You are on page 1of 7

I.

Pendahuluan

A. Pengertian Ijarah adalah sebuah istilah dalam fiqih islam. Ijarah sendiri berarti memberikan suatu pinjaman. Dalam hukun islam, ijarah digunakan untuk 2 situasi berbeda. Pertama, untuk memakai jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Dimana yang memberikan pekerjaan disebut mustajir dan yang bekerja disebut ajir. Ijarah berkaitan dengan sewa-menyewa aset dan properti dan bukan jasa manusia. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut mujir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah. Pada hakikatnya ijarah adalah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa. Jadi, secara garis besar, definisi Ijarah adalah:
Ijarah adalah istilah dalam Fikih Islam yang berarti memberikan

sesuatu untuk disewakan.


Transaksi nonbagi hasil selain yang berpola jual beli adalah transaksi

berpola sewa atau ijarah.


Ijarah, biasa juga disebut sewa, jasa, atau imbalan, adalah akad yang

dilakukan atas dasar suatu manfaat dengan imbalan jasa.


Menurut Sabiq (2007), ijarah adalah suatu jenis akad untuk mengambil

manfaat dengan jalan penggantian.


Ijarah adalah penjualan manfaat.

B. Jenis-jenis Ijarah Dalam hukum Islam, terdapat 2 jenis Ijarah, yaitu:

a. Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa

seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut mustajir, pihak pekerja disebut ajir dan upah yang dibayarkan disebut ujrah. b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa aset atau properti, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari aset atau properti tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijarah ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional. Pihak yang menyewa (lessee) disebut mustajir, pihak yang menyewakan (lessor) disebut mujir/muajir dan biaya sewa disebut ujrah. Ijarah bentuk pertama banyak diterapkan dalam pelayanan jasa perbankan syariah, sementara ijarah bentuk kedua biasa dipakai sebagai bentuk investasi atau pembiayaan di perbankan syariah. C. Basic Rules of Ijara Di bawah ini merupakan beberapa prinsip-prinsip dasar dalam Ijara. 1. Sewa adalah sebuah kontrak dimana pemilik barang mentransfer barang tersebut ke orang lain (yang menyewa) dalam periode yang disetujui (pada pertimbangan yang disetujui bersama). 2. Subjek dari sewa itu harus memiliki nilai guna. Oleh karena itu, sesuatu yg tidak memiliki nilai guna sama sekali tidak bisa disewakan. 3. Periode sewa-menyewa harus ditentukan secara jelas. 4. Penyewa tidak bisa menggunakan asset yang akan disewakan untuk tujuan lain dari spesifikasi persetujuan sebelumnya. Determination of rental: 5. Penyewa harus menjelaskan keseluruhan ketentuan pada saat kontrak untuk seluruh periode penyewaan.
6. Pemilik asset tidak bisa meningkatkan sewa secara sepihak, dan setiap

perjanjian yang dilakukan untuk hal ini dianggap tidak sah.


7. Sewa akan dibebankan pada saat usaha diserahkan kepada penyewa. 8. Periode sewa dimulai dari tanggal di mana aset yang disewakan telah

diserahkan kepada penyewa, tidak peduli apakah penyewa telah mulai menggunakannya atau tidak.

II.

Isi Materi
A. Lease

as a pembiayaan)

Mode

of

Financing

(Sewa

sebagai

mode

Seperti murabahah, sewa awalnya bukan pembiayaan. Ini hanyalah transaksi untuk mentransfer nilai guna harta dari satu orang ke orang lain dengan kesepakatan kedua belah pihak. Namun, lembaga keuangan mengunakan sewa sebagai pembiayaan atas pinjaman jangka panjang yang berdasarkan atas bunga. Sewa guna usaha telah digunakan oleh lembaga keuangan Islam tapi sangat sedikit dari mereka yang memperhatikan nilai sewa berdasarkan syariah. Sewa memiliki beberapa karakteristik yang mirip dengan bunga. Untuk lebih spesifiknya, beberapa dasar perbedaan antara sewa yang digunakan oleh keungan kontemporer dengan sewa berdasarkan syariah, diantaranya adalah: 1. Dimulai dari sewa: Penjualan untuk di masa depan tidak diperbolehkan dalam syariah, sedangkan Ijarah diperbolehkan dengan kententuan bahwa sewa akan dibayar setelah aset yang disewakan disampaikan kepada penyewa. Cara yang benar sesuai dengan syariah adalah penyewa harus membayar sewa setelah penyewa mendapatkan aset dan penyewa tidak bertanggungjawab atas harga pengiriman. 2. Perbedaan hubungan dengan kedua belahpihak Terdapat dua hubungan yang terpisah antara pemilik aset dengan penyewa (klien). Sebagai contoh pertama, klien adalah orang yang akan membeli aset. Tahap ini belum ada hubungan. Tahap kedua dimulai ketika klien mengambil pengiriman dari pemasok. Pada tahap ini, hubungan dari penyewa dengan yang menyewakan memiliki keterkaitan. Selama tahap pertama, klien tidak tidak bertanggungjawab atas kewajiban kepada penyewa. Dalam tahap kedua, dia bertanggungjawab untuk melaksanakan fungsi sebagai agen saja. Prosedur leasing sedikit berbeda, yaitu tidak ada yang mempengaruhi kontrak sewa setelah mengambil pengiriman. Jika penyewa telah setuju untuk menyewa aset dengan efek tanggal pengiriman, maka secara otomatis akan dimulai sewa tanpa prosedur tambahan.

