan bahwa pendidikan dan sains
Barat modern adalah kunci kemakmuran dan kejayaan
Eropa, dia memandang perlu digalakkan usaha-usaha
pengembangan sistem pendidikan baru keseluruh pelosok
Mesir dan negera-negara Islam yang berdekatan agar
menjadi negara besar dan kuat.
Lawatan ke Eropa, khusunya Inggris dan perancis,
yang sering dilakukannya merupakan bukti bahwa dia
adalah pengagum berat peradaban Eropa. Tradisi ini
dilakukannya tidak semata-mata bersiIat rekreatiI untuk
melepaskan kejenuhan, tetapi dalam rangka untuk
mencari inspirasi baru bagi kamajuan Islam. Ia
mengungkapkan: 'Bila pergi ke Eropa, saya tidak pernah
gagal mendapatkan inspirasi untuk merubah bangsaku
menufu suatu kehidupan yang lebih baik`. Pada saat
semangatnya kendor karena beratnya tantangan yang
dihadapinya, dia kembali lagi ke Eropa selama satu atau
dua bulan. Ide-ide baru pun diperolehnya kembali. Konon
ia pernah berkata: 'Aku temukan Islam di Eropa, tetapi
mereka bukan muslim. Sementara aku temukan muslim di
negeri Islam, tetapi bukan Islam itu sendiri.
Posisi akal dalam pandangan Muhammad Abduh
menempati poisi sentral. Hal ini karena wahyu tidak akan
pernah membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal.
Kalau makna zahir ayat bertentangan dengan akal, maka
harus dicari penaIsiran yang membuat ayat-ayat tersebut
sesuai dengan akal. Jadi wahyu harus tunduk di bawah
rasionalitas akal. Demikian juga ilmu pengetahuan
modern yang banyak didasarkan pada ketentuan hukum
alam juga tidak bertentangan dengan Islam. Lantaran
hukum alam (sunnatullah) dan wahyu berasal dari Allah.
Islam harus sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan
juga sebaliknya. Jangan lupa! Kemajuan Barat dan Islam
masa lampau disebabkan ilmu pengetahuan. Dus, dengan
demikian penguasaan pengetahuan untuk mencapai
kejayaan Islam yang telah hilang merupakan sebuah
keniscayaan.
Secara umum pemikiran progresiI Muhammad Abduh
telah mempengaruhi dunia Islam (termasuk Indonesia),
terutama Arab. Dialah orang yang kali pertama
memasukkan mata pelajaran mengenai illmu pengetahuan
modern ke dalam kurikulum universitas al-Azhar, Kairo,
Mesir. Ide-ide besarnya tertransIormasikan melalui karya-
karya dan murid-muridnya yang tersebar ke berbagai
pelosok dunia. Abduh banyak mencetak generasi pemikir
muslim handal. Konon, terbelahnya pemikiran
Iundamental dan liberal dalam Islam muncul dari guru
yang sama, yakni Muhammad Abduh. Murid-muridnya
terbagi menjadi dua kelompok, kelompok kiri-liberal
(seperti: Qasim Amin, Ali Abd al-Raziq) dan kanan-
Iundamental (seperti: Muhammad Rasyid Ridha, Syakib
Arslan).
Gerakan Islam Iundamental dan liberal yang berakar
dari pembelahan murid-murid Abduh tersebut banyak
menghiasi gerakan-gerakan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok keagamaan di dunia, termasuk
Indonesia. Kecenderungan ini apat dilihat pada isu-isu
yang diusung, seperti pro-kontra pendirian negara Islam
dan penerapan syari`at Islam.
Terdapat pertanyaan yang menarik. Mengapa
Muhammad Ali Pasa pada saat berkuasa di Mesir
berusaha membangun kembali kemegahan Mesir?
Dimana sebelumnya Mesir dikenal melalui tingginya
tingkat peradaban dan ilmu pengetahuannya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut tidaklah mudah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa jauh sebelum Mesir jatuh
ke tangan Napoleon, saat itu berada di bawah kekuasaan
Turki Utsmani, tanda-tanda kemundurannya telah
diketahui. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya perhatian
penguasa Turki terhadap Mesir. Dengan menarik ulama`
dan ahli perusahaan ke Istambul, Turki. Hanya sedikit
ulama` yang tertinggal di al-Azhar, Mesir. Akhirnya
Mesir menjadi kota yang sunyi, statis, dan dinamika
intelektualnya menurun.
Nah, pada masa pemerintahan Muhammad Ali Pasa ini
mulai ada usaha untuk mengembalikan kejayaan Mesir.
