You are on page 1of 8

MAKALAH ORIENTALISME

PENJELASAN SURAT AL-FATH AYAT 1-2

Oleh

FITRIA DWI RIZANTI 01090100006

PROGRAM STUDI AL-QURAN MAHAD ALY MASJID NASIONAL ALAKBAR SURABAYA 2011

Penjelasan Surat Al-Fath ayat 1-2


Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus (QS. Al-Fath 1-2) Ibnu Katsir mengatakan bahwa surat yang mulia ini turun ketika Rasulullah saw kembali dari Hudaibiyah di bulan dzulqaidah tahun ke-6 H yang pada saat itu dihalanghalangi oleh kaum musyrikin untuk memasuki Masjidil Haram dalam menunaikan umroh. Kaum musyrikin cenderung untuk mengadakan perjanjian dan gencatan senjata serta meminta Rasulullah saw pulang pada tahun ini dan kembali lagi pada tahun berikutnya. Tawaran ini disambut oleh Rasulullah saw meskipun tampak kekurangsukaan diwajah sebagian sahabat, diantaranya Umar bin Khottob ra. Setelah mereka menyembelih hewanhewan kurbanya dan pada saat pulang kemudian Allah swt menurunkan surat ini yang menceritakan tentang apa yang terjadi diantara Rasulullah saw dengan merekaorang-orang Quraisydan menyatakan bahwa perjanjian tersebut adalah kemenangan dikarenakan berbagai maslahat yang ada didalamnya.


Artinya : Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. (QS. Al Fath : 1) Terjadi perbedaan pendapat tentang maksud dari kata fath (kemenangan) didalam ayat itu. Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Futuh Mekah, berbagai kemenangan yang didapat oleh Rasulullah saw, kemenangan orang-orang Romawi, ataupun baiat Ridwan pada hari-hari Hudaibiyah, namun banyak yang menyebutkan bahwa kemenangan itu adalah perjanjian Hudaibiyah.

Az Zuhri mengatakan bahwa tidak ada kemenangan yang lebih besar dari perjanjian Hudaibiyah, dimana orang-orang musyrik bercampur dengan kaum muslimin mendengarkan perkataan mereka, mulai bersemayamnya islam di hati mereka sehingga dalam kurun waktu tiga tahun banyak manusia yang masuk kedalam agama islam. Ibnul Anbari mengatakan bahwa kata fathan mubina (kemenangan yang nyata) belum sempurna karena perkataan,supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu masih berkaitan dengan kemenangan tersebut, seakan-akan Dia mengatakan,Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata agar Allah swt mengumpulkan buatmu dengan kemenangan ini ampunan dan mengumpulkan bagimu dengannya berbagai hal yang menyenangkan pandanganmu di dunia dan akherat. Sayyid Qutb mengatakan bahwa kemenangan Hudaibiyah ini pun diikuti oleh berbagai kemenangan lainnya, seperti : 1. Kemenangan dalam Dawah. Ibnu Ishaq mengatakan bukti kebenaran perkataan az Zuhridiatasadalah bahwa Rasulullah saw tatkala berangkat menuju Hudaibiyah bersama dengan 1400 orang, menurut penuturan Jabir bin Abdullah dan dua tahun kemudian beliau saw berangkat lagi pada saat Futuh Mekah bersama 10.000 orang. 2. Kemenangan di bumi. Kaum muslimin saat itu merasa aman dari kejahatan orang-orang Quraisy, untuk itu Rasulullah saw mengarahkan dawahnya dalam rangka pembebasan jazirah dari sisasisa kejahatan orang-orang Yahudisetelah membebaskannya dari Yahudi Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani Quraizhohdan kejahatan itu tergambar pada kekokohan benteng Khaibar yang menakutkan dijalan menuju Syam. Kemudian Allah swt menundukkannya bagi kaum muslimin dan mereka mendapatkan ghonimah yang banyak dan Rasulullah saw mengkhusukan ghonimah tersebut untuk orang-orang yang telah ikut serta dalam peristiwa Hudaibiyah. 3. Kemenangan pada sikap diantara kaum muslimin di Madinah, Quraisy di Mekah dan seluruh kaum musyrikin yang berada di sekitar mereka. Orang-orang Quraisy mengakui ketangguhan dan eksistensi Nabi dan kaum muslimin, dan menganggap bahwa Nabi dan kaum muslimin adalah musuh mereka akan tetapi mereka menghalangi Nabi dan para sahabatnya dengan cara yang paling baik pada waktu dimana mereka telah memerangi Madinah dalam dua tahun dengan dua kali

peperangan dan peperangan terakhir adalah satu tahun sebelum Hudaibiyah ini. kaum muslimin juga tampak begitu kuat di mata kabilah-kabilah, orang-orang Arab pun banyak yang mundur dari memeranginya, dan semakin tidak terdengar lagi suarasuara orang-orang munafiq..


