You are on page 1of 24

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lensa Kontak 1. Definisi Lensa Kontak Lensa kontak adalah lensa yang menempel pada mata atau selaput bening yang dipergunakan seseorang dengan gangguan penglihatan untuk memperbaiki penglihatannya. Pada mata tidak dipergunakan kaca mata akan tetapi lensa yang diatur kelengkungannya sehingga dapat menempel pada selaput bening (Ilyas, 2004).

2. Indikasi dan Kontraindikasi Pengguna Lensa Kontak Seseorang yang memakai lensa kontak sebaiknya seseorang yang sukar memakai kaca mata dan seseorang yang mendapat kesukaran dengan ukuran lensa kaca mata yang berbeda sehingga mengeluh pusing (Ilyas, 2004). Menurut Kharuna (2007),indikasi-indikasi pengguna lensa kontak adalah sebagai berikut: a. Indikasi optik, termasuk untuk anisometropia, aphakia unilateral, myopia yang berminus tinggi, keratokonus dan astigmatisma irreguler. Lensa kontak dapat digunakan oleh setiap orang yang memiliki kelainan refraksi mata dengan tujuan kosmetik. b. Indikasi terapeutik, yang meliputi:

1) Penyakit pada kornea, contohnya ulkus kornea non-healing, keratopathi bullousa, keratitis filamentari, dan sindrom erosi kornea yang rekuren. 2) Penyakit pada iris mata, contohnya aniridia, koloboma, albino untuk menghindari kesilauan cahaya. 3) Pada pasien glukoma, lensa kontak digunakan sebagai alat pengantar obat. 4) Pada pasien ambliopia, lensa kontak opak digunakan untuk oklusi. 5) Bandage soft contact lenses digunakan untuk keratoplasti dan perforasi mikrokornea. c. Indikasi preventif, digunakan untuk prevensi simblefaron dan restorasi forniks pada penderita luka bakar akibat zat kimia, keratitis, dan trichiasis. d. Indikasi diagnostik, termasuk selama menggunakan gonioskopi, elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma irreguler, fundus fotografi, dan pemeriksaan goldmanns 3 bayangan. e. Indikasi operasi, lensa kontak digunakan selama operasi goniotomi untuk glukoma kongenital, vitrektomi, fotokoagulasi endokular. f. Indikasi kosmetik, termasuk skar pada kornea mata yang menyilaukan mata (lensa kontak warna), ptosis, lensa sklera kosmetik pada phthisis bulbi. g. Indikasi occupational, termasuk olahragawan, pilot, dan aktor (Kharuna, 2007).

Seseorang yang tidak dianjurkan memakai lensa kontak yaitu lansia dimana gerakan sudah kaku, pada mata yang meradang, masih belum dewasa dan ingin mengerjakan sesuatu dengan tergesa-gesa, seseorang yang mempunyai kebiasaan menggosok mata, seseorang yang tidak mengerti artinya steril, seseorang yang memiliki reumatik pada tangan karena akan sulit saat memakai lensa kontak dan seseorang dengan bakat alergi (Ilyas, 2004). Menurut Kharuna (2007) Pengguanaan lensa kontak

dikontraindikasikan pada orang yang memiliki gangguan mental dan tidak ada gairah hidup, blepharitis kronik dan styes rekuren, konjungtivitis kronis, dry-eye syndrome, distrofi dan degenarasi kornea mata, penyakit yang rekuren seperti episkleritis, skleritis, dan iridocyclitis.

3. Klasifikasi Lensa Kontak Lensa kontak terdiri dari berbagai bentuk antara lain lensa kontak lembut, lensa kontak keras dan lensa kontak gas permeable. Lensa kontak lembut terbuat dari pada bahan yang lebih lembut. Lensa ini terbuat dari hidroksi etil meta krilat (HEMA), EDMA, PVP, bersifat sangat lentur yang memberikan lebih sedikit keluhan pada

pemakaiannya karena mudah mengikuti bentuk permukaan kornea. Lensa kontak lembut dipakai untuk pengobatan seperti cedera mata akibat bahan kimia dan pada selaput bening yang cacat karena sifatnya yang lentur, mengandung banyak air, baik untuk astigmat irregular,

