You are on page 1of 8

PENGERTIAN DEMOKRASI Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan

rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan olehpemerintah negara tersebut. Isitilah demokrasi berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem demokrasi di banyak negara. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum danperaturan. Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih). Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilihkepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana). Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan

negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacamtrias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut. SEJARAH LAHIRNYA DEMOKRASI DI EROPA Tradisi Demokrasi di Eropa Barat lahir dan berkembang sejak jaman Yunani di abad ke 5 sebelum lahirnya Christus, yang mana Plato dan Aristoteles dianggap founding Father sebagai head of state Posisi Dominasi pengaruh kelahiran dari rahim bunda Demokrasi tersebut, di peruntukan bagi seseorang atau kelompok masyarakat yang berambisi untuk berkuasa. Tentu persyaratannya dilatar belakangi oleh antara lain kekuatan politik-ekonomi, motivasi kepentingannya, kekuatan 'besi dan parang'nya, kharisma, dukungan dari Rakyatnya dll. Karena seseorang atau kelompok masyarakat tersebut juga dianggap mempunyai visi dan missi dari paham yang dianutnya serta diberi kepercayaan oleh pengikutnya, pendukungnya dan para simpatisannya. Bahwasanya kemampuan atas perealisasian dari visi dan misinya, perlu di dibuktikan dalam ujud dari sikap dan tindakannya. Dengan begitu kepercayaannya akan terakumulasi dan tercermin dalam perubahan kehidupan masyarakatnya. Proses pembangunan tradisi Demokrasi mengalami fase pergantian kekuasaan, yang di awali dengan paham Absolutisme, yang mana diwakili oleh kekuatan Agama dan kekuatan Royalty sebagai penganut paham Feodalisme. Akan tetapi dalam proses perkembangannya sampai saat ini, bukan berarti warisan tradisi paham Absolutisme dan Feodalismenya akan menguap dari hawa dalam ruang & waktu pengaruh karakteristik kehidupannya. Karena, sementara itu perkembangan sistim Birokrasi yang juga khusus mulai dirancang ketika itu, bagaikan rambut panjang sang perempuan yang terkepangbersama proses pengolahan melalui wadah lembaga Aparatur pemerintahannya, guna menunjang dan mempertahankan loyalitas para penganut paham Absolut-Feodal ISME. Dan, struktur bagan sistim hirarki beserta jenjang jabatannya sekaligus berfungsi sebagai Obat Manjur guna mengikat serta menjerat para kaum pengikutnya, pendukungnya dan simpatisannya. Misalnya figur Machiavelli yang hidup dalam suasana kelahiran Negara Nasional di Masa Pembaruan, masih tetap menganggap perlu untuk mengisi segala kekurangan dari sistim birokrasi yang berfungsi guna melestarikan warisan kekuatan paham Absolutisme dan Feodalismenya. Sehingga pertikaian antara penganut pro dan kontra Royalist menjadi lebih kuat sejak abad 16. Sementara itu kaum golongan pedagang yang berfungsi sebagai oposisi, yang menganut paham Kapitalisme, juga ikut berperan serta mendominasi sebagai pemberi warna konflik

sosial yang muncul ketika itu. Pertikaian antar agama (Katolik-Roma versus Protestan) di jadikan legitimasi konflik antar Agama guna mempertahankan kekuasaan status quo. Dengan begitu proses perkembangan pergerakan pro dan kontra pun, pada masa perkembangannya semakin menghangat ketika muncul Revolusi Industri di Inggris. Dan, keberhasilan Revolusi Perancis pun dijadikan sebagai symbol kemenangan Kaum Borjuis yang mana pemegang piagam warisan dari paham Absolutisme dan Feodalisme dijadikan sebagai penerus tradisi Demokrasi guna mengembangkan paham baru yang di sebut Kapitalisme dalam masyarakat modern di Eropa Barat. PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA DAN KARAKTERISTIKNYA SEJAK PROKLAMASI-REFORMASI BAB I. PENDAHULUAN

A.

