You are on page 1of 3

Bencana hutang Jarang seorang pengusaha yang tidak berhutang, tetapi bukan seorang pengusaha yang sukses bila

bisnisnya kembang kempis karena terlilit hutang hingga merusak citra dan kegiatan bisnisnya kurang dipercaya, bahkan moto hidupnya gali lubang tutup lupa dan dikenal sebagai seorang pengusaha paling gampang berhutang namun paling lambat melunasinya. Apalagi hutang belum dibayar tetapi hidup glamor menjadi pilihan. Sungguh sangat disayangkan kalau ada seorang pengusaha muslim meremehkan hutang padahal hutang termasuk janji materi yang harus dibayar hingga di akhirat sehingga hutang merupakan tanggungan yang tidak bisa gugur karena kematian. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda: Jiwa seorang mukmin tergadai oleh hutangnya hingga terbayar.(1) Seorang pengusaha muslim harus mampu mengelola hutang-hutangnya dengan baik agar tidak menjadi batu sandungan bisnisnya, beban hidupnya dan tanggungan anak cucunya. Maka dengan bekal tawakkal dan berserah diri kepada Allah subhanahu wataala pasti ada jalan keluar karena Allah berfirman subhanahu wataala berfirman (yang artinya): Dan Barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. (QS. Ath-Thalaq [65]: 3). Coba renungkan bagaimana seekor burung hanya bermodal paruh mampu bertahan hidup sehingga Rasulullah shallallahu alaihi wasalam menjadikannya sebagai teladan buat manusia dalam pola tawakkal dalam mengais rizki sebagaimana sabdanya: Sungguh, seandainya kalian bertawakal kepada Allah (dengan) sebenar-benar tawakal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang. (2) Kenapa seorang pengusaha muslim tidak mencontoh pola tawakkal burung dalam mengais rizki agar hutang-hutangnya terbayar. Coba camkan bagaimana burung tidak pernah patah arang dalam menutupi kebutuhan hidupnya, hinggap dari pohon ke pohon untuk mengais rizki Allah taala, padahal jatah rizki mereka sangat terbatas, tidak seperti manusia, sehingga tawakkal bukan kegiatan berpangku tangan tanpa mengerahkan usaha bahkan pernah seseorang berkata kepada Nabi shallallahu alaihi wasalam, Aku lepaskan untaku lalu aku bertawakal Nabi bersabda; Ikatlah kemudian bertawakallah.(3) Hutang termasuk urusan besar yang tidak boleh diremehkan oleh pengusaha muslim, bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam tidak mau menyalatkan seorang yang meninggal dunia yang masih punya hutang. Dan akhirnya beliau mau menyalatkan setelah hutangnya ditanggung pembayarannya oleh Abu Qatadah radhiyallohuanhu (4). Maka, setiap pengusaha muslim harus melunasi hutangnya di dunia karena pada hari kiamat nanti tidak bisa dibayar dengan dinar dan dirham namun hanya bisa dibayar dengan kebaikan. Sehingga ada sebagian orang yang bangkrut dan terkuras habis kebaikannya meskipun membawa kebaikan sangat banyak karena banyaknya kewajiban yang harus diselesaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasalam: Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut? Mereka berkata, Orang bangkrut di antara kita, wahai Rasulullah, adalah orang yang tidak punya dirham dan habis barang dagangannya. Rasulullah bersabda, Orang bangkrut dari umatku adalah orang yang hadir pada Hari Kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat ternyata telah memaki orang ini dan

menuduh orang ini, maka dia didudukkan sehingga orang ini diambilkan dari kebaikannya. Dan orang ini diambilkan dari kebaikannya hingga kebaikan habis sebelum tuntutannya selesai. Maka diambil kesalahan mereka dan dilempar kepadanya kemudian dia dilempar ke dalam neraka.(5) Apalagi dia tergolong orang yang mampu membayar namun tidak ada kemauan untuk melunasinya maka ia masuk ke dalam hadits Nabi: Penangguhan orang yang mampu (untuk membayar hutang) menghalalkan kehormatannya dan pemberian hukuman atasnya.(6) Tetapi hutang ada dua macam sebagaimana yang telah ditegaskan nabi Muhammad: Hutang ada dua macam, barangsiapa yang meninggal dunia berniat untuk membayarnya (tetapi tidak terbayar hingga mati) maka aku yang menanggungnya. Dan barangsiapa yang meninggal dunia tidak berniat membayarnya maka demikian itu akan diambilkan dari kebaikannya sementara tidak ada lagi dinar dan dirham.(7) Meskipun demikian, setiap pengusaha muslim tidak boleh meremehkan pembayaran hutang, bahkan bila ia meninggal dunia harta peninggalannya harus digunakan untuk melunasi hutangnya terlebih dahulu sebelum penunaian wasiat dan pembagian warisan. Oleh karena itu, seorang pengusaha muslim harus menjaga komitmen dalam membayar hutanghutangnya, konsisten dalam penjadwalan pelunasannya, jangan sampai bisnisnya tergilas, hutang menumpuk dan anak cucunya kecipratan getahnya hingga pusing tujuh keliling. Maka seharusnya seorang pengusaha muslim melakukan evaluasi kenapa barang dagangan habis tetapi hutang tidak terbayar. Sehingga sikap hati-hati, disiplin dan mengontrol sirkulasi keuangan antara pemasukan dan pengeluaran merupakan faktor kesuksesan dalam membayar hutang sambil terus berdoa kepada Allah subhanahu wataala agar hutang-hutangnya terbayar terutama dengan doa yang diajarkan nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wasallam. Footnote : 1. Shahih diriwayatkan Imam Ahmad dalam Musnadnya (2/ 440), Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (1078) dan Imam Ibnu Majah dalam Sunannya (2413). 2. Shahih diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (2344) dan beliau berkata: Hadits ini hasan shahih. 3. Shahih diriwayatkan Ibnu Hibban dalam Shahihnya, 2/ 56 (729) 4. Shahih dikeluarkan Imam al-Hakim dalam Mustadraknya (2/ 58), al-Baihaqi (6/ 74-75), atThayalisi (1673) dan Imam Ahmad dalam Musnadnya (3/ 330) dengan sanad yang hasan sebagaimana yang dinyatakan Imam al-Haitsami dan dishahihkan Syaikh al-Bani dalam Ahkamul Janaiz, hl. 27. 5. Shahih dikeluarkan Imam Muslim dalam Shahihnya (2581). 6. Hasan, diriwayatkan oleh Abu Dawud (3628) bab fil habsi fid dain wa ghairih, Nasai (4689) dalam Al Buyuu, Ibnu Majah (2427), Ahmad (17486), Bukhari secara muallaq bab lishaahibil haqqi maqaal, Ibnu Hibban (1164), Hakim (4/102), Baihaqi (6/51) dari jalan Wabrah bin Abi Dalilah Ath Thaaifiy: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Maimun bin Masiikah dari Amr bin Asy Syariid dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Beliau bersabda, dst., Hakim mengatakan, Shahih isnadnya, dan disepakati oleh Adz Dzahabiy serta Syaikh Al Bani berkata: Hasan. [lihat Al Irwaa' ( 1434)].

7. Shahih diriwayatkan al-Hakim dalam Mustadraknya (2/27) dan dishahihkan Syaikh al-Bani dalam Ahkamul Janaiz, hl. 13.

You might also like