You are on page 1of 13

BAB I TEORI DASAR

Lumpur pemboran adalah fluida yang digunakan didalam operasi pemboran, dimana fluida tersebut dialirkan dari permukaan melalui rangkaian dalam pipa bor, keluar melalui pahat dan naik ke permukaan melalui ruang antara diameter luar rangkain pipa bor dengan dinding lubang bor. 2.1 Sifat fisik Lumpur Pemboran Faktor yang sangat penting dalam melakukan suatu operasi pemboran sumur adalah mengontrol komposisi dan kondisi dalam Lumpur bor. Untuk mempermudah pengertian hal diatas maka terdapat 4 (empat) sifat fisik Lumpur pemboran, yaitu densitas, viskositas, gel strength dan laju tapisan. Selain itu terdapat pula sifat Lumpur pemboran yang lain seperti pH lumpur, sand content serta resistivitas Lumpur bor. 2.1.1 Densitas Lumpur Pemboran Densitas atau berat jenis sangat penting diketahui untuk menentukan besarnya tekanan hidrostatik kolom lumpur untuk tiap kedalaman. Lumpur harus dikontrol agar dapat memberikan tekanan hidrostatik yang cukup untuk mencegah masuknya cairan formasi kedalam lubang bor, tetapi tekanan tersebut tidak boleh terlalu besar karena akan mengakibatkan formasi pecah dan lumpur hilang kedalam formasi. Oleh karena itu berat jenis Lumpur pemboran perlu direncanakan sebaik-baiknya dan disesuaikan dengan keadaan tekanan formasi. 2.1.2 Viskositas Lumpur Pemboran

Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan yang disebabkan oleh adanya gesekan antara partikel pada fluida yang mengalir, yang mana disebabkan oleh adanya pergeseran antara :     Partikel-partikel itu sendiri. Partikel-partikel padatan itu sendiri. Partikel padatan dengan molekul zat cair. Molekul-molekul zat cair.

Pada lumpur bor, viskositas merupakan suatu tahanan terhadap aliran lumpur yang memegang peranan dalam pengangkatan serbuk bor ke permukaan. Semakin kental lumpur maka pengangkatan cutting makin baik. Apabila lumpur tidak cukup kental maka pengangkatan serbuk bor kurang sempurna dan akan mengakibatkan serbuk bor tertinggal didalam lubang bor sehingga menyebabkan rangkaian pipa pemboran akan terjepit. Akan tetapi apabila lumpur mempunyai viskositas yang besar sekali maka akan dapat mengakibatkan problem pada pemisahan cutting permukaan. 2.1.3 Gel Strength Pada saat sirkulasi berhenti, lumpur akan mengagar atau menjadi gel. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya tarik-menarik antara partikel padatan lumpur dalam kondisi statis, gaya mengagar inilah yang disebut gel strength. Diwaktu lumpur berhenti melakukan sirkulasi, lumpur harus mempunyai gel strength yang dapat menahan serbuk lumpur bor dan material pemberat lumpur agar tidak turun. Akan tetapi jika gel strength terlalu tinggi akan menyebabkan kerja pompa terlalu berat untuk memulai sirkulasi kembali.

Walaupun pompa mempunyai daya yang kuat, pompa tidak boleh memompakan lumpur dengan daya yang besar karena dapat menyebabkan formasi pecah. Gel strength dapat diukur dengan menggunakan Stromer Viscometer. Kekuatan gel strength secara kualitatif dapat dikualifikasikan menjadi dua tipe, yaitu gel strength 10 detik dan gel strength 10 menit yang dihitung dalam satuan lb/100 ft 2.1.4 Laju Tapisan (Water Loss) Lumpur pemboran terdiri dari komponen padat dan cair. Karena pada umumnya lubang sumur mempunyai pori-pori, maka komponen cair dari lumpur akan masuk kedalam dinding lubang bor yang disebut sebagai laju tapisan. Zat cair yang masuk ini disebut filtrate, kegunaan laju tapisan adalah membentuk mud cake pada dinding lubang bor. 2.1.5 Mud Cake Mud cake yang baik sebaiknya tipis agar tidak memperkecil lubang bor dan mengurangi kemungkinan terjepitnya pipa bor, serta pada filtrate yang masuk kedalam formasi tidak terlalu berlebihan. Selain itu mud cake harus bersifat impermeable supaya invasi mud filtrat tidak berlangsung terus, untuk itu mud cake juga harus cepat terbentuk dan harus tahan terhadap elektrolit. Apabila sifatsifat mud cake kurang baik (misalnya masih permeable) maka filtrat akan menginvasi kedalam formasi akan semakin banyak.