1.I Latar Belakang Apa itu demokrasi?. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir semua orang. Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentangkekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab.Ia adalah sistem manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai danetika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga prosesdemokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hakhak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratiswarga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedang demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme, dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis. Bagi Gus Dur, landasan demokrasi adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti

juga otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya, sesuai dengan apa yang dia ingini. Jadi masalah keadilan menjadi penting, dalam arti dia mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati haknya dan harus diberi peluang dan kemudahan serta pertolongan untuk mencapai itu. BAB II. PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA Tahun 1988, ditandai dengan perubahan besar di Indonesia. Ya, tentu saja rejim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia akhirnya turun juga. Demokrasi arti sesungguhnya sudah menggantikan Demokrasi Pancasila versi Orde Baru.Setelah Soeharto turun, bangsa ini masih lemah, belum mempunyai kekuatan untuk membangun perubahan secara damai, bertahap dan progresif. Bahkan bermunculan konflik konflik baru serta terjadi perubahan genetika sosial masyarakat Indonesia. Pada zaman itu, krisis moneter pun melanda kepada krisi keuangan sehingga penurunan nilai rupiah sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi msyarakat Indonesia. Inflasi pun meningkat dan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pun meningkat. Hal ini sangat berpengaruh kepada kualitas kehidupan masyarakat. Rakyat Indonesia sebagian besar masuk ke dalam sebuah era demokrasi sesungguhnya dimana pada saat yang sama tingkat kehidupan ekonomi mereka justru tidak lebih baik dibandingkan masa orde baru. Indonesia sudah melalui 4 zaman demokrasi yaitu : Demokrasi Liberal (1950 1959) Pertama kali Indonesia menganut system demokrasi parlementer, yang biasa disebut dengan demokrasi liberal. Masa demokrasi liberal membawa dampak yang cukup besar,mempengaruhi keadaan, situasi dan kondisi politik pada waktu itu. Di Indonesia demokrasi liberal yang berjalan dari tahun 1950 - 1959 mengalami perubahan-perubahan kabinet yang mengakibatkan pemerintahan menjadi tidak stabil. Pada waktu itu, pemerintah berlandaskan UUD 1950 pengganti konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) tahun 1949. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah sebagai berikut : 1. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat. 2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah. 3. Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR. 4. Perdana Menteri diangkat oleh presiden. Daftar kabinet yang ada di Indonesia selama masa semorasi liberal : Kabinet Natsir (September 1950 Maret 1951) Kabinet Sukiman (April 1951 April 1952) Kabinet Wilopo (April 1952 Juni 1953) Kabinet Ali Sastroamijoyo 1 (Juli 1953 Agustus 1955) Kabinet Burhanuddin Harahap (Agustus 1955 Maret 1956)

a)

1. 2. 3. 4. 5.

b)

Demokrasi Terpimpin (1959 1966) Demokrasi terpimpin adalah sebuah demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpinnya saja. Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno :

1. 2. 3. 4.

1. Dari segi keamanan : Banyaknya gerakan sparatis pada masa demokrasi liberal, menyebabkan ketidak stabilan di bidang keamanan. 2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh, sehingga pembangunan ekonomi tersendat. 3. Dari segi politik : Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950 Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran beliau agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD'45. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan voting yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante . Voting ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut. Hasil voting menunjukan bahwa : 269 orang setuju untuk kembali ke UUD'45 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD'45 Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD'45 tidak dapat direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 : Tidak berlaku kembali UUDS 1950 Berlakunya kembali UUD 1945 Dibubarkannya konstituante Pembentukan MPRS dan DPAS

c)

Demokrasi Pancasila Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945.Sebagai demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya harus sesuai dengan UUD 1945. Ciri cirri demokrasi pancasila : Kedaulatan ada di tangan rakyat. Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong. Cara pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi Diakui keselarasan antara hak dan kewajiban Menghargai Hak Asasi Manusia Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan pemogokan karena merugikan semua pihak Tidak menganut sistem monopartai Pemilu dilaksanakan secara luber Mengandung sistem mengambang Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum System pemerintahan Demokrasi Pancasila sebagai berikut Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum

