You are on page 1of 30

(Strategi Peningkatan Tahap Perkembangan Moral)

TUJUAN Melalui proses pelatihan dengan membaca bahan pelatihan ini, berdialaog dengan vasilitator dan sesame peserta pelatihan, dan latihan-latihan mengembangkan perangkat untuk mendukung strategi pembelajaran nilai dan karakter, peserta pelatihan mampu: 1. Menjelaskan konsep strategi pembelajaran nilai dan karakter. 2. Mengidentifikasi orientasi strategi-strategi pembelajaran nilai dan karakter. 3. Menjelaskan perkembangan moral menurut Kohlberg dan Piaget dan Strategi-strategi peningkatan tahapan perkembangan moral. 4. Mengidentifikasi metode-metode dan teknik-teknik pengembangan moral/karakter. 5. Membuat perangkat pembelajaran untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran karakter. DESKRIPSI Bahan pelatihan ini berisi; pertama, konsep strategi pembelajaran; kedua, strategi dan metode yang berorientasi pada perkembangan moral termasuk diskusi dilemma moral; ketiga, teknik dan model-model klarifikasi nilai; dan keempat, strategi dan model-model pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan komprehensip. URAIAN

Konsep Strategi Pembelajaran Karakter


Strategi Pembelajaran karakter pada dasarnya adalah merupakan cara, pola, metode, atau upaya yang dilakukan oleh pendidik (fasilitator) dengan cara memberi kemudahan-kemudahan agar peserta didik mudah belajar, dan dalam konteks pendidikan karakter, pemberian kemudahan tersebut dalam kerangka untuk mengembangkan karakter baik, atau agar peserta didik dapat mengembangkan karakter baiknya sendiri. Pilihan strategi pada pembelajaran karakter, sangat tergantung pada pendekatan pendidikan karakter yang mana yang dikembangkan. Ketika sebuah lembaga pendidikan cenderung memilih pendekatan kognitivistik maka strategi pembelajarannya cenderung kognitivistik, ketika pendekatan behavioristik yang dipilih maka strateginya cenderung berorientasi pada behavioristik, dan ketika memilih pendekatan komprehenship maka cenderung menggunakan komprehenship pula, dimana berbagai pendekatan dapat dipakai secara saling melengkapi. Berikut ini disajikan, pertama, strategi yang berorientasi pada pendekatan kognitif, dimana pembelajaran diarahkan pada peningkatan perkembangan moral peserta didik, pembelajaran diarahkan dalam kerangka meningkatkan pertimbangan moral peserta didik; kedua, strategi yang

berorientasi pada pendekatan komprehenship. Pendekatan kognitif ini diperkenalkan oleh Kohlberg.

Strategi yang Berorientasi pada Perkembangan Moral (Moral Cognitive Development)


Strategi ini dikembangkan berangkat dari sebuah teori perkembangan moral yang dikemukakan oleh Piaget dan Kohlberg. Piaget dan Kohlberg, 1975, melakukan studi yang lama tentang mencuri, berbohong, dan curang. Kesimpula studinya adalah: (1) tidak ada korelasi antara pendidikan budi pekerti dengan tingkah laku yang sebenarnya; (2) tingkah laku moral seseorang tidak konsisten dari satu situasi ke situasi lainseseorang yang pada saat tertentu tidak berbuat curang dapat saja pada saat yang lain berbuat curang; (3) kecurangan biasanya tersebar secara merata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan budi pekerti yang diajarkan dengan member contoh, menasehati, memberi hadiah dan hukuman, tidak menghasilkan tingkah laku yang diharapkan. Perkembangan moral itu, menurut Piaget dan Kohlberg (1975) bukanlah suatu proses menanamkan macam-macam peraturan dan sifat-sifat baik tetapi suatu proses yang membutuhkan perubahan struktur kognitif yang sangat ditentukan oleh perkembangan kognitif dan rangsangan dari lingkungan social. Piaget mengadakan penyelidikan selama lebih 50 tahun tentang asal usul dan perkembangan struktur kognitif dan pertimbangan moral pada usia-usia permulaan. Pisget menyimpulkan bahwa ada dua tahapan besar dalam perkembangan moral. Pertama, tahap heteronomy, pada tahap ini peraturan adalah merupakan hokum yang bersifat suci karena ditetapkan oleh orangorang dewasa. Larangan-larangan mencuri, menipu, dan lainnya dipandangnya sebagai larangan yang dibuat semau-maunya oleh orang dewasa seperti undang-undang yang dibuat oleh pada dewa. Tahapan ini berangsur-angsur berkurang, dan digantikan oleh tahap yang, kedua, yaitu tahap otonomi dimana peraturan-peraturan itu dipandangnya sebagai hasil keputusan yang harus dihormati karena merupakan hasil kesepakatan bersama. Kemudian peraturan-peraturan tentang hak milik, larangan menipu, larangan mencuri, dipandangnya sebagai syarat hubungan-hubungan dalam kelompok. Jika seluruh moralitas terkandung pada peraturan (norma-norma) dan hakekat seluruh moralitas harus dicari dalam sikap hormat kepada peraturan, maka pendidikan moral harus diarahkan sampai pada bagaimana pikiran manusia sampai pada sikap hormat kepada peraturan. Kohlberg, mengidentifikasi adanya enam tahapan perkembangan moral menjadi: Tingkat Pra-konvensional: Tahap-1: Orientasi pada hukuman dan kepatuhan, di mana akibat-akibat fisik menentukan baik buruknya suatu tindakan.

Tahap-2: Orientasi Relativis Instrumental. Tindakan benar adalah ibarat ala tang dapat memenuhi kebutuhan sendiri, atau kadang-kadang juga untuk memenuhi kebutuhan orang lain, hubungannya seperti hubungan orang di pasar bersifat transaksional. Tingkat Konvensional Pada tingkatan ini memenuhi harapan-harapan keluarga, kelompok atau bangsa dianggap sebagai suatu yang berharga bagi dirinya. Ada sikap ingin menjaga, member perlindungan, dan loyal. Tingkatan ini terdiri atas dua tahap: Tahap-3: Orientasi ke kelompok anak baik, atau anak manis. Tingkah laku yang baik adalah tingkah laku yang menyenangkan orang lain dan yang mendapat persetujuan mereka. Orang ingin diterima di lingkungannya dengan sikap manis. Tahap-4: Orientasi hukum dan ketertiban. Ada orientasi pada otoritas, peraturan-peraturan yang sudah pasti, dan usaha memelihara ketertiban social. Tingkah laku yang benar berupa melakukan kewajiban, hormat kepada otoritas, dan memelihara ketertiban social demi ketertiban. Tingkat Pascakonvensional, Otonom, atau Berprinsip. Pada tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip yang sahih serta dapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok. Tingkatan ini ada dua tahapan: Tahap-5: Orientasi Kontrak Sosial Legalitas. Tindakan benar dipahami sebagai hak-hak individual yang umum dan dari segi patokan-patokan yang sudah di kaji secara kritis dan disetujui oleh masyarakat. Ada kesadaran bahwa hukum itu harus ditaati tetapi hukum juga dapat saja diubah. Tahap-6: Orientasi Azas Etika Universal. Benar diartikan sebagai keputusan suara hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, dengan berpedoman kepada kekomprehenshifan logis, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip yang berlaku pada perkembangan moral (Kohlberg) di atas adalah: 1. Perkembangan tahap selalu sama. 2. Dalam perkembangan tahap, subjek tidak dapat memahami penalaran moral tahap di atasnya lebih dari satu tahap. 3. Dalam perkembangan tahap, subjek secara kognitif tertarik pada cara berpikir satu tahap di atas tahapnya sendiri. 4. Dalam perkembangan tahap, peraliham dari tahap ke tahap terjadi jika diciptakan disequilibrium kognitif, yaitu bila pandangan kognitif seseorang tidak mampu lagi menyelesaikan suatu dilemma moral yang dihadapinya.

