You are on page 1of 18

1

BAB I
!AHULUA

A. Latar Belakang Masalah
Masalah khilafiah merupakan persoalan yang terjadi dalam realitas
kehidupan manusia. Di antara masalah khilafiah tersebut ada yang menyelesaikannya
dengan cara yang sederhana dan mudah, karena ada saling pengertian berdasarkan
akal sehat. Tetapi dibalik itu masalah khilaIiah dapat menjadi ganjalan untuk
menjalin keharmonisan di kalangan umat Islam karena sikap taasub (Ianatik) yang
berlebihan, tidak berdasarkan pertimbangan akal sehat dan sebagainya.
Perbedaan pendapat dalam lapangan hukum sebagai hasil penelitian
(iftihad), tidak perlu dipandang sebagai Iaktor yang melemahkan kedudukan hukum
Islam, bahkan sebaliknya bisa memberikan kelonggaran kepada orang banyak. Orang
bebas memilih salah satu pendapat dari pendapat yang banyak itu, dan tidak
terpaku hanya kepada satu pendapat saja.
Kelahiran mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik tersendiri
ini, tak pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan beragamnya
produk hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu HaniIah,
Imam Malik, Imam SyaIi`i, Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing
menawarkan kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah iftihad yang menjadi
pijakan mereka dalam menetapkan hukum.
Dari uraian di atas maka penulis membatasi makalah ini pada beberapa hal
yaitu :
a. Bagaimana sejarah timubulnya Madzhab?
b. Apa pengertian dari madzhab ?
c. Apa saja madzhab-madzhab dalam Islam?
d. Bagaimana dasar pemikiran dan perkembangan hukum madzhab dalam Islam ?


BAB II
!MBAHASA

A. Sejarah Timbulnya Madzhab alam Islam
Sebenarnya ikhtilaf telah ada di masa sahabat, hal ini terjadi antara lain karena
perbedaan pemahaman di antara mereka dan perbedaan nash (sunnah) yang sampai
kepada mereka, selain itu juga karena pengetahuan mereka dalam masalah hadis tidak
sama dan juga karena perbedaan pandangan tentang dasar penetapan hukum dan
berlainan tempat. Sebagaimana diketahui, bahwa 'ketika agama Islam telah tersebar
meluas ke berbagai penjuru, banyak sahabat Nabi yang telah pindah tempat dan
berpencar-pencar ke nagara yang baru tersebut. Dengan demikian, kesempatan untuk
bertukar pikiran atau bermusyawarah memecahkan sesuatu masalah sukar
dilaksanakan.
1

Sejalan dengan pendapat di atas, Qasim Abdul Aziz Khomis menjelaskan
bahwa Iaktor-Iaktor yang menyebabkan ikhtilaf di kalangan sahabat ada tiga yakni :
1. Perbedaan para sahabat dalam memahami nash-nash al-Qur`an
2. Perbedaan para sahabat disebabkan perbedaan riwayat
3. Perbedaan para sahabat disebabkan karena rayu.
2

Sementara Jalaluddin Rahmat melihat penyebab ikhtilaf dari sudut pandang
yang berbeda, Ia berpendapat bahwa 'salah satu sebab utama ikhtilaf di antara para
sahabat adalah prosedur penetapan hukum untuk masalah-masalah baru yang tidak
terjadi pada zaman Rasulullah SAW.
3


1
M. Ali lasan, Perbavaivgav Mabab iqib, Jakarta : P1 Raja Graindo Persada, Cet. I, 199,
hal.12.

"asim Abdul Aziz Khomis, qrat at.bababab, Kairo : Maktabah al-Iman, 2002, hal.161
3
Jalaluddin Rahmat, %iv;avav Kriti. ta. e;arab iqb, Artikel yayasan Paramadina,
www. Media.Isnet.org
3

Setelah berakhirnya masa sahabat yang dilanjutkan dengan masa Tabi`in,
muncullah generasi Tabi`it Tabi`in.
4
Ijtihad para Sahabat dan Tabi`in dijadikan suri
tauladan oleh generasi penerusnya yang tersebar di berbagai daerah wilayah dan
kekuasaan Islam pada waktu itu. Generasi ketiga ini dikenal dengan Tabi`it Tabi`in.
Di dalam sejarah dijelaskan bahwa masa ini dimulai ketika memasuki abad kedua
hijriah, di mana pemerintahan Islam dipegang oleh Daulah Abbasiyyah.
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut
dengan istilah The Golden Age. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak
kemuliaan, baik dalam bidang ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga
telah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, ditambah lagi dengan
banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke bahasa Arab. Fenomena ini
kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang menghasilkan
berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi
imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil
lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang
besar. Periode ini dalam sejarah hukum Islam juga dianggap sebagai 'periode
kegemilangan Iiqh Islam, di mana lahir beberapa mazhab Iiqih yang panji-panjinya
dibawa oleh tokoh-tokoh Iiqh agung yang berjasa mengintegrasikan Iiqh Islam dan
meninggalkan khazanah luar biasa yang menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama
Iiqh sampai sekarang.
5

