You are on page 1of 11

REFERAT MATA

UVEITIS

RAJA RANI VERDIANTI, Sked 110.2006.211

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSUD ARJAWINANGUN KABUPATEN CIREBON FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI 2012

PENDAHULUAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses autoimun. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis. Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis. Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan. Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah tanpa sekret mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Insiden uveitis di Amerika Serikat dan di seluruh dunia diperkirakan sebesar 15 kasus/100.000 penduduk dengan perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan. Uveitis merupakan salah satu penyebab kebutaan. Morbiditas akibat uveitis terjadi karena terbentuknya sinekia posterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan intraokuler dan gangguan pada nervus optikus. Selain itu, dapat timbul katarak akibat penggunaan steroid. Oleh karena itu, diperlukan penanganan uveitis yang meliputi anamnesis yang komprehensif, pemeriksaan fisik dan oftalmologis yang menyeluruh, pemeriksaan penunjang dan penanganan yang tepat.

I.

ANATOMI UVEA

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid.

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan siliar ke depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata. Pada iris terdapat 2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : 1. Musculus dilatator yang melebarkan pupil 2. Musculus sfingter yang mengecilkan pupil Kedua otot tersebut memelihara ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria. Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut anisokoria. Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea yang terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior ke kamera okuli anterior, kemudian lewat trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm, selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk kembali ke jantung.

Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara retina (di sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak menimpali (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi retina disebut pars plana. II. KLASIFIKASI UVEITIS

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.

1. Klasifikasi Anatomis a) Uveitis anterior Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut juga dengan iridosiklitis. b) Uveitis intermediet Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan peradangan vitreous. c) Uveitis posterior Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid. d) Panuveitis

Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi Klinis a) Uveitis akut Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik. b) Uveitis kronik Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. 3. Klasifikasi Etiologis a) Uveitis infeksius Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri b) Uveitis non-infeksius Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun. 4. Klasifikasi patologis a) Uveitis non-granulomatosa Infiltrat dominan limfosit pada koroid b) Uveitis granulomatosa Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus III. UVEITIS ANTERIOR

DEFINISI Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang di sebut iritis atau mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.

KLASIFIKASI Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan

atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui. Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis nongranulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli anterior.

Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa


Non- Granulomatosa Onset Nyeri Fotofobia Penglihatan Kabur Merah Sirkumneal Keratic precipitates Pupil Sinekia posterior Noduli iris Lokasi Perjalanan penyakit Kekambuhan Akut Nyata Nyata Sedang Nyata Putih halus Kecil dan tak teratur Kadang-kadang Tidak ada Uvea anterior Akut Sering Granulomatosa Tersembunyi Tidak ada atau ringan Ringan Nyata Ringan Kelabu besar (mutton fat) Kecil dan tak teratur Kadang-kadang Kadang-kadang Uvea anterior, posterior,difus Kronik Kadang-kadang

PATOFISIOLOGI Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata (humor aqueus) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea. Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar, maka timbullah hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder. Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat

yang akan mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan dapat mengakibatkan glaukoma. Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang melalui celah antar lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat jenis cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih seimbang maka tekanan mata akan berada pada batas normal 15-20 mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah glaukoma sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula yang meradang atau sakit (Wijana,1993) Elemen darah dapat berkumpuk di kamera okuli anterior dan timbullah hifema (bila banyak mengandung sel darah merah) dan hipopion (yang terkumpul banyak mengandung sel darah putihnya). Elemen-elemen radang yang mengandung fibrin yang menempel pada pupil dapat juga mengalami organisasi, sehingga melekatkan ujung iris pada lensa. Perlekatan ini disebut sinekia posterior. Bila seluruh iris menempel pada lensa, disebut seklusio pupil sehingga cairan yang dari kamera okuli posterior tidak dapat melalui pupil untuk masuk ke kamera okuli anterior, iris terdorong ke depan, disebut iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior menyempit, dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur. Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat mengakibatkan katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun dapat mengakibatkan organisasi jaringan yang tampak sebagai membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi dari retina yang disebut retinitis proloferans. Pada kasus yang lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina.

GEJALA KLINIS dan PEMERIKSAAN FISIK Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter pupil dan terdapatnya edema iris. Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).

IV.

UVEITIS INTERMEDIATE Uveitis intermediate disebut juga siklitis, uveitis perifer atau pars planitis adalah

peradangan intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju (snowbanking). Peradangan bilik mata depan minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.

V.