5. Metode Diskusi Dilemma Moral Mengacu kepada tingkatan dan tahapan perkembangan moral di atas, maka Kohlberg menunjukkan cara untuk meningkatkan tingkatan dan tahapan perkembangan moral seseorang dengan Diskusi Dilemma Moral. Diskusi dilemma moral adalah diskusi dengan memanfaatkan bahan diskusi yang berupa ceritera-ceritera, atau issue-issue yang sangat dilemmatis (rumit), peserta diskusi/peserta didik diminta untuk menanggapi issue yang dilemmatis tersebut. Dengan mencermati tanggapan peserta didik tersebut seorang guru/pendidik dapat menempatkan posisi pandangan peserta didik tersebut ke dalam tingkatan/tahapan perkembangan moral. Kemudian siswa dilibatkan pada diskusi berikutnya untuk pencapaian tingkat/tahapan perkembangan moral yang lebih tinggi. Dalam satu kelompok diskusi dilemma moral, sangat dimungkinkan peserta diskusi mempunyai pandangan-pandangan yang menggambarkan tingkat/tahapan perkembangan yang bervariasi. Bisa saja tingkat perkembangan moral peserta diskusi berbeda-beda. Ada yang tinggi, ada pula yang rendah tingkat perkembangan moralnya. Untuk meningkatkan tingkat perkembangan moral peserta diskusi yang masih rendah tingkat perkembangan moralnya, maka, peserta diskusi yang tingkat perkembangan moralnya rendah dilukir/digabungkan dengan peserta diskusi yang tingkat perkembangan moralnya sudah mencapai tingkatan yang lebih tinggi, tujuannya adalah agar yang tingkat perkembangan moralnya masih rendah dapat terangkat/ditingkatkan kearah tingkatan/tahapan yang lebih tinggi. Contoh Bahan Diskusi Dilemma Moral. Sebagaimana dicontohkan oleh Kohlberg, teks ceritera erikut ini adalah contoh bahan untuk diskusi dilemma moral. Di Eropa, ada seorang wanita yang mendekati ajalnya karena mengidap kangker. Para dokter berpendapat, hanya ada satu macam obat yang mungkin dapat menyelamatkannya. Obat itu sejenis Radium yang ditemukan oleh seorang Apoteker di kota itu belum lama berselang. Biaya pembuatan obat itu sangat mahal, dan apoteker itu melipatkangandakan harga obat itu sampai mencapai 10 kali lipat dari biaya pembuatannya. Satu butir obat yang dibuat dengan biaya 200 dolar dijual 2000 dolar. Hein suami seorang wanita yang sakit itu tidak punya uang yang cukup. Setelah pinjam kesana kemari ia hanya dapat mengumpulkan uang pinjaman 1000 dolar yang hanya mendapat butir obat. Hein mengatakan kepada Apoteker bahwa isterinya hamper meninggal, dan memintanya agar harga obat diturunkan, atau, kalau boleh dibayar kemudian. Apoteker itu berkata, jangan begitu, saya sudah menemukan obat itu dan saya ingin juga memperoleh keuntungan dari penemuan saya itu. Heins menjadi putus harapan, dan kemudian menggedor took obat itu dan mencuri obat itu untuk isterinya. Beberapa pertanyaan yang dapat ditanyakan kepada peserta didik adalah:

(1) Haruskan Heins mencuri obat itu, mengapa? (2) Manakah yang lebih buruk, membiarkan seseorang meninggal atau mencuri, mengapa? (3) Apa arti nilai hidup bagi manusia menurutmu? (4) Apakah ada alas an yang kuat bagi seorang suami untuk mencuri jika tidak mencintai istrinya? (5) Apakah mencuri untuk orang lain sama benarnya dengan mencuri dengan orang lain? (6) Jika Heins tertangkap, haruskah Dia di penjarakan? (7) Apabila Ia diadili, apakah hakim harus menjatuhkan hukuman kepadanya, mengapa? (8) Apa tanggung jawab hakim dalam masyarakat dalam hal ini? Dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti dicontohkan di atas, maka tingkat perkembangan moral peserta didik dapat dideteksi, kemudian, diarahkan melalui diskusi yang lain dalam rangka meningkatkan tingkat perkembangan moralnya.

Strategi Pengungkapan Nilai dengan Value Clarification Techniq (VCT)


Pengertian Value Clarification Tehnique (VCT) adalah teknik pengungkapan nilai. Melalui VCT peserta didik dibina kesadaran emosional nilainya melalui cara yang kritis rasional melalui pengujian kebenaran, kebaikan, kelayakan, keadilan, dan ketepatannya. Dimuka sudah dipaparkan bahwa pendidikan karakter, pada dasarnya adalah pendidikan nilai, nilai-nilai lah yang akan menentukan karakter seseorang. Dalam karangka untuk mengarahkan pada pencapaian nilainilai/tingkatan perkembangan moral yang lebih tinggi, maka nilai-nilai yang sudah ada pada diri peserta didik untuk diungkap, dengan terungkapnya niliai-nilai yang ada pada diri peserta didik, maka seorang pendidik karakter perlu mengetahui nilai-nilai yang ada pada peserta didik dengan cara mengungkap dan membawanya kearah tingkatan nilai-nilai/perkembangan moral yang lebih tinggi. Asumsi Ada beberapa asumsi yang dikemukan oleh Djahiri (1985) dalam VCT: 1. Kemampuan peserta didik dalam hal mengidentifikasi nilai, mengklarifikasi diri, menilai, dan mengambil keputusan moral perlu ditingkatkan. 2. VCT akan berhasil jika ada kesediaan dan keterbukaan baik bagi peserta didik maupun pendidik.

