You are on page 1of 11

Revenue sharing Revenue sharing terdiri dari dua suku kata yang berasal dari bahasa Inggris.

Revenue berarti penghasilan, hasil, atau pendapatan. Sedangkan kata sharing merupakan bentuk kata kerja dari kata share yang berarti bagi. Jadi secara bahasa revenue sharing adalah pembagian hasil, penghasilan, dan pendapatan. Dalam kamus ekonomi revenue adalah hasil uang yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang dan jasa-jasa. Dalam prinsip ekonomi revenue dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil usaha dalam kegiatan produksi. Revenue meliputi total harga pokok penjualan (modal) ditambah keuntungan dari hasil penjualan (profit). Dalam perbankan pengertian revenue adalah jumlah penghasilan yang diperoleh dari bunga hasil penyaluran dana atau penyediaan jasa oleh bank. Sedangkan dalam perbankan syariah, revenue adalah hasil yang diterima oleh bank dari penyaluran dana (investasi) kedalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva produktif dengan hasil penerimaan bank. Bank syariah memperkenalkan sistem bagi hasil kepada masyarakat dengan istilah Revenue Sharing yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendpatan pengelolaan dan tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana. Sampai saat ini seluruh perbankan syariah di Indonesia masih menggunakan sistem bagi hasil dengan konsep Revenue Sharing.

Profit Sharing Dalam kamus ekonomi profit dapat diartikan sebagai laba. Namun secara istilah profit adalah perbedaan yang timbul akibat total pendapatan (total revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost). Dalam perbankan syariah istilah profit sharing sering menggunakan istilah profit and loss sharing, dimana pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima atas hasil usaha yang diperoleh. Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk dari perjanjian kerja sama antara antara pemodal (investor) dan pengelola modal (enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan asaha ekonomi, dimana diantara keduanya akan terikat kontrak bahwa didalamusaha tersebut jika mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan ditanggung bersama sesuai porsi .

Jadi, dalam sistem profit and loss sharing jika terjadi kerugian maka pemodal tidak akan mendapatkan pengembalian modal secara utuh, sedang bagi pengelola tidak akan mendapatkan upah dari kerjanya. Sedangkan keuntungan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya operasional selama proses usaha.

Perbedaan Mendasar profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing Perbedaan mendasar yang membedakan antara kedua prinsip tersebut terletak pada hal-hal berikut : Pertama, dalam prinsip Profit and Loss Sharing pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih setelah pengurangan total Cost terhadap total revenue. Sedang dalam prinsip Revenue Sharing pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan kotor dari penyaluran dana, tanpa harus di-kalkulasi-kan terlebih dahulu dengan biaya-biaya pengeluaran operasional usaha . Kedua, pada prinsip Profit and Loss Sharing, biaya-biaya operasional akan dibeban ke dalam modal usaha atau pendapatan usaha, artinya biaya-biaya akan ditanggung oleh shahibul maal. Sedangkan dalam prinsip Revenue Sharing, biaya-biaya akan ditanggung bank Syariah sebagai Mudharib, yaitu pengelola modal. Ketiga, pada prinsip Profit and Loss Sharing, pendistribusian pendapatan yang akan dibagikan adalah seluruh pendapatan, baik pendapatan dari hasil investasi dana atau pendapatan dari fee atas jasa-jasa yang diberikan bank setelah dikurangi seluruh biaya-biaya operasional. Sedangkan dalam prinsip Revenue Sharing, pendapatan yang akan

didistribusikan hanya pendapatan dari penyaluran dana shahibul maal, sedangkan pendapatan Fee atas jasa-jasa bank syariah merupakan pendapatan murni bank sendiri. Dari pendapatan Fee inilah bank Syariah dapat menutupi biaya-biaya operasional yang ditanggung bank syariah.

