You are on page 1of 20

Hubungan Kebiasaan Membaca Komik Dengan Agresivitas Anak Latar Belakang Membaca komik merupakan hobi banyak orang

yang tidak memandang umur. Baik anak-anak, remaja maupun dewasa, mereka begitu menggadrungi komik. Bahkan sampai mereka memiliki passion menjadi tokoh dalam komik tersebut, dan direalisasikan melalui suatu acara yang disebut Cosplay. Banyak komunitas yang berisikan para pecinta komik, baik itu komik Amerika, Jepang, ataupun Korea. Komunitas ini biasanya berawal dari sebuah taman baca, dari taman baca inilah terjadi interaksi anggota satu dengan anggota lainnya dimana mereka berbagi seputar komik dari A hingga Z. Masih banyak orang beranggapan komik merupakan bahan bacaan yang kurang bermutu. Karena komik tidak menumbuhkan suatu hal positif dibandingkan ketika membaca buku full tulisan tanpa gambar. Selain itu juga karena anggapan bahwa komik kurang isa menumbuhkan sikap imajinatif pembaca, karena komik telah menyajikan gambaran tokoh, suasana kejadian,dsb. Namun demikian, seperti buku cerita lainnya, komik juga memiliki jalan cerita memiliki emosi yang pengarang berikan kepada para pembacanya. Bagi orang yang sudah memiliki kebiasaan membaca komik, tidak diperlukan waktu banyak dalam menyelesaikan satu volume komik, terlebih ketika emosi dari komik tersebut telah didapatkan oleh si pembacanya. Naruto Uzumaki menjadi idola bertahan bagi banyak anak. Tokoh kartun yang bermula dari komik ini menjadi semakin semarak ketika salah satu stasiun televise swasta getol menayangkannya tiap sore menjelang, sehingga anak-anak pun terhipnotis akan jurus seribu bayangannya. Sudah banyak kasus di media massa yang memberitakan seorang anak tewas karena mengikuti jurus-jurus yang mereka tonton di televisi. Naruto yang bermula dari tokoh komik ini membuat peneliti tergerak untuk meneliti pengaruh kebiasaan membaca komik terhadap agresivitas anak. Dimana jika tayangan kartun Naruto di televisi dikupas habis dengan teori Uses and Gratification. Komik yang berisikan kekerasan tidak hanya Naruto saja, banyak komik lainnya pun yang bermuatan kekerasan seperti dragon Ball, Bleach, dan sebagainya .

Komik-komik yang telah disebutkan tadi merupakan sebagian kecil dari banyak komik yang bermuatan kekerasan. Namun, tidak sedikit pula komik yang mengajarkan sesuatu yang benar, mengajarkan ketulusan, persahabatan, dsb. Terdapat beberapa protes terhadap komik dalam penggunaannya di sekolahsekolah, karena mereka yang memprotes itu menyatakan bahwa bacaan komik membawa anak-anak kepada buta aksara dan hanya memberikan kesenangan pada gambar. Tetapi kritik utamanya ditujukan kepada tindakan atau perbuatan yang digambarkan dalam komik, dan pertama-tama mengenai tindakan keras, kasar, dan brutal yang sering dilakukan oleh tokoh-tokohnya. Selain itu juga dikemukakan bahwa komik membahayakan anak-anak. Kalau tidak menghambat kecerdasan anak-anak menjelang dewasa, setidaknya komik akan memperlambatnya. Itu karena sikap agresif dengan bebas dilukiskan dalam komik, bahkan sering seperti dianjurkan dengan bahasa sarkastis yang terdapat di dalamnya. Dan ini akan menjauhkan anakanak dari pembenukan kata-kata dan penyusunan kalimat yang baik dan benar serta kreatif. Lalu ada pula yang berpendapat bahwa isi yang brutal atau kasar otomatis akan menyebabkan tindakan seperti itu pula. Jika benar demikian, maka semua orang di lingkungan kita yang sewaktu kanak-kanak senang mendengarkan dongeng dari orang tuanya akan menjadi manusia yang bersikap brutal dan bertindak agresif. Karena dalam dongeng-dongeng tersebut banyak mengandung isi yang kasar dan menakutkan. Tetapi bukan karena hal tersebut yang kemudian menyebabkan seorang individu bersikap kasar dan brutal Membaca sesuatu yang sifatnya repetisi secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku kita dengan tanpa sadar. Pada hakikatnya, setiap orang mempunyai emosi. Dari bangun tidur pagi hari sampai waktu tidur malam hari, kita mengalami macam-macam pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Begitu pula dengan agresi yang merupakan reaksi emosional dari seseorang. Menurut Calhoun & Acocella (1990:354), Agresiveness is the exercise or your own rights in ways that violate other peoples rights. Jadi, sikap agresif adalah penggunaan hak sendiri dengan cara melanggar hak orang lain. Dalam Buku Perpustakaan Sebagai Jantung Sekolah, Suherman,