3. Hati, emosi, pikiran, minat, dan kemauan peserta didik harus terundang dan telibat dalam pembelajaran yang sedang berlangsung di kelas. 4. VCT menuntut guru untuk menyadari dalam pencapaian target nilai. Langkah-langkah VCT Dalam melaksanakan VCT, Djahiri (1985) menyatakan bahwa terdapat langkah-langkah dalam VCT. Langkah-langkah dalam VCT dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Penentuan situasi yang bersifat dilemmatic. 2. Penyajian situasi (pengalaman belajar) melalui membacakan atau peragaan dengan melibatkan peserta didik, dengan cara: pengungkapan pokok masalah, identifikasi fakta, menentukan kesamaan pengertian, dan menentukan masalah utama yang akan dipecahkan. 3. Penentuan posisi/pendapat melalui: penentuan pilihan individual, penentuan pilihan kelompok dan kelas, klarifikasi atas pilihan-pilihan tersebut. 4. Menguji alas an dengan: meminta argumentasi, memantapkan argument dengan analogi, mengkaji akibat-akibat, dan kemungkinan-kemungkinan dari kenyataan. 5. Penyimpulan dan pengarahan. 6. Tindak lanjut. Model Pembelajaran VCT Model pembelajaran adala pola yang dianut untuk mendesain pembelajaran; atau, model pembelajaran adalah langkah-langkah pembelajaran dan perangkatnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Djahiri (1985) mengidentifikasi model-model pembelajaran VCT menjadi: (1) model percontohan; (2) model analisis nilai; (3) VCT dengan menggunakan daftar matrik; (4) VCT dengan klarifikasi nilai dengan kartu keyakinan; (5) VCT dengan teknik wawancara; (6) VCT dengan teknik Yurisprudensial; (7) VCT dengan teknik inkuiri dengan pertanyaan acak. VCT Model Percontohan Langkah-langkah pembelajaran: 1. Ciptakan situasi dengan Contoh Keadaan yang memuat nilai-nilai kontras sesuai dengan pokok bahasan. 2. Pengalaman Belajar

a. Lontarkan situasi melalui pembacaan oleh guru. b. Berikan kesempatan kepada peserta didik berdialog sendiri atau dengan sesame. c. Lakukan dialog terbimbing dengan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan guru secara individu, kemudian kelompok, dan disusul klasikal. d. Menentukan argument dan klarifikasi pendirian, dengan pertanyaan yang bersifat individual, kelompok, dan klasikal. e. Pembahasan/pembuktian argument dengan mengembangkan target nilai. f. Penyimpulan. Contoh Ceritera Keadaan (Dikutip dari Djahiri, 1985) Sebuah Truk bermuatan pasir tadi malam melaju dengan cepat disebuah jalan desa daerah Depok. Di jalan tersebut, kebetulan sedang dilaksanakan kenduri besar di rumah Haji Sanusi. Sebuah orkes melayu kesenangan penduduk sedang hangat membawakan lagu Dangdut kesenangan masyarakat umum. Penonton melimpah ruah dari segala penjuru daerah sekitar, memadati halaman dan jalan desa itu. Tiba-tiba, tanpa diketahui penonton, truk yang sarat bermuatan pasir itu dengan penerangan kecil, melaju dengan kenang. Sejumlah penonton masih ada yang sempat menyelamatkan diri, namun sejumlah besar lainnya tidak sempat lagi mengelakkan diri. Tanpa ampun, diantara para penonton tertabrak, terseret, dan tergilas Truk Maut itu. Truk it uterus melaju, bahkan mempercepat larinya, karena Sang Sopir ketakutan. Truk itu baru berhenti di sebuah perkampungan di daerah Cibinong sekitar 10 km dari tempat kejadian. Sopir dan kernetnya segera melarikan diri. Setelah diteliti, kurban Truk Maut itu mencapai: 10 orang mati seketika, 12 orang luka berat dan ringan, dan seorang wanita yang sedang hamil terseret truk sampai tempat pemberhentiannya, tentunya wanita ini sudah mati dan berkeping-keping. Pertanyaan guru: guru dapat menanyakan tentang: (1) Kesan emosi siswa. (2) Masalah apa yang dimuat dalam ceritera itu. (3) Siapa pelakunya, apa kesalahan dan ketidaklayakannya? (4) Hal apa saja yang dilanggar? (5) Angkatlah objektivitas berpikir peserta didik: bahwa dari pihak pembuat dosa (sopir dan kernet pelaku) ada juga aspek baiknya agar peserta didik belajar fair)

(6) Buat pertanyaan analogi atau personifikasi: misalnya, kamu Udin menyatakan bahwa Sopir itu biadab dan harus dihukum berat. Nah, seandainya yang menjadi sopir itu ayahmu sendiri, bagaimana pendapat dan perasaanmu? Pertanyaan ini akan menetralisir sentiment dan mengembalikan nilai kemanusiaan secara wajar. Model Analisis Nilai Pengungkapan nilai dapat juga dilakukan dengan media: Reportasi/liputan, analisis sebuah tulisan (teks), dan analisis Ceritera yang tidak selesai. Langkah-langkah: (1) Tentukan target nilai yang dikaji dalam pembelajaran. (2) Siapkan media pembelajaran dalam bentuk, liputan misalnya: gambar, foto, ceritera, teks, kliping Koran, atau ceritera yang dipotong (ceritera tidak selesai). (3) Proses Pembelajaran: a. Pasang media, monitor raut wajah peserta didik. b. Identifikasi liputan peserta didik jangan dikomentari dulu. c. Analisis/Klarifikasi masalah d. Penyimpulan. e. Tindak lanjut. Contoh Analisis Nilai dengan Teks Ceritera yang tidak Selesai (Dikutip dari Djahiri, 1985) Teks Ceritera: AKSI REMAJA DI MALAM TAHUN BARU Sekelompok remaja yang menamakan dirinya The MEKAS (Menak Kampung Sadis): (1) sepakat merayakan dan menyambut tahun baru secara bersama; (2) Mereka merencanakan merayakan dengan berkeliling kota dengan menggunakan kendaraan mobil dan motor sambil membunyikan gendering, terompet, dan bunyi-bunyian lain; (3) ada kesepakatan bahwa aksi akan dimulai pukul 22.00; (4) sesuai waktu yang ditentukan, didak kurang dari 15 mobil dan puluhan motor secara berderet 4 dan melakukan gerakan zigzag melalui jalan raya kota tersebut; (5) makin malam mereka semakin merajalela dan mulai kejar mengejar sesame mereka dengan kecepatan tinggi sambil sorak sorai dibarengi dengan berbagai bunyi-bunyian; (6) para petugas kepolisian berulangkali member peringatan dan melarangnya; (7) namun mereka menjawabnya dengan bunyi klakson dan sorak sorai; (8) mereka tetap melanjutkan aksinya .., dan seterusnya.

Peserta didik diminta untuk melanjutkan alur ceritera ini .. sebanyak kalimat yang bisa dibuat oleh siswa. Keterangan: 1. Peserta didik diminta untuk menanggapi setiap alur ceritera dengan penilaian diri (baik atau buruk, misalnya). 2. Lanjutan ceritera yang ditulis oleh peserta didik dapat dimanfaatkan untuk mengungkap nilai-nilai apa yang termuat dalam ceritera lanjutan yang ditulis oleh peserta didik tersebut. 3. Pendidik dapat membawa siswa kea rah nilai-nilai yang diidealkan. VCT Model DAFTAR/MATRIK 1. Daftar Baik/Buruk : untuk mengungkap nilai kebaikan dan keburukan pada diri peserta didik. Contoh: (adaptasi Djahiri, 1985) Butir-butir Pertanyaan 1. Baru-baru ini terjadi tawuran antar pelajar di berbagai tempat 2. Di kamar mandi dan WC sekolah sering ditemukan corat-coret dengan nada tulisan yang jorok. 3. Pada saat Andi diajak Tini untuk mengantarkan dirinya menghadiri Hari Kartini, dia menolak karena sudah berniat untuk turut pesta Breakdance dengan temannya. 4. Meskipun Eko termasuk kelompok ekonomi lemah, dia selalu meluangkan waktu untuk melakukan kerjabakti di lingkungan RT tempat tinggalnya. 5. Setiap Roma Irama menciptakan lagu Dangdut selalu saja bernada religious. 6. Dst 2. Daftar Rank Order Butir-butir Pertanyaan 1 1. Mempertukankan tempat sepatu teman di tempat ibadah. 2. Bila saya menemukan dompet berisi uang dan surat-surat penting, maka uangnya akan saya ambil, dan surat-surat pentingnya akan saya kembalikan kepada pemiliknya. 2 Angka Penilaian Saya 3 4 5 Keterangan Penilaian Saya Baik Buruk

