You are on page 1of 29

Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, Sultan Hamid II diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan

selama jabatan menteri negara itu ia ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.

LAMBANG PERTAMA

Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku Bung Hatta Menjawab untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena

menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

LAMBANG KEDUA

Pada tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali Garuda Pancasila dan disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya Sekitar Pancasila terbitan Departemen Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih gundul dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini.

Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes, Jakarta pada 15 Februari 1950.

LAMBANG KETIGA

Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang gundul menjadi berjambul dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk akhir gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk akhir rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.

LAMBANG KEEMPAT

Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan berkas dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan ide perisai Pancasila muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara.

Deskripsi dan arti filosofi

Garuda
Garuda Pancasila sendiri adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat. Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan kejayaan. Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan. Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain: 17 helai bulu pada masing-masing sayap 8 helai bulu pada ekor 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor 45 helai bulu di leher

Perisai

Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan. Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari timur ke barat. Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar hitam. Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai berikut Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar merah Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai berlatar putih Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai berlatar merah dan Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika


Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

Beberapa aturan

Patung besar Garuda Pancasila, terpasang di Ruang KemerdekaanMonas, Jakarta. Penggunaan lambang negara diatur dalam UUD 1945 pasal 36A dan UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035). Sebelumnya lambang negara diatur dalam Konstitusi RIS, UUD Sementara 1950, dan Peraturan Pemerintah No. 43/1958 Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah perisai; warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai; warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda; warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan warna alam untuk seluruh gambar lambang. Lambang Negara wajib digunakan di: dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan; luar gedung atau kantor; lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara; paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah; uang logam dan uang kertas; atau meterai.

Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan: Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara. Setiap orang dilarang: mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara; menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran; membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam UndangUndang ini.

Ukuran/dimensi resmi lambang negara.


UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. (LN 2009 Nmr 109, TLN 5035) Artikel Garuda Pancasila (materi yang dipindahkan) Artikel Lambang Indonesia (awal)

Lagu Garuda Pancasila


Garuda Pancasila juga merupakan dan nama sebuah lagu nasional Indonesia yang diciptakan lagu dan liriknya oleh Sudharnoto. Garuda Pancasila Akulah pendukungmu Patriot proklamasi Sedia berkorban untukmu Pancasila dasar negara Rakyat adil makmur sentausa Pribadi bangsaku Ayo maju maju Ayo maju maju Ayo maju maju

Sultan Hamid II
Sepanjang orang Indonesia, siapa tak kenal burung garuda berkalung perisai yang merangkum lima sila Pancasila? Tapi orang Indonesia mana sajakah yang tahu, siapa pembuat lambang negara itu dulu? Dia adalah Sultan Hamid II, yang terlahir dengan nama Syarif Abdul Hamid Alkadrie, putra sulung sultan Pontianak, Sultan Syarif Muhammad Alkadrie Lahir di Pontianak tanggal 12 Juli 1913. Dalam tubuhnya mengalir darah Indonesia-Arab walau pernah diurus ibu asuh berkebangsaan Inggris. Istri beliau seorang perempuan Belanda yang kemudian melahirkan dua anak,kedua anaknya sekarang di Negeri Belanda. Syarif menempuh pendidikan ELS di Sukabumi, Pontianak, Yogyakarta, dan Bandung. HBS di Bandung satu tahun, THS Bandung tidak tamat, kemudian KMA di Breda, Negeri Belanda hingga tamat dan meraih pangkat letnan pada kesatuan tentara Hindia Belanda. Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Ketika ayahnya mangkat akibat agresi Jepang,