Sebenarnya periode ini adalah kelanjutan periode sebelumnya, karena
pemikiran-pemikiran di bidang Iiqh yang diwakili mazhab ahli hadis dan ahli ra`yu
merupakan penyebab timbulnya mazhab-mazhab Iiqh, dan mazhab-mazhab inilah
yang mengaplikasikan pemikiran-pemikiran operasional. Ketika memasuki 'abad
kedua Hijriah inilah merupakan era kelahiran mazhab-mazhab hukum dan dua abad


4
1abi`it 1abi`in adalah mereka yang melanjutkan generasi 1abi`iin, mereka hidup sekitar masa
kedua lijrah. Lihat Abd. Al-\ahab Ibrahim Abu Sulaiman, ati/r at|.bvti, Jeddah : Dar al-Syuruq, Cet.
I, 1983, hal. 48
3
A. lasjmy, e;arab Kebvaa,aav .tav, Jakarta: P1. Bulan Bintang, 1995, hal.. 210.
4

kemudian mazhab-mazhab hukum ini telah melembaga dalam masyarakat Islam
dengan pola dan karakteristik tersendiri dalam melakukan istinbat hukum.
6

Kelahiran mazhab-mazhab hukum dengan pola dan karakteristik tersendiri ini,
tak pelak lagi menimbulkan berbagai perbedaan pendapat dan beragamnya produk
hukum yang dihasilkan. Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu HaniIah, Imam
Malik, Imam SyaIi`i, Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing-masing menawarkan
kerangka metodologi, teori dan kaidah-kaidah iftihad yang menjadi pijakan mereka
dalam menetapkan hukum. 'Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan
oleh para tokoh dan para Imam Mazhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk
memberikan jalan dan merupakan langkah-langkah atau upaya dalam memecahkan
berbagai persoalan hukum yang dihadapi baik dalam memahami nash al-Quran dan
al-Hadis maupun kasus-kasus hukum yang tidak ditemukan jawabannya dalam
nash.
7

Metodologi, teori dan kaidah-kaidah yang dirumuskan oleh para imam
mazhab tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia -tanpa
disadari- menjelma menjadi doktrin (anutan) untuk menggali hukum dari sumbernya.
Dengan semakin mengakarnya dan melembaganya doktrin pemikiran hukum di mana
antara satu dengan lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul
sebagai aliran atau mazhab yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing
pengikut mazhab dalam melakukan istinbat hukum.
Teori-teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh masing-masing mazhab
tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena ia menyangkut
penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi yang sistematis dalam usaha
melakukan istinbat hukum. Penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi tersebut
inilah dalam pemikiran hukum Islam disebut dengan ushul fiqh.
8


6
Ahmad satori Ismail, Pa.avg vrvt Per/evbavgav iqb .tav, Jakarta : Pustaka 1arbiatuna, Cet. I,
2003, hal. 106
7
Mun`im A. Sirry, e;arab iqb .tav, Surabaya : Risalah Gusti, Cet I, 1995, hal. 61-62.
8
Romli SA, Mvqaravab Maabib fit |.bvt, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet. I, 1999, hal. 3
3

Sampai saat ini Fiqih ikhtilaf terus berlangsung, mereka tetap berselisih
paham dalam masalah furuiyyah, sebagai akibat dari keanekaragaman sumber dan
aliran dalam memahami nash dan mengistinbatkan hukum yang tidak ada nashnya.
Perselisihan itu terjadi antara pihak yang memperluas dan mempersempit, antara yang
memperketat dan yang memperlonggar, antara yang cenderung rasional dan yang
cenderung berpegang pada zahir nash, antara yang mewajibkan mazhab dan yang
melarangnya.
Ikhtilaf bukan hanya terjadi pada arena Iiqih, tetapi juga terjadi pada lapangan
teologi. Seperti kita ketahui dari sejarah bahwa peristiwa 'tahkim` adalah titik awal
lahirnya mazhab-mazhab teologi dalam Islam. Masing-masing mazhab teologi
tersebut masing-masing memiliki corak dan kecenderungan yang berbeda-beda
seperti dalam mazhab-mazhab Iiqih. Menurut Harun Nasution, 'aliran-aliran teologi
dalam Islam ada yang bercorak liberal, ada yang tradisional dan ada pula yang
bercorak antara liberal dan tradisional. Perbedaan pendapat pada aspek teologi ini
juga memiliki implikasi yang besar bagi perkembangan pemahaman umat Islam
terhadap ajaran Islam itu sendiri.
9

Menurut hemat penulis, perbedaan pendapat di kalangan umat ini, sampai
kapan pun dan di tempat mana pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan
kedinamisan umat Islam, karena pola pikir manusia terus berkembang. Perbedaan
pendapat inilah yang kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam yang masih
menjadi pegangan orang sampai sekarang. Masing-masing mazhab tersebut memiliki
pokok-pokok pegangan yang berbeda yang akhirnya melahirkan pandangan dan
pendapat yang berbeda pula, termasuk di antaranya adalah pandangan mereka
terhadap kedudukan al-Qur`an dan al-Sunnah.