Dalam pandangan Muhammad Ali Pasa, satu-satunya cara
yang harus ditempuh adalah mengembalikan supremasi
pengetahuan yang telah hilang. Ini berarti harus melalui
jalur pendidikan. Tetapi pembaharuan dan perbaikan
pendidikan belum sepenuhnya tercapai. Terutama
mengadakan perombakan total terhadap sistem
pendidikan al-Azhar. Hal ini dikarenakan Muhammad Ali
Pasa disibukkan dengan pengiriman pelajar ke Eropa.
Disamping juga karena kondisi sosial masyarakatnya
tidak memungkinkan. Walaupun perbaikan dan
pembaharuan al-Azhar mengalami keterlambatan, yang
mestinya harus dilakukan pada masa pemerintahan
Muhammad Ali Pasa, tetapi terdapat hal yang
menggembirakan. Yakni tradisi pemeliharaan kitab-kitab
klasik telah terlaksana dengan baik.
Terlepas dari kekurangan yang ada, prinsip-prinsip
yang mendasari sistem pendidikan yang dibangun
Muhammad Ali Pasa dan karakteristik sekolah yang
berkembang dalam waktu singkat tersebut, memaksa
sistem pendidikan Mesir beralih ke bentuk unik yang
bertahan selama beberapa dekade.
Setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu dicatat
berkenaan dengan upaya modernisasi pendidikan yang
dilakukan oleh Muhammad Ali
Pasa. !ertama, diberlakukannya sistem sentralistik
sebagai akibat dari pengaruh pendudukan Perancis.
Disamping ia sendiri adalah seorang otokrat yang
memusatkan kekuasaannya ditangannya sendiri. Ia harus
mengetahui detail permasalahan pemerintahan, termasuk
pendidikan. Semua berada dalam pengawasannya. Hal ini
demi tercapainya kwalitas lulusan yang mampu
memenuhi kebutuhan pemerintahannya. Jadi langsung
maupun tidak langsung penguasa mempunyai
kepentingan dalam setiap aspek sistem
pendidikan. Kedua, karena tujuan utamanya bersiIat
pragmatis (memperkuat kebijakan), maka modernisasi
pendidikan yang dilakukan lebih terIokus pada lembaga
tingkat tinggi yang khusus melatih proIesionalitas
pegawai. Oleh karenanya bersiIat elitis, kurang
memperhatikan pendidikan ditingkat
bawah. Ketiga,Muhammad Ali Pasa secara sadar
membuat keputusan untuk mengabaikan sekolah yang
sudah ada dan bukan untuk mencoba menciptakan sistem
modern bagi semuanya.
Inilah sebuah Iakta yang terjadi, dua sistem
pendidikan, baik tradisional maupun modern, yang mirip
namun terpisah ini muncul di Mesir. Masing-masing
berorientasi ke nilai-nilai radikal yang berlainan. Hal ini
berakibat pada adanya perpecahan institusional yang
membawa catatan penting bagi perkembangan masa
depan Mesir. Yakni berlangsungnya kesenjangan
masyarakat dan terkotaknya kaum intelektual negeri itu
sebagai hasil didikan sekolah agama atau hasil didikan
sekolah modern. Jika dicermati, stereotip ini juga terjadi
di Indonesia, lulusan univerisitas atau lulusan IAIN.
Sebagai pamungkas tulisan ini, dapat ditegaskan bahwa
apa yang telah dilakukan oleh Muhammad Ali Pasa
merupakan pengaruh dari penaklukan Napoleon atas
Mesir. Napoleon sangat berjasa besar dalam
memperkenalkan secara langsung ilmu pengetahuan Barat
kepada dunia Islam, Mesir. Sehingga membangkitkan
semangat masyarakat Mesir untuk maju dan meraih
kejayaan yang telah hilang. Dan orang yang pertama
memulai pembaharuan dan modernisasi, terutama dalam
bidang pendidikan, adalah Muhammad Ali Pasa.
Dialah 'The Founder of Modern Egypt`. Usaha-usaha
beliau kemudian dilanjutkan oleh para pembaharu Mesir
selanjutnya, seperti: RiIat al-Tahtawi, Jamaluddin al-
AIghani, dan Muhammad Abduh. Di tangan tokoh yang
terakhir inilah al-Azhar banyak melahirkan tokoh-tokoh
handal yang mampu mempengaruhi gerakan-gerakan
modernisasi di seluruh dunia Islam. Diantara nya adalah
Rasyid Ridha yang terkenal dengan karyanya Tafsir al-
Manar, M. Qasim Amin dengan Tahrir al-Marah danal-
Marah al-Jadidah-nya; Farid Wajdi dengan Dairat al-
Maarif-nya; Ali Abd al-Raziq, Sa`ad Zaglul, dan lain
sebagainya. Wallahu Alam bi al-Shawab

You might also like