pada 29 Oktober 1945 dia diangkat menjadi sultan Pontianak menggantikan ayahnya dengan gelar Sultan Hamid II. Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil daerah istimewa Kalbar dan selalu turut dalam perundinganperundingan Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC dan KMB di Indonesia dan Belanda. Sultan Hamid II kemudian memperoleh jabatan Ajudant in Buitenfgewone Dienst bij HN Koningin der Nederlanden, yakni sebuah pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan orang Indonesia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran. Pada 21-22 Desember 1949, beberapa hari setelah diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio, Westerling yang telah melakukan makar di Tanah Air menawarkan "over commando" kepadanya, namun dia menolak tegas. Karena tahu Westerling adalah gembong APRA. Selanjutnya dia berangkat ke Negeri Belanda, dan pada 2 Januari 1950, sepulangnya dari Negeri Kincir itu dia merasa kecewa atas pengiriman pasukan TNI ke Kalbar karena tidak mengikutsertakan anak buahnya dari KNIL. Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi peristiwa yang menggegerkan, Westerling menyerbu Bandung pada 23 Januari 1950. Sultan Hamid II tidak setuju dengan tindakan anak buahnya itu, Westerling sempat marah. Sewaktu Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan gambar lambang negara. Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) sewaktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara, disebutkan "ide perisai Pancasila" muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lambang negara. Dia teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah. Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk

melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang. Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika". Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis. Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya "Sekitar Pancasila" terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih "Gundul" dan "tidak berjambul" seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang "Gundul" menjadi "berjambul" dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1940, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis

istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara di mana lukisan otentiknya diserahkan kepada H Masagung, Yayasan Idayu Jakarta pada 18 Juli 1974. Sedangkan Lambang Negara yang ada disposisi Presiden Soekarno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di pemakaman Keluarga Kesultanan Pontianak di Batulayang.

KESIMPULAN :
Lambang garuda indonesia telah mengalami 4 kali perubahan . perubahan pertama pada tanggal 10 Januari 1950 , perubahan kedua pada tanggal 8 Februari 1950 , perubahan ketiga pada tanggal 20 Maret 1950 , dan perubahan terakhir pada tanggal 18 Juli 1974 .

When the United States of Indonesia was formed, Sultan Hamid II was appointed Minister of State Zonder Porto Folio and minister of state for the post of President Sukarno, hewas assigned to plan, design and formulate a state symbol image. Dated January 10, 1950 Technical Committee formed by the name of the StateCommittee under the badge coordinator Zonder Porto Folio Minister Sultan Hamid II withthe composition of the technical committee chairman Muhammad Yamin, Ki HajarDewantoro, M. A. Pellaup essy, Mohammad Natsir, and RM Ngabehi Purbatjaraka as amember. The committee is tasked with selecting the symbol of proposed designs to choose from and submitted to the government.

FIRST SYMBOL

Bung Hatta description refers in the book "Bung Hatta Answer" to implement the Cabinetdecision of the Minister Priyono carry out the competition. Selected two designs bestsymbol of the state, namely the work of Sultan Hamid II and the work of M. Yamin.Received on the next process is the design of government and parliament Sultan HamidII. Work of M. Yamin was rejected because it included the rays of the sun and show the influence of Japan. Once the design was selected, intensive dialogue between the designer (Sultan HamidII), RIS President Sukarno and Mohammad Hatta Prime Minist er, continued improvementfor the draft. Agreement between the three of them, replace the grip tape Garuda, whichwas originally a red ribbon and white ribbon with white to add the motto "Unity in Diversity".

SECOND SYMBOL

On February 8, 1950, draft final state symbol made Minister of RIS, Sultan Hamid IIpresented to the President. The draft final state symbol is getting input from Masyumi tobe considered, because of objections to the eagle image by hand and shouldersholding human shields and is considered to be mythical. Sultan Hamid II re-submit the draft state symbol image that has been refined based onthe aspirations of the developing world, so as to create a form Eagles - GarudaPancasila and abbreviated to Garuda Pancasila. President Sukarno and then submitthe draft to the Cabinet by Mohammad Hatta RIS as prime minister. AG Pringgodigdo in his book "About Pancasila" HANKAM issue, Armed Forces HistoryCentre said the design work of the state emblem of Sultan Hamid II was inauguratedRIS use in Cabinet meetings. When the eagle's head forms an image of GarudaPancasila was "barren" and "'no tuft"' as a form today. This is the work of children's country of nationality is mixed from a variety of aspirationsand then designed by a young nation, Sultan Hamid II Minister of RIS. PresidentSukarno then introduced for the first time the country's emblem to the public at the Hotel Des Indes, Jakarta on February 15, 1950

SYMBOL OF THIRD

Completion of return will continue to be the symbol of the country. Bird head eagleGaruda Pancasila "bald" to "tuft" is done. Form a gripping claw foot ribbon of the originalrear-facing to forward facing also improved, the input of President Sukarno. Dated March 20, 1950, the final form of the symbol images that have been improved hadthe disposition of President Sukarno, who then commanded the court painter, Dullah, todraw back the draft according to the final form of the draft RIS Minister Sultan Hamid IIwho used officially until today.