3. Membantu teman yang kesulitan mengerjakan soal Matematika meskipun tidak diminta. 3. Model Daftar Urutan Petunjuk isian: Baca dulu semua butir di bawah ini. Isilah urutan kolom tingkat urutan dengan nomor urut yang menurutmu tepat dilihat dari segi kepatutan ajaran Pancasila kita. Tuliskan alas an singkatmu di kolom keterangan. Butir-butir Pertanyaan 1. Berhenti dan menghormat bendera bila sedang berjalan melalui kelompok yang sedang melakukan upacara bendera (menyanyikan lagu Indonesia raya) 2. Saya bayar pajak radio bila acaranya memenuhi selera saya. 3. Saya akan patuhi panggilan Bela Negara bila Negara diserang kekuatan asing atau musuh Pancasila. 4. Berkawan dengan siapapun dan dari suku apapun bagi saya merupakan hikmah. 5. Dst. Setelah para siswa mengisi daftar urut di atas, maka langkah berikutnya adalah di tallies setiap item/butir tingkat urutannya, dengan kolom sbb: Nomor Item Butir 1 1 2 3 4 4. Gejala Kontinum dan Penilaian Diri Sendiri Butir-butir Pernyataan Sering Bolos dalam upacara bendera Memarahi peminta-minta Tidak menurunkan sang Merah Putih di waktu hujan. Pengalaman saya Jarang Belum Pernah Keterangan Baru akan Pilihan Urutan Siswa /Kelompok 2 3 4 5 6 7 Nomor Urut Menurut Saya Keterangan

dst

Membayar pajak tepat waktu Turut kerja bakti di desa/RT 5. VCT dengan Membaca Perkiraan Orang Lain VCT ini untuk meningkatkan perasaan mawas diri atau introspeksi diri. Instrumen ini belajar membaca perasaan penilaian orang lain tentang perilaku/kepribadiannya serta berdialog diri mengapa demikian. Butir-butir pertanyaan Penilaian orang lain mengenai saya, Sangat Baik kurang Sangat baik Kurang

1. Amal ibadah yang saya laksanakan 2. Membantu fakir miskin 3. Kerjasama dengan tetangga 4. Dalam keikutsertaan upacara nasional di sekolah. 5. Toleransi saya dalam diskusi kelompok 6. VCT Perisai Diri/Kepribadian 1. Tuliskan hal yang menurut Anda terbaik, dan Anda ingin memilikinya. 2. Tuliskan satu hal yang paling mengikatmu serta telah menjadi keyakinan keluargamu. 3. Tuliskan yang menurutmu sudah mendarahdaging pada dirimu. 4. Tuliskan satu hal yang paling mengikatmu serta telah menjadi keyakinan keluarga. 5. Tuliskan satu hal yang paling ingin Anda laksanakan apabila segala cita-citamu bisa terwujud. 6. Tuliskan tiga hal yang menurutmu akan menjadi pergunjingan orang lain mengenai dirimu.

7. VCT Model Kartu Keyakinan Nama Siswa: . Kelas : .. 1. Masalah yang dipilih: Kemana arah pengembangan diri Anda dalam rangka mengembangkan bangsa yang berperadaban tinggi. 2. Dasar pemikiran:

. 3. Pendapat/Pernyataan Saya:

Stragi Pembelajaran Nilai dan Karakter yang Berorientasi pada Pendekatan Komprehenshif.
Strategi yang Mementingkan keseimbangan Moral Knowing, Moral feeling, dan Moral Action. Strategi ini dikembangkan, terinspirasi dengan pandangan Lickona (1991) bahwa untuk mengembangkan karakter, komponen-komponen karakter yang perlu dikembangkan secara bersama-sama (tidak boleh salah satunya) adalah komponen moral knowing, moral feeling, dan moral action. Persoalan utamanya adalah bagaimana pendidik nilai dan karakter dapat memberi pengalaman belajar melalui strategi tertentu sehingga ketiga komponen karakter itu muncul semua dalam satu pengalaman belajar. Keterkaitan ketiga komponen karakter itu, oleh Lickona digambarkan sebagai berikut:

KARAKTER Langkah-langkah Pembelajaran: Pengembangan strategi pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan komprehensif ini setidak-tidaknya dilakukan dengan langkah-langkah: (1) peserta didik dilibatkan untuk mengalami/melakukan tindakan moral tertentu (moral action) dalam situasi kehidupan riil; (2) refleksi dan diskusi terhadap tindakan moral tertentu dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran diri atau mempertajam perasaan moral (moral feeling); (3) melalui tindakan moral dan refleksi terhadap tindakan moral tersbut pengetahuan moral (moral knowing) peserta didik juga

berkembang. Jika langkah-langkah pembelajaran tersebut dilakukan, maka pelaksanaan pembelajaran akan berlaku secara konstruktivistik. Contoh Model Komprehenship Nilai utama: Nilai Kesehatan (Kebersihan) Kompetensi Dasar : Memperdulikan Kesehatan Lingkungan Indikator Ketercapaian Hasil Pembelajaran 1. Menyadari keadaan (kebersihan) lingkungan sekitar. 2. Menjelaskan akibat keadaan tertentu di lingkungan sekitar. 3. Memperdulikan keadaan lingkungan sekitar. Tujuan 1. Melalui pengamatan lingkungan siswa menyadari keadaan kesehatan/kebersihan lingkungan. 2. Melalui refleksi dan diskusi secara klasikal siswa mampu menjelaskan akibat keadaan di lingkungan sekitar. 3. Melalui kerjabakti siswa memperdulikan keadaan lingkungan. Langkah-langkah 1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. 2. Masing-masing kelompok mengamati lingkungan sekitar sekolah (fasilitas tertentu sekolah), hasil pengamatannya dituangkan dalam lembar kerja siswa. 3. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil pengamatannya di depan kelas. 4. Berdasarkan hasil pengamatan yang teridentifikasi dilakukanlah diskusi dan refleksi dengan pertanyaan utama apa akibatnya jika lingkungan kita dalam keadaan kotor? 5. Bermusyawarah untuk memecahkan masalah lingkungan sekitar. 6. Memecahkan masalah lingkungan sekitar melalui kerjabakti. Sistem pendukung LKS untuk pengamatan lingkungan sekitar siswa, Rubrik Observasi prosesbaik dalam proses pengamatan maupun proses diskusi dan refleksi.

Penilaian Proses dan hasil.