edema kornea atau keratitis bulosa, erosi rekuren, trauma kimia, dan perforasi kecil kornea. Lensa kontak lembut dapat mengakibatkan penglihatan tidak sempurna seperti lensa kontak keras, ongkos yang lebih besar akibat penyimpanannya yang steril dan pada lensa lembut dapat tertimbun lemak (Ilyas, 2004). Lensa kontak keras terbuat dari bahan polimetilmetakrilat (PMMA) dengan bentuk yang disesuaikan kelengkungannya dengan permukaan selaput bening mata. Ukuran atau penampang lensa ini lebih kecil dari pada penampang selaput bening untuk memudahkan zat asam masuk ke dalam selaput bening yang ditutupnya. Lensa ini memenuhi seluruh syarat lensa kontak akan tetapi dengan daya tembus gas terutama oksigen yang buruk. Lensa kontak gas permeable terbuat dari akrilat dan silicon yang mempunyai daya serap gas terbaik (Ilyas, 2004). Tabel 2.1 Keuntungan dan kerugian dari masing-masing jenis lensa kontak Bentuk Lensa Lensa kontak keras Tajam Keuntungan penglihatan Kerugian yang Tidak dapat dipakai lebih dari 12 jam karena zat asam tidak dapat melaluinya

lebih baik dari pada lensa kontak lembut

Astigmat ringan akan dapat Pada pemulaan pemakaian hilang selaput akibat permukaan yang akan sangat terasa

bening ditutup

mengganggu merasa nyaman

melengkung

oleh Untuk

lensa kontak keras

memerlukan waktu sampai

Lensa kontak keras bersifat netral dan

beberapa minggu mengakibatkan

tidak Dapat alergi

menimbulkanreaksi terhadap jaringan mata Lensa kontak lembut Pemakainya akan

penurunan kerentanan selaput bening

dapat Astigmat atau silinder tidak dapat diimbangi lensa kontak lembut, karena ia mengikuti permukaan selaput bening yang lonjong

menyesuaikan diri akibat tidak begitu terasa pada permulaan pemakaiannya Lensa kontak lembut ada

yang dapat dipergunakan Lensa kontak lembut akan lebiih dari 12 jam akibat lensa kontak lembut dapat dilalui zat asam emberikan penglihatan tidak setajam penglihatan dengan lensa kontak keras karena ia banyak mengandung air dan mudah dilalui zat asam Lensa kontak lembut mudah terinfeksi dan kotor sehingga perlu sering dibersihkan Pelarut lensa kontak lembut dapat merupakan bahan yang merangsang mata sehingga menimbulkan reaksi alergi Infeksi selaput bening bagi pemakai lensa kontak dapat

berakibat kebutaan Lensa kontak lembut pakai lama (extended)

memperbesar resiko untuk timbulnya infeksi

pseudomonas. Pseudomonas merupakan berbahaya kuman dan yang dapat

berkembang biak pada lensa kontak dan pelarut lensa kontak. Sumber: (Ilyas Sidarta, 2004) Lensa kontak memiliki keuntungan bagi para pemakainya yaitu wajah terlihat wajah asli, kaca mata berat terhindar, lapang penglihatan akan lebih baik, dapat dipakai saat berolahraga kecuali renang, dan kaca mata akan berkabut bila terjadi perubahan suhu, dan hal ini tidak akan terjadi pada lensa kontak lembut (Ilyas, 2004).

4. Teknik Penggunaan Lensa Kontak Yang Aman Rekomendasi bagi para pengguna lensa kontak terkait hal-hal apa saja yang harus dilakukan dan di hindari agar pemakaiannya menjadi bersih dan aman dari American Optometric Association antara lain: a. Temui dokter ahli mata untuk mendapatkan lensa kontak yang sesuai dan layak.

b. Selalu cuci tangan sebelum menyentuh lensa kontak. c. Bersihkan lensa kontak secara rutin. Usap lensa kontak dengan jari dan bilas dengan cairan pembersih sebelum menyimpan lensa kontak dalam wadah yang sudah diisi cairan pembersih. d. Simpan wadah lensa kontak di tempat yang lembab dan terlindung dari sengatan sinar matahari langsung. Ganti wadah penyimpan setiap tiga bulan sekali. e. Untuk menyimpan lensa kontak, gunakan cairan yang masih baru. Jangan menggunakan cairan yang sudah dipakai walaupun masih terlihat bening. Cairan pembersih dan penyimpan lensa kontak harus diganti setiap hari meskipun lensa kontaknya sendiri tidak dipakai setiap hari. f. Selalu patuhi jadwal penggantian lensa kontak sesuai resep dokter. g. Lepaskan lensa kontak sebelum berenang atau berendam air panas. h. Temui dokter mata secara rutin untuk melakukan pemeriksaan ulang. Ketika memakai atau membersihkan kontak: 1) Jangan pernah menaruh lensa kontak dalam mulut atau membasahi mereka dengan air liur, yang penuh dengan bakteri dan potensi sumber infeksi. 2) Jangan menggunakan air keran atau larutan saline buatan sendiri. Penyalahgunaan solusi telah dikaitkan dengan suatu kondisi yang berpotensi menyilaukan di antara pemakai soft lens. 3) Jangan gunakan kontak yang tidak diresepkan oleh seorang dokter mata. Memakai lensa kontak bukan merupakan pilihan bagi

