You are on page 1of 3

Pertama dan Satu-satunya di Indonesia

Meskipun berasal dari negeri Timur, akupunktur merupakan cara pengobatan yang relatif baru di kalangan medis Indonesia. Secara resmi, akupunktur mulai dikenal sekitar 40 tahun silam. Saat itu pemerintah mendatangkan beberapa dokter dari luar negeri, termasuk dari Cina untuk mengobati presiden Soekarno. Kesembuhan presiden mendorong pemerintah untuk membentuk tim riset ilmu kedokteran timur. Maka pada 1963 terbentuklah tim dibawah komando Dr. Satrio, menteri kesehatan yang menjabat saat itu. Dr. Satrio kemudian membentuk tim akupunkturis yang pimpinan Prof.Dr.Oei Eng Tie. Pada awal kegiatannya, tim akupunkturis tersebut mulai membuka klinik akupunktur. Sebagai pilot project dipilihlah bagian penyakit dalam FKUI/RSCM Jakarta. Seorang ahli akupunktur, Huang Hsieng Ming, sengaja didatangkan dari Cina untuk memberikan kursus akupunktur, kepada 20 dokter Indonesia pada bulan Mei-Desember 1964. Para dokter Indonesia yang telah dibekali ilmu akupunktur ini akhirnya menjadi tenaga inti di unit akupunktur RSCM. Sejak itu, unit akupunktur RSCM sampai sekarang menjadi pusat pendidikan pertama dan satu-satunya bagi para dokter Indonesia yang berminat mengambil pendidikan di bidang ilmu akupunktur. Bermula pada 1966, Direktur RSCM memberikan kesempatan kepada calon dokter lulusan FKUI untuk menjadi asisten ahli akupunktur. Pada tahun 1970 Bagian Akupunktur RSCM memberikan Surat Keterangan Keahlian dalam Ilmu Akupunktur kepada beberapa dokter. Dua tahun kemudian, Depkes mengirimkan dokter setiap secara rutin tiap tahun untuk mengikuti pendidikan ilmu akupunktur di RSCM, sampai dengan saat ini. Karena telah banyak dokter yang mendalami akupunktur, maka dibentuklah suatu wadah untuk pengembangan ilmu ini. Tepat pada 1978 berdirilah Perkumpulan Dokter Akupunktur Indonesia (PDAI), dan menjadi anggota Majelis Dokter Ahli (MDA) Ikatan Dokter Indonesia (IDI). PDAI beranggotakan para dokter ahli akupunktur dan dokter lainnya yang berminat dalam ilmu akupunktur. Pada 2002 PDAI diubah menjadi Perhimpunan Dokter Ahli Akupunktur Indonesia.

Salah satu tugas PDAI adalah menyusun kurikulum pendidikan ahli akupunktur. Sesuai panduan WHO, kurikulum disusun untuk 6 semester (3 tahun). Adapun peserta adalah dokter yang telah menyelesaikan wajib sarjana, yang dikirim oleh Biro Personil Depkes RI dan Instansi pemerintah lainnya. Kurikulum terus disempurnakan hingga menjadi 110 SKS pada 2002. Seiring perbaikan pendidikan tersebut, pengakuan ahli akupunktur di lingkungan dunia kedokteran semakin nyata. Muktamar IDI XXV di Balikpapan pada 2003 lalu akhirnya memutuskan, Pendidikan Dokter Spesialis Akupunktur setara dengan spesialis kedokteran lainnya. Sejak itu, Kolegium Ilmu Akupunktur PDAI menentukan gelar yang disandang lulusan sebagai Spesialis Akupunktur dengan singkatan Sp.Akp. Bagian Akupunktur ini yang berkembang menjadi Departemen Akupunktur RSCM pada tahun 2004. Meski belum begitu banyak peminatnya, namun setiap tahun ajaran baru selalu ada yang mendaftar untuk mengikuti pendidikan ahli akupunktur. Menurut Dr.Dharma K.Widya, Ketua Departemen Akupunktur FKUI RSUPNCM, hingga sekarang departemen akupunktur FKUI telah melahirkan 60 dokter ahli akupunktur. Memang jumlah peserta yang mengikuti pendidikan setiap tahun masih berkisar belasan. Dan kini, PPDS yang sedang mengikuti pendidikan ada sekitar 28 orang. Lebih lanjut Dharma mengatakan, keberadaan dokter ahli akupunktur sangat penting untuk dapat mengikuti dan berperan serta dalam perkembangan ilmu akupunktur. Di samping itu ahli akupunktur juga diperlukan untuk bekerja sama dengan para ahli lainnya dalam pelayanan kesehatan dan memberikan penerangan yang benar tentang ilmu akupunktur kepada fihak yang membutuhkan. Untuk menjalankan fungsi pelayanan, Departemen Akupunktur melakukan di poliklinik akupunktur RSCM. Berbekal dengan 11 tempat tidur, alat pemanas (TDP), stimulator listrik, ultrasound, laser, serta alat diagnostik semisal neurometer dan voll, ahli akupunktur memberikan layanan kesehatan pada pasien. Adapun kasus terbanyak yang ditangani poliklinik ini adalah nyeri akibat berbagai penyakit, penurunan berat badan

pada obesitas, dan kasus yang dirujuk atau bekerja sama dengan departemen lain semisal Departemen Geriatri.

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=351

You might also like