mencantumkan laporan sebuah penelitian yang dimuat dalam majalah Child

Development (Januari/Februari 2006) mengenai hubungan antara kemampuan membaca dan sikap agresif siswa Sekolah Dasar. Selama enam tahun (1196-2002), Sarah Miles dan Deborah Stipek dari Stanford University School of Education, California, Amerika Serikat, meneliti dan mengikuti perkembangan 400 anak TK dan Sd di pedesaan dan wilayah kota miskin di AS. Hal yang menarik dari penelitian Miles dan Stipek adalah adanya keterkaitan kemampuan membaca dan tingkat agresivitas. Dalam penelitian ini, sikap agresif dibatasi dalam empat golongan : suka berkelahi, tidak sabaran, suka mengganggu, dan kebiasaan menekan anak lain (bullying). Agresi merupakan perilaku destruktif yang terdapat pada spesies makhluk hidup, termasuk manusia. Perilaku itu perlu untuk dianalisis, mengapa terjadi agresi dan bagaimana menghadapinya. Pengertian agresi masih banyak diperdebatkan, baik mengenai mekanisme terjadinya agresi maupun bagaimana agresi itu dapat dikendalikan. Dalam penelitian ini, pengertian agresi dibatasi pada perilaku yang bertujuan agresif, yaitu yang secara primer bertujuan menyebabkan penderitaan, kerusakan, atau kehanduran orang lain. Memberi batasan yang tepat mengenai perilkau agresi memang sulit karena agresi memiliki berbagai faktor penentu. Perilaku agresi harus dilihat dari berbagai kondisi dan untuk menentukkan benarkah sikap agresi tersebut dilakukan. Dari berbagai bentuk penelitian, terbukti beberapa bentuk agresi ada yang ditentukan oleh fisiologis, tetapi ada pula yang tidak. Ada beberapa bentuk agresivitas yang sensitif terhadap pengaruh pembelajaran dari lingkungan sosial tetapi ada juga yang tidak. Meski faktor psikososial dan pengalaman hidup penting dalam agresi, tetapi tetap memerlukan faktor utama, yaitu otak yang mengolaj dan kemudian menghasilkan perilaku tertentu. Meskipun dalam batas tertentu agresivitas diperlukan untuk perkembangan manusia, kontrol terhadap perilaku ini sangat diperlukan. Jika dapat dikendalikan, agresivitas di dalam perkembangan dapat dialihkan menjadi perilaku yang bermanfaat. Pengaruh kebiasaan membaca komik terhadap agresivitas anak menarik dikaji karena banyak anak yang gemar akan komik dan memungkinkan banyak kejutan di setiap langkah penelitian yang akan dilakukan. Oleh karena itu peneliti berkeinginan

untuk meneliti lebih lanjut. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut, Sejauhmana Hubungan Kebiasaan Membaca Komik terhadap Agresivitas Anak di SD Karsawinaya Cimahi.