Contoh Lain
Nilai Utama: Kepatuhan pada Peraturan Kompetensi Dasar: Mematuhi Peraturan Indikator 1. Menjelaskan akibat tidak ada (tidak patuh) pada peraturan. 2. Menjelaskan akibat tidak patuh pada peraturan. 3. Mematuhi peraturan. Tujuan 1. Melalui refleksi terhadap simulasi social siswa mampu menjelaskan akibat jika tidak ada peraturan. 2. Melalui refleksi terhadap simulasi social siswa mampu menjelaskan akibat adanya dan dipatuhinya peraturan. 3. Melalui simulasi social siswa mematuhi peraturan yang disepakati bersama. Langkah-langkah: 1. Guru menyiapkan permen sejumlah siswa di kelas. 2. Siswa diminta untuk mengambil permen secara bebas. 3. Refleksi dan diskusi dengan dipandu pertanyaan apa akibat jika membagi permen tanpa menggunakan peraturan?. 4. Musyawarah membuat peraturan membagi permen dan membangun komitmen untuk mematuhi peraturan membagi permen yang baru saja dibuat bersama. 5. Membagi permen dengan menggunakan peraturan yang dibuat siswa. 6. Refleksi dan diskusi terhadap pengalaman membagi permen dengan menggunakan peraturan dan semua orang (siswa) mematuhi peraturan tersebut. 7. Penyimpulan, penegasan, dan penguatan nilai-nilai.

Sistem Pendukung Penyediaan permen, panduan pertanyaan untuk refleksi dan diskusi. Penilaian Penilaian proses dan hasil. Model Komprehensif yang Memadukan Pikiran dan Hati Model ini dilandasi oleh sebuah pandangan bahwa, perilaku baik akan terjadi pada diri peserta didik jika perilaku itu merupakan perwujudan dengan pertimbangan pikiran (ilmu pengetahuan empiric) dan dikendalikan dengan hati (ajaran agama-agama). Jika seseorang menggunakan pertimbangan rasionalnya dan dikendalikan dengan ajaran Tuhan maka akan terwujud perilaku baik (menggambarkan perilaku orang-orang yang berakal). Jika dimodelkan adalah sebagai berikut.

Pikiran (Pengetahuan Empirik) Hati (Ajaran Agama-agama) Prinsip pembelajaran yang mementingkan keseimbangan aspek piker dan hati dilakukan dengan prinsip/langkah-langkah: 1. Libatkan siswa dalam pengalaman belajaran secara otentik (melakukan) langsung atau melalui simulasi. 2. Lakukan refleksi terhadap pengalaman belajar siswa secara otentik tersebut dengan mengungkap keadaan nilai yang ada pada diri peserta didik, yang terfokus pada pengakuan akan rendahnya penghargaan pada nilai-nilai, atau pelanggaran pada standard penilaian. 3. Pengakuan kesalahan/pelanggaran pada standard penilaian dan bertobat dan berjanji untuk tidak mengulangi pelanggaran-pelanggaran yang sama. 4. Ingatkan dan perkuat dengan ajaran agama-agama untuk penguatan nilai-nilai dan karakter. 5. Berdoa yang bersifat motivasional untuk pencapaian nilai-nilai karakter ideal yang diharapkan. Model ini banyak dikembangkan oleh Abdullah Gymnastiar, yang dipraktikkan dalam lingkungan Pondok Pesantren Daarut-Tauhied Bandung. Contoh Model yang Memadukan Pikiran dan Hati

Nilai Utama: Penghargaan, Pemerataan, Kerjasama, dan pengendalian diri. Indikator: 1. Menghargai pendapat orang lain. 2. Melakukan kerjasama. 3. Menghargai pentingnya pemerataan dalam pembagian sesuatu. Tujuan: 1. Melalui bermain tarik tambang siswa mampu menghargai pendapat orang lain dalam hal cara bermain tarik tambang. 2. Melalui refleksi atas permainan tarik tambang, peserta didik menyadari keadaan dirinya, ternyata misalnya: diri ini kurang menghargai pendapat orang lain, serakah, emosional, kurang bisa mengendalikan diri dan lain-lain. 3. Melalui refleksi dan penyadaran diri peserta didik menghargai pentingnya menghargai pendapat orang lain, 4. Melalui berdoa bersama, peserta didik memohon kepada Tuhan untuk menjadi manusia yang berkarakter baik (menghargai orang lain, sabar tidak emosional, bekerjasama, dan mementingkan pemerataan). Langkah-langkah 1. Penyiapan peralatan untuk tarik tambang bersegi tiga dan hadiah berupa nasi bungkus. 2. Peserta didik diminta untuk mempersiapkan diri dengan cara memegang tambang secara bebas, sehingga setiap tambang dalam posisi dipengang oleh peserta secara berkelompok. 3. Guru menginstruksikan dengan instruksi: kelompok yang bisa memindah simpul tambang dan bisa melalui garis batas dihadapannya yang terdekat berarti memenangkan permainan, dan kelompok yang bersangkutan memperoleh hadiah satu nasi bungkus. 4. Bermain beberapa ronde. 5. Ditengah-tengah permainan berjalan kira-kira 75% permainan dihentikan. 6. Refleksi terhadap jalannya proses permainan. 7. Pengakuan akan rendahnya moralitas diri yang kurang menghargai orang lain, emosional, serakah, dll dan membangun komitment untuk meninggalkan sifat-sifat itu.

8. Berdoa untuk pencapaian karakter yang lebih baik. Sistem Pendukung Peralatan bermain tarik tambang bersegi tiga. KESIMPULAN Pembelajaran nilai dan karakter perlu dilakukan dengan menggunakan strategi pembelajaran nilai dan karakter. Ada berbagai macam strategi yakni: strategi yang berorientasi behavioristik, kognitivistik, afektif, dan komprehensif. Masing-masing strategi menggunakan metode, teknik, dan modelmodel pembelajaran yang berbeda-beda. Pilihan pada orientasi strategi, hendaknya menempatkan manusia secara humanis yang kreatif, tumbuh dan berkembang, dan potensial berkarakter baik. PENUGASAN Buatlah sebuah rancangan pembelajaran nilai dan karakter secara terintegrasi dalam mata pelajaran dan pokok bahasan tertentu dengan menggunakan strategi pembelajaran nilai dan karakter. UJI KOMPETENSI 1. Jelaskan konsep strategi pembelajaran nilai dan karakter. 2. Identifikasilah orientasi strategi-strategi pembelajaran nilai dan karakter. 3. Jelaskan perkembangan moral menurut Kohlberg dan Piaget dan Strategi-strategi peningkatan tahapan perkembangan moral. 4. Identifikasilah metode-metode dan teknik-teknik pengembangan moral/karakter. 5. Buatlah perangkat pembelajaran untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran karakter. DAFTAR PUSTAKA

1. Lickona, Thomas, 1991. Educating for Character, New York: Bantam Book. 2. Depdiknas RI, 2010. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Nilai dan Karakter, Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah. 3. Depdiknas RI, 2010. Grand Desain Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta: Pusat Kurikulum Litbang Depdiknas. 4. Djahiri, Kosasih, 1992. Menelusuri Dunia Afektif Nilai Moral dan Pendidikan Nilai Moral, Bandung: Lababoratorium Pengajaran PMP IKIP Bandung. 5. Duska, Ronald, dan Mariellen Whellan, Moral Development, Gill and Macmillan Publisher Group.