semua orang; berkonsultasi dengan dokter mata untuk melihat apakah lensa kontak adalah pilihan yang tepat untuk koreksi penglihatan.

5. Bentuk- Bentuk Risiko Gangguan Kesehatan Mata Akibat Lensa Kontak Resiko gangguan kesehatan mata akibat penggunaan lensa kontak memiliki arti adanya kelemahan prediksi tentang kejadian gangguan mata, dikarenakan konsekuensi situasi perencanaan dalam

menggunakan dan merawat lensa kontak yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku. Resiko dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu internal risk dan external risk (Flanagan & Norman, 1993 dalam Universitas Kristen Petra, 2006). Internal risk merupakan resiko yang berasal dari dalam misalnya pengetahuan dan motivasi seseorang terkait penggunaan dan perawatan lensa kontak. Sedangkan external risk berasal dari faktor luar misalnya fasilitas informasi tentang lensa kontak dan kondisi social budaya dari pengguna lensa kontak. a. Kelopak mata 1) Giant papillary conjunctivitis (GPC) adalah komplikasi yang tersering timbul akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat salah satu dari 3 faktor yaitu peningkatan frekuensi pemakaian lensa, penurunan lama pemakaian lensa kontak, perubahan larutan pembersih yang kuat. Untuk lensa RGP, ia mudah

berpindah dari kornea ke forniks atas. Jika tidak dapat dideteksi, maka lensa akan mengikis forniks melewati konjungtiva dan membawanya ke dalam jaringan yang lembut di kelopak mata, dan akan menimbulkan gejala yang relatif asimptomatik.

Akibatnya, jaringan yang disekitar lensa kontak akan mengalami iritasi dan inflamasi, dan menimbulkan abses yang steril. Lensa yang dianggap sebagai benda asing akan terbentuk jaringan granulasi disekitar lensa, dan membungkusnya seperti bentuk kista. 2) Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan fibrosa di kelopak mata. Lensa kontak yang menempel pada kornea mata juga akan membentuk skar dan kontraksi pada jaringan kelopak mata yang mengakibatkan retraksi pada kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat dari giant papillary conjunctivitis yang berat. b. Konjungtiva 1) Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis kontak akibat dari zat-zat kimia host yang didapati dari larutan lensa kontak. Manifestasi klinisnya adalah rasa gatal yang diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar, merah, berair, secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata bisa edema dan eritema. 2) GPC, rata-rata 1-3% pengguna lensa kontak akan mendapatkan simptom GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva,

10

sekret mukoid, gatal, debris pada tear film, lapisan lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa yang berlebihan. 3) Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits (CLISLK) merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer. Manifestasi klinisnya adalah penebalan konjungtiva, eritema, dan timbul berbagai warna pada konjungtiva bulbaris superior. Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak sel-sel goblet yang diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan akuitas visual. c. Epitelium kornea 1) Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan mata sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati akan

mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanya infeksi. 2) Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya erosi. Larutan pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotopobia, dan berair, segera setelah

dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2 hari. Jika

11

hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul gelembung-gelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini terlihat dan menyebabkan hilangnya penglihatan secara signifikan yang bersifat temporer, dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan larutan desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan bersifat intermiten. 3) Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk. Hipoksia yang ringan mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer, sedangkan hipoksia berat akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan fotopobia. Salah satu tanda hipoksia kornea kronis adalah adanya neovaskularisasi superfisial terutama sepanjang limbus superior. Epitel kornea yang lebih tipis dibandingkan lensa kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan menurunkan aktivitas ukurannya mitosis. Pembentukan dan sel-sel epitel menurun,

membesar,

memudahkan

menempelnya

Pseudomonas aeruginosa pada permukaan sel epitel. 4) Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai dengan adanya keratophati, injeksi konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis.

