You are on page 1of 36

CASE REPORT TERAPI CAIRAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK PADA NEPHREKTOMI

PEMBIMBING: DR. NELLA ABDULLAH SpAn DISUSUN OLEH: METTA DEWI WIJAYA (030.05.146) MIRA PUSPITA (030.05.165)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI RSUP FATMAWATI PERIODE 12 SEPTEMBER- 15 OKTOBER 2011. FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

KATA PENGANTAR Segala puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan petunjukNya, kami akhirnya dapat menyelesaikan kasus yang diambil berdasarkan pasien dengan judul ....... Kasus ini di buat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian ilmu anestesi RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada para konsulen anestesi, khususnya dr. Nella Abdullah SpAn yang telah memberikan bimbingan pada kami sehingga kami dapat menyeleaikan tugas ini dengan baik. Kami menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih memiliki banyak kekurangan serta kesalahan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Kami berharap semoga kasus ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang anestesi khususnya dan bidang kedokteran pada umumnya.

Jakarta, September 2011

Penulis

BAB I PENDAHULUAN Syok adalah keadaan dimana terjadi kegagalan sistem kardiovaskuler yang menyebabkan gangguan perfusi jaringan, keadaan ini menyebabkan hipoksia, metabolisme seluler terganggu, kerusakan jaringan, gagal organ dan kematian. Patofisiologi syok perdarahan adalah terjadi kekurangan volume intravaskuler menyebabkan penurunan venous return sehingga terjadi penurunan pengisian ventrikel menyebabkan penurunan stroke volume dan cardiac output , maka menyebabkan gangguan perfusi jaringan . Resusitasi pada syok perdarahan akan mengurangi angka kematian, pengelolaan syok perdarahan ditujukan untuk mengembalikan volume sirkulasi , perfusi jaringan dengan mengkoreksi : hemodinamik , kontrol perdarahan , stabilisasi volume sirkulasi , optimalisasi oksigen transport dan bila perlu pemberian vasokonstriktor bila tekanan darah tetap rendah setelah pemberian loading cairan . Pemberian cairan merupakan hal penting pada pengelolaan syok perdarahan dimulai dengan pemberian kristaloid/koloid dilanjutkan dengan transfusi darah komponen,Koagulopati yang berhubungan dengan transfusi masif masih merupakan masalah klinis yang penting. Strategi terapi termasuk mempertahankan perfusi jaringan , koreksi hipotermi dan anemia , dan penggunaan produk darah hemostatik untuk mengkoreksi microvascular bleeding.

BAB II ILUSTRASI KASUS STATUS PASIEN A. IDENTITAS Nama Umur Jenis kelamin Agama Status perkawinan Pendidikan Pekerjaan No. Rekam Medik Alamat : Misnah Mursalih : 43 tahun 11 bulan : Perempuan : Islam : Menikah : Tamat SD : ibu rumah tangga : 01080987 : Jl. Pondok China RT03 RW06 kelurahan pondok china

kecamatan beiji, Depok, Jawa Barat Tanggal masuk RS : 26 september 2011

B. Anamnesa Autoanamnesa pada 27 september 2011 pukul 08.00 WIB Keluhan Utama : nyeri pinggang kiri bawah sejak 4 bulan SMRS

Riwayat penyakit sekarang

Os datang ke poliklinik bedah urologi dengan nyeri pinggang sebelah kiri sejak 4 bulan SMRS. Nyeri terus menerus timbul dan nyeri seperti tertekan benda yang tajam,nyeri mula mula dirasakan disekitar pinggang kiri lalu nyeri menjalar ke arah bawah ,nyeri juga dirasakan saat berkemih. Warna urin kuning keruh ,tidak ada darah,tidak ada pasir atau batu kecil. Pasien tidak merasa mual dan muntah .pasien merasa akhir akhir ini berat badannya menurun drastis 10 kilogram dalam 7 bulan. Pasien merasa aja benjolan di pinggang sebelah kiri bawah,benjolan keras dan tidak berpindah berada di tempat yang sama ,benjolan bertambah besar dan terasa nyeri. Tidak keluar darah,pus maupun cairan bening dari benjolan mengkonsumsi sayuran tetapi jarang konsumsi konsumsi air mengkonsumsi teh maupun kopi. Riwayat penyakit dahulu Sakit seperti ini sebelumnya Alergi terhadap udara dingin Batuk lama Asthma DM Hipertensi Riwayat operasi Riwayat kecelakaan (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) (-) Os tidak memiliki kebiasaan merokok ataupun minum minuman keras. Nafsu makan baik, sehari-hari os buah-buahan. Dalam sehari jarang