9
larun Nasution, %eotogi .tav tiravatirav e;arab vati.a Perbavaivgav, Jakarta : UI Press, 2002
6

B. !engertian Madzhab
Menurut Bahasa 'ma:hab` berasal dari shighah mashdar mimy (kata siIat)
dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fiil madhi
'd:ahaba` yang berarti 'pergi`.
10
Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo
bisa juga berarti al-rayu yang artinya 'pendapat`.
11

Sedangkan secara terminologis pengertian ma:hab menurut Huzaemah Tahido
Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam
memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam.
12
Selanjutnya Imam
Mazhab dan mazhab itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam
yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam
Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud mazhab
adalah jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur`an dan hadis.
Dalam perkembangan mazhab-mazhab Iiqih telah muncul banyak mazhab
Iiqih. Menurut Ahmad Satori Ismail, para ahli sejarah Iiqh telah berbeda pendapat
sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah Iiqh
mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada.
13

Namun dari begitu banyak mazhab yang pernah ada, maka hanya beberapa
mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. MustoIa Imbabi,
'mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang hanya tujuh mazhab saja
yaitu : mazhab hanaIi, Maliki, SyaIii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan Ibadiyah.
Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada.
14


10
Mahmud \unus, Kavv. rabvaove.ia, Jakarta : P1. lidakarya Agung, 1990, hal. 135
11
luzaemah 1ahido \anggo, Pevgavtar Perbavaivgav Mabab, Jakarta : Logos, Cet. III, 2003, hal.
1.
12
bia
13
Ahmad satori Ismail, o.cit, hal. 94
14
M. Musthoa Imbabi, %ari/b %a.,ri` at.tavi, Kairo : al-Maktabah al-tijariyyah al-kubro, Cet. IX,
hal. 140.
7

Sementara Huzaemah Tahido Yanggo mengelompokkan mazhab-mazhab
Iiqih sebagai berikut :
1. Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ah
a. Ahl al-Ra`yi
Kelompok ini dikenal pula dengan Mazhab HanaIi
b. Ahl al-Hadis terdiri atas :
1. Mazhab Maliki
2. Mazhab SyaIi`i
3. Mazhab Hambali
2. Syi`ah
a. Syi`ah Zaidiyah
b. Syi`ah Imamiyah
3. Khawarij
4. Mazhab-mazhab yang telah musnah
a. Mazhab al-Auza`i
b. Mazhab al-Zhahiry
c. Mazhab al-Thabary
d. Mazhab al-Laitsi
15


Sedangkan Faturrahman Djamil mengelompokkan mazhab Iiqih kedalam 3
kelompok besar, yaitu: kelompok ahl al-sunnah, kelompok syi`ah dan kelompok
khawarij.
16

Pendapat lainnya juga diungkapkan oleh Thaha Jabir Fayald al-Ulwani,
beliau menjelaskan bahwa mazhab Iiqh yang muncul setelah sahabat dan kibar al-
Tabiin berjumlah 13 aliran. Ketiga belas aliran ini beraIiliasi dengan aliran ahlu-
Sunnah. Namun, tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar-dasar dan metode
istinbat hukumnya. Adapun di antara pendiri tiga belas aliran itu adalah sebagai
berikut :
1. Abu Sa`id al-Hasan ibn Yasar al-Bashri (w. 110 H.)
2. Abu HaniIah al-Nu`man ibn Tsabit ibn Zuthi (w. 150 H.)
3. Al-Auza`i Abu Amr Abd Rahman ibn Amr ibn Muhammad ( w. 157 H.)
4. SuIyan ibn Sa`id ibn Masruq al-Tsauri (w. 160 H.)
5. Al-Laits ibn Sa`ad (w. 175 H.)
6. Malik ibn Anas al-Bahi (w. 179 H.)