Indonesia menganut sistem konstitusional Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas d) Demokrasi yang saat ini masih dalam masa transisi PILAR DEMOKRASI MENURUT AMIN RAIZ, ALAMUDI, DAN SANUSI DEMOKRASI Amien Rais Khawatirkan Fungsi Legislatif yang Kian Lemah Kamis, 16 Februari 2006 JAKARTA (Suara Karya): Mantan Ketua MPR Amien Rais mengkhawatirkan DPR menjadi institusi yang bersikap 'yes man' karena makin lemahnya fungsi pengawasan yang seharus dilaksanakan institusi wakil rakyat itu. Sebaliknya eksekutif cenderung menguat. Dengan hubungan yang tidak seimbang antara eksekutif dan legislatif ini, dikhawatirkan demokrasi menjadi tidak sehat. "Sekarang kekuatan legislatif itu melemah, eksekutif justru menguat. Legislatif yang terus melemah tidak sehat untuk demokrasi. Bahkan mungkin kembali seperti zaman dulu, muncul sikap yes man institution," kata Amien Rais saat menyampaikan sambutan pada peluncuran buku, "Memahami Indonesia," karya Soegeng Sarjadi Syndicate di Jakarta, Rabu (15/2). Amien Rais yang kini kembali mengajar di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta menjelaskan, sekarang demokrasi di negeri ini sudah pincang. Empat pilar elemen demokrasi, yakni legislatif, eksekutif, yudikatif, dan media massa tidak lagi berjalan menurut fungsinya masing-masing. "Harus ada check and ballance sehingga kalau ada penyimpangan bisa ditengahkan lagi," kata dia. Mantan Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini menambahkan, pilar-pilar demokrasi seperti yudikatif juga tidak maksimal, bahkan ada semacam saling tidak mempercayai di antara lembaga yudikatif. Kondisi seperti itu, ujarnya, menguntungkan bagi eksekutif atau penguasa. "Yudikatif yang berkelahi terus menyenangkan buat penguasa," kata Amien. Mengenai media massa, Amien mengatakan peran kontrol sosial pers masih dijalankan oleh sebagian media massa dengan memperlihatkan sikap kritis meskipun sebagian lain hanya ikut mengamini eksekutif. Kondisi seperti itu, menurut dia, juga membuat eksekutif senang. "Kepincangan ini mari disikapi dengan cara yang teduh, dengan kepala dingin, untuk diperbaiki," ujarnya. Dalam acara yang dihadiri antara lain tokoh pers Rosihan Anwar, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, dan pengamat ekonomi Faisal Basri, Amien mengatakan, di tengah demokrasi yang pincang itu Indonesia sekarang melaksanakan liberalisasi ekonomi melalui kebijakan privatisasi, deregulasi dan sebagainya.

Namun, ia mengingatkan pemerintah tidak seharusnya melaksanakan kebijakan itu tanpa memperhitungkan kepentingan negara yang mendasar di dalamnya. "Jangan telan mentah-mentah mantera-mantera privatisasi dan deregulasi yang dihembuskan liberalisme. Di Asia, Indonesia paling latah soal ini, menjual perusahaan negara dengan gampang. Sementara rakyat juga ikut tenang menghadapinya," kata Amien. Sementara di negara lain, ujarnya, kebijakan serupa disikapi pemerintah dan rakyat dengan dukungan mempertahankan perusahaan negara. Amien memberi contoh, PM Thaksin di Bangkok, yang menjual perusahaan telekomunikasi negeri itu tetapi kemudian menghadapi permasalahan pajak. Rakyat di negeri itu turun ke jalan menuntut Thaksin karena pajak yang dijanjikan perusahaan hasil privatisasi tidak dibayar. "Di Eropa sendiri pemerintah mempertahankan perusahaan negara yang vital yang ingin dicaplok pihak asing," tuturnya. Sementara di Indonesia, melalui kebijakan privatisasi, menurut Amien, perusahaan besar berkolaborasi dengan pemerintah kemudian menguras sumber daya alam (SDA) hanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia mengingatkan pemerintah, agar kebijakan privatisasi jangan sampai asal menjual perusahaan negara, terlebih perusahaan negara yang vital. "Maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia jangan sampai dijual pula. Ini simbol negara yang perlu dipertahankan," ujarnya. "Jangan tergiur dengan royalti dan pajak yang akan diberikan dari Indosat. Kalau PT Garuda Indonesia sudah dijual, perusahaan yang lain akan lepas lebih gampang lagi, dilepas dan dijual kepada perusahaan asing," kata Amien menambahkan. Kemudian menurut Alamudi (Wuryan, 2006: 83) menjelaskan bahwa demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang menjadi konsep mendasar dari demokrasi yang diatur dalam suatu organisasi kepemerintahan. Atau bisa juga disebut bahwa demokrasi adalah kebebasan yang dilembagakan. Ahmad Sanusi mengutarakan 10 pilar demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yaitu sebagai berikut: 1. Demokrasi yang berketuhanan yang Maha Esa 2. Demokrasi dengan kecerdasan 3. Demokrasi yang berkedaulatan rakyat 4. Demokrasi dengan rule of law 5. Demokrasi dengan pemisahan kekuasaan negara 6. Demokrasi dengan hak asasi manusia 7. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka 8. Demokrasi dengan otonomi daerah 9. Demokrasi dengan kemakmuran 10. Demokrasi yang berkeadilan sosial FUNGSI PEMILIHAN UMUM Pemilihan Umum adalah suatu kegiatan politik baik untuk memilih atau menentukan orang-orang yang duduk di dewan legislatif maupun eksekutif. Pemilihan umum juga masih diyakini sebagai cara terbaik untuk memilih pejabat publik. Selain itu penyelengaraan pemilihan umum dapat dinyatakan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dan sebagai barometer dari kehidupan