2.1.6

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) lumpur pemboran dipakai untuk menentukan tingkat kebasaan dan keasaman dari lumpur bor. pH dari lumpur yang dipakai berkisar antara 8.5 sampai 12, jadi lumpur pemboran yang digunakan adalah dalam suasana basa. Kalau lumpur bor dalam suasana asam maka cutting yang keluar dari lubang bor akan halus atau hancur, sehingga tidak dapat ditentukan batuan apakah yang ditembus oleh mata bor. Dengan kata lain sulit untuk mendapatkan informasi dari cutting. Selain dari pada itu peralatan-peralatan yang dilalui oleh lumpur saat sedang sirkulasi atau tidak mudah berkarat. 2.2 Fungsi Lumpur Pemboran Tujuan terpenting dalam penggunaan suatu lumpur pemboran yaitu agar didalam proses pemboran tidak menemui masalah-masalah yang dapat menghambat kelancaran pemboran itu sendiri. Untuk itu lumpur bor harus mempunyai beberapa fungsi penting antara lain: 1) Mengangkat serbuk bor keatas permukaan 2) Melumasi dan mendinginkan pahat bor. 3) Mendapatkan informasi sumur 4) Menahan sebagian berat rangkaian pemboran 5) Mengontrol tekanan formasi 7) Media logging 8) Mencegah dan menghambat korosi 9) Sebagai tenaga penggerak 10) Menahan serbuk bor dan material pemberat selama sirkulasi berhenti 2.3 Sistem Sirkulasi Lumpur Pemboran

Fungsi utama dari sistem sirkulasi adalah untuk mengangkat serbuk bor dari dasar lubang menuju permukaan pada waktu operasi pemboran. Skema sistim sirkulasi lumpur pemboran berawal dari lumpur pemboran yang mengalir dari tangki penghisap dimana lumpur menuju pompa lumpur, kemudian dari pompa lumpur mengalir melalui sambungan pipa menuju stand pipe masuk kedalam rangkaian pipa bor sampai ke pahat bor. Melalui corong pahat bor, lumpur naik keruang annulus diantara rangkaian bor dengan lubang menuju permukaan dan melalui peralatan pengontrol padatan dan tangki, lumpur kembali ke tangki penghisap. 2.4 Komposisi Lumpur Pemboran Pada mulanya orang hanya menggunakan air saja untuk mengangkat serbuk pemboran (cutting). Lalu dengan perkembangan teknologi, maka lumpur mulai digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat, zat kimia ditambahkan dan akhirnya digunakan pula udara dan gas untuk pemboran walaupun lumpur tetap bertahan. Secara umum lumpur pemboran mempunyai empat komponen atau fasa: 1. Fasa cair (komponen cair) 2. Padatan yang reaktif (komponen paling dalam) 3. Padatan insert 4. additive 2.5 Jenis Lumpur Pemboran Lumpur pemboran dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu : 1. Lumpur berbahan dasar air (water base)

Lumpur air tawar (fresh water) Lumpur air asin (salt water)