13
luzaemah 1ahido \anggo, o.cit, hal. 6
16
laturahman Djamil, it.afat v/vv .tav, Jakarta : Logos \acana Ilmu, 1999, hal.111
8

7. SuIyan ibn Uyainah (w. 198 H.)
8. Muhammad ibn Idris al-SyaIi`i (w. 204 H.)
9. Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal (w. 241 H.)
10.Daud ibn Ali al-Ashbahani al-Baghdadi (w. 270 H.)
11.Ishaq bin Rahawaih (w. 238 H.)
12.Abu Tsaur Ibrahim ibn Khalid al-Kalabi (w. 240 H.)
13.Ibnu Jarir at-Thabari.
17

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mazhab-mazhab yang
pernah ada dalam sejarah umat Islam sangat sulit untuk dipastikan berapa
bilangannya, untuk itu guna mengetahui berbagai pandangan mazhab tentang
berbagai masalah hukum Islam secara keseluruhan bukanlah persoalan mudah sebab
harus mengkaji dan mencari setiap literatur berbagai pandangan mazhab-mazhab
tersebut
. asar !emikiran dan perkembangan Madzhab hukum Islam
Berkembangnya mazhab-mazhab Iiqih rasionalisme dan tradisionalisme
mempunyai metodologi kajian hukum serta Iatwa-Iatwa Iiqih yang berbeda, dan
mempunyai pengikut dari berbagai lapisan masyarakat. Berikut ini akan penulis
paparkan secara singkat beberapa mazhab tersebut dengan ciri-cirinya.
a. Mazhab-Mazhab Ahl al-Sunnah
1. Madzhab Hanafi
Mazhab ini didirikan oleh Imam Abu HaniIah. Nama asli beliau adalah
An-Nu`man bin Isabit bin Zuthy. Beliau dilahirkan tahun 80 hijriyah di
KuIah.
18
Imam Abu HaniIah mengajak kepada kebebasan berpikir dalam
memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Qur`an dan
Sunnah, dan menganjurkan pembahasan persoalan dengan bebas merdeka. Ia
banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum dan lebih
mengutamakan analogi yang rendah tetapi menguntungkan daripada analogy

17
Jaih Mubarok, o.cit., hal. 0-1
18
laturahman Djamil, o.cit, h. 111
9

(qiyas) yang kuat tapi tidak menguntungkan. Dia banyak menetapkan hukum
berdasarkan istihsan dan istishab.
Tentang cara beliau menetapkan hukum dari suatu persoalan
diungkapkannya sendiri sebagai berikut :
'$aya mengambil hukum dari al-Quran, fika saya tidak
mendapatkannya dari al-Quran, maka saya bersandar kepada sabda-
sabda Rasul yang shahih dan yang terdapat di kalangan oran-orang yang
bisa dipercaya. Bila dalam al-Quran dan Hadis tidak saya ketemukan
sesuatupun, maka saya beralih kepada keterangan para sahabat. $aya
mengambil mana yang saya kehendaki dan meninggalkan mana yang tidak
saya kehendaki. $etelah berpifak pada pendapat para sahabat, saya
menengok kepada pendapat orang-orang lain. Jika telah sampai kepada
pendapat Ibrahim, al-$yubi, Hasan Basri, Ibnu $irin, $aid bin Musayyab-
sambil beliau mengemukakan beberapa nama ulama besar dari para
muftahid, maka aku pun berhak melakukan iftihad sebagai mana yang
mereka lakukan`.
19


Dari keterangan di atas dapat diambil pemahaman bahwa dasar
Imam Abu HaniIah dalam mengistimbath hukum adalah :
a. Kitabullah (Al-Qur`an)
b. Sunnah Rasulullah dan atsar-atsar yang shahih serta telah masyhur
(tersiar) di antara ulama ahli.
c. Fatwa para sahabat.
d. Qiyas
e. Istihsan
I. Adat yang berlaku di masyarakat.
20


Salah satu contoh ijtihad Abu HaniIah, yaitu :
O Shalat gerhana itu tidak mempunyai bentuk khusus, tetapi dikerjakan dua
rekaat, seperti shalat-shalat sunnah lainnya. Satu qiyam (berdiri) dan satu
ruku` untuk tiap-tiap rakaat. Dan boleh; dikerjakan dua rakaat saja, dan
boleh pula dikerjakan empat rakaat atau lebih.
21



19
bia, hal. 113, lihat Pro. Dr. Ahmad Syalabi, Pevbivaav v/vv .tav, pent. Abdullah Badjeri,
Jakarta: Djajamurni, 1964, cet. II, hal. 105
20
bia
21
Muhammad Jawad Mughniyah, iqib iva Mabab, Cet. X, Jakarta : Lentera, 2010, h. 128
10