Aplikasi Prinsip Revenue Sharing dan Profit and Loss Sharing di Bank Syariah

Dalam penerapannya diperbankan kedua sistem tersebut sangat berbeda, dan implikasinya dalam sistem administrasi pun akan berbeda. berikut ini merupakan gambaran mekanisme kerja prinsip Revenue Sharing dan Profit and Loss Sharing dalam bank syariah:

PRINSIP PEMBAGIAN HASIL USAHA BANK SYARIAH

Untuk perbedaan mekanisme kerja pembagian hasil usaha revenue sharing dan profit and loss shariang, di bawah ini akan dijelaskan perbedaannya: 1) Mekanisme bagi hasil Revenue Sharing Mekanisme distribusi hasil usaha dengan prinsip Revenue Sharing dalam perbankan syariah: 1. Pendapatan Operasi Utama Pendapatan utama bank syariah adalah pendapatan dari penyaluaran dana nasabah yang diinvestasikan kedalam usaha-usaha yang sesuai dengan syariah. Dalam bank syariah Penyaluran dana nasabah dapat dilakukan dengan beberapa prinsip berikut ini: a. Prinsip jual-beli yaitu dengan akad Murabahah, istisna, istishna paralel,salam, dan salam paralel. b. Prinsip bagi hasil yaitu dengan akad pembiayaan Mudharabah dan pembiayaan Musyarakah c. Prinsip Ujrah yaitu dengan akad ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik

Dari pendapatan hasil penyaluran dana ini lah yang akan dibagikan kenasabah yang menyimpan dana dibank (shahibul maal). Dalam prinsip Revenue Sharing besarnya pendapatan yang akan dibagikan adalah pendapatan (revenue) dari penyaluran dana tanpa pengurangan beban-beban yang dikeluarkan oleh bank. Sedangkan besarnya porsi bagi hasil kepada shaibul maal adalah sesuai dengan nisbah yang telah disepakati diawal akad.

2. Hak Pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat Adalah porsi bagi hasi yang diberikan oleh bank kepada pemilik dana mudharabah muthlaqah (investasi tidak terikat) penentuan besarnya bagi hasil dari hasil usaha (pendapatan) yang diserahkan kepada pemilik dana investasi tidak terikat tersebut dilakukan dalam perhitungan distribusi hasil usaha yang sering disebut dengan profit distribution.

3. Pendapatan operasi lainnya Selain sumber pendapatan dari kegiatan penyaluran dana nasabah, pendapatan bank syariah juga dapat diperoleh dari fee jasa-jasa yang telah diberikan bank syariah. Bank syariah mengenakan biaya administrasi terhadap pengelola dana yang besarnya telah disepakati. Dana yang dipeoleh dari biaya-biaya ini sebagai pendapatan bank syariah yang tidak akan didistribusikan sebagi bagi hasil. Pendapatan dari sumber operasi lain ini dapat berupa imbalan atas pemberian jasa keuangan dan jasa lainnya. Seperti imbalan atas jasa inkaso, jasa transfer, jasa LC dan jasa lainnya.

4. Beban Operasi Dalam prinsip Revenue Sharing bank syariah sebagi Mudharib yaitu sebagai pengelola dana, sehingga beban-beban yang dikeluarkan akan ditanggung oleh bank syariah sendiri, baik beban untuk untuk kepentingan bank syariah atau untuk pengelolaan dana nasabah. Dalam prinsip ini semua beban ditanggung oleh bank syariah tanpa mengurangi pendapatan yang akan didistribusikan kepada shahibul maal.

2) Mekanisme bagi hasil Profit and Loss Sharing Dalam prinsip bagi hasil ini manajemen bank syariah dituntut untuk membuat dua laporan laba rugi secara terpisah. Berikut ini akan diterangkan mekanisme prinsip Profit and Loss Sharing dalam perbankan syariah sesuai dengan gambar diatas.

1.

Laporan hasil usaha mudharabah (bank sebagai mudharib)

Disini bank sebagai mudharib yang dipercayakan oleh shahibul maal untuk mengelola dana yang disimpan. Dalam laporannya akan dihitung pendapatan dikurang dengan seluruh biayabiaya pengelolaan dana, keuntungan dari inilah yang akan distribusiakan sebagai bagi hasil. Berikut adalah mekanismenya: (1). Pendapatan operasi utama Untuk pendapatan operasi utama tidak ada perbedaan denga prinsip Revenue Sharing, yaitu dari hasil penyaluran dana melalui prinsip bagi hasil, prinsip jual-beli, dan prinsip ujrah. (2). Beban Mudharabah Inilah yang membedakan prinsip Profit and Loss Sharing dengan Revenue Sharing, bebanbeban yang keluar selama pengelolaan dan harus di rinci sedemikian rupa. Bank syariah harus memisahkan antara beban-beban yang dibebankan kepada bank syariah dan bebanbeban yang akan menjadi beban pengelolaan dana Mudharabah. Shahibul maal harus

mengetahui dengan jelas beban-beban yang akan dipergunakan sebagai pengurang pendapatan dari hasil penyaluran dana. Pendapatan yang akan didistribusikan adalah pendapatan bersih setelah dikurangi dengan beban-beban. (3). Laba/Rugi Mudharabah Laba atau rugi akan diketahui setelah pendapatan yang diperoleh dikurangi dengan seluruh beban-beban. Jika terjadi laba, maka laba inilah yang akan dibagikan dengan pemilik modal (shahibul maal).