2. Lumpur berbahan dasar minyak (oil base) 3. Lumpur berbahan dasar gas (pneumatic) 2.6 Lumpur XCD Polimer Lumpur Xanthan Gum yang sebagian dibuat dari pati, secara khusus diproduksi sebagai aditif untuk pengeboran. Digunakan dalam jumlah besar yang berfungsi sebagai pengental lumpur pengeboran. Xanthan Gum memiliki toleransi yang sangat baik untuk perubahan suhu, asam, alkaline dan garam. Sistem penambahan Xanthan Gum ini berfungsi baik untuk mengangkat cutting kembali ke permukaan dan menghasilkan nilai low end rheology yang baik. Sehingga ketika sirkulasi berhenti, padatan tetap tersusensi dalam fluida pengeboran. Fungsi lainnya dapat meningkatkan kemampuan dan penetrasi terhadap material material padat yang kecil dan mengurangi kehilangan tekanan pada saat pengeboran. Berkaitan langsung dengan meningkatnya efisiensi pengeboran, perbaikan dan komplesi Xanthan Gum tidak hanya mempercepat proses perlubangan pada pemboran tapi juga dapat mengurangi adanya kerusakan formasi. Sebagai additive yang berasal dari alam, Xanthan Gum ini ramah lingkungan sehingga dapat melindungi lingkungan alam.

BAB II PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dibagi dalam 6 komposisi material pemberat barite yangmasing masing lumpur tersebut kemudian mengalami perubahan temperatur yang hasil pengujian ini kemudian dibuat menjadi grafik untuk membandingkan perubahan sifat fisik lumpur air asin dengan temperatur. Densitas lumpur pemboran merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat berpengaruh karena peranannya yang berhubungan langsung dengan fungsi lumpur sebagai penahan tekanan formasi. Adanya densitas lumpur pemboran yang terlalu besar dapat mengakibatkan lumpur hilang ke dalam formasi ( Loss Circulation ), sedangkan terlalu kecil maka akan menimbulkan semburan liar ( Blow Out ). Maka densitas lumpur harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan ditembus. Jika diperhatikan pada tabel 4.2 dapat dilihat terjadi penurunan densitas seiring kenaikan temperature, akan tetapi penurunan yang terjadi tidak signifikan dan masih berada pada batas spesifikasi standar lumpur XCD polimer pada 8,7 14 ppg sehingga masih mampu menjaga tekanan formasi sampai pada temperatur 250 oF. Densitas seluruh komposisi yang diuji masih berada pada standar densitas lumpur yang baik. Kemampuan untuk membersihkan dasar lubang, mengangkat Cutting dan laju penembusan akan meningakat jika fluida mempunya sifat pengencer gesekan

dimana viscositas akan menurun pasa daerah gesekan yang tinggi. Bila diperhatikan dapat dilihat terjadinya penurunan Viscositas seiring dengan kenaikan temperatur, dimana lumpur dengan komposisi B sangat cocok dipakai pada temperature antara 150 oF sampai dengan 250 oF, lumpur komposisi C cocok dipakai pada temperatut 175 oF sampai 250 oF, lumpur kompisisi D cocok dipakai pada temperatut 200 oF sampai 250 oF, lumpur komposisi E hanya optimal dipakai pada temperature 250 oF dan lumpur komposisi F cocok digunakan pada temperatur 175 oF sampai 250 oF. Harga Viscositas yang optimal adalah berkisar antara 40 70 Quartz, (apabila viscositas turun sampai dibawah harga tersebut, maka perlu di tambahkan konsentrasi barite nya untuk menaikkan harga viscositas. dapat diamati pada komposisi A, memiliki harga viscositang yang paling optimal pada suhu ruang yaitu sebesar 70 Quartz, jadi dapat disimpulkan bahwa penambahan barite akan menaikkan harga viscositas. Dari hasil pengujian Plastic Viscosity ( PV ) di laboratorium diperlihatkan pada harga plastic viscosity ini didapat dari hasil pengurangan antara Viscosity Dial Reading @ 600 dan Viscosity Dial Reading @ 300. Harga PV standar adalah 10 20 cp. Jika diperhatikan pada tabel 4.6 maka dapat dilihat komposisi yang baik adalah komposisi C, D, E, F karena dapat tahan atau digunakan dari temperature 80 oF sampai pada temperature 250 oF, dan bila temperatur lebih tinggi lagi akan mengakibatkan turunnya harga PV dan mengurangi kekentalan pada lumpur yang akan digunakan. Pada komposisi A hanya baik dipakai pada temperatur 80 oF sampai dengan temperatur 200 oF, komposisi B baik di pakai pada temperatur 80 oF sampai dengan 225 oF. Pada