Riwayat penyakit keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan os

Ayah menderita Hipertensi

Riwayat pribadi dan sosial ekonomi :

C. Pemeriksaan Fisik Dilakukan pada 27 september 2011 pukul 09.00 Status generalis Keadaan umum Kesadaran Status gizi Tanda vital

: Tampak sakit ringan : Compos mentis (GCS 15) : Kurang

Tekanan darah: 130/ 90 mmHg Nadi Suhu Pernapasan : 96 x/menit : 38,5oC : 20 x/menit : Tenang : Habitus astenikus

Status emosi Bentuk badan

Cara berbaring dan mobilitas : Aktif Antropometri Tinggi badan : 149 cm Berat badan : 36 kg

BMI

: 16,6 gizi kurang

1. Kulit Warna : kuning langsat, tidak pucat, tidak ikterik dan tidak terdapat hipopigmentasi maupun hiperpigmentasi Lesi Rambut Turgor : tidak terdapat lesi primer seperti macula, papul vesicular, pustule . : tumbuh rambut pada permukaan kulit. : baik

Suhu raba : hangat

2. Kepala Ekspresi Simetri wajah Nyeri tekan sinus Pertumbuhan Rambut Pembuluh darah Deformitas : ekspresif : simetris : tidak terdapat nyeri tekan sinus : distribusi merata, warna hitam : tidak terdapat pelebaran pembuluh darah : tidak terdapat deformitas

3. Mata Bentuk Palpebra : normal, kedudukan bola mata simetris : normal, tidak terdapat ptosis lagoftalmos, oedema,perdarahan, blefaritis.xantelasma

Gerakan Konjungtiva Sklera Pupil

: normal, tidak terdapat strabismus, nistagmus : tidak anemis : tidak ikterik : bulat, isokor +/+, diameter 3 mm, reflex cahaya langsung dan tidak langsung +/+

Eksoftalmus Endoftalmus

: -/: -/-

4. Telinga Bentuk Liang telinga Serumen Nyeri tarik auricular Nyeri tekan tragus : -/: normal(eutrofilia) : lapang :-/: -/-

5. Hidung Bagian luar Septum Mukosa hidung Cavum nasi : normal, tidak terdapat deformitas : terletak di tengah dan simetris : tidak terdapat hiperemis, konka nasalis eutrofi : perdarahan(-)

6. Mulut dan tenggorok Bibir Gigi-Geligi Mukosa mulut Lidah Tonsil Faring : normal, tidak pucat, tidak sianosis : hygiene baik : normal, tidak hiperemis : normoglosia, tidak kotor, tidak tremor : T1/T1 tenang, tidak hiperemis : Tidak hiperemis, arcusfaring simetris, uvula di tengah

7. Leher Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena Kelenjar tiroid Trakea : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris : di tengah

8. Kelenjar getah bening Leher Aksila Inguinal : tidak terdapat pembesaran KGB di leher : tidak terdapat pembesaran KGB di aksila : tidak terdapat pembesaran KGB di inguinal

9. Thorax Paru-paru Inspeksi : simetris tidak ada hemithorax yang tertinggal, saat statis maupun dinamis

Palpasi Perkusi

: gerak simetris pada kedua hemithorax vocal frenitus +/+ suara kuat : sonor pada kedua hemithorax, batas paru-hepar pada sela iga VI pada linea midclavicularis dextra, dengan peranjakan 2 jari pemeriksa, batas paru-lambung pada selaiga ke VIII pada linea axilaris anterior.

Auskultasi : suara nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung Inspeksi Palpasi : tidak tampak pulsasi ictis cordis : teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V, 1 cm medial linea midclavicularis sinistra Perkusi : batas jantung kanan: ICS III,IV,V linea sternalis dextra Batas jantung kiri : ICS V,1-2 cm di sebelah medial linea midclavicularis sinistra Batas atas jantung: ICS III linea sternalis sinistra Auskultasi : Bunyi jantung 1&2 reguler, murmur(-), gallop(-)

10. Abdomen Inspeksi : abdomen sebelah kiri Nampak membesar, tidak terdapat jaringan parut, striae dan kelainan kulit, tidak terdapat pelebaran vena Palpasi : supel, massa disebelah kiri belakang, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), ballotement -/+ Perkusi : timpani pada keempat kuadran abdomen, nyeri ketok CVA (+), shifting dullness (-) Auskultasi : bising usus 4-5x/ menit, normal