. Mazhab Maliki
Madzhab ini dibangun oleh Maliki bin Annas. Ia dilahirkan di madinah
pada tahun 93 H.
22
beliau berasal dari Kabilah Yamaniah. Sejak kecil beliau
telah rajin menghadiri majlis-majlis ilmu pengetahuan, sehingga sejak kecil
pula beliau telah haIal al-Qur`an. Tak kurang dari itu, ibundanya sendiri yang
mendorong Imam Malik untuk senantiasa giat menuntut ilmu.
Pada mulanya beliau belajar dari Rabi`ah, seorang ulama yang sangat
terkenal pada waktu itu. Selain itu, beliau juga memperdalam hadis kepada
Ibn Syihab, di samping juga mempelajari ilmu Iiqih dari para sahabat.
Karena ketekunan dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai
seorang ulama yang terkemuka, terutama dalam bidang ilmu hadis dan Iiqih.
Bukti atas hal itu, adalah ucapan Al-Dahlami ketika dia berkata: 'Malik
adalah orang yang paling ahli dalam bidang hadis di Madinah, yang paling
mengetahui tentang keputusan-keputusan Umar, yang paling mengerti tentang
pendapat-pendapat Abdullah bin Umar, Aisyah r.a, dan sahabat-sahabat
mereka, atas dasar itulah dia member Iatwa. Apabila diajukan kepada suatu
masalah dia menjelaskan dan memberi Iatwa.
23

Dasar Imam Malik dalam memutuskan suatu hukum adalah al-Qur`an,
kemudian Sunnah Rasulullah saw. Bila tidak didapati dalam kedua sumber
itu, maka beliau mengikuti ijma` ulama ahli Madinah dan praktik penduduk
Madinah. Jika ijma` pun tidak didapatkan barulah beliau berpindah kepada
qiyas. Bila qiyas juga tidak beliau dapatkan, maka beliau memutuskan dengan
jalan 'al-mashalih al-mursalah atau 'istishlah
24
, yakni memelihara tujuan
agama dengan jalan menolak kebinasaan dan menuntut kebaikan; atau
memelihara tujuan syara` dengan jalan menolak segala sesuatu yang merusak

22
bia, hal. 114. Lihat juga Al-Syekh Muhammad al-Khudary, %ari/b at%a.r,i` at.tav,,
,Indonesia: Dar al-Kutub al-Arabiyah, 1981,, cet. VII, hal. 229
23
Muhammad Jawad Mughniyah, o.cit., h. xxii
24
lukum yang diambil Imam Malik dengan dasar isishlah dan qiyas adalah permasalahan yang
bersangkut paut dengan mu`amalah` atau urusan keduniaan, bukan urusan ubudiyah` ,peribadatan,.
Lihat K.l. Moenawar Chalil, o.cit. hal. 124
11

makhluk. Ketentuan mashalih mursalah digunakan adalah ketika semua
dasar-dasar penetapan hukum di atas tidak ada yang menentangnya.
25

Karyanya yang terkenal adalah kitab al-Muwatta, sebuah kitab hadits
bergaya Iiqh. Inilah kitab tertua hadits dan Iiqh tertua yang masih kita jumpai.
Dia seorang Imam dalam ilmu hadits dan Iiqih sekaligus. Orang sudah setuju
atas keutamaan dan kepemimpinannya dalam dua ilmu ini. Dalam Iatwa
hukumnya ia bersandar pada kitab Allah kemudian pada as-Sunnah. Tetapi
beliau mendahulukan amalan penduduk Madinah dari pada hadits ahad, dalam
ini disebabkan karena beliau berpendirian pada penduduk Madinah itu
mewarisi dari sahabat.
Setelah as-Sunnah, Malik kembali ke qiyas. Satu hal yang tidak
diragukan lagi bahwa persoalan-persoalan dibina atas dasar mashalih
mursalah.
Kitab al-Mudawwanah sebagai dasar Iiqih madzhab Maliki dan sudah
dicetak dua kali di mesir dan tersebar luas disana, demikian pula kitab al-
Muwatta. Pembuatan undang-undang di Mesir sudah memetik sebagian
hukum dari madzhab Maliki untuk menjadi standar mahkamah sejarah Mesir.
Dasar madzhab Maliki dalam menentukan hukum adalah :
a. Al-qur`an
b. Sunnah
c. Ijma` ahli madinah
d. Qiyas
e. Istishab / al-Mashalih al-Mursalah
26


. Madzhab Syafi`i
Madzhab ini didirikan oleh Imam Imam SyaIi`i.
27
Madzhab Iiqih as-
SyaIi`i merupakan perpaduan antara madzhab HanaIi dan madzhab Maliki.
28


25
bia, hal. 114
26
bia, hal.
7
bia. Nama lengkap Imam Al-Syai`i adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris al-Syai`i, beliau
dilahrikan di Ghazzah tahun 150 lijriyah. Muhammad Khudary, o.cit, h. 251
1