2.

Laporan

laba/rugi

Bank Syariah

(bank

sebagai

lembaga

keuangan syariah)

Dalam prinsip Profit Sharing, selain membuat laporan laba-rugi Mudharabah yang akan disampaikan kepada pemilik modal, bank juga dituntut untuk membuat laporan laba-rugi pertanggungjawaban bank sebagai lembaga keuangan. Laporan laba-rugi yang dibuat untuk nasabah tidaklah dapat digunakan sebagai laporan laba-rugi bank sebagai lembaga keuangan. Data-data yang ada pada laoran ini yaitu data-data untuk kepentingan bank syariah sendiri dalam mengelola lembaga keuangan syariah, data beban-beban yang dikeluaran oleh bank syariah dan data-data yang diperhitungkan dalam pembuatan laporan pengelolaan dana Mudharabah. Mekanisme yang berlaku adalah sebagai berikut: (1). Pendapatan bank sebagai Mudharib Yaitu pendapatan atas penyaluran dana yang akan menjadi milik bank sendiri. Seperti pendapatan dari penyaluran dana dari prinsip Wadiah. (2). Pendapatan operasi lainnya Hampir sama dengan pendaoatan dari operasi lain pada prinsip Revenue Sharing. (3). Beban operasi Merupakan seluruh beban-beban yang dikeluarkan bank syariah sebagai lembaga keuangan syariah. .

Perbedaan Prinsip Bagi Hasil Revenue Sharing dan Profit Sharing


PRINSIP REVENUE SHARING PRINSIP PROFIT SHARING

Pendapatan y y y y Bagi Hasil Margin Sewa Lainnya


Dasar Perhitungan Bagi Hasil

Pendapatan y y y y Bagi Hasil Margin Sewa Lainnya

Dikurangi: Hak bagi hasil Pihak Ketiga

Ditambah: Pendapatan operasional lainnya.

Dikurangi: Beban Operasional Pembiayaan Mudharobah

Dikurangi: Beban Operasional


Dasar Perhitungan Bagi Hasil

Laba/Rugi Bersih

Laba/Rugi Bersih

Kelebihan dan Kelemahan Profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam system Profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing 1. Kelebihan system Profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing Kelebihan dari system Profit and Loss Sharing dan system Revenue Sharing dibandingkan dengan system konvensional adalah:
y

Merupakan alat yang terbaik untuk menghapus bunga dalam berbagai macam transaksi dan pembiayaan jangka pendek.

Tingkat investasi lebih tinggi karena diberikan penawaran yang memadai terhadap dana-dana yang dapat dipinjamkan, karena pengusaha dapat mengabaikan kepastian bagian hasil usaha yang diberikan kepada pemberi pinjaman yang disebabkan ketidak tentukan hasil produksinya.

2. Kelemahan system Profit and Loss Sharing dan Revenue Sharing. y Kelemahan system Profit and Loss Sharing Kelemahan system profit and loss sharing dalam penerapannya menyebabkan berbagai problem yang berkaitan dengan penggunaan profit and loss sharing dalam aktivitas investasi bank-bank Islam. Berdasarkan teori perbankan Islam kontenporer, prinsip mudharabah dan musyarakah dijadikan sebagai alternative penerapan system bagi hasil (profit and loss sharing). Meskipun demikian, dalam prakteknya, ternyata signifikasi profit and loss sharing dalam memainkan operasional investasi dana bank peranannya sangat lemah. Menurut beberapa pengamat perbankan Islam, hal ini terjadi karena beberapa alasan, diantaranya: a) Standar moral Terdapat anggapan bahwa standar moral yang berkemang di kebanyakan komunitas muslim tidak memberikan kebebasan penggunaan profit and loss sharing sebagai mekanisme investasi. Hal ini berdasarkan argumentasi yang mendorong bank untuk mengadakan pemantauan lebih intensif terhadap setiap