11. Genitalia Tidak tampak kelainan dari luar Rectal toucher tidak dilakukan

12. Ekstremitas Tidak tampak deformitas Akral hangat pada keempat ekstremitas Tidak terdapat oedem pada keempat ekstremitas

Status lokalis abdomen Inspeksi : tampak benjolan bulat, warna sama dengan kulit sekitar, ukuran 10 cm x 6 cm x 6 cm, hiperemis (-), jejas (-) Palpasi : teraba masa padat dengan konsistensi keras, batas atas tidak tegas, batas bawah kanan kiri tegas , permukaan tidak rata, nyeri tekan (+), perabaan suhu normal Perkusi Auskultasi : tidak dilakukan : tidak dilakukan

D. Pemeriksaan Penunjang Tanggal 18 juli 2011

Kimia klinik fungsi ginjal Ureum darah Creatinin darah =15 mg/dl(20-40 mg/dl) =0,7mg/dl(0,6-1,5mg/dl)

Tanggal 9 agustus 2011 Hematologi : Hb Ht Leukosit Trombosit Eritrosit LED =12 g/dl(11,7-15,5) =38%(33-45) =8300/ul(5000-10000) =670000/ul(150000-440000) =4,52juta/ul(3,80-5,20) =96,0mm(0,0-20,0

VER/HER/KHER/RDW VER HER KHER RDW HITUNG JENIS Basofil Eosinofil Netrofil =0 =1 =66 (0-1) (1-3) (50-70) =84,4FL (80-100) =26,5 PG (26,0-34,0) =31,3G/DL(32,0-36,0) =13,4%(11,5-14,5)

Limfosit Monosit Luc Masa perdarahan Masa pembekuan KIMIA KLINIK Fungsi hati: SGOT SGPT

=28 =3 =2

(20-40) (2-8) (<45)

=1,5 menit(1,0-3,0) =4,0 menit(2,0-6,0)

=26(0-34) =24(0-40) =8,10(6,00-8,00) =4,40(3,40-4,80) =3,70(2,50-3,00) =0,50(0,00-1,00) =0,20(,0,2) =0,30mg/dl(,0,6)

PROTEIN TOTAL Albumin Globulin Bilirubin total Bilirubin direk Bilirubin indirek Fungsi ginjal: Asam urat darah Ureum darah Creatinin darah

=5,2(<7) =24(20-40) =0,7(0,6-1,5)

BAB TINJAUAN PUSTAKA SYOK Syok adalah salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Setiap aspek syok mulai dari definisi hingga terapi masih kontroversial dan akan terus berubah sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran.
(1)

Pada awalnya syok dikenal dalam

dunia kedokteran digambarkan sebagai a rude unhanging of machinery of life selanjutnya paradigma syok terus berkembang dengan pendekatan dari berbagai macam aspek, yaitu aspek sistem, fungsi, terpadu dan komprehensif, untuk menjadikan manajemen syok sebagai time saving is life saving. Banyak definisi syok mencerminkan beragam kompleksitas yang tidak diketahui secara pasti tentang patofisiologi syok oleh karena mekanisme di tingkat seluler yang senantiasa berubah dengan bertambah majunya informasi. Fakta terkini tentang pokok masalah pada syok

adalah semua jenis syok sangat erat kaitannya dengan terjadinya hipoksia sel dan jaringan baik dengan penyebab primer maupun sekunder. (2) Penanganan pasien syok memerlukan kerjasama multidisiplin berbagai bidang ilmu kedokteran dan multi sektoral. Langkah awal penatalaksanaan syok adalah mengenal diagnosis klinis secara dini, oleh karena manajemen syok harus memperhatikan The Golden Period, yaitu jangka waktu dimana hipoksia sel belum menyebabkan cummulative oxygen deficit melebihi 100-125 ml/kg atau kadar aterial laktat mencapai 100 mg/dl. Secara empiris satujam pertama sejak onset dari syok adalah b a t a s waktu maksimal untuk mengembalikan sirkulasi yang adekuat kembali.(2) Dua manifestasi klinis yang sering muncul pada syok adalah hipotensi dan asidosis metabolik, tetapi penurunan tekanan sistolik bukanlah indikator utama syok, sebab patokan tersebut akan menjadikan keterlambatan diagnosis. Setelah dapat menguasai life

support measure yang meliputi Airway-Breathing-Circulation dan Brain Support, langkah penting selanjutnya adalah mengatasi kausal syok dengan terapi definitif yang tepat.(2) I. DEFINISI DAN KLASIFIKASI SYOK Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel, dimana kondisi ini mempunyai karakteristik: 1) ketergantungan suplai oksigen, 2) kekurangan oksigen, dan 3) asidosis jaringan, sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital (Multiple Organ System Failure/MOSF) dan kematian. (2,3,4,5)