Yield point untuk masing masing temperatur yang diperoleh dari pengurangan harga Viscosity Dial Reading @ 300 dengan PV, dimana harga yang baik untuk YP tersebut adalah berkisar antara 13 25 lbs/100 ft2, bila diamati maka dapat dilihat komposisi yang baik adalah komposisi C dan F karena dapat tahan atau digunakan dari temperature 80 oF sampai pada temperatur 250 oF, pada komposisi A dan B hanya baik dipakai pada temperatur 80 oF sampai dengan temperatur 225 oF, komposisi D hanya baik digunakan pada temperatur 125 oF sampai dengan temperatur 250 oF, dan komposisi E baik dipakai pada temperatur 175 oF sampai dengan 250 oF. Bila temperatur dinaikkan lagi maka akan menurunkan harga YP yang dapat mengakibatkan turunnya laju alir lumpur. Dari hasil pengujian gel strength 10 detik di laboratorium Hasil pengujian ini dapat dilihat dimana harga yang baik untuk gel strength 10 detik berkisar 4 - 8 lb/100ft2, maka dapat dilihat komposisi lumpur yang baik adalah lumpur D karena dapat tahan mulai dari temperatur ruang sampai dengan 250 oF, komposisi A dapat dipakai pada temperatur 80 oF 175 oF, komposisi B optimal dipakai pada temperatur 80 oF 225 oF, komposisi C dan F baik digunakan pada temperatur 150 oF 250 oF dan komposisi E efektif dipakai pada temperatur 200
o

F 250 oF. Apabila temperatur diturunkan maka harga Gel Strength akan turun <

2 dan akan mempengaruhi sirkulasi lumpur karena daya tahannya berkurang. Dari hasil pengujian gel strength 10 menit di laboratorium Hasil pengujian ini dapat dilihat dimana harga yang baik untuk gel strength 10 menit berkisar 9 - 18 lb/100ft2, maka dapat dilihat komposisi lumpur yang baik adalah lumpur komposisi F karena dapat tahan mulai dari temperatur ruang sampai denga

10

komposisi A dan B dapat digunakan pada temperatur 80 oF 200 oF, lumpur komposisi C dapat digunakan pada temperatur 80 oF 225 oF, lumpur komposisi D dapat digunakan pada temperatur 175 oF 250 oF, lumpur komposisi E dapat digunakan pada temperatur 200
o

F 250

F. Kenaikan temperatur akan

menyebabkan turunnya harga Gel Strength yang mengakibatkan daya rekah berkurang pada temperatur tinggi.
Hasil pengamatan ini dapat dilihat pada tabel 4.10 dan grafik A.14. dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa komposisi yang optimal adalah komposisi F dimana komposisi tersebut masih barada pada batas optimal Water loss < 12, 4 ml/30 mnt. Akan tetapi jika temperatur semakin ditambah akan menaikkan laju tapisan yang akan menyebabkan sirkulasi lumpur berhenti dan dinding formasi tebal dan membentuk Mud Cake pada dinding formasi. Hasil penelitian Mud Cake menunjukkan kenaikan harga Mud Cake, akan tetapi water loss mengalami kenaikan, ternyata Mud Cake yang tercipta masih berada pada batas standar harga Mud Cake lumpur pemboran yaitu < 1,5 mm.