Ada dua alasan perbedaan antara murabahah dan leasing: pertama, kondisi yang diperlukan untuk penjualan yang valid yang harus terpengaruh langsung. Kedua, prinsip dasar dari syariah adalah seseorang tidak dapat mengklaim keuntungan atau biaya untuk properti risiko yang ditanggung oleh dia. Menerapkan prinsip ini untuk murabahah, penjual tidak dapat mengklaim keuntungan atas properti. Oleh karena itu, jika sebelumnya kesepakatan yang dianggap cukup untuk mempengaruhi penjualan dan aset akan ditransfer ke penyewa secara bersamaan ketika dia telah mengambilnya. 3. Konsekuen untuk biaya kepemilikan: Pemilik aset bertanggungjawab untuk membayar biaya pengiriman dan bea cukai, dll. Sebagai prinsip, dia bertanggungjawab untuk menanggung semua biaya sebagai pemilik aset.
4. Kewajiban kedua belahpihak dalam kasus hilangnya asset

Seperti yang disebutkan dalam prinsip dasar penyewaan, penyewa bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang disebabkan oleh penyalahgunaan asetnya atau kelalaian. Tetapi dia tidak bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan oleh faktor-faktor di luar kendalinya.

5. Variabel Rentals in Sewa Guna Usaha Jangka Panjang

Dalam persetujuan penyewaan jangka panjang ini kebanyakan tidak dalam keuntungan dari penyewa untuk menyetujui dalam seluruh periode satu penyewaan karena kondisi pasar yang berubah dari waktu ke waktu. Orang yang memberikan sewa memiliki dua pilihan : a) Dapat kontrak sewa dengan kondisi sewa akan meningkat sesuai proposi tertentu (misalnya 5%) setelah jangka waktu tertentu (seperti satu tahun) b) Dapat kontrak sewa periode lebih pendek setelah para pihak memperbarui sewa guna usaha dengan persetujuan bersama, tetapi mereka juga punya hak untuk menolak pembaharuan.

Menurut beberapa ulama :


4

Telah memungkinkan sewa jangka panjang untuk mengikat jumlah sewa dengan patokan variable.

Berdasarkan prinsip yang sama, beberapa bank Islam menggunakan tingkat bunga sebagai patokan untuk menentukan jumlah sewa. Mereka ingin mendapatkan keuntungan yang sama melalui leasing seperti yang diterima oleh bank konvensional melalui pinjaman maju pada dasar bunga. Pengaturan ini pun telah dikritik dengan dua alasan :
a) Bahwa dengan menundukkan pembayaran sewa ke tingkat bunga,

transaksi diberikan mirip dengan pembiayaan berbasis bunga. Dalam kasus murabahah, tingkat bunga digunakan sebagai patokan saja.
b) Bahwa variasi tingkat bunga yang tidak diketahui, sewa diikat dengan

tingkat bunga akan menyiratkan Jahalah dan Gharar yang tidak diizinkan di Syari'ah. Ini adalah salah satu persyaratan dasar Syariah bahwa pertimbangan dalam setiap kontrak harus diketahui oleh para pihak ketika mereka masuk ke dalamnya. Menanggapi telah dua alasan: perselisihan kedua belah keberatan ini, seseorang mungkin mengatakan bahwa Jahalah dilarang untuk Alasan pertama adalah bahwa hal itu dapat menyebabkan antara pihak. Alasan ini adalah tidak berlaku di sini, karena pihak telah sepakat dengan persetujuan bersama.