Syok

diklasifikasikan

berdasarkan

etiologi,

penyebab

dan

karakteristik

pola

hemodinamik yang ditimbulkan. 1. Syok Hipovolemik Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena.
(6,7)

Hal ini menyebabkan turunnya aliran

balik darah, volume jantung semenit, dan volume sekuncup (preload), sehingga terjadi perluasan ruang vaskuler. Kondisi ini menyebabkan penurunan aliran darah koroner dengan segala akibatnya. 2. Syok Kardiogenik Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab terbanyak adalah infark myokard akut, keracunan obat, infeksi/inflamasi, gangguan mekanik(4,6,7,9) 3. Syok Distributif Kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah. Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan toksinnya

pada septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogenik.
(2,5,8)

4. Syok Obstruktif Kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunyamekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intrathorakal (tension pneumothorax, abdominal compartment syndrome, positive pressure ventilation) atau terganggunya aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis. 5. Syok endokrin a. Disebabkan oleh hipothyroidisme, hiperthyroidism dengan kollaps cardiac dan insufisiensi adrenal. Pengobatan adalah tunjangan kardiovaskular sambil mengobati penyebabnya. b. Insufisiensi adrenal mungkin kontributor terjadinya syok pada pasien sakit gawat. Pasien yang tidak respon pada pengobatan harus tes untuk insufisiensi adrenal.

II. DIAGNOSIS SYOK Gejala dan Tanda Klinis Gambaran syok secara umum : tekanan darah turun, detak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaran turun, produksi urine turun,pH arteri turun.
A. Tanda vital. Detak jantung, tekanan darah, suhu, produksi urine dan oksimetri nadi.

Pengukuran tradisional untuk menetapkan syok masih dipakai di klinik. Pasien dengan tanda vital normal atau mendekati normal, terdapat 50-85% masih syok 1. Detak jantung.

a. Takikardi adalah tanda awal pada bermakna hilangnya cairan pada syok b. Detak jantung pada pasien muda atau pemakai -bloker mungkin tidak naik c. Bradikardi setelah hipotensi berkepanjangan mencegah kollap kardiovaskular 2. Tekanan darah
a. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (pulse pressure) adalah tanda hilangnya

cairan yang berat dan syok b. Tekanan arteri rerata (MAP) merupakan penunjuk terapi lebih baik dibanding tekanan sistolik 3. Suhu a. Hiperthermia, normothermia, atau hipothermia dapat terjadi pada syok b. Hipothermia adalah tanda dari hipovolemia berat dan syok septik 4. Produksi urine a. Merupakan penunjuk awal hipovolemia dan respon ginjal terhadap syok b. Merupakan tanda vital tertunda karena perlu 1-2 jam untuk mendapat pengukuran akurat. 5. Oksimetri denyutan. Diukur kontinyu dan indikator awal hipoksemia, tetapi tak berlaku pada pasien hipothermia

Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif. Di sini akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:

1.

Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh

seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu. 2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang

besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan. 3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada: o Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis. o Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison. o Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis. Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama. Gejala dan Tanda Klinis Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu: 1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.

2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan. 3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg. 4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung. Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0-7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok. Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan

cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi. Diagnosa Differensial Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat. Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oliguri, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena. MANAJEMEN SYOK 1. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci pencegahan disfungsi organmultipel dan kematian. Pada semua bentuk syok, menejemen jalan nafas dan pernafasan untuk memastikan oksigenasi pasien adalah baik, kemudian restorasi cepat dengan infus cairan. Pilihan petama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) diisusul darah pada syok perdarahan. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan penegakan diagnosis etiologi. Diagnosis awal etiologi syok adalah essensial, kemudian terapi selanjutnya tergantung etiologinya. Tujuan pengelolaan syok adalah mencapai normalisasi parameter hemodinamik melalui resusitasi,dengan tujuan akhir adalah meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. (4,7) Tata laksana utama pengelolaan adalah berdasarkan Basic Life Support dan Advanced life Support,:kemudian tetapkan diagnosis, batasi kerusakan dan terapi definitif berdasar penyakit yang mendasari syok. Arah utama pengelolaan dimulai dari kontrol jalan nafas untuk pemberian ventilasi dan oksigenasi, resusitasi cairan untuk menggantikan volume sirkulasi bagi jenis syok yang membutuhkan (terutama hipovolemik) dan pengelolaan hipotensi dan asidemia, serta pemberian obat-obat inotropik, antiaritmi dan diuretik untuk memperbaiki daya