Ia terdiri dari dua pendapat, yaitu qaul qadim (pendapat lama) di Irak dan
Qaul Jadid di Mesir.
29
Madzhab SyaIi`i terkenal sebagai madzhab yang
paling hati-hati dalam menentukan hukum, karena kehati-hatian tersebut
pendapatnya kurang terasa tegas.
SyaIi`i pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya di
mesjid al-Haram dari dua orang muIti besar, yaitu Muslim bin Khalid dan
SuIyan bin Umayyah sampai matang dalam ilmu Iiqih. Al-SyaIi`i mulai
melakukan kajian hukum dan mengeluarkan Iatwa-Iatwa Iiqih bahkan
menyusun metodelogi kajian hukum yang cenderung memperkuat posisi
tradisional serta mengkritik rasional, baik aliran Madinah maupun KuIIah.
Dalam kontek Iiqihnya syaIi`i mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam
bersumber pada al-Qur`an dan al-Sunnah serta Ijma` dan apabila ketiganya
belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas, beliau mempelajari
perkataan-perkataan sahabat dan baru yang terakhir melakukan qiyas dan
istishab.
Dasar Imam SyaIi`I dalam menentukan hukum adalah :
a. Al-Qur`an
b. Sunnah
c. Ijmak
d. Fatwa sahabat yang disepakati
e. Fatwa sahabat yang diperselisihkan
I. Qiyas
g. Istidlal.
30



28
Al-Syai`i adalah murid Imam Abu laniah dan Imam Malik. Sehingga sementara oran
berpendapat bahwa beliau dalam masalah hukum mengetahui kelemahan dan kekuatan mazhab lanai dan
Maliki. Dengan pengetahuannya tersebut dia mengumpulkan segi-segi kebaikan dan meninggalkan yang
tidak disetujui dai kedua mazhab itu serta mengemukakan pendapat baru yang belum terpecahkan pada
keduanya. Lihat Ahmad Syalabi, o.cit., hal. 154
29
Perbedaan dua qaul ,pendapat, tersebut disebabkan karena beliau menemukan akta-akta baru
dalam penelitian, sehingga beliau mereisi pendapat-pendapat lama yang pernah dianutnya. Namun yang
lebih utama, perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan serta kebutuhan penduduk Mesir dan
Irak. Perbedaan ini mengharuskan beliau berbuat untuk menyelaraskan ketentuan-ketentuan hukum yang
diterapkan di tempat baru, antara keadaan-keadaan umum dan khusus. Lihat Ali Abd al-\ahid \ai,
o.cit., hal. 22-23
30
laturrahman Djamil, o.cit., hal. 11
13

Di antara buah pena/karya-karya Imam SyaIi`i, yaitu :
a. Ar-Risalah : merupakan kitab ushul Iiqih yang pertama kali disusun.
b. Al-Umm : isinya tentang berbagai macam masalah Iiqih berdasarkan
pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam kitab ushul Iiqih.

. Mazhab Hanbali
Mazhab ini didirikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, lahir 164 H.
31
Ciri
umum mazhab Hanbali adalah lebih banyak berpijak pada dalil-dalil naqli
daripada ketentuan akal.
32
Ibn Qayyin menulis bahwa Imam Ahmad bin
Hanbal dalam menetapkan mazhabnya bersandar pada lima pokok, yaitu :
a. Nash al-Qur`an dan Sunnah.
b. Fatwa sahabat.
c. Fatwa yang paling dekat dengan nash.
d. Hadis mursal dan dha`iI yang dianggapnya lebih kuat dari qiyas.
e. Qiyas.
. Mazhab Zhahiri
Mazhab ini didirikan oleh Abu Sulaiman Dawud bin Ali bin KhalaI al-
AsIahani al-Zhahiri. Beliau dilahirkan di KuIah tahun 202 hijriyah. Mazhab
ini mempunyai ciri pengamalan teks literal dari al-Qur`an dan Sunnah tanpa
dibarengi penaIsiran terhadapnya, kecuali apabila ada dalil yang
memerintahkan penggunaan pengertian selain makna lahiriyah tersebut.
Apabila tidak didapatkan nash, mereka berpegang kepada ijmak. Mereka
menolak jalan qiyas secara tegas dengan alasan bahwa dalam al-Qur`an dan
hadis terdapat sandi-sandi dan sendi-sendi yang mencukupi segala masalah.