FOUR SYMBOL

For the last time, Sultan Hamid II completed the final form of image refinement symbol of the state, is to increase the size scale and full color images in which the state emblemauthentic paintings submitted to H. Masagung, Idayu Foundation Jakarta on July 18, 1974. While the State Emblem there is the disposition of President Sukarno and state symbol pictures pictures submitted to the President at the beginning of February 1950is still kept by Kraton Kadriyah, Pontianak. From the transcript of recorded dialogue with Masagung Sultan Hamid II (1974) duringthe submission process of drafting the document file the state emblem, is mentioned"shield idea of Pancasila" appears when the Sultan Hamid II was designing the state emblem. He remembered the words of President Sukarno, the emblem should reflect the views of the nation state, the basic state of Indonesia, where the basic precepts ofthe state, which is visualized in the Pancasila state symbol.

Description and meaning of philosophy

Garuda
Garuda is the bird Garuda Pancasila itself known through ancient mythology in the history of Indonesia, namely Vishnu vehicles that resemble hawk eagle. Garuda is used as a symbol of the State to illustrate that Indonesia is a nation great and strong nation. Golden color of the bird Garuda symbolizes the majesty and glory. Garuda has a beak, wings, tail, and claws that symbolizes strength and power development. Number of Garuda Pancasila feathers symbolize the proclamation of Indonesian independence day on August 17, 1945, among others: 17 feathers on each wing

8 pieces of fur on the tail 19 strands of hair under the shield or on the base of the tail 45 strands of hair on the neck Shield Shield is a shield that has been long known for its culture and civilization of Indonesia as part of a weapon which symbolizes the struggle, defense, and protection to achieve the goal. In the middle of the shield there is a thick black line depicts the equator that describes the location of the Unitary Republic of Indonesia, is a tropical country is crossed by the equator, stretching from east to west. The basic color is the color of the space shields national flag of Indonesia "redwhite".While at the center of a black base color. On the shield there are five pieces that embody the basic state space Pancasila.Symbols on the shield room settings are as follows First Sila: Belief in God Almighty is represented by light in the center of the shield is angled five-star-shaped black background Second Precept: Just and Civilized Humanity is represented by a rope chain and square-edged spots on the bottom left of the shield a red background The third Sila: the unity of Indonesia is represented by the banyan tree at the top left of the shield a white background Fourth Precept: Democracy Led by Wisdom in the Consultative / Representative is symbolized by a bull's head on the top right of the shield a red background and The five precepts: social justice for all people of Indonesia represented by cotton and rice in the bottom right of the shield a white background.

Ribbon bearing the motto of Unity in Diversity


Garuda Pancasila second claw clutching a piece of white ribbon reading "Unity in Diversity" is black. Motto of Unity in Diversity is an excerpt from the work of MPU Kakawin Sutasoma Tantular. The word "diversity" means variety or different, the word "single" means one, the word "angel" means it. Unity in Diversity literally translates "A wide One That", which means although different but in essence it is a unity, that among the party-colored Indonesian nation is a unity. This slogan used to describe the unity and integrity of the Nation and the Republic of Indonesia is made up of diverse cultures, the local language, race, ethnicity, religion and belief.