pompa jantung, obat-obat vasoaktif untuk perbaikan tonus vaskuler. Untuk hipotensi Untuk bronchokonstriksi. Tabel. Parameter pencapaian terapi resusitasi syok (4) Varibel parameter syok Mean Arterial Pressure (MAP) Central venous pressure (CVP) Hemoglobin (Hb) Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) Cardiac Index (CI) LeftVentriculer StrokeWork (LVSW) Heart Rete (HR) Temperature Mixed Venous Oxygen Tension (Pv02) Oxygen Extraction Blood Volume Kadar Laktat Deliveri O2 (DO2) Konsumsi O2 (VO2) Nilai pencapaian > 84mmHg > 3 cm H2O > 8gr/d1 > 9mmHg

> 4,5 1/mn/m2 > 55g m/beat/m2 < 100 beat/minute 98 - 101 F > 35mmHg 31% (EBV + 500 m1/70 kg) 0,31 -7 mg/ml > 600 ml/mn. m2 (normal) > 170 mI/mn.m2 (30% normal)

TERAPI CAIRAN Resusitasi Cairan Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan mortalitas. Untuk cairan untuk angka

Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.

Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah. Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta. Pemilihan Cairan Intravena Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien. Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar. Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah. Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.

Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat. Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian. Terapi cairan : TRANSFUSI DARAH Definisi Transfusi Darah Transfusi darah adalah proses pemindahan darah atau komponen darah dari donor ke sistem sirkulasi penerima melalui pembuluh darah vena.4 Berdasarkan sumber darah atau komponen darah, transfusi darah dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Homologous atau allogenic transfusion, yaitu transfusi menggunakan darah dari orang lain; 2. Autologous transfusion, yaitu transfusi dengan menggunakan darah resipien itu sendiri yang diambil sebelum transfusi dilakukan.

Golongan Darah Golongan A B AB O Antigen di RBC Antigen A Antigen B Antigen A & B Tidak ada Antibodi dalam plasma Anti-B Anti-A Tidak ada Anti- A & B Golongan donor yang kompatibel A, O B, O A, B, AB, O O

Komponen Darah 1. Whole blood

Darah lengkap segar digunakan pada perdarahan akut, syok hemovolemik, dan bedah mayor dengan perdarahan >1500 mL. Darah lengkap segar hanya untuk 48 jam, baru untuk 6 hari, dan biasa untuk 35 hari. Sekarang produk ini sudah jarang digunakan, para klinisi lebih senang menggunakan produk komponen darah saja.11

2.

Sel darah merah Biasa juga disebut PRC (packed red blood cells), mengandung konsentrat eritrosit dari

whole blood yang disentrifugasi atau dengan metode apheresis. Kandungan yang terdapat dalam PRC: hematokrit sekitar 50-80%, +50 mL plasma, 42,5-80 hemoglobin (128-240 mL eritrosit murni), 147-dan 278 mg besi. Transfusi PRC mempunyai waktu paruh sekitar 30 hari.11 Dosis: pada dewasa tergantung kadar hemoglobin sekarang dan yang akan dicapai. Satu kantong akan menaikkan kadar hemoglobin resipien sekitar 1 g/dL. Pada neonatus, dosisnya 1015 mL/kgBB akan meningkatkan kadar hemoglobin 3 g/dL. Kadar hemoglobin akhir dapat diperkirakan dengan rumus = volume darah x hematokrit x 0,91. Indikasi: hanya pada pasien dengan gejala klinis gangguan hemodinamik seperti hipoksia, transfusi pengganti misal pada bayi dengan penyakit hemolitik, thalasemia. Biasanya bila kadar hemoglobin kurang dari 6 g/dL dengan target akhir 10 g/dL.11 3. Platelet Merupakan derivat dari whole blood dengan kandungan >5,5 x 1010 platelet per kantong, dan 50 mL plasma. Dosis: pada kasus trombositopenia cukup 1 kantong, atau sesuai target kadar platelet biasanya 40.000-50.000/mm3. 1 kantong dapat meningkatkan platelet sekitar 50-100.000/mm3. Indikasi: untuk mengatasi perdarahan karena kurangnya jumlah platelet, dan fungsi platelet resipien yang tidak normal dengan kadar platelet kurang dari 40.000 pada dewasa, dan kurang dari 100.000/mm3 pada neonatus.11