Alasan kedua untuk larangan jahalah adalah bahwa hal itu membuat pihakpihak rentan terhadap kerugian tak terduga. Ada kemungkinan bahwa tingkat bunga, dalam tertentu periode, melesat naik ke tingkat yang tak terduga dalam hal si penyewa akan mengalami kerugian.

6. Denda untuk Keterlambatan Pembayaran Sewa Dalam perjanjian sewa-menyewa, jika penyewa terlambat membayar setelah jatuh tempo, maka ia dikenakan sanksi yaitu denda. Tetapi, jika hasil dari denda tersebut dimasukkan dalam keuangan pribadi, maka hal itu tidak dibenarkan dalam Syariah Islam. 7. Penghentian Sewa

Jika penyewa melanggar aturan-aturan yang telah disetujui dalam perjanjian sewa-menyewa, pemilik asset berhak untuk menghentikan sewa-menyewa secara sepihak. 8. Asuransi Assets Assets yang akan disewakan bisa diasuransikan asal mengguankan biaya pemilik asset dan tidak membebani penyewa.
9. Nilai sisa dari asset yang disewakan

Pada akhir masa sewa, aset yang disewakan umumnya ditransfer kepada penyewa baik bebas dari biaya apapun atau dengan harga yg disepakati. Kadang-kadang kondisi ini tidak disebutkan secara tegas dalam kontrak, tetapi dipahami antara pihak-pihak bahwa aset akan diteruskan kepada lessee pada akhir masa sewa Kondisi ini, baik tersurat maupun tersirat, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Posisi asli menurut syariah adalah bahwa aset akan menjadi satusatunya milik si pemegang aset, dan setelah berakhirnya sewa, pemilik aset harus bebas untuk mengambil kembali aset, atau untuk memperbarui sewa atau menyewakannya kepada orang lain, atau menjualnya kepada penyewa atau orang lain. Menyewa Kembali : 10. Jika aset yang disewa digunakan secara berbeda oleh pengguna yang berbeda, maka penyewa tidak dapat menyewa kembali kecuali dengan izin yang jelas dari seseorang yang menyewakan aset tersebut. Jika orang menyewakan aset memungkinkan penyewa untuk menyewa maka dapat menyewakan. Menetapkan Waktu Sewa : 11. Pemilik dapat menjual aset atau disewakan kepada pihak ketiga tetapi harus dibuat hubungan antara pemilik dan penyewa yang baru. Namun, penetapan sewa itu sendiri tanpa menetapkan kepemilikan aset yang disewakan, hal tersebut tidak diperbolehkan dalam pertimbangan moneter. Sekuritisasi Ijarah : Jika pemilik aset setelah masuk ke ijarah dan berharap ingin menaikan biaya pembelian aset dengan keuntungan itu, ia dapat menjual aset yang ia sewakan seluruhnya atau sebagian pihak, baik individu ataupun beberapa individu. Pembelian aset oleh masing-masing individu dapat dibuktikan dengan setifikat yang biasa disebut Ijarah setifikat. Pemegang sertifikat harus mewakili kepemilikan aset proposional dari pemilik aset yang
6

disewakan dan akan menganggap hak dan kewajiban dari pemilik aset sampai sejauh itu. Pemegang sertifikat juga harus memiliki hak untuk menikmati sebagian dari sewa sesiai dengan presentasi kepemilikan mereka terhadap aset. Demikian pula, ia juga akan bertanggung jawab dengan tingkat kepemilikannya masing-masing. Oleh karena itu, apabila dalam total aset mendapatkan kehancuran maka akan menderita kerugian masingmasing sesuai dengan presentase tingkat kepemilikan aset tersebut. Sertifikat ini dapat sebagai bukti kepemilikan presentase aset dengan nyata dan jelas, dan dapat diperdagangkan dan dipertukarkan secara bebas di pasar. Head-Lease : Dalam hal ini penyewa menyewakan lagi sejumlah asetnya ke beberapa penyewa. Kemudian, ia mengajak orang lain untuk berpartisipasi dalam bisnisnya. Untuk membuat mereka berpartisipasi dalam menerima sewa, ia menetapkan sejumlah biaya tertentu dari mereka. Peraturan ini sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Alasannya jelas, karena penyewa tidak memiliki aset. Dia memiliki hak untuk mendapatkan keuntungan dari bunganya saja. III. Penutup Kesimpulan

You might also like