demokrasi, terutama di negara-negara Barat (Lipset, 1960; Schumpeter, 1942). Sesuai dengan perkembangan demokrasi, pemilihan umum sekarang telah meluas tidak sekedar milik Eropa dan Amerika Utara. Pada tahun 1975 hanya 33 negara didunia yang tidak menyelenggarakan pemilihan umum untuk memilih para pemimpinnya. Namun bagi kebanyakan negara, pertanyaan yang lebih penting adalah, pemilihan umum macam apa yang seharusnya dilaksanakan? (Kavanagh, 2000: 284).

Adapun fungsi-fungsi adanya pemilihan umum, menurut Rose dan Mossawir (1967), antara lain; (1) menentukan pemerintahan secara langsung maupun tak langsung; (2) sebagai wahana umpan balik antara pemilik suara dan pemerintah; (3) barometer dukungan rakyat terhadap penguasa; (4) sarana rekrutmen politik; (5) alat untuk mempertajam kepekaan pemerintah terhadap tuntutan rakyat. Sedangkan jika dilihat dari unsup-unsur yang diperlukan dalam pemilihan umum, yakni: Kesatu, adalah obyek pemilu, yaitu warganegara yang memilih pemimpinnya. Kedua, adalah sistem kepartaian atau pola dukungan yang menjadi perantara antara pemilik suara dan elite atau para pejabat publik. Ketiga, adalah sistem pemilihan (electoral system) yang menerjemahkan suara-suara menjadi kursi jabatan di parlemen ataupun pemerintahan (Lipset dan Rokkan, 1967). Dilihat dari bentuknya sistem pemilihan umum ini terdapat beberapa macam. Ada bentuk pemilihan sistem distrik yang didasarkan atas satu kesatuan geografis. Di luar itu juga menurut Kavanagh (2000: 284), terdiri dari banyak variasi. Pertama, sistem mayoritas absolut (misalnya Prancis) di mana pemenang harus memperoleh sekurang-kurangnya separuh dari total suara. Kedua, sistem pluraalis (dipraktekkan di sebagaian besar negara berbahasa Inggeris) dengan berbagai tingkatan proporsionalitas, mulai dari representasi proporsi murni (misalnya Belanda) di mana 0,67 persen dari total suara dapat memberi sebuah kursi di parlemen bagi sebuah kelompok, hingga ke sistem yang memadukan berbagai mekanisme seperti di Jerman (separuh kursi di parlemen diberikan kepada pihak yang memperoleh suara terbanyak, sedangkan sisanya dibagi-bagi untuk setiap pihak yang memperoleh 5 persen suara). Pemilu tidak hanya berfungsi untuk mengganti para pemimpin,tetapi juga berfungsi sebagai a. Media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya. b. Mengubah kebijakan. c. Mengganti pemerintahan. d. Menuntut pertanggungjawaban. e. Menyalurkan aspirasi lokal (Salim dkk 2004:2). Pemilu memiliki makna yang strategis dalam proses berdemokrasiantara lain a. Pemilu menunjukkan seberapa besar dukungan rakyat kepadapejabat atau partai politik. b. Sarana bagi rakyat untuk melakukan kesepakatan politik barudengan partai, wakil rakyat dan penguasa. c. Sebagai sarana mempertajam kepekaan pemerintah dananggota legislatif terhadap aspirasi rakyat (Salim dkk 2004:2).

You might also like