Kontraindikasi: autoimun trombositopenia, trombotik trombositopeniapurpura. 4. Frozen plasma Biasa disebut fresh frozen plasma (FFP). 1 kantong berjumlah sekitar 250 mL yang dibekukan pada suhu -180C dalam 6-8 jam. FFP dalam 24 jam mengandung Faktor V dan Faktor VIII.11 Indikasi: perdarahan masif, setelah terapi warfarin dan kuagulopati pada penyakit hati, trombotik trombositopenia purpura. Dosis: 10-20 mL/kg. 5. Cryoprecipitated AHF Biasa disebut cryoprecipitated antihemophilic factor. Didapatkan dengan mencairkan FFP pada suhu 1-60C. Mengandung 150 mg fibrinogen, 80 IU faktor VIII:C, faktor VIII:vWF (von Willebrand factor), faktor XIII, fibronectin, dan 5-20 mL plasma. Dosis: kebutuhan fibrinogen : 250 fibrinogen/kantong. Biasanya sekitar 1 kantong per 710 kgBB. Indikasi: perdarahan karena defisiensi fibrinogen dan faktor XIII, pasien dengan hemofili A atau von Willebrands disease.11 6. Granulosit Transfusi Granulosit, yang dibuat dengan leukapheresis, diindikasikan pada pasien neutropenia dengan infeksi bakteri yang tidak respon dengan antibiotik. Transfusi granulosit mempunyai masa hidup dalam sirkulasi sangat pendek, sedemikian sehingga sehari-hari transfusi 1010 granulosit pada umumnya diperlukan. Iradiasi dari granulosit menurunkan insiden timbulnya reaksi graft-versus-host , kerusakan endothelial berhubungan dengan paru-paru, dan lain permasalahan berhubungan dengan transfusi leukosit ( lihat di bawah), tetapi mempengaruhi fungsi granulosit. Ketersediaan filgrastim (granulocyte colony-stimulating faktor, atau G-CSF)

dan sargramostim (granulocyte-macrophage colony-stimulating faktor, atau GM-CSF) telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.4 5.5 Komplikasi Transfusi Darah Reaksi Hemolisis Reaksi Febris Reaksi Urtikaria Reaksi Anafilaksis Edema Pulmoner Nonkardiogenik Graft versus Host Disease Purpura Posttransfusi Imunosupresi

PATOFISIOLOGI SYOK Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan curah jantuk. Curah jantung yang rendah dibawah normal akan menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ : Mikrosirkulasi o Ketika curah jantung turun, tahanan vascular sistemik akan berusaha untuk meningkatkan tekanan sistemik guna menyediakan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti otot, kulit dan khususnya traktur gastrointestinal. Kebutuhan energy untuk pelaksanaan metabolisme di jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sel organ itu

tidak mampu menyimpan cadangan energy. Sehingga keduanya sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rat-rata (mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga <= 60 mmHg< maka aliran ke organ akan turun drastic dan fungsi sel di semua organ akan terganggu. Neuroendokrin o Hipovolemia, hipotensi, dan hipoksia dapat di dideteksi oleh baroresptor dan kemoresptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain. Kardiovaskular o Tiga variable seperti : pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan (ejeksi) ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peninngkatan frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan depresi jantung. Gastrointestinal o Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal maka terjadi peningkatan absorbs endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negative yang mati di dalam usus. Hal inni memicu pelebaran pembuluh

darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung. Ginjal o Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sespsi dan pemberian obat nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan aldosteron dan vasopressin bertanggung jawab terhadap menurunnya produksi urin.