Artinya : supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus (QS. Al-Fath:2) Asbabun nuzul : Anas mengatakan, saat kembali dari Hudaibiyah, Rasulullah bersabda, Telah diturunkan kepadaku, satu ayat yang lebih kucintai dari semua yang ada di bumi ini. Kemudian beliau membacakan ayat ini. (HR. Asy-Syaikhoni, Tirmidzi, dan Hakim). Rasulullah saw begitu gembira dengan surat ini. Hatinya gembira dengan karunia Allah yang besar yang diberikan kepadanya dan orang-orang beriman yang bersamanya. Bergembira dengan kemenangan yang nyata, ampunan yang menyeluruh, kenikmatan yang sempurna, petunjuk kepada jalan Allah yang lurus, pertolongan yang kuat dan dengan keredhoan Allah swt kepada orang-orang beriman yang telah mensifatkan mereka dengan penyifatan yang mulia. Para ulama menjelaskan tentang istighfarnya Nabi shallallau 'alaihi wa sallam yang cukup banyak, di antaranya untuk menampakkan ubudiyah beliau kepada Allah Taala dan bersyukur kepada-Nya atas semua nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya. Makna lainnya yang dijelaskan para ulama, supaya umatnya meniru dan mengikutinya dalam taubat dan istighfar tersebut sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits shahih bahwa beliau mengumpulkan manusia lalu bersabda, Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari. (Muslim dan Nasai) Sedangkan al-Hafidz Ibnul Hajar dalam Fathul Baari menyebutkan, boleh jadi istighfarnya Nabi shallallau 'alaihi wa sallam dan taubatnya karena kesibukan beliau dengan perkara-perkara mubah, seperti: makan, minum, jima, ridur, istirahat, berbincang dengan orang-orang, melihat usaha-usaha mereka, memerangi musuh mereka, dan lain-lainnya yang

menghalanginya dari sibuk zikrullah dan tadharru serta bermuraqabah kepada-Nya, lalu beliau menilai semua itu sebagai dosa bila dinisbatkan kepada kedudukan yang super tinggi. Sebagaimana yang sudah maklum dan disepakati, Allah Taala telah mengampuni semua dosa-dosa Nabi shallallau 'alaihi wa sallam yang lampau dan yang akan datang. Allah Taala berfirman,


Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. (QS. Al-Fath: 2) Hanya saja janji ampunan semua dosa untuk Rasulullah shallallau 'alaihi wa sallam yang lalu dan akan datang tersebut bukan berarti menghalangi beliau untuk menjalankan berbagai ibadah yang bermanfaat bagi dirinya sebagai sebab diperolehnya ampunan yang telah Allah tetapkan untuknya. Karena sesungguhnya Allah, apabila Dia menetapkan sesuatu maka Dia juga menetapkan sebab-sebab yang menghantarkannya. Dan istighfar merupakan sebab utama datangnya ampunan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang sabda Nabi shallallau 'alaihi wa sallam dalam hadits shahih yang bunyi ujungnya berasal dari Allah, Sungguh Aku telah ampuni hamba-Ku, maka hendaknya dia lakukan apa saja yang dia mau. Bahwa Nabi shallallau 'alaihi wa sallam tidak menjadikan hadits tersebut berlaku pada semua dosa, yakni dari setiap orang yang berdosa, bertaubat dan mengulanginya lagi. Sesungguhnya beliau menyebutkan itu sebagai hikayat kondisi seorang hamba yang mendapatkan ampunan itu. Maka dapat diambil faidah, bahwa seorang hamba terkadang mengerjakan amal-amal baik yang besar dan dengan itu menjadi sebab ampunan terhadap dosa-dosanya yang akan datang, walaupun dia diberi ampunan melalui sebab lain. Lalu Ibnu Taimiyah memberi contoh dengan kisah Hatib bin Abi Baltaah radhiyallahu 'anhu yang Nabi shallallau 'alaihi wa sallam bersabda kepada Umar yang mengusulkan ingin memenggal kepalanya, Tidakkah engkau tahu bahwa Allah telah melihat hati Ahli Badar, lalu Dia berfirman, Berbuatlah sesuka kalian, karena sungguh aku telah mengampuni kalian. Dan juga jawaban beliau terhadap pangaduan budaknya Hatib yang mengadukannya, Demi Allah, wahai Rasulullah pasti Hatib akan masuk neraka, lalu