Identifikasi Masalah Identifikasi masalah penelitian ini adalah: Bagaimana kebiasaan membaca Komik pada anak? Bagaimana agresi pada anak timbul? Bagaimana hubungan kebiasaan membaca komik terhadap agresivitas anak?

Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: Mengetahui kebiasaan membaca komik pada anak. Mengetahui agresi pada anak. Mengetahui hubungan kebiasaan membaca komik terhadap agresivitas anak.

Kegunaan Penelitian Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi pengembangan ilmu informasi dan perpustakaan khususnya dalam kajian tentang Literasi Anak.

Kegunaan Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi Sekolah Dasar yang berkaitan, dalam hal ini SD Karsawinaya Cimahi , sehingga pihak sekolah lebih memperhatikan para siswa dalam hal ini yaitu dengan memonitori bahan bacaan siswanya dalam upaya mengelola agresivitas siswa.

Kerangka Pemikiran Kerangka Teoritis Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa. Membaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor. Dan komik merupakan media pembelajaran yang sangat potensial. Aspek visual berupa gambar merupakan salah satu yang ditawarkan oleh komik. Berbeda dengan televisi yang lebih memaksa mata dan telinga, komik mendorong kita untuk mengoptimalkan mata untuk mencermati setiap detil bagian dan teks yang disertakan. Pendekatan visualisasi dengan komik biasanya digunakan untuk menarik minat baca kaum muda dan mempermudah pembaca dalam memahami materi yang akan disampaikan. Dari situ budaya baca masyarakat tumbuh, dan di Jepang kita akan dengan mudah menemukan pembaca-pembaca buku dari berbagai usia di setiap lorong-lorong densha (kereta listrik), bus ataupun kursi tunggu di eki (stasiun densha). Komik merupakan media, media penyampaian ide, gagasan dan bahkan kebebasan berpikir. Isi pesan dari komik itu lah yang menjadi kunci. Bentuk komik yang berupa gambar dan tulisan dapat memudahkan siswa dalam memahami konsepkonsep dasar fisika. Pada umumnya, setiap anak mempunyai dorongan agresif. Dorongan agresif

ini timbul sejak kecil dan muncul pada perbuatan-perbuatan, seperti mendorong teman sampai jatuh, mencakar kalau tidak diberi kue yang dimintanya dan sebagainya. Sementara itu, pada orang tua, atau orang dewasa, agresi ini timbul dalam bentuk perbuatan berkelahi, berdebat, berperang, dan sebagainya. Berkowitz (1993) mendefinisikan agresi sebagai Segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik maupun mental. Karena itu sepintas, setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain dapat disebut sebagai perilaku agresif (Sarwono, 1997: 296). Ini dipertegas lagi oleh Baron (1977, dalam Koeswara, 1988). Menurutnya, agresi adalah Tingkah laku individu yang ditunjukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definsi agresi dari Baron ini mencakup empat faktor: tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi korban, serta ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku. Teori belajar sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura dan kolegakoleganya. Asumsi dasar dari teori dan penelitian belajar sosial adalah sebagian besar tingkah laku indivisu diperoleh sebagai hasil dari belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model. Dalam belajar sosial, menurut Bandura, terdapat empat proses yang satu sama lain berkaitan, (Koeswara, 1988). Pertama, proses atensional, yakni proses yang mendorong minat individu untuk memperhatikan atau mengamati tingkah laku model. Proses atensional ini dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model dan karakteristik yang dimiliki. Model yang sering tampi dan memiliki karakteristik yang menarik di mata individu pengamat, atau memilki pengaruh atas individu pengamat, lebih mudah mendatangkan perhatian individu pengamat itu dibanding dengan model yang jarang tampil, tidak menarik, atau tidak memiliki pengaruh. Kedua, proses retensi, yakni proses saat individu pengamat menyimpan tingkah laku model yang telah diamatinya dalam ingatannya, baik melalui kode maupun pembayaran gerak. Kedua kode penyimpanan itu memainkan peranan penting dalam proses berikutnya, yakni proses reproduksi.