BAB ANALISIS KASUS Pada kunjungan preanestesi pada tanggal 27 september 2011 pada tterhadap Ny. Misna Mursalih berumur 43 tahun didapati bahwa orang sakit termasuk dalam klasifikasi ASA II, yaitu pasien dengan penyakit sistemik sedang dan aktivitas rutin tidak terbatas. Dari anamnesis diketahui pasien sudah sejak 4 bulan yang lalu mengeluh nyeri di bagian pinggang sebelah kiri Dari pemeriksaan fisik Dari pemeriksaan penunjang di dapatkan terdapat tumor ginjal kiri dengan grade T4, Pada kasus pasien Ny. Misna Mursalih, pasien dilakukan general anestesi karena tindakan bedah yang akan di lakukan adalah nephrectomi dikarenakan terdapat tumor ginjal stadium T4. Operasi dilakukan pada hari selasa 27 september 2011. Pada pasien ini diberikan premedikasi midazolam 2mg dan fentanyl 100mcg. Premedikasi ialah pemberian obat 1- 2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesia. Premedikasi midazolam dapat menenangkan dan menidurkan pasien juga dapat menurunkan tekanan darah pasien. Fentanyl diberikan sebagai analgetik Induksi pada pasien diberikan propofol 140mg, propofol mempunyai efek induksi dengan dosis 2.0- 2.5/kgBB. Propofol merupakan suatu obat hipnotik intravena yang menimbulkan

induksi cepat dengan aktivitas eksitasi minimal. Propofol cukup aman dengan efek samping yang minimal. Propofol bagaimanapun menimbulkan depresi respirasi dan kardiovaskuler yang beratnya sesuai dengan dosis yang diberikan. Propofol juga mempunyai efek menurunkan tekanan darah. Pada saat pasien telah terinduksi, diberikan obat pelumpuh otot, atracurium bromide sebanyak 30mg secara intravena yang bertujuan untuk melumpuhkan otot- otot lurik terutama otot pernafasan sehingga mudah untuk dilakukan intubasi dan ventilasi kendali. Dosis untuk relaksasi otot adalah 0.5- 0.6mg/ kgBB. Onset obat ini sekitar 2-3 menit dengan durasi 20-40 menit. Obat ini mengalami metabolisme di dalam darah atau plasma melalui reaksi kimia yang unik yang disebut eliminasi Hoffman yang tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal sehingga penggunaannya aman pada pasien dengan gangguan fungsi hati dan ginjal. Selain itu atracurium bromide tidak mempengaruhi fungsi kardiovaskuler sehingga merupakan pilihan untuk pasien dengan gangguan kardiovaskuler. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan atau dapat direverse dengan obat antikolinesterase, neostigmin yang dicampur dengan atropin untuk menekan efek hipersekresi liur. Setelah pasien tidak sadarkan diri dilakukan pemasangan endobronkial tube yang merupakan indikasi untuk bedah toraks dimana ventilasi pada hanya sebelah paru diperlukan selama operasi dilakukan. Sebelum endobronkial tube dimasukkan pasien diberi preoksigenisasi selama 3 menit dengan kecepatan oksigen ditinggikan sehingga FiO2 mencapai 100%. Dengan demikian respirasi pasien dibantu dengan ventilator dengan tidal volume 400cc dan frekuensi napas 12x/menit. Oksigen 2l/menit dan N2O 2l/menit dialirkan langsung melalui endobronkial tube dari mesin anestesi. N2O diberikan untuk memberi efek analgesik. Induksi inhalasi diberikan isofluran dengan volume 2% sebagai anestesi rumatan. Isofluran mempunyai efek

samping mendepresi respirasi dan kardiovaskuler yang ringan berbanding dengan obat anestesvolatile yang lain. Tekanan darah dan nadi relatif stabil selama anestesi maka isoflurane dipilih dari sevoflurane. Selain itu, isoflurane juga lebih murah. Pembiusan atau anestesi dilakukan pada jam 10.00 wib. Dan operasi dimulai pada jam 10.20 wib. Pasien lalu diletakan secara lumbotomi. Dipasang iv line di dua tangan, cairannya adalah asering dan hes. Pada tekanan darah awal pra bedah 140/80 mmHg. Lalu setelah dilakukan pembedahan pada jam 10.50 tensi turun mendadak menjadi 80/60 mmhg sampai tekanan darah tak terukur. Sempat diberikan efedrin sebelumnya, tetapi pada jam 11.00 tekanan darah tetap menurun sampai tidak terukur di monitoring. Dan saturasi juga tidak bisa dibaca. Sedangkan HR menurun menjadi 60x/menit yang lama lama turun menjadi 30x/menit (bradikardia). Selama menunggu persediaan darah dilakukan baging dan juga dimasukan Sulfas atropine 3 ampul (3x0,25 mg = 0,75 mg) dan adrenalin ephinefrine 3 ampul () secara bolus tapi tekanan darah tetap tidak terukur dan nadi tetap rendah. Lalu diberikan dopamine drip (1ampul=200mg) pada asering dan dobutamin drip (1 ampul) pada asering. Karena tetap tidak terdapat perbaikan maka di masukan lagi atropine 3 ampul dan adrenaline ephineprine 3 ampul secara bolus. Lalu ditambahkan lgi 2 ampul atropine (2x0,25mg=0,5 mg) dan 2 ampul ephinephrin. Lalu operasi sempat diberhentikan pada jam 10.30 karena nadi 0 lalu dilakukan RJP (resusitasi jantung paru) beberapa kali, terdapat respon dari pasien dengan nadi meningkat menjadi 50-60 x/menit dari sblmnya 30x/menit. Setelah nadi meningkat operasi dilakukan lgi, walau tekanan darah tetap tidak dapat di ukur. Lalu ketika darah (PRC) datang dimasukan 500