12

d. Stroma kornea 1) Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi terjadinya keratitis steril, dengan onset adanya infiltrat pada stroma anterior atau leukosit polimorfonuklear di sub-epitel dan sel mononuklear di perifer kornea secara tiba-tiba. Berdiameter 0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk bulat, oval, dan menempel pada sel epitel yang menyebabkan kerusakan epitel. Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada anterior chamber yang minim, kerusakan epitel, kemudian terbentuk ulkus. 2) Infeksi kornea (keratitis). Disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa (acanthamoeba keratitis). Infeksi bakteri biasanya timbul di kelopak mata dan kelenjar air mata. Penggunaan lensa kontak mengganggu pertukaran air mata, sehingga air mata terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel menurun, pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal tidak begitu kelihatan, tetapi gejala yang mungkin ada seperti berair dan sedikit sulit mengedipkan mata. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi kornea mata adalah P. aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis. Infeksi ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang

terkontaminasi. Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam waktu 24 jam dengan simptom nyeri, fotopobia, berair, sekret

13

purulen, dan penurunan penglihatan. Awalnya infiltrat stroma berwarna putih kekuningan yang berkembang di bawah sel epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan injeksi konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema epitel kemudian menjadi nekrosis. Dilaporkan di United State dan Netherland, bahwa infeksi kornea mata memiliki risiko yang paling sering ditimbulkan akibat penggunaan lensa kontak dalam 2 dekade terakhir ini. 3) Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva, epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan saraf-saraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya seperti cincin di sentral. 4) Mata merah akut (tight lens syndrome). Lensa kontak dapat menebalkan mata dan sebagai tanda adanya inflamasi stroma difus dan reaksi pada anterior chamber. Manifestasi klinisnya adalah rasa nyeri, fotopobia, injeksi, dan berair baik akut maupun kronik.

14

5) Kikisan kornea mata (corneal warpage). Selama menggunakan lensa kontak akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal warpage menyebabkan astigmatisma irreguler, dan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata. 6) Contact lens-induced keratoconus. Hubungan antara

keratokonus dengan lensa kontak masih kontroversi. Persentasi yang tinggi (20-30%) penderita keratokonus didiagnosis akibat dari penggunaan lensa kontak, tetapi bagaimanapun tidak ada penyebab yang berhubungan langsung dengan penyakit tersebut. e. Endotel kornea mata Penggunaan lensa kontak juga berhubungan dengan endotel kornea mata. Pengguna memiliki variasi ukuran sel endotel (polymegethism) dan peningkatan frekuensi sel non-heksagonal (polymorphism) lebih tinggi daripada yang menggunakan lensa kontak (Ventocilla, 2010). Infeksi dan iritasi pada mata dapat disebabkan oleh beberapa faktor resiko. Chang,Daly, dan Elliot (2006) menyebutkan bahwa faktor resiko tersebut yakni: 1) Kelompok usia ekstrim 2) Kerusakan intengritas jaringan 3) Potensial mengidap penyakit tertentu 4) Immunosupresi 5) Terdapat aspek pengobatan atau prosedur tertentu (tindakan invasif, operasi, dll)

15

6) Penggunaan antibiotic

Dapat disimpulkan dari penjabaran faktor resiko gangguan mata diatas, jika dikaitkan dengan penggunaan dan perawatan lensa kontak, maka dapat diringkas sebagai berikut: 1) Pengetahuan Pengetahuan yang domain kognitif yang mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan yang dimiliki seseorang dapat menghasilkan persepsi dan motivasi terhadap perilaku. Oleh karena itu, seseorang dengan pengetahuan tertentu secara tidak langsung akan melakukan tindakan yang sesuai dengan apa yang diketahuinya. Pengetahuan mengenai perawatan lensa kontak akan membentuk perilaku seseorang dalam menggunakan dan merawat lensa kontak yang pada akhirnya akan berdampak pada kesehatan mata. 2) Motivasi Motivasi adalah konsep yang dipakai untuk menguraikan keadaan yang menstimulasi perilaku tertentu dan respon instrinsik yang ditampilkan sebagai perilaku (Swansburg, 2000). Motivasi menjadi hal penting untuk menghasilkan keinginan pada diri seseorang yang mempengaruhi perilaku dalam merawat lensa kontak. Motivasi dapat mendukung seseorang untuk melakukan perawatan lensa kontak sesuai prosedur. Motivasi juga

mempengaruhi seseorang untuk selalu menjaga kesehatan mata.