Ketiga, proses reproduksi, yaitu proses saat individu pengamat mencoba mengungkap ulang tingkah laku model yang telah diamatinya, pengungkapulangan atau reproduksi tingkah laku model ini pada mulanya bersifat kaku dan kasar, tetapi dengan pengulangan yang intensif, lambat-laun individu bisa mengungkapkan tingkah laku model itu dengan sempurna atau setidaknya mendekati tingkah laku model. Keempat, proses motivasional dan penguatan. Tingkah laku yang telah diamati tidak akan diungkapkan oleh individu pengamat apabila ia kurang termotivasi. Seperti teori belajar pada umumnya, Bandura percaya bahwa penguatan positif bisa memotivasi individu ke arah pengungkapan tingkah laku, dalam hal ini tingkah laku yang telah diamati. Disamping itu, penguatan juga mempengaruhi proses perhatian seseorang. Artinya individu lebih tertarik untuk mengamati dan mencontoh tingkah laku yang menghasilkan penguatan yang besar dibanding dengan tingkah laku yang menghasilkan penguatan kecil. Teori belajar sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan. Teori ini berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil pemerolehan, dan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang dan menetap. Adapun batasan umur akan diteliti saat penelitian ini adalah fase keempat (911 tahun) menurut Buhler, dan akhir masa anak-anak (8-11 tahun) menurut Erikson. Pada periode ini, anak mencapai objektivitas tertinggi. Bisa pula disebut sebagai masa menyelidik, mencoba dan bereksperimen, yang distimulisasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar; masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah, dan bereksplorasi. Pada akhir fase keempat ini, anak mulai menemukan diri sendiri, yaitu secara tidak sadar mulai berpikir tentang diri pribadi. Pada waktu ini, anak kerap mengasingkan diri. Pada masa ini pula adalah masa untuk berkelompok dan berorganisasi. Energi anak dapat diarahkan pada tugas-tugas sosial yang terorganisasi dan juga ia menghindari campur tangan dengan perintah-perintah yang otoriter terhadap inisiatif si anak sendiri. Kerangka Konseptual

Proses Bentuk Intensitas membaca komik Jenis komik

Fase keempat (9-11 tahun) menurut Buhler, dan akhir masa anak-anak (8-11 tahun) menurut Erikson

Operasional Variabel Variabel x : kebiasaan membaca komik Indikator 1 : Intensitas membaca komik Frekuensi membaca komik Lama membaca komik Banyak komik yang dibaca Indikator 2 : Jenis komik yang dibaca Kocak Fantasi Sejarah Klasik

Petualangan Variabel y : agresivitas anak Indikator : Proses Atensional Retensi Reproduksi Motivasional dan penguatan Bentuk Suka berkelahi Tidak sabaran Suka mengganggu Kebiasaan menekan anak lain (bullying)

Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini Hubungan Kebiasaan Membaca Komik terhadap Agrsivitas Anak. Hipotesis utama dalam penelitian ini adalah : H0 : Tidak ada hubungan antara kebiasaan membaca komik dengan agresivitas anak. H1 : Ada hubungan antara motivasi dengan kualitas kerja. Sub Hipotesis H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses atensional. H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses atensional.