31
bia, hal. 118
32
Kenyataan ini memang sewajarnya terjadi, karena Ahmad bin lanbal lebih banyak
kecenderungannya sebagai ahli hadis daripada ahli iqih. Kitab tulisannya yang terkenal adalah al-
Musnad`. Ibnu Jarir al-1habari mengkategorikan beliau sebagai ahli hadis bukan sebagai uqoha. Lihat Ali
Abd al-\ahid \ai, o.cit., hal. 23. Lihat pula Ahmad Syalabi, o.cit, hal. 116
14

Mazhab ini meski sekarang sudah tidak banyak diikuti oleh umat Islam,
namun ia pernah bertahan selama beberapa waktu, karena ia beruntung
mempunyai ulama pelanjut yang gigih dalam menyebarkan pandangan-
pandangannya, yaitu Ibn Hazm. Kumpulan pendapatnya dikumpulkan dalam
buku yang terkenal yaitu al-Muhalla. Ibn Hazm merupakan tokoh yang
meletakkan dasar-dasar mazhab ini, membelanya, dan menulis kitab-kitabnya.
Jika dalam Iiqh beliau menulis kitab al-Muhalla, dalam lapangan ushul Iiqh
beliau menulis al-ihkam fi ushul al-ahkam.
Dalam menetapkan hukum, apabila tidak didapati nash al-Qur`an dan
Sunnah, maka mereka mengambil ijmak seluruh umat manusia. Jelas syarat
ini tidak mungkin terwujud. Dengan demikian, maka sebenarnya mazhab ini
menolak ijmak. Sedangkan qiyas mereka tolak. Akan tetapi, dalam
praktiknya, mazhab ini juga menerima konsep 'analogi (qiyas). Dalam
mazhab ini qiyas dikenal dengan istilah al-dalil.

b. Mazhab-mazhab Fiqh Syi`ah
Syi`ah sebagai kelompok pendukung dan pembela Ali bin Abi Thalib ra.
dan keturunannya, selain mengembangkan keturunan dalam bidang teologi,
mereka juga mengembangkan pemikiran dalam bidang hukum.
Semua pengikut mazhab Syi`ah bersepakat bahwa imam-imam mereka itu
akan terus berganti setelah waIatnya Ali ra. Namun demikian, mereka berbeda
pendapat mengenai siapa yang menjadi imam. Perbedaan pendirian ini
mengakibatkan munculnya mazhab-mazhab teologi dan hukum. Mazhab-mazhab
hukum yang ada dalam Syi`ah adalah: mazhab-mazhab hukum yang ada dalam
Syi`ah adalah; mazhab al-Ja`Iariyah atau al-Imamiyah al-Itsna Asyriyah, mazhab
al-Zahidiyah, dan mazhab al-Bahrah al-Isma`iliyah.



13

1. Mazhab al-1a`fariyah
Mazhab ini berpendapat bahwa imam setelah Ja`Iar al-Shadiq adalah
Musa al-Kazim. Mazhab Syi`ah ini dalam menetapkan hukum mengambil
sumber dari al-Qur`an dan hadis, serta ucapan para Imam. Mereka
beranggapan bahwa Imam mereka adalah ma`shum (infallible). Menurut
mereka Ali telah menerima pemahaman lahiriyah dan batiniyah maksud-
maksud syari`ah dari Rasulullah saw. Pemahaman ini terus disambungkan
kepada khaliIah-khaliIah penerusnya. Sehingga perkataan para imam bagi
mereka merupakan nash. Mereka tidak menerima ijtihad dengan ra`yu.
Mereka hanya mengambil hukum-hukum itu dari Imam yang ma`shum.
Sebagai konsekuensinya mereka menolak ijmak dan qiyas.
Imamah bagi mereka menjadi tiang dan rukun agama. Imamiyah selalu
menentang pendapat pribadi yang berdasarkan pikiran. Mereka berkata bahwa
agama tidak mungkin ditetapkan menurut pendapat akal. Mereka tidak
menyetujui qiyas dan mengecam orang yang menempuh jalan ini. Imam
mazhab ini yang terkenal adalah Abu Abdullah Ja`Iar al-Shadiq, dan Abu
Ja`Iar Muhammad al-Baqir.

. Mazhab al-Zaidiyah
Syi`ah Zaidiuah menasabkan dirinya kepada Zaid bin Ali bin al-
Husein bin Ali bin Abi Thalib. Imam-imam mereka yang terkenal adalah al-
Hasan bin Ali bin al Hasan bin Zaid bin Umar bin Ali bin al-Husein, dan al-
Hasan bin Zaid bin Muhammad bin Isma`il bin al-Husein bin al-Hadi Yahya
bin al-Hasan.
Berbeda dengan mazhab-mazhab Syi`ah lainnya, mazhab ini mengakui
kekhaliIahan Umar dan Abu Bakar, akan tetapi mereka tetap menganggap
bahwa yang lebih utama untuk menjadi khaliIah adalah Ali ra. Seperti juga
mazhab Imamiyah, mereka hanya bersandar pada Hadis yang diriwayatkan
oleh golongan Syi`ah.
16

. Mazhab al-Isma`iliyah
Mazhab ini mengakui Isma`il bin Ja`Iar al-Shadiq sebagai imam dan
tidak mengakui Musa bin Ja`Iar (Musa al-Kazim) sebagai imam.
33