Rasulullah shallallau 'alaihi wa sallam bersabda, Kamu dusta, sesungguhnya dia telah ikut serta perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah. Dalam hadits-hadits tersebut terdapat keterangan bahwa seorang mukmin terkadang melakukan amal-amal kebaikan yang bisa mengampuni dosa-dosanya yang akan datang, walaupun dia diampuni dengan sebab selainnya. Hadits itu juga menunjukkan bahwa dia meninggal sebagai seorang mukmin dan menjadi ahlul jannah. Jika ada dosa yang telah dikerjakannya, maka Allah mengampuninya. Hal ini juga sebagaimana yang berlaku pada ahli Badar seperti Qudamah bin Abdillah radhiyallahu 'anhu saat minum khamer karena sebab takwil, lalu Umar dan para sahabat memberi istitabah (kesempatan taubat) dan menderanya. Dengan sebab itu dan taubatnya dia menjadi bersih walau ia termasuk orang yang dikatakan padanya, berbuatlah sesuka kalian. Sesungguhnya jaminan ampunan Allah untuk hamba-Nya tidak meniadakan sebabsebab (usaha-usaha) untuk mendapatkan ampunan dan tidak menghalangi taubat dari orang tersebut. Karena ampunan Allah untuk hamba-Nya tuntutannya adalah Allah tidak menyiksanya sesudah meninggal dunia. Dan Allah Mahatahu segala sesuatu sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Maka apabila Dia tahu seorang hamba akan bertaubat atau mengerjakan amal-amal baik yang menghapuskan dosa, maka Dia mengampuninya dalam satu waktu. Karena itulah, tidak ada perbedaan antara orang yang dihukumi mendapat ampunan atau masuk surga. Dan yang sudah maklum bahwa kabar gembira masuk surga yang disampaikan Nabi shallallau 'alaihi wa sallam adalah berdasarkan pengetahuan beliau terhadap kondisi kematian yang dialami orang itu dan tidak melarang untuk melakukan sebab-sebab untuk masuk surga. Begitu juga orang yang dikabarkan akan mendapat kemenangan atas musuhnya, tidak melarang orang tadi melakukan sebab-sebab kemenangan. Begitu juga orang yang diberitahu akan punya anak tidak menghalanginya untuk menikah dan berkeluarga. Maka seperti itu juga orang yang dikabarkan mendapat ampunan atau surga, tidak melarangnya untuk melakukan sebab (usaha) ke arah itu, yakni menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh. Sementara firman Allah kepada Nabi-Nya pada tahun keenam Hijriyah, Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang. (QS. Al-Fath: 2), maka dengan ini beliau selalu beristighfar (memohon ampunan) kepada Rabbnya pada sisa umurnya. Lalu Allah menurunkan surat al-Nashr pada akhir-akhir dari kehidupan beliau shallallau 'alaihi wa sallam,


Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat. Beliau mengimplementasikan isi ayat itu dalam ruku dan sujud beliau dengan membaca:

,
Maha Suci Engkau Ya Allah Tuhan kami dan dengan memuji Engkau, Ya Allah berilah ampunan untuk aku. Kesimpulan Dari ulasan yang sudah dipaparkan di atas, tidak ada pertentangan antara ayat yang berisi jaminan ampunan untuk Nabi shallallau 'alaihi wa sallam dan beristighfarnya beliau yang terhitung cukup sering. Karena jaminan ampunan dosa tidak menghalangi seseorang dari beristighfar, bertaubat dan mengerjakan amal-amal shalih. Bahkan boleh jadi dengan istighfar, taubat dan amal-amal shalih menjadi sebab-sebab untuk didapatkannya janji yang agung itu. Sehingga apa yang dikerjakan Nabi shallallau 'alaihi wa sallam di atas adalah sebagai sebab dan usaha untuk terealisirnya apa yang dijanjikan Allah padanya. Wallahu Taala alam.

DAFTAR PUSTAKA Tafsir Ibnu Katsir juz VII hal 325 Fathul Qodir juz V hal 44 Fii Zhilali Quran juz VI hal 3316 3317 Mukhtashar Fatawa Mishriyah: 322-324 http://www.eramuslim.com/ustadz-menjawab/tafsir-al-fath-1-3.htm http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2011/03/21/13854/dijamin-ampunankenapa-nabi-muhammad-masih-beristighfar/

You might also like