H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses retensi. H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses retensi. H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses reproduksi. H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses reproduksi. H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses motivasional dan penguatan. H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan proses motivasional dan penguatan. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses atensional. H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses atensional. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses retensi. H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses retensi. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses reproduksi. H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses reproduksi. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses motivasional dan penguatan. H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan proses motivasional dan penguatan. H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi seperti berkelahi. H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi seperti berkelahi. H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi seperti tidak sabaran. H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi

seperti tidak sabaran. H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi seperti suka mengganggu. H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi seperti suka mengganggu. H0 : Tidak ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi seperti kebiasaan menekan anak lain (bullying). H1 : Ada hubungan antara intensitas membaca komik dengan bentuk agresi seperti kebiasaan menekan anak lain (bullying). H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti berkelahi. H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti berkelahi. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti tidak sabaran. H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti tidak sabaran. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti suka mengganggu. H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti suka mengganggu. H0 : Tidak ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti kebiasaan menekan anak lain (bullying). H1 : Ada hubungan antara jenis komik yang dibaca dengan bentuk agresi seperti kebiasaan menekan anak lain (bullying).

Metode Penelitian dan Teknik Analisis Data

Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah metode korelasional, yaitu metode yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi faktor lain kaitannya dengan metode korelasional digunakan untuk meneliti hubungan antara kebiasaan membaca komik (Variabel X) dengan agresivitas anak (Variabel Y).

Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif, yaitu yang memaparkan data-data sesuai dengan jawaban responden, dan teknik analisis inferensial, yaitu teknik yang menganalisa data kuantitatif serta menarik kesimpulan tentang ciri-ciri populasi yang tertentu dari hasil analisa serangkaian sample yang dipilih dari populasi yang bersangkutan. Korelasi Spearman berfungsi untuk menentukan besarnya hubungan dua variabel (gejala) yang berskala ordinal atau tata jenjang. Biasanya data yang dianalisa merupakan angka yang berjenjang, misalnya 1, 2,3,4 dan 5. Angka-angka tersebut sebenarnya bukan angka sebenarnya, atau hanya symbol saja. Besarnya korelasi adalah 0 s/d 1. Korelasi dapat positif, yang artinya searah: jika variable pertama besar, maka variable kedua semakin besar juga. Korelasi negatif, yang artinya berlawanan arah: jika variable pertama besar, maka variable kedua semakin mengecil. Berdasarkan adanya kesesuaian antara fungsi korelasi Spearman dengan penelitian, maka penulis menggunakan teknik uji Spearman dalam penelitian ini. Teknik Analisis Deskriptif Analisis ini dilakukan untuk memberikan gambaran-gambaran mengenai latar belakang responden dan memaparkan data-data perhitungan statistik responden berdasarkan perhitungan stastistik yang telah dikelompokkan dan ditabulasikan.

Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai objek penelitian berdasarkan data dan variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti, ia tidak dimaksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 1998 : 126). Teknik deskriptif ini memaparkan jawaban responden dengan cara mentabulasikan lalu diinterpretasikan dalam kuesioner untuk mengetahui makna hasil penelitian. Perhitungan presentase dilakukan dengan rumus :

P= f n keterangan : P : presentasi f : frekuensi n : jumlah

x 100 %

Data yang telah dikumpulkan dari kuesioner selanjutnya diolah. Untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi atau kelompok orang tentang fenomena sosial digunakan langkah-langkah sebagai berikut (Panuju, 2000: 45) : Katagori tinggi, sedang dan rendah dapat diketahui dengan menentukan nilai indeksnya terlebih dahulu. Berikut adalah cara mengatahui nilai indeks minimum, maksimum, serta jarak interval : Nilai indeks minimum adalah skor terendah dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah respon. Nilai indeks maksimum adalah skor tertinggi dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah respon. Range adalah selisih indeks maksimum dengan indeks minimum. Interval adalah Range dibagi jumlah jenjang yang diinginkan.