investasi yang diberikan. Yang demikian itu membuat operasional perbankan berjalan tidak ekonomis dan tidak efisien. Berdasarkan alasan ini bank-bank Islam menggunakan pembiayaan profit and loss sharing yang diberikan setelah melakukan pemantauan yang mendalam terhadap bisnis yang akan dijalankan, dana hanya akan diberikan kepada partner yang efisien dalam mengelola bisnis,jujur dalam melakukan transaksi, proyek usaha yang dijalankan adalah profitable, serta pembiayaan usaha tersebut umumnya untuk jangka pendek dan bukan untuk pembiayaan jangka panjang serta bukan pembiayaan untuk lembaga. b) Ketidak efektifan model pembiayaan profit and loss sharing Pembiayaan profit and loss sharing tidak melayani berbagai macam kebutuhan pembiayaan dari ekonomi kontemporer. Meskipun demikian, profit and loss sharing yang diterapkan dalam bentuk mudharabah dan musyarakah merupakan alat yang terbaik untuk menghapus bunga dalam berbagai macam transaksi dan pembiayaan jangka pendek. Namun kemungkinan untuk dilaksanakan ke dalam kredit institusional menjadi terlambat. Berbagai problem yang berkaitan dengan aplikasinya membuat prinsip mudharabahdan musyarakah pada level kredit institusional benar-benar tidak dapat di pakai. Alasannya adalah meningkatnya permintaan pinjaman pemerintah untuk anggaran belanjanya, dengan demikian permintaan pemakaian pinjaman dengan mengggunakan sistem profit and loss sharing menjadi tidak terpenuhi. c) Berkaitan dengan para pengusaha Keterkaitn bank dengan peminjam, system profit and loss sharing dalam membantu perkembangan usaha lebih bnyak terlibat secara langsung dari pada system lainnya pada bank konvensional. Bank-bank Islam memerlukan informasi lebih detail tentang aktivitas bisnis yang mereka biayai dan besar kemungkinan pihak bank turut mempengaruhi setiap pengambilan keputusan bisnis partnernya. Pada sistem lain, keterlibatan yang tinggi ini akan mengecilkan naluri pengusaha yang sebenarnya lebih memita kebebasan yang luas dari pada campur tangan dalam menggunakan dana yang mereka pinjamkan.

d) Dari segi biaya Memberikan dana berdasarkan system bagi hasil profit and loss sharing memerlukan kewaspadaan yang lebih tinggi dari pada pihak bank dalam menyalurkan dana-dananya. Bank-bank Islam kemungkinan besar meningkatkan kualitas kepegawaian mereka dengan cara mempekerjakan para teknisi dan ahli manajemen untuk mengevaluasi proyek usaha yang mereka pinjami untuk mencermati lebihteliti dan lebih jeli dari pada teknis peminjaman pada bank konvensional. Ini akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh para banker dalam menjaga efisiensi kinerja perbankannya yang secara langsung akan berimbas terhadap pengembalian dana pinjaman. Hal ini akan menimbulkan beban yang lebih besar terhadap pemakai dana tersebut. Tambahan biaya yang dikeluarkan oleh para banker yang digunakan untuk menjaga efektifitas operasional perbankan Islam kemungkinan akan menghasilkan biaya ekstra yang di tanggung oleh partner ketika mengembalikan dana pinjaman yang berdasarkan sistem bagi hasil profit and loss sharing. e) Dari segi teknis Problem teknis menyangkut penggunaan system bagi hasil profit an loss sharing tampaknya berkaitan dengan pihak bank, nasabah (partner), dan kualkulasi keuntungan (profit calculation). Pada satu sisi dari bank Islam sendiri, profesional pegawai pada saat itu dari segi keahlian dan pengetahuan yang luas tentang perilaku aktifitas ekonomi yang berguna untuk memprediksi keuntungan yang akan diperoleh pada tiap-tiap jaringan serta mengetahui secara menyeluruh tentang keadaan keuangan investor dan komitmennya dalam menjalankan proyek usaha. Dari pihak nasabah (partner), kebutahurufan yang kebanyakan masih menyelimuti masyarakat dunia muslim akan jelas menyulitkan untuk membuat catatan-catatan akuntan yang mendetail. Permintaan untuk membuat catatancatatan akuntansi yang mendetail sulit dipenuhi, yang menjadikan masyarakat lebih suka menggunakan sistem pembiayaan di bank konvensional dari pada mengalami masalah membuat buku pegangan yang mendetail. Kalkulasi keuntungan dalam menggunakan sistem bagi hasil profit and loss sharing juga mengalami kesulitan. Meskipun di dalam khazanah fiqih di