Langkah-Langkah Pembelajaran dalam VCT John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat, setiap tahapan dijelaskan sebagai berikut. Kebebasan Memilih, Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu: (1) Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh; (2) Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas; (3) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya. Menghargai,Terdiri atas 2 tahap pembelajaran, yaitu; (1) Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya; (2) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain. Berbuat, Pada tahap ini, terdiri atas 2 tahap, yaitu; (1) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya (2) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui

proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Hermi Yanzi dalam artikelnya yang berjudul Pembelajaran Inovatif Berbasis VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai) Untuk Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjelaskan langkah-langkah VCT sebagai berikut. (1) Membuat/mencari media stimulus. Berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras yang disesuaikan dengan topik atau tema target pembelajaran. Dengan persyaratan hendaknya mampu merangsang, melibatkan dan mengembangkan potensi afektual siswa, terjangkau dengan tingkat berpikir siswa. Misalnya contoh peristiwa "Tabrak Lari". (2) Kegiatan pembelajaran. Pertama, guru melontarkan stimulus dengan cara membaca/menampilkan cerita atau menampilkan gambar, kegiatan ini dapat dilakukan oleh guru sendiri atau meminta bantuan kepada siswa lain. Kedua, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdialog sendiri atau sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi. Ketiga, melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan yang telah disusun oleh guru yang berhubungan dengan stimulus tadi, baik secara individual maupun berkelompok. Keempat, menentukan argumen atau pendirian melalui pertanyaan guru baik secara individual maupun berkelompok. Kelima, pembahasan atau pembuktian argumen. Keenam penyimpulan. Implementasi Pelaksanaan VCT Hermi Yanzi dalam artikelnya yang berjudul Pembelajaran Inovatif Berbasis VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai) Untuk Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjelaskan langkah-langkah implementasi dalam pembelajaran VCT sebagai berikut. Persiapan, diawalili dengan melakukan tindakan yaitu Pertama, menyusun RPP sesuai dengan pokok bahasan. Dalam kesempatan ini diambil contoh materi kedisiplinan. Kedua, menetapkan bagian mana dari materi kedisiplinan yang akan disajikan melalui analisis nilai, materi dapat dipilah seperti; kedisiplinan dirumah, sekolah maupun di jalan raya. Ketiga, menyusun skenario pembelajaran sehingga jelas langkah-langkah pembelajarannya. Keempat, menyiapkan media stimulus untuk ber-VCT seperti cerita, guntingan koran atau memutar video. Kelima, menyiapkan lembar kerja yang berisi panduan terperinci bagi siswa dalam ber-VCT. Pelaksanaan, diawalili dengan melakukan tindakan yaitu Pertama, setelah membuka pelajaran, dijelaskan kepada siswa bahwa mereka akan ber-VCT. Kedua, pelontaran stimulus oleh guru atau siswa yang telah di rancang sedemikian rupa. Ketiga, guru memperhatikan aksi dan reaksi spontan siswa terhadap stimulus yang diberikan. Keempat, melaksankan dialog terpimpin melalui perntanyaan guru baik secara individual, kelompok maupun secara klasikal. Kelima, menentukan argumen dan klarifikasi pendirian. Keenam, pembahasan/pembuktian argumen. Pada tahap ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep yang sesuai dengan materi. Ketujuh, penyimpulan yang dapat berupa bagan intisari materi.

Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melaui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa. Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru. Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan (1) Untuk mengukur atau mengetahul tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. (2) Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya. (3) Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa. (4) Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog , antara lain yaitu (1) Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik. (2) Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya. (3) Usahakan

dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya

Melalui pembelajaran PKn minimal terdapat tiga hal yang akan dan harus dikembangkan oleh guru, yaitu kecerdasan warganegara (civic intelligence), tanggungjawab warganegara (civic responsibility) dan partisifasi warganegara (civic Partisipation). Untuk mengembangkan ketiga hal tersebut, tentu anda harus mahir menggunakan berbagai metode, media dan evaluasi pembelajaran (khususnya PKn). Kemampuan anda dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran akan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa baik keberhasilan aspek kognitif, maupun keberhasilan aspek afektif dan aspek psikomotor. Ketidaktepatan memilih dan menggunakan metode pembelajaran akan mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Misalnya untuk mengembangkan sikap disiplin, anda tidak cukup hanya menggunakan metode ceramah murni, tetapi perlu divariasikan dengan metode yang dapat mengungkapkan nilai, seperti analisis nilai, simulasi, permainan dan percontohan. Perlu diketahui bahwa salah satu ciri paradigma baru pembelajaran PKn adalah tidak lagi menekankan pada mengajar tentang PKn, tetapi lebih berorientasi pada membelajarkan PKn atau upaya-upaya guru untuk ber-PKn. Oleh karena itu dalam pembelajaran PKn, siswa dibina untuk membiasakan atau melakoni isi pesan materi PKn. Agar tujuan dapat berjalan dengan baik maka anda sebagai guru PKn hendaknya menjadi teladan dalam ber-PKn dengan menunjukkan contoh prilaku yang diharapkan ditiru dan dilaksanakan siswa dalam kehidupan disekolah dan kehidupan sehari-hari di masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pembelajaran PKn penggunaan berbagai macam model pembelajaran yang tersedia, tentu saja harus disesuaikan dengan karakteristik tujuan pembelajaran, karakteristik materi, situasi dan lingkungan belajar siswa, tingkat perkembangan dan kemampuan belajar siswa, waktu dan kebutuhan belajar bagi siswa itu sendiri. Dalam PKn dikenal suatu model pembelajaran yaitu, VCT. Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa. Mengapa perlu pembelajaran VCT Pola pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi. Langkah-langkah pembelajaran 1.Membuat/mencari media stimulus. Berupa contoh keadaan/perbuatan yang memuat nilai-nilai kontras yang disesuaikan dengan topik atau tema target pembelajaran. Dengan persyaratan hendaknya mampu merangsang, melibatkan dan mengembangkan potensi afektual siswa, terjangkau dengan tingkat berpikir siswa. Misalnya contoh peristiwa Tabrak Lari 2.Kegiatan pembelajaran. Pertama, guru melontarkan stimulus dengan cara membaca/menampilkan cerita atau menampilkan gambar, kegiatan ini dapat dilakukan oleh guru sendiri atau meminta bantuan kepada siswa lain. Kedua, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdialog sendiri atau sesama teman sehubungan dengan stimulus tadi. Ketiga, melaksanakan dialog terpimpin melalui pertanyaan yang telah disusun oleh guru yang berhubungan dengan stimulus tadi, baik secara individual maupun berkelompok. Keempat, menentukan argumen atau pendirian melalui pertanyaan guru baik secara individual maupun berkelompok. Kelima, pembahasan atau pembuktian argumen. Keenam penyimpulan A.Persiapan Pertama, menyusun RPP sesuai dengan pokok bahasan. Dalam kesempatan ini diambil contoh materi kedisiplinan. Kedua, menetapkan bagian mana dari materi kedisiplinan yang akan disajikan melalui analisis nilai, materi dapat dipilah seperti; kedisiplinan dirumah, sekolah maupun di jalan raya. Ketiga, menyusun skenario pembelajaran sehingga jelas langkah-langkah pembelajarannya. Keempat, menyiapkan media stimulus untuk ber-VCT seperti cerita, guntingan koran atau memutar video. Kelima, menyiapkan lembar kerja yang berisi panduan terperinci bagi siswa dalam ber-VCT.

