You are on page 1of 3

2.

3 Hubungan lingkungan kerja fisik dan human error


Human error secara umum dapat didefinisikan sebagai kumpulan kegiatan atau tindakan
manusia yang melalmpaui batas penerimaan manusia yang ditentukan oleh suatu sistem.
Human Error juga dapat didefinisikan suatu keputusan atau tindakan yang mengurangi atau
potensial untuk mengurangi efektifitas keamanan atau performansi suatu sistem (Mc Cormick,
1993).
Reason (1990, p 9) dalam Love and Josephson (2004) menggambarkan human error
dalam suatu yang psikologis sebagai semua kesempatan di mana rangkaian aktivitas mental
atau fisik yang direncanakan tidak berjalan seperti yang diharapkan sebagaimana seharusnya,
sehingga gagal untuk mencapai hasil yang diharapkan. Namun sulit untuk menginterpretasikan
secara obyektif aktivitas mental atau fisik dari manusia untuk dapat menentukan bahwa salah
satu hal itu telah menyebabkan terjadinya kesalahan. Faktanya apakah individu dapat
dipersalahkan untuk semua kesalahan sampai saat ini merupakan masalah perdebatan, di
mana membuat kesalahan dipandang sebagai pembawaan dari sifat alami manusia (Reason,
1990).
2.3.1 Sebab-sebab Human Error
Menurut Atkinson (1998) sebab-sebab human error dapat dibagi menjadi:
1. Sebab-sebab primer
Sebab-sebab primer merupakan sebab-sebab human error pada level individu. Untuk
menghindari kesalahan pada level ini, ahli teknologi cenderung menganjurkan
pengukuran yang berhubungan ke individu, misalnya meningkatkan pelatihan, pendidikan,
dan pemilihan personil (Sriskandan,1986)dalam Atkinson (1998). Bagaimanapun, saran
tersebut tidak dapat mengatasi kesalahan yang disebabkan oleh penipuan dan kelalaian.

2. Sebab-sebab manajerial
Penekanan peran dari pelaku individual dalam kesalahan merupakan suatu hal yang tidak
tepat. Kesalahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan, pelatihan dan
pendidikan mempunyai efek yang terbatas dan penipuan atau kelalaian akan selalu
terjadi, tidak ada satupun penekanan penggunaan teknologi yang benar akan mencegah
terjadinya kesalahan. Fakta ini telah diakui telah diakui secara luas pada literatur
kesalahan dalam industri yang beresiko tinggi (Kletz,1985; ACSN,1993) dikutip dari
Atkinson (1998). Karena itu merupakan peranan manajemen untuk memastikan bahwa
pekerja melakukan pekerjaan dengan semestinya, untuk memastikan bahwa sumber
daya tersedia pada saat dibutuhkan dan untuk mengalokasikan tanggungjawab secara
akurat diantara pekerja yang terlibat.

3. Sebab-sebab global
Kesalahan yang berada di luar kontrol manajemen, meliputi tekanan keuangan, tekanan
waktu, tekanan sosial dan budaya organisasi.
Lingkungan kerja fisik sangat berkaitan dengan human error ini, karena lingkungan kerja
fisik mempengaruhi kineja dari operator, dan dengan mempertimbangkan seluruh aspek
lingkungan kerja fisik yang memiliki potensi bahaya pada saat proses perancangansistem kerja
beserta system pengendalian maka kondiisi-kondiisi bahaya tersebut dapat diantisipasi dan
dibberi tiindakan-tindakan preventif lainnya. Kondisi lingkungan fisik kerja yang tidak nyaman
akan membuat seorang pekerja mengeluarkan tenaga lebih untuk beradaptasi, sehingga
konsentrasinya akan terbelah antara pekerjaan dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Beberapa kondisi lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi hasil kerja manusia meliputi
tingkat kebisingan, tingkat suhu dan tingkat pencahayaan ruangan. Selama ini penelitian yang
ada menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara kondisi lingkungan kerja dengan hasil
kerja manusia

2.8. Sistem kerja ENASE
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang memanfaatkan informasi-informasi mengenai
sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia dalam rangka membuat sistem kerja yang ENASE
(efektif, nyaman, aman, sehat dan efisien).
Ergonomi dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Keduanya mengarah kepada tujuan yang sama yakni peningkatan kualitas
kehidupan kerja (quality of working life). Aspek kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu
faktor penting yang mempengaruhi rasa kepercayaan dan rasa kepemilikan pekerja kepada
perusahaan, yang berujung kepada produktivitas dan kualitas kerja.
Keluhan yang berhubungan dengan penurunan kemampuan kerja (work capability)
berupa kelainan pada sistem otot-rangka (musculoskeletal disorders) misalnya, seolah-olah
luput dari mekanisme dan sistem audit K3 yang ada pada umumnya. Padahal data
menunjukkan kompensasi biaya langsung akibat kelainan ini (overexertion) menempati
rangking pertama (sekitar 30%) dibandingkan dengan bentuk kecelakaan-kecelakaan kerja
yang lain.
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak ergonomik:
O Hasil kerja (kualitas dan kuantitas) yang tidak memuaskan
O Sering terjadi kecelakaan kerja atau kejadian yang hampir berupa kecelakaan
O Pekerja sering melakukan kesalahan (human error)
O Pekerja mengeluhkan adanya nyeri atau sakit pada leher, bahu, punggung, atau
pinggang
O Alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan karakteristik fisik pekerja
O Pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang panjang
O Postur kerja yang buruk, misalnya sering membungkuk, menjangkau, atau jongkok
O Lingkungan kerja yang tidak teratur, bising, pengap, atau redup
O Pekerja mengeluhkan beban kerja (fisik dan mental) yang berlebihan
O Komitmen kerja yang rendah
O Rendahnya partisipasi pekerja dalam sistem sumbang saran atau hilangnya sikap
kepedulian terhadap pekerjaan bahkan keapatisan
Dengan ergonomi, sistem-sistem kerja dalam semua lini departemen dirancang sedemikian
rupa memperhatikan variasi pekerja dalam hal kemampuan dan keterbatasan (fisik, psikis, dan
sosio-teknis) dengan pendekatan human-centered design (HCD). Konsep evaluasi dan
perancangan ergonomi adalah dengan memastikan bahwa tuntutan beban kerja haruslah
dibawah kemampuan rata-rata pekerja (task demand < work capacity). Dengan inilah diperoleh
rancangan sistem kerja yang produktif, aman, sehat, dan juga nyaman bagi
pekerja. http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/tugas-ergonomi-dasar-yuanita-nurdiana/

You might also like