You are on page 1of 3

PERKEMBANGAN KELUARGA DENGAN TIDAK ADA ANAK

Menurut Bailon Dan Maglaya (1978), keluarga sebagai dua atau lebih individu yang

berhubungan karena hubungan darah, ikatan perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Jadi, dapat disimpulkan pasangan tersebut tetap dikatakan sebagai keluarga karena terdiri dari 2 individu yang berada dalam ikatan perkawinan dan hidup dalam satu rumah tangga. Sesuai teori Duval, tahap perkembangan keluarga tersebut berada dalam fase 1 yaitu pasangan baru lalu seiring perkembangannya langsung berlanjut ke fase 7 (keluarga usia pertengahan) dan fase 8 (keluarga usia lanjut) tanpa melalui fase 2 (kelahiran anak pertama), 3 (keluarga dengan anak prasekolah), 4 ( keluarga dengan anak sekolah), 5 (keluarga dengan anak remaja), dan 6 (keluarga dengan anak dewasa [pelepasan]) terlebih dahulu. Karena, tipe keluarga seperti ini tidak menjalani fungsinya sebagai orang tua yang memiliki anak. Menurut teori struktur dan fungsi keluarga, tipe keluarga ini hanya menjalankan perannya sebagai suami dan istri saja dan tidak mampu meneruskan keturunannya sehingga tidak melaksanakan fungsinya sebagai ayah maupun ibu. Pasangan yang tidak mempunyai anak menjadi beban psikologis dan stressor terbesar keluarga, terutama bagi perempuan. Pihak perempuan lebih cenderung menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah pada suaminya. Selain itu, juga ada rasa kekhawatiran yang besar bahwa suami akan meninggalkan mereka jika mereka tidak juga memiliki anak. Karena mereka merasa takut dan sering negative thinking serta merasa tidak percaya pada suaminya. Pada akhirnya dapat menjadi pemicu konflik rumah tangga antara suami-istri. Oleh karena itu, disinilah dibutuhkan peran suami dan keluarga besar untuk memberikan dukungan moral.

Pasangan Baru

Tidak memiliki anak

Faktor yang mempengaruhi

Kelahiran Pertama

Nilai/ konsep yang dimiliki pasangan terhadap perkawinan Keyakinan agama Usia pasangan ketika menikah

Keluarga dengan anak prasekolah

Komunikasi Siapa yang mengalami masalah fertilitas

Keluarga dengan anak sekolah Mekanisme koping Keluarga dengan anak remaja

Tawar menawar
Respon Menerima/menganalisa situasi dan mengambil tindakan langsung Mencari dukungan dari keluarga dan teman Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya Menyesuaikan diri dengan perasaan/tindakan dalam hubungannya dengan masalah Marah Sedih Cemburu/iri Isolasi Cemas

Keluarga dengan anak dewasa (Pelepasan)

Mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan Menghindari masalah

Keluarga Usia Pertengahan

Menerima kondisi (infertilitas)

Hubungan tidak harmonis Cerai

Keluarga dengan Usia Lanjut

Referensi : Nurfita, Eva. 2007. Mekanisme Koping Pasangan Infertilitas Di Kecamatan Singkil Kebupaten Aceh Singkil. Medan dikutip dari : www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14288/1/08E00730.pdf diakses pada tanggal rabu 21 maret 2012 pukul 09.15 WIB http://ocw.usu.ac.id/course/download/129-KEPERAWATAN-ANAK/ka_1_slide http://wishingbaby.com/ketika-pasangan-sulit-dapatkan-keturunan-keluarga-besar-perluberikan-dukungan-moral/

You might also like