B.Pelaksanaan Pertama, setelah membuka pelajaran, dijelaskan kepada siswa bahwa mereka akan ber-VCT. Kedua, pelontaran stimulus oleh guru atau siswa yang telah di rancang sedemikian rupa. Ketiga, guru memperhatikan aksi dan reaksi spontan siswa terhadap stimulus yang diberikan. Keempat, melaksankan dialog terpimpin melalui perntanyaan guru baik secara individual, kelompok maupun secara klasikal. Kelima, menentukan argumen dan klarifikasi pendirian. Keenam, pembahasan/pembuktian argumen. Pada tahap ini sudah mulai ditanamkan target nilai dan konsep yang sesuai dengan materi. Ketujuh, penyimpulan yang dapat berupa bagan intisari metari. Kesimpulan Dengan model pembelajaran VCT, akan mudah mengungkap sikap, nilai dan moral siswa terhadap suatu kasus yang disajikan oleh guru. Tentu saja harus dibekali dengan kemampuan guru dalam menguasai keterampilan dan teknik dasar mengajar dengan baik. Sikap demokratis, ramah, hangat dan nuansa kekeluargaan yang akrab diperlukan, sehingga siswa berani berpendapat dan beda pendapat dengan guru maupun dengan siswa lain. Sedangkan untuk evaluasi anda dapat melakukan evalusi proses dan evaluasi hasil belajar. Pada evaluasi proses dapat dilakukan dengan melakukan pengamatan jalannya diskusi, sikap dan aktivitas siswa maupun proses pembelajaran secara menyeluruh dan evaluasi hasil dapat dilihat dari hasil tes. Jangan lupa memberikan pujian kepada siswa yang mampu berpendapat sekalipun kepada siswa yang berpendapat belum lengkap secara variatif. Referensi A. Kosasih Djahiri (1987). Pengajaran Studi Sosial/IPS, Dasar-dasar metodologi model belajar mengajar ilmu pengetahuan sosial. Bandung: LPPP-Ips IKIP Bandung A. Kosasih Djahiri (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. Bandung: PMPKN FPIPS IKIP Bandung. Udin S. Winataputra, dkk. 2006. Materi dan Pembelajaran PKn SD. Universitas Terbuka. Jakarta.

Model VCT: Landasan Teori, Kerangka Berfikir dan Hipotesis


14 Sabtu Nov 2009 Posted by siswandi adinugroho in Penelitian 4 Komentar

6 Votes

BAB II. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori A. Makna, Tugas dan Peranan Guru Dalam Undang-undang Nomor 14 tahun 2005, Bab 1, Pasal 1, dinyatakan bahwa : guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Surya (2004 : 89-90) menjelaskan bahwa : peranan (role) guru adalah keseluruhan perilaku yang harus dilakukan guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru. Guru mempunyai peranan yang luas, baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun di masyarakat. Di sekolah ia berperan sebagai perancang pengajaran, pengelola pengajaran, penilai hasil pembelajaran, pengarah pembelajaran, dan sebagai pembimbing murid. Di dalam keluarga, guru berperan sebagai pendidik dalam keluarga atau family educator. Sedangkan di masyarakat, guru berperan sebagai pembina masyarakat (social developer), pendorong masyarakat (social motivator), penemu masyarakat (social inovator), dan sebagai agen masyarakat (social agent). Guru yang baik dan efektif ialah guru yang dapat memainkan semua peranan-peranan itu secara baik. Makna tersebut, secara universal maksudnya bahwa setiap kegiatan proses pembelajaran memerlukan seorang pembimbing, dalam hal ini tidak lain adalah guru, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Dalam arti guru sebagai profesi, maka makna guru menjadi lebih

dominan pada makna seseorang yang memiliki tugas sebagai pendidik dengan persyaratan atau kualifikasi tertentu. Tugas guru inilah yang menuntut adanya sikap profesionalisme, yaitu bertanggung jawab terhadap pekerjaan, memiliki kompetensi dalam bidangnya, dan pribadi yang baik dari seorang guru. Yamin dan Ansari (2008 : 9), menyatakan bahwa : guru memiliki peranan yang sangat berat dan penting karena guru harus bertanggung jawab atas terbentuknya moral siswa yang telah diamanahkan para orang tua atau wali untuk menciptakan anak didiknya menjadi terdidik, terbimbing, dan terlatih jasmani dan rohaninya. Maka guru adalah seorang figur yang terhormat, dia menjadi ukuran dan pedoman bagi anak didiknya, di tengah masyarakat sebagai suri tauladan. Thoifur (2008), menjelaskan bahwa : guru atau pendidik adalah orang yang mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan dengan sungguh-sungguh, toleran, dan menjadikan peserta didiknya lebih baik dalam segala hal. Berdasarkan penjelasan tersebut, guru berperanan penting dalam pendidikan, keluarga dan masyarakat. Sebagai pendidik di sekolah guru dituntut memiliki kompetensi yang memadai agar dapat menjalankan profesinya sebagai guru. Sebab, guru yang memiliki kompetensi akan dengan mudah melakukan proses pembelajaran di sekolah. Pada tataran tersebut, maka guru perlu memiliki sikap profesional. B. Strategi Pembelajaran Afektif model Value clarification technique (VCT) Strategi pendidikan afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan (psikomotor). Afektif berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur, oleh karena berkaitan erat dengan kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam dirinya. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaianya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan membutuhka ketelitian dan observasi yang berkelanjutan, dan nilai ini tidaklah mudah untuk dilakukan, apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah. Kita tidak dapat menilai atau menyimpulkan bahwa sikap seseorang anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun anak tersebut, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Mungkin sikap tersebut terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar. Dari uraian di atas, maka dapatlah diketahui dan dipahami bahwa untuk dapat menumbuhkembangkan nilai dan sikap siswa melalui pendidikan agama secara formal di sekolah, diperlukan strategi dan metode pembelajaran yang lebih baik, tepat tujuan dan mencapai hasil maksimal. Pendapat dari Asy Syaibany yang dikutip oleh Muhamad Nurdin, (2004), menjelasakan bahwa : terdapat tujuh prinsip pokok yang harus diterapkan oleh seorang guru dalam hal metode pengajaran, yaitu (1) mengetahui motivasi, kebutuhan, dan minat anak didiknya; (2) mengetahui tujuan pendidikan yang sudah diterapkan sebelum pelaksanaan pendidikan; (3) mengetahui tahap kematangan (maturity), perkembangan, serta perubahan anak didik; (4) mengetahui perbedaan-