Untuk pH, dengan dinaikkannya temperatur juga terjadi penurunan harga pH pada masing masing komposisi yang diamati pH sangat berhubungan

langsung dengan kestabilan kimia dan menjaga korosi. Adapun harga pH yang baik adalah 9,5 11,5. Jika diamati maka semua komposisi hanya optimal dipakai pada komposisi F. Harga pH ini tidak akan berpengaruh juka kita menambahkan barite, akan tetapi, penambahan XP-20 akan mempengaruhi kadar pH tersebut.

11

BAB VI KESIMPULAN

1.

Pada penambahan Barite, menunjukan adanya penambahan harga harga densitas ( ) menjadi naik yang disebabkan semakin besar berat jenis lumpur maka mampu menahan tekanan formasi.

2.

Harga Plastic Viscosity (PV) akan menjadi besar dengan bertambahnya padatan tidak aktif ( barite ), karena gesekan antara partikel padatan dengan cairan dan temperatur yang semakin besar. Komposisi yang paling baik adalah komposisi C, D, E, dan F karena tahan sampai temperatur 250F .

3.

Dari hasil penelitian Yield Point (YP) akan menjadi turun setelah ditambahkan barite seiring dengan penambahan temperatur, karena dengan bertambahnya barite maka lumpur akan semakin mengental sehingga mampu mengangkat serbuk bor dengan baik, harga yang baik untuk Yield Point (YP) pada lumpur XCD polimer ini adalah antara 13 25 lbs/100. Komposisi yang paling baik adalah C dan F karena dapat tahan atau digunakan dari temperature 80 oF sampai pada temperatur 250 oF

4.

Gel strength 10 detik perlu dijaga ketahanannya pada 4-8 lb/100ft. Pada lumpur XCD Polimer ini lumpur yang baik adalah komposisi D karena cenderung stabil dan tahan sampai temperatur 250 F seiring dengan penambahan barite. Pada Gel strength 10 menit perlu dijaga ketahanannya pada 9 - 18 lb/100ft2 Pada lumpur XCD Polimer ini lumpur yang baik

12

adalah komposisi F karena cenderung stabil dan tahan sampai temperatur 250 F seiring dengan penambahan barite dan XP-20 5. Hasil uji laju tapisan (water loss) dari hasil analisa di laboratorium dengan penambahan barite pada lumpur XCD polimer ini dapat mengurangi water loss, karena bahan adittive Barite yang dapat menyerap air dan penambahan aditive XP-20 6. Kenaikan temperatur pada semua komposisi lumpur menyebabkan turunnya harga pH, namun masih berada pada standard lumpur laboratorium dikarenakan zat adittive coustic soda yang dapat menjaga pH lumpur bersifat basa seiring dengan penambahan barite.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4.

Azzouz Ali, Drilling & Mud Logging, Sonatrach, January 2008. Basalim, Juman, Teknologi Lumpur Pemboran 2006. Cameron Charles, Deepwater Drilling Fluid , Halliburton Baroid, 2005. Castor Based Rheology Modifiers, Hydrogenated Castor Oil Based Rheology Modifiers , 2005 Darly, H.C.H, Advantages of Polymer Mud , Petroleum Engineering Int . September , 1976.

5. 6.

ELSEVIER, Drilling Fluids Processing Handbook , 2005. IATMI, Rheological Properties Of Super Light Weight Completion Fluid For Perforation With Underbalanced , 2009

7. 8.

International Logging, Basic Mud Logging , 2001 . Laboratorium Teknik Pemboran dan Produksi, Penuntun Praktikum Lumpur Pemboran , 1980 .

9.

Natl,H.K., Implementing New Technology For Improved Mud Pump Performance , SPE , 2005.

10.

Robani Sadya, Diktat Teknik Lumpur Pemboran, Jurusan Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti, Jakarta

11.

Suhaskaryo Nur, Rubiandini Rudi R.S, Handayani SR, Studi Laboratorium Additive Temperatur Tinggi Terhadap Sifat-Sifat Rheologi Lumpur Pemboran Pada Kondisi Dinamis, Proceeding Of The 5th Inaga Annual Scientific Conference & Exhibitions, Yogyakarta, Maret 7-10, 2001.

You might also like