0150000000000050000000902000000000400000002010100050000000102ffffff00040000002e0118000500 100050000000102ffffff00040000002e01180005000000310201000000050000000b0200000000050000000c

Teknik Analisia Statistik Inferensial (Korelasi Pangkat Spearman) Analisis statistik inferensial ditujukan untuk mencari hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Untuk mengetahui derajat hubungan (koefisien korelasi) di antara variabel-variabel (bebas dan terikat) diperlukan sebuah prosedur statistik yang dinamakan analisis hubungan, dengan menggunakan ukuran asosiasi yang disesuaikan dengan jenis (skala pengukuran) data. Untuk mengetahui hubungan antar variabel, maka digunakan tes uji koefisien korelasi pangkat Spearman (rank Spearman/rs) dengan rumus :
6 di 2
N

rs = 1 - n n (Siegel, 1997:253) rs = Koefisien Korelasi Rank Spearman n = banyaknya sample di = selisih antara rank X dan Rank Y Sebelum menghitung rs, digunakan suatu faktor koreksi, yaitu T. Faktor koreksi ini dapat dihitung dengan rumus :

i =1 3

Dimana : t = jumlah variabel yang memiliki pangkat yang sama. (Siegel, 1997: 256) Apabila terjadi dua subyek dengan jumlah angka yang sama, maka untuk menghitung rs dengan rumus :

400000002010100050000000102ffffff00040000002e01180005000000310201000000050000000b02000000

0 1 9 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 6 0 4 0 0 0 0 0 1 0 6 0 b 0 0 0 0 0 1 0 fa 2 8 0 5 0 0 0 3 2 e 2 9 0 9 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 e 0 7 0 0 0 0 0 1 0 6 0 c 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 1 0 6 0 0 0 0 0 fa 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 4 0 0 0 d 1 0 0 5 0 0 0 4 2 0 2 4 1 5 0 0 0 3 2 0 2 c 4 5 0 0 0 4 2 0 4 0 0 0 0 0 1 0 d 0 7 0 0 0 0 0 fa 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 4 0 0 0 d 1 1 0 5 0 0 0 4 2 6 2 9 0 5 0 0 0 3 2 6 4 0 0 4 0 0 0 d 1 0 0 5 0 0 0 4 2 6

(Siegel, 1997: 256-257)

Dimana :

Dimana: n = banyaknya sample rs = koefisien korelasi rank Spearman t = banyaknya data berpangkat sama pada satu ranking tertentu T = faktor koreksi Jika proporsi angka-angka sama dalam observasi X atau Y besar jumlah sample lebih dari 10 (n>10) maka signifikasi diuji dengan menggunakan rumus :

(Siegel, 1997: 263) Dimana db (derajat kebebasan) = n-2. Untuk penelitian ini tingkat signifikasi ( ) ditetapkan sebesar 0,05 pada tes dua sisi. Sedangkan kriteria penerimaan hipotesis sebagai berikut : Jika t hasil perhitungan lebih besar atau sama dengan t dalam table, (t hit > t tab) pada tingkat signifikasi 0,005 maka hipotesis penelitian (H0) diterima.

Teknik Pengumpulan Data Observasi Observasi yaitu mengadakan pengamatan secara langsung, disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala subjek yang diteliti adalah kebiasaan membaca komik siswa SD Karsawinaya Cimahi.

Studi Kepustakaan Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang bersumber pada buku-buku, literatur, serta dokumentasi mengenai teori dan konsep yang memiliki relevansi dengan topik penelitian. Angket Angket yaitu berupa pertanyaan yang diberikan kepada para siswa di SD Karsawinaya Cimahi. Wawancara Wawancara yaitu kegiatan mengumpulkan data melalui tanya jawab secara langsung baik secara terstruktur maupun tidak kepada para pekerja informasi.