ml. Lalu transfuse darah diganti dengan dopamine drip+ asering dan dobutamin drip pada asering. Lalu pada jam 12.00 wib operasi selesai dan pasien di RJP lagi, lalu pasien langsung di bawa ke ICU. Di perjalanan terus dilakukan baging dan sempat RJP. Sampai di ICU pasien di RJP lagi sehingga nadi sudah stabil dan tekanan darah sudah terukur. Rumusan terapi cairan Dihitung dari banyak cairan yang masuk kristaloid 7kolf, koloid 2 kolf, total 4500. Perdarahan yang dinilai dari suction dan banyaknya kassa sekitar 2000cc. Urin 500 cc. Darah yang masuk berupa PRC (packed red cell) adalah 500 ml. 1. Estimated Blood Volume (EBV): BB(kg) x volume darah rata2 : 37 x 60 = 2220ml.

Volume rata- rata lelaki = 70 ml Volume rata- rata perempuan = 60 ml.

Allowed Blood Loss (ABL): EBV x [ (Hi -Hf) / Hav] = 2220 x [ (38 -33) / 35.5] = 312,6ml

ABL =Actual Blood loss, EBV = Estimated Blood Volume, Hi = initial Hematocrit, Hf = final Hematocrit, Hav = average of (Hi and Hf).

Perdarahan yang dialami pasien selama operasi adalah sebanyak 1700ml dimana allowable blood loss ialah 312,6ml sehinga transfusi selama operasi merupakan indikasi. Tranfusi packed red cell diberikan sebanyak 500ml selama operasi. Total cairan koloid sebanyak 1000ml dan cairan kristaloid sebanyak 3500ml Cairan infus yang diberikan selama operasi yaitu 7 kolf Asering, 2 kolf HES. Kebutuhan cairan pada pasien ini selama operasi dan untuk menggantikan cairan selama puasa dapat dihitung seperti berikut: Maintenance (M): 2 x BB = 2 x 37 = 72 ml/jam Operasi besar (O) 8 x BB = 8 x 37 = 296

Puasa (P)

: lama puasa x maintenance = 10 jam x 72 ml/jam = 720 ml

Cara pemberian: 1 jam pertama operasi = M + O + P = 72 + 296 + ( x 720) = 728 ml 1 jam ke 3 operasi =M+O+P = 72 + 296 + ( x 720) = 548 ml Total = 2004 ml.

Total cairan yang diperlukan oleh pasien adalam 2004 ml + jumlah perdarahan selama operasi sebesar 1700ml = 3704 ml. Total cairan yang masuk = PRC + koloid + kristaloid = 500 + 1000 + 3500 = 5000ml.

Balance cairan adalah = total cairan yang masuk - (total cairan yang diperlukan + urin) = 5000 ml ( 3704 + 500) = 5000 ml 4204 = 796 ml Dari sini kita lihat terapi caian yang telah kita berikan telah memenuhi kebutuhan dari pasien.

Pasien mengalami syok hipovolemik dikarenakan volume tubuh pasien adalah (EBV) 2220 cc sedangkan perdarahannya adalah 1500 cc jadi tubuh kehilangan darah setengahnya. Syok hipovolemik pada pasien Karena perdarahan penurunan pengisian ventrikel menurunkan volume sekuncup tekanan darah menurun

KESIMPULAN

You might also like