Some of the rules

Large statue of Garuda Pancasila, mounted on KemerdekaanMonas Space, Jakarta. The use of the emblem provided for in Article 36A of the 1945 Constitution and Law No. 24 of 2009 on the Flag, Language, and the State Emblem, and Anthem. (LN 109 2009mailbox, TLN 5035). Previous state emblem provided for in the Constitution RIS, 1950While the Constitution, and Government Regulation. 43/1958 Principal symbol of the State to use a color that consists of: red color on the upper right and lower left shield; white color on the upper left and lower right shield; golden yellow color to the whole bird Garuda; black in the middle of the heart-shaped shield, and natural color emblem for the whole picture. State emblem shall be used in: Inside the building, office, or classroom education units; outside the building or office; official gazette, gazette addition, the state news, and additional state news; passport, diplomas and official documents issued by the government; coins and banknotes; or seal. In the case of the State Emblem was placed together with the Flag State, the

picture of President and / or images Vice President, its use is governed by the provisions of: State emblem placed on the left and higher than the flag State; and Official pictures of President and / or images are placed parallel to the Vice Presidentand mounted lower than the State Emblem. Each person is prohibited from: cross out, write, draw, or make a corrupt country with the intention of tarnishing Coat,insulting, or demeaning the honor of the State Seal; use the State Emblem of damaged and do not conform to the shape, color andproportion; create a symbol for individuals, political parties, associations, organizations and / or thesame company or emblem resembles the State; and using the Coat of State for the purposes other than those stipulated in this Law. source

Size / dimension of the state's official emblem.


Act No. 24 of 2009 on the Flag, Language, and the State Emblem, and Anthem. (LN 109 2009 mailbox, TLN 5035) Articles Garuda Pancasila (the material removed) Coat Indonesia article (initial)

Garuda Pancasila song


Garuda Pancasila and also the name of an Indonesian national anthem song and the lyrics created by Sudharnoto. Garuda Pancasila I am pendukungmu Patriot proclamation Willing to make sacrifices for you Pancasila state basis People's fairly prosperous Sentausa Personal my people Come forward forward Come forward forward Come forward forward

Sultan Hamid II
Along the people of Indonesia, who does not know Berkalung eagle shield that summarizes five principles of Pancasila? But where are the people of Indonesia who know, who the maker's first state symbol? He was Sultan Hamid II, who was born with the name of Abdul Hamid Sharif Alkadrie, Pontianak sultan's eldest son, Sultan Muhammad Sharif Alkadrie Born in London on July 12, 1913. Blood flow in the body-Arab Indonesia although foster mother had taken care of the British. His wife, a Dutch woman who gave birth to two children, two sons now in the Netherlands. Sharif was educated in Sukabumi ELS, Pontianak, Jakarta, and Bandung. HBS a year in Bandung, Bandung THS did not complete, then the KMA in Breda, the Netherlands until the end and reached the rank of lieutenant in the Dutch East Indies army units. When Japan defeated the Dutch and their allies, on March 10, 1942, he was captured and released when the Japanese surrendered to the Allies and got promoted to colonel.When his father died due to Japanese aggression, on October 29, 1945 he was appointed to succeed his father Sultan Pontianak with the title of

Sultan Hamid II. In the struggle for federalism, Sultan Hamid II gained an important position as deputy special areas of West Kalimantan and always participated in the negotiations Malino, Denpasar, BFO, BFC, IJC and the RTC in Indonesia and the Netherlands. Sultan Hamid II subsequently obtained the position Ajudant in Buitenfgewone Dienst der Nederlanden Koningin bij HN, which is the highest rank as an assistant to the queen of the Kingdom of the Netherlands and the first Indonesian to obtain the highest rank in the military. At 21 to 22 December 1949, several days after being appointed as Minister of State Zonder Porto Folio, Westerling had treason in this country offers "over commando" to him, but he refused firmly. Because lord knows Westerling is APRA. Later he went to Holland, and on January 2, 1950, on his return from the country's mills he was disappointed by the delivery to Kalbar troops because it does not include his men from the KNIL. At almost the same time, there was a stir, Westerling invade London on January 23, 1950. Sultan Hamid II did not agree with his men's actions, Westerling was angry. When the United States of Indonesia was formed, he was appointed Minister of State Zonder Porto Folio and minister of state for the post of President Soekarno was assigned to plan, design and formulate a state symbol image. From the transcript of recorded dialogue with Masagung Sultan Hamid II (1974) during the delivery process of drafting the document file the state emblem, is mentioned "shield idea of Pancasila" appears when the Sultan Hamid II was designing the state emblem.He remembered the words of President Sukarno, the emblem should reflect the views of the nation state, the basic state of Indonesia, where the basic precepts of the state, which is visualized in the Pancasila state symbol. Dated January 10, 1950 Technical Committee formed by the name of the State Committee under the badge coordinator Zonder Porto Folio Minister Sultan Hamid II with the composition of the technical committee chairman M Yamin, Ki Hajar Dewantoro, MA Pellaupessy, Moh Natsir, and RM Ng Purbatjaraka as a member. The committee is tasked with selecting the symbol of proposed designs to choose from and submitted to the government. Bung Hatta description refers in the book "Bung Hatta Answer" to implement the Cabinet decision of the Minister Priyono carry out the competition. Selected two