Populasi dan Teknik Sampling Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 4 hingga kelas 6 SD Karsawinaya. Dengan keseluruhan jumlah siswa sebanyak 254 orang sebagai populasi. 1.11.2 Teknik Sampling Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah teknik simple random sampling, yaitu ketika sebuah sampel diambil dengan tiap unit atau

satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun, 2006:155). Teknik ini dapat dipergunakan pada dua keadaan, yaitu: Apabila hanya diketahui nama-nama atau identifikasi dari satuan elementer yang diteliti Apabila tidak didapatkan metode pengambilan sampel lain yang lebih efisien. Dalam teknik simple random sampling dibutuhkan kerangka sampling. Kerangka sampling adalah daftar dari semua unsur sampling dalam populasi sampling. Dalam penelitian ini, sampel diambil dengan melakukan pengundian dengan cara pengocokan pada populasi sehingga dicapai ukuran sampel yang telah ditentukan. Presisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10%, yang berarti memiliki tingkat kepercayaan sebesar 90%. Pengambilan ukuran sampel dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut : n= di mana: n N e : Ukuran sampel : Ukuran populasi : Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang ditolerir, yaitu 10% Berdasarkan rumus Slovin, pengambilan sampel adalah sebagai berikut: n= n= n = 71.75 . 72 Dengan nilai e (kelonggaran ketidaktelitian) sebesar 10%, ukuran sampel yang diambil untuk penelitian ini dengan membulatkan hasil penghitungan adalah 72 orang. Pembulatan dalam penentuan ukuran sampel yang tidak mengikuti aturan matematis ini dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang semakin representatif. Penentuan anggota populasi yang dijadikan sampel penelitian dilakukan dengan pengundian terhadap seluruh anggota populasi dengan pengocokan nomor yang telah diberikan bagi setiap

anggota populasi. Nomor yang keluar kemudian dicatat dan dimasukkan kembali pada pengundian.

Validitas dan Reabilitas Untuk mengetahui data yang diperoleh valid, maka akan diuji terebih dahulu berdasarkan validitas eksternal empiris. Uji validitas yang digunakan adalah koefisien korelasi item-item total yang terkoreksi. Menurut Kaplan dan Saccuzo, 1993:106 dalam Sudiar : Suatu item dikatakan valid dan dapat mengukur variabel penelitian yang dimaksud jika koefisien validitasnya lebih dari atau sama dengan 0,300. Reabilitas menunjukkan sejauh mana tingkat kekonsistenan pengukuran dari satu responden ke responden lain atau dengan kata lain sejauh mana pertanyaan dapat dipahami sehingga tidak menyebabkan beda interpretasi dalam pemahaman pertanyaan tersebut. Kaplan dan Saccuzo (1993:123) menyatakan Sekumpulan pertanyaan untuk mengukur suatu variabel dikatakan reabel dan berhasil mengukur variabel yang kita ukur jika koefisien reabilitasnya lebih dari atau sama dengan 0,700.

Objek dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD karsawinaya Cimahi yang beralamat di jalan raya Cimahi no.124 , mulai tanggal 19 Februari hingga tanggal 19 Maret 2011, yang dilakukan diantaranya: 1. Tahap persiapan : Administrasi penelitian, konsultasi dan observasi penelitian, pembuatan instrumen penelitian, penggalian bahan-bahan penelitian. 2. Tahap pelaksanaan: penyebaran Angket, penyusunan data, pengolahan data. 3. Tahap penulisan : pembuatan draft laporan, diskusi draft laporan, pengadaan laporan, dan penyerahan laporan.

Daftar Pustaka

Franz, Kurt. 1994. Membina Minat Baca Anak. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Hydansyah. 2010. Penerapan Belajar Ala Komik sebagai Media Peningkatan Mutu Pendidikan di Indonesia. Diakses dari http://www.ekspedisimekkah.com/penerapan-belajar-ala-komik-sebagai-mediapeningkatan-mutu-pendidikan-di-indonesia/ pada tanggal 20 Oktober 2010.

Hall, Calvin dan Gardner Lindzey. 2006. Teori-Teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta : Kanisius.

Rakhmat, Jallaludin. 1999. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.

Suherman. 2009. Perpustakaan Sebagai Jantung Sekolah. Bandung: MQS Publishing.

You might also like