UVEITIS POSTERIOR Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang

meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma, penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau

papillomacular bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina. VI. PENATALAKSANAAN Tujuan terapi uveitis adalah mencegah komplikasi yang mengancam penglihatan, menghilangkan keluhan pasien, dan jika mungkin mengobati penyebabnya. Ada empat kelompok obat yang digunakan dalam terapi uveitis, yaitu midriatikum, steroid, sitotoksik, dan siklosporin. Sedangkan uveitis akibat infeksi harus diterapi dengan antibakteri atau antivirus yang sesuai. a. Kortikosteroid topikal, periokuler, sistemik (oral, subtenon, intravitreal) dan sikloplegia b. Pemberian antiinflamasi non steroid c. Pemberian obat jenis sitotoksik seperti (siklosporin) d. Terapi operatif untuk evaluasi diagnostik (parasentesis, vitreus tap dan biopsi korioretinal untuk menyingkirkan neoplasma atau proses infeksi) bila diperlukan. e. Terapi untuk memperbaiki dan mengatasi komplikasi seperti katarak, mengontrol glaukoma dan vitrektomi. f. Midriatikum berfungsi untuk memberikan kenyamanan pada pasien, mencegah pembentukan sinekia posterior, dan menghancurkan sinekia. Memberikan kenyamanan dengan mengurangi spasme muskulus siliaris dan sfingter pupil dengan menggunakan atropin. Atropin tidak diberikan lebih dari 1-2 minggu. g. Steroid topikal hanya digunakan pada uveitis anterior dengan pemberian steroid kuat, seperti dexametason, betametason, dan prednisolon. Komplikasi pemakaian steroid adalah glaukoma, posterior subcapsular cataract, komplikasi kornea, dan efek samping sistemik VII. DIAGNOSIS BANDING Penting untuk menentukan apakah lesi yang terjadi akibat inflamasi, tumor, proses vaskuler, atau proses degenerasi. Meksipun flare dan sel di COA merupakan tanda utama uveitis, tapi bukan merupakan suatu tanda diagnostik pasti uveitis karena proses nekrotik atau metastasis neoplasma juga dapat menyebabkan proses inflamasi. Debris seluler vitreus juga ankylating agent (siklofosfamid, klorambusil), antimetabolit (azatrioprin, metotrexat) dan sel T supresor

dapat terjadi akibat proses degeneratif seperti retinitis pigmentosa atau retinal detachment. Beberapa kelainan yang sering di kelirukan dengan uveitis antara lain : a. Konjungtivitis dibedakan dengan adanya sekret dan kemerahan pada konjungtiva b. Keratitis di bedakan dengan adanya pewarnaan atau defek pada epitel atau adanya penebalan atau infiltrat pada stroma c. Glaukoma akut sudut tertutup ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular, kekeruhan dan edema kornea dan sudut bilik mata depan yang sempit. VIII. KOMPLIKASI Komplikasi terpeting yaitu terjadinya peningkatan tekanan intraokuler (TIO) akut yang terjadi sekunder akibat blok pupil (sinekia posterior), inflamasi, atau penggunaan kortikosteroid topikal. Katarak juga dapat terjadi akibat pemakaian kortikosteroid. Penggunaan siklopegik dapan mengganggu akomodasi pada pasien yang berusia diatas 45 tahun. Peningkatan TIO dapat menyebabkan atrofi nervus optikus dan kehilangan penglihatan permanen. Komplikasi lain meliputi corneal band-shape keratopathy, katarak, pengerutan permukaan makula, edema diskus optikus dan makula, edema kornea, dan retinal detachment.

IX.

PROGNOSIS

Prognosis uveitis tergantung pada banyak hal diantaranya derajat keparahan, lokasi, dan penyebab peradangan. Secara umum, peradangan yang berat perlu waktu lebih lama untuk sembuh serta lebih sering menyebabkan kerusakan intraokular dan kehilangan penglihatan dibandingkan dengan peradangan ringan atau sedang. Selain itu uveitis anterior cenderung lebih cepat merespon pengobatan dibandingkan dengan uveitis intermediet, posterior atau difus. Umumnya kasus uveitis anterior prognosisnya baik bila di diagnosis lebih awal dan diberi pengobatan yang tepat. Prognosis visual pada iritis kebanyakan pulih dengan baik tanpa adanya katarak, glaukoma dan uveitis posterior. Keterlibatan retina, koroid atau nervus optikus cenderung memberi prognosis yang lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Vaughan & Asbury. 2007. Oftalmologi Umum Edisi 17 (hl 150-153). Jakarta : EGC. Ilyas, H. Sidarta, prof, dr. 2005. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3 (hl 6-10, 172-174, 199). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Diagnosis 087.pdf etiologik uveitis anterior (diakses tanggal 16 Februari 2012) http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14DiagnosisEtiologik087.pdf/14DiagnosisEtiologik

Uveitis Anterior http://yumizone.wordpress.com/2009/02/24/uveitis-anterior/ (di akses tanggal 18 Februari 2012) Uveitis anterior granulomatosa http://www.scribd.com/doc/79552912/13/Uveitisanterior-granulomatosa (di akses tanggal 19 Februari 2012) Iritis dan Uveitis http://emedicine.medscape.com/article/798323-overview (di akses tanggal

You might also like