designs best symbol of the state, namely the work of Sultan Hamid II and the work of M Yamin. Received on the next process is the design of government and parliament Sultan Hamid II. M Yamin was rejected because the work includes the rays of the sun and show the influence of Japan. Once the design was selected, intensive dialogue between the designer (Sultan Hamid II), RIS President Sukarno and Mohammad Hatta Prime Minister, continued improvement for the draft. Agreement between the three of them, replace the grip tape Garuda, which was originally a red ribbon and white ribbon with white to add the motto "Unity in Diversity". Dated February 8, 1950, draft final state symbol made Minister of RIS, Sultan Hamid II presented to the President. The draft final state symbol is getting input from Masyumi to be considered, because of objections to the eagle image by hand and shoulders holding human shields and is considered to be mythical. Sultan Hamid II re-submit the draft state symbol image that has been refined based on the aspirations of the developing world, so as to create the form of eagle Garuda Pancasila. Abbreviated Garuda Pancasila. President Sukarno and then submit the draft to the Cabinet by Mohammad Hatta RIS as prime minister. AG Pringgodigdo in his book "About Pancasila" published by Ministry of defense, Armed Forces History Centre said the design work of the state emblem of Sultan Hamid II was inaugurated RIS use in Cabinet meetings. When the eagle's head forms an image of Garuda Pancasila was "Bald" and "tuft" as a form today. This is the work of children's country of nationality is mixed from a variety of aspirations and then designed by a young nation, Sultan Hamid II Minister of RIS. President Sukarno then introduced for the first time the country's emblem to the public at the Hotel Des Indes Jakarta on February 15, 1950. Completion of return will continue to be the symbol of the country. Bird head eagle Garuda Pancasila "Bald" to "tuft" is done. Form a gripping claw foot ribbon of the original rear-facing to forward facing also improved, the input of President Sukarno. Dated March 20, 1940, the final form of the symbol images that have been corrected had the disposition of President Sukarno, who then commanded the court painter, Dullah, to draw back the draft according to the final form of the draft RIS Minister Sultan Hamid II who used officially until today. For the last time, Sultan Hamid II completed the final form of image refinement symbol of the state, is to increase the size scale and full color images in which the state emblem authentic paintings submitted to the H Masagung, Idayu Foundation Jakarta on July 18, 1974. While the State Emblem there is the disposition of

President Sukarno and state symbol pictures pictures submitted to the President at the beginning of February 1950 is still kept by the Palace Kadriyah Pontianak. Sultan Hamid II died on March 30, 1978 in Jakarta and was buried in the family cemetery in Batulayang Pontianak Sultanate.

CONCLUSION:
Garuda Indonesia has been the symbol of 4 times. The first change on January 10, 1950,the second amendment on February 8, 1950, the third amendment on March 20, 1950,and recent changes on July 18, 1974.

D I

S U S U N
OLEH : KELOMPOK II 1. 2. 3. 4. 5. Dharma Subytha Devi Harahap Bunga Violita Denny Mardiansyah Dendi Gunawan Dewi Sundari

Conclusion
Dragon is one of animals whoose population began to decrease , the dragon of the population is in very maintain in indonesia . Dragon island is a rich d animals will komodo . Dragon island is very beautiful and protect in , then from that from now we have to protect any animal population especially dragon .

D I

S U S U N
OLEH : KELOMPOK II 6. 7. 8. 9. Dharma Subytha Devi Harahap Bunga Violita Denny Mardiansyah Dendi Gunawan

10.Dewi Sundari

You might also like