Syi`ah Isma`iliyah membagi al-Qur`an menjadi dua arti, yakni arti
lahir dan arti bathin. Golongan ini oleh sebagian ulama Sunni telah dianggap
keluar dari Islam.
34

Sebagian golongan Ahl al-Sunniah, pengikut Syi`ah pun dapat
digolongkan menjadi dua kelompok besar, yakni kelompok yang banyak
berorientasi pada teks atau nash dan kelompok yang lebih banyak
menggunakan nalar. Kelompok yang pertama dikenal sebagai kelompok
akhbari (Ahl al-Hadis dalam istilah Sunni) dan kelompok kedua disebut
Ushuli (Ahl al-Ra`yi dalam istilah Sunni).

33
Ahmad Syalabi, Pevbivaav v/vv .tav, pent. Abdullah Badjeri, Jakarta: Djajamurni, 1964, cet.
II, hal. 99

34
Ahmad lanai, Pevgavtar aav e;arab v/vv .tav, cet. VI, Jakarta : Bulan Bintang, 1991, hal.
135
17

BAB III
!UTU!
A. Kesimpulan
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa perbedaan
pendapat di kalangan umat Islam bukanlah suatu Ienomena baru, tetapi semenjak
masa Islam yang paling dini perbedaan pendapat itu sudah terjadi. Perbedaan terjadi
adanya ciri dan pandangan yang berbeda dari setiap mazhab dalam memahami Islam
sebagai kebenaran yang satu. Untuk itu kita umat Islam harus selalu bersikap terbuka
dan ariI dalam memandang serta memahami arti perbedaan, hingga sampai satu titik
kesimpulan bahwa berbeda itu tidak identik dengan bertentangan selama perbedaan
itu bergerak menuju kebenaran dan Islam adalah satu dalam keragaman.
Perbedaan pendapat di kalangan umat ini, sampai kapan pun dan di tempat
mana pun akan terus berlangsung dan hal ini menunjukkan kedinamisan umat Islam,
karena pola pikir manusia terus berkembang. Perbedaan pendapat inilah yang
kemudian melahirkan mazhab-mazhab Islam yang masih menjadi pegangan orang
sampai sekarang. Masing-masing mazhab tersebut memiliki pokok-pokok pegangan
yang berbeda yang akhirnya melahirkan pandangan dan pendapat yang berbeda pula,
termasuk di antaranya adalah pandangan mereka terhadap kedudukan al-Qur`an dan
al-Sunnah.
B. Saran
Setelah menelaah dan mengkaji tentang timbulnya berbagai madzhab dalam
Islam ini penulis berharap kita semua bisa jauh lebih baik dan perbedaan dalam
madzhab yang kita pegang jangan sampai menjadi terpecah belah ukhuwah Islamiyah
di antara kaum muslimin.
Penulis berharap, susunan makalah ini menjadi motivasi untuk dapat lebih
memahami ajaran agama Islam dan bisa menjalankan/ mengamalkan sesuai dengan
hukum yang di perintahkan di dalamnya. Amin.
18

AFTAR !USTAKA

Abu Sulaiman, Abd. Al-Wahab Ibrahim, al-Fikr al-Ushuli, Jeddah : Dar al-Syuruq,
Cet. I, 1983.
Hasan, M. Ali, Perbandingan Ma:hab Fiqih, Jakarta : PT Raja GraIindo Persada,
Cet. I, 1997.
Hasjmy, A., $efarah Kebudayaan Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang.
Imbabi, M. MusthoIa, Tarikh Tasyri al-Islami, Kairo : al-Maktabah al-tijariyyah al-
kubro, Cet. IX, 1986
Ismail, Ahmad satori, Pasang $urut Perkembangan Fiqh Islam, Jakarta : Pustaka
Tarbiatuna, Cet. I, 2003
Khomis, Qasim Abdul Aziz, Aqwal al-$hahabah, Kairo : Maktabah al-Iman, 2002.
Mubarok, Jaih, $efarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya, Cet. III, 2003.
Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-aliran $efarah Analisa Perbandingan, Jakarta
: UI Press, 2002.
Rahmat, Jalaluddin, Tinfauan Kritis Atas $efarah Fiqh, Artikel yayasan Paramadina,
www. Media.Isnet.org/islam/paramadina/konteks/sejarahIiqh01.html.
Romli SA, Muqaranah Ma:ahib fil Ushul, Jakarta : Gaya Media Pratama, Cet. I,
1999.
Sirry, Mun`im A., $efarah Fiqh Islam, Surabaya : Risalah Gusti, Cet I, 1995.
Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Ma:hab, Jakarta : Logos, Cet.
III, 2003.
Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990.

You might also like