perbedaan individu anak didik; (5) memperhatikan pemahaman dan mengetahui hubunganhubungan, dan kebebasan berfikir; (6) menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik; dan (7) menegakkan contoh yang baik/uswatun hasanah. Pendapat tersebut di atas, diperkuat dengan pendapat Muhaimin dan Mujib (1993), yang menyatakan bahwa : tujuan diadakannya metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar menjadi lebih baik berdaya guna dan menimbulkan kesadaran anak didik untuk mengamalkan ketentuan ajaran agama (Islam) melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar bagi anak didik secara mantap. Selanjutnya, Uno (2007: 2), menjelaskan bahwa : metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut, fungsi metode pendidikan adalah mengarahkan keberhasilan belajar dan memberikan kemudahan anak didik. Sedangkan, tugas utamanya adalah mengadakan aplikasi prinsip-prinsip psikologis dan pedagogis agar peserta didik dapat menghayati, mengetahui, dan mengerti materi yang diajarkan oleh guru. Selain itu, tugas utama guru dalam metode tersebut adalah membuat perubahan tingkah laku, sikap, minat anak didik kepada perubahan yang nyata. Setiap strategi pembelajaran sikap pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematis. Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik. Terdapat tiga model pembelajaran pembentukan sikap seseorang : 1. Model konsiderasi, model ini dikembangkan oleh Mc. Paul, seorang humanis. Dia menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Pembelajaran moral siswa menurutnya adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan intelektual. Implementasi model ini yaitu dengan mengikuti beberapa tahap adanya masalah, menganalisis situasi, memberikan tanggapan, menganalisis respon orang lain, merumuskan akibat atau konsekuensi dari setiap tindakan, memandang permasalah tersebut dari berbagai sudut pandang, dan merumuskan sendiri tindakan yang harus dilakukan. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian. Atas dasar asumsi tersebut, maka guru harus menjadi model di dalam kelas dalam memperlakukan setiap siswa dengan rasa hormat, menjauhi sikap otoriter, menciptakan kebersamaan, saling membantu, saling menghargai, dan lain-lain. 2. Model pengembangan kognitif, model pengembangan kognitif ini dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, yang banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai akibat terjadinya proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Sesuai dengan prinsip bahwa moral terjadi secara bertahap, maka strategi pembelajaran model Kohlberg diarahkan untuk membantu agar setiap individu meningkat dalam perkembangan moralnya. Model pengembangan kognitif ini dikembangkan oleh Lawrence Kohlberg, yang banyak diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan manusia terjadi sebagai akibat terjadinya proses dari restrukturisasi kognitif yang berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut Kohlberg, moral manusia

itu berkembang melalui 3 tingkatan, dan setiap tingkat terdiri dari 2 tahap. terdapat tiga tingkatan dalam perkembangan moral manusia, yaitu (a) prakonvensional, meliputi orientsi hukuman dan kepatuhan, orientasi instrumental-relatif, (b) tingkatan konvensioanl, meliputi keselarasan interpersonal, sistem sosial dan kata hati. 3. Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique), yang dikembangkan oleh John Jarolimek. Model ini yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran agama Islam pada penelitian ini. C. Langkah-langkah Pembelajaran Value clarification technique (VCT) Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melaui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru. Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral VCT bertujuan: a. Untuk mengukur atau mengetahul tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. b. Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya. c. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa. d. Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat, setiap tahapan dijelaskan sebagai berikut : I. Kebebasan Memilih Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu: a. Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh b. Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas c. Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.

II. Menghargai Terdiri atas 2 tahap pembelajaran: a. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya b. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain. III. Berbuat Pada tahap ini, terdiri atas: a. Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya b. Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehai-hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, Sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog , antara lain: 1. Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik. 2. Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya. 3. Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya. 4. Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas. 5. Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, Sehingga ia menjadi defensif. 6. Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu. 7. Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka melalui strategi pembelajaran kooperatif metode Value clarification technique (VCT) diharapkan siswa akan lebih bergairah dan menyenangkan dalam menerima pelajaran agama Islam yang pada gilirannya tujuan pembentukan atau penanaman nilai dan sikap dapat tercapai. 2.2. Asumsi Berfikir Keberhasilan hasil belajar agama Islam bagi peserta didik di tingkat SMP sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor yang dominan adalah hubungan kegiatan guru dan peserta didik di kelas dalam proses kegiatana pembelajaran, dengan prestasi hasil belajar pada topik perilaku terpuji dan tercela khususnya di kelas VIII sangat ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan guru dalam memilih dan menentukan strategi dan metode pembelajaran yang digunakannya. Oleh karena itu, ketepatan metode pembelajaran yang

disesuaikan dengan tujuan pembelajaran sangat menentukan keberhasilan hasil belajar agama Islam peserta didik. Sampai dengan saat ini, diketahui terdapat banyak metode yang digunakan oleh guru agama Islam dalam kegiatan proses pembelajaran yang digunakan oleh guru di SMP. Selain metode yang sudah umum dilakukan para guru agama tersebut, terdapat metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka dalam penelitian ini digunakan metode pembelajaran mengklarifikasi nilai (Value clarification technique) sebagai salah satu metode yang berbasis pada KBK. Hubungan antara metode pembelajaran (Value clarification technique) yang digunakan dengan keberhasilan hasil belajar agama Islam, dalam penelitian ini digambarkan dalam alur kerangka berfikir, sebagai berikut : Gambar 1. Kerangka Berfikir Pembelajaran (Value clarification technique) dengan Hasil Belajar Siswa Kelas VIII dalam Pelajaran Agama Islam.

< Sumber : Wina Sanjaya (2008), diolah Penulis. Gambar tersebut di atas, menjelaskan bahwa dengan strategi model pembelajaran value clarification technique diharapkan siswa akan menjadi lebih aktif dan berhasil dalam proses pembelajaran agama Islam. Dalam hal ini, guru agama sebelum melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar, diperlukan persiapan sebagaimana peran guru di kelas, yaitu mempersiapkan dan membuat : tujuan pembelajaran, materi atau pokok bahasan, dan lain-lain yang akan diajarkan. Kemudian guru menentukan dan membagi peserta didik dalam kelompok-kelompok, memberikan pengantar dan memotivasi siswa. Pembelajaran dilakukan dalam tiga tingkatan, yaitu : (1) kebebasan memilih; (2) Menghargai; dan (3) Berbuat. Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, maka untuk mengetahui pengaruh dari model pembelajaran tersebut terhadap hasil belajar agama, dilakukan uji perbedaan antara kelas perlakuan dengan kelas kontrol. Dimana, kelas perlakukan adalah kelas yang mendapat perlakuan dalam kegiatan pembelajaran value clarification technique. Sedangkan, kelas kontrol merupakan kelas yang mendapat pembelajaran konvensional, berupa ceramah dan diskusi biasa.

2.3. Hipotesis Bertitik tolak dari penjelasan teori-teori yang telah disebutkan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Hipotesis Nol (Ho) Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari metode pembelajaran value clarification technique terhadap sikap siswa sebagai hasil belajar pada topik perilaku terpuji (2) Hipotesis Alternatif (Ha) Terdapat pengaruh yang signifikan dari metode pembelajaran value clarification technique terhadap sikap siswa sebagai hasil belajar pada topik perilaku terpuji Catatan: Jika anda melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), maka hipotesis yang anda kemukakan, misalnya seperti ini: Hipotesis Tindakan: Melalui Model Pembelajaran VCT dapat meningkatkan sikap siswa dalam berperilaku di Sekolah.

You might also like