jelaskan

mengenai

petunjuk

perhitungan

keuntungan

tersebut,

namun

kenyataannya dalam praktek kelihatannya tidak ada keseragaman di antara bankbank Islam mengenai cara melakukan perhitungan keuntungan, yang dalam istilah akuntannya bersifat subyektif. Berbagai macam cara perhitungan keuntungan ini berpangkal dari dalam penempatan pada modal aktifa dan tanggungan pasiva. Penilaian ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya tingkat penurunan modal tertentu modal tertentu, serta kebijakan mengenai kebijakan cadangan dan persediaan. Oleh karenanya, dlam bisnis yang sama dapat menunjukkan keuntungan yang berbeda tanpa menaruh curiga, adanya kesalahan dalam perhitungan. f) Kurang menariknya system profit and loss sharing dalam aktiva bisnis Dalam lapangan bisnis dan industri, biaya yang dikeluarkan dari dana-dana yang diperoleh berdasarkan sistem profit and loss sharing tidak diketahui secara jelas dan pasti. Hal ini akan menimbulkan terbongkarnya rahasia keuangan mereka oleh pihak bank juga intervensi bank teradap urusan manajemn mereka. Keadaanini sangat berbeda dengan sistem pembiayaan berdasarkan bunga, dimana modalnya aman terjaga, pendapatan yang diperoleh pasti, dan biaya pinjaman diketahui dengan jelas. g) Permasalahan efisiensi Tingkat investasi mungkin lebih tinggi di bawah sistem profit and loss sharing dari pada sistem lainnya, karena dalam system profit and loss sharing diberikan penawaran yang memadai terhadap dana-dana yang dapat dipinjamkan. Karena pengusaha dapat mengabaikan kepastian bagian hasil usaha yang diberikan kepada pemberi pinjaman yang disebabkan ketidak tentuan hasil produksinya, serta tidak adanya kekhawatiran terjadinya penyelewengan dana pinjaman terhadap investasi yang riil. Kesanggupan para pemberi pinjaman untuk turut menanggung resiko kemungkinan akan mendorong investasi lebih beresiko. Meskipun kesanggupan ini juga akan mengurangi penekanan biaya-biaya untuk efisiensi kelangsungan bisnis yang pada tingkat kepentingan tertentu cukup mengesankan.

y Kelemahan Revenue Sharing Sedangkan sistem revenue sharing menagandung kelemahan, yaitu apabila tingkat pendapatan bank sedemikian rendah maka bagisn bank, setelah pendapatan didistribusikan oleh bank, tidak mampu membiayai kebutuhan operasionalnya (yang lebih besar dari pada pendapatan fee) sehingga merupakan kerugian bank dan membebani para pemegang saham sebagai penanggung kerugian. Sementara para penyandang dan atau investor lain tidak akan pernah menanggung kerugian akibat biaya operasional tersebut. Dengan kata lain, secara tidak langsung bank menjamin nilai nominal nasabah, karena pendapatan paling rendah yang akan dialami oleh bank adalah nol dan tidak mungkin terjadi pendapatan negatif. Selain belum sepenuhnya sesuai dengan prinsip syariah, sistem revenue sharing tidak berbeda statusnya dengan wadiah yang oleh karena itu tidak dapat di kategorikan sebagai kuasi ekuitas.

Daftar Referensi 1. Ali,Hasan,AM, dkk,2007, Menjawab Keraguan Umat Islam Terhadap Bank Syariah, Jakarta: PKES 2. Arifin,Zainul, 2009, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Tangerang: Azkia Publisher 3. Muhammad,2005, Manjemen Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN 4. Wiroso,2009, Produk Perbankan Syariah, Jakarta: LPFE Usakti 5. Wiroso,2005, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah,Jakarta: PT Grasindo

You might also like