16

3) Usia ekstrim Masa usia ekstrim meliputi terlalu muda dan usia terlalu tua. Pada masa ini, seseorang memiliki kerentanan tubuh yang memudahkan agen penyakit dan radikal bebas menyerang system tubuh. Lansia, bayi, dan toddler merupakan kelompok masa usia ekstrim. Ketidakmaturan dan penuaan sel menyebabkan

penurunan fungsi tubuh terhadap tahanan penyakit atau radikal bebas. Oleh karena itu, pada masa usia ini seseorang akan dengan mudah terserang penyakit dibandingkan dengan usia menengah. Lansia memiliki resiko lebih tinggi terhadap serangan penyakit sesuai dengan imunitas yang dikemukan oleh Stanley & Beare (2007), ketika orag bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit. Begitupun bayi dan toddler memiliki kerentanan terhadap penyakit karena

immaturitas sistem tubuh terutama sistem immun menurut Whaley & Wong (1995) dalam Potter & Perry (2005) kelompok usia bayi adalah lahir-12 bulan atau 18 bulan, toddler 1-3 tahun. Sedangkan kelompok usia lansia menurut Departemen Kesehatan RI (2003) terbagi menjadi tiga, yaitu pra usia lanjut (45-59 tahun), usia lanjut (60-69 tahun), usia lanjut resiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau usia lanjut berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan)

17

4) Status kesehatan Kondisi kesehatan sangat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Penyakit yang tengah dialami seseorang baik kronik ataupun akut secara bertahap meyebabkan penurunan dan kelemahan pada organ yang terkena penyakit, organ-organ sekitar yang terkena penyakit, bahkan kekebalan tubuh namun demikian terdapat faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan. Menurut definisi penyakit lingkungan yang dikemukakan oleh Pringgoutomo, Himawan, & Tjarta (2002) bahwa penyakit lingkungan merupakan penyakit yang terjadiakibat interaksi manusia dengan lingkunganya berikut merupakan kondisi yang mempengaruhi status kesehatan seseorang: a) Potensial mengidap penyakit b) Immunosupresi c) Kerusakan integritas jaringan mata

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan lensa Kontak 1. Kotler Menurut Kotler (2007:214) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah budaya, sosial, pribadi, psikologis. Faktorfaktor tersebut harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh dapat mempengaruhi pembelian konsumen.

18

a. Faktor budaya Budaya adalah penyebab paling mendasar dari keinginan dan tingkah laku sesorang karena budaya tumbuh dalam suatu masyarakat sejak kecil. 1) Budaya Pengertian budaya itu sendiri adalah kumpulan nila-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan tingkah laku yang dipelajari oleh seorang anggota masyarakat dari keluarga dan lembaga penting lainnya (Kotler, 1997). 2) Sub Budaya Sub budaya adalah sekelompok orang yang mempunyai system nilai sama berdasarkan pada pengalaman hidup dan situasi, termasuk juga agama, kelompok ras, dan wilayah geografi (Kotler,1997). 3) Kelas Sosial Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama. b. Faktor sosial Menurut Dr. Bambang Rudito sosial adalah segala sesuatu yang dipakai sebagai acuan dalam berinteraksi antar manusia dalam konteks masyarakat atau komuniti, sebagai acuan berarti sosial bersifat abstrak yang berisi simbol-simbol berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan, dan berfungsi untuk mengatur

19

tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu sebagai anggota suatu masyarakat. 1) Kelompok acuan Seorang individu atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku seseorang. 2) Keluarga Keluarga adalah organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. 3) Peranan dan Status Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakatnya. c. Faktor pribadi Menurut Sumarwan (2004:47) pribadi merupakan perbedaan karakteristik yang paling dalam pada diri manusia. Perbedaan karakteristik tersebut menggambarkan ciri unik dari masing-masing individu. 1) Usia Pembelian seseorang terhadap barang dan jasa akan berubah-ubah selama hidupnya. Demikian halnya dengan selera seseorang berhubungan dengan usianya.

20

2) Pekerjaan Dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan, perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan tertentu. 3) Situasi ekonomi Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan seseorang dalam mengambil tindakan. Situasi ekonomi tersebut dapat dilihat dari pendapatan, tabungan dan tingkat minat. 4) Gaya hidup Gaya hidup meggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya (Minor dan Mowen, 2002). Gaya hidup seseorang biasanya tidak permanen dan cepat berubah disesuaikan dengan perubahan hidupnya (WHO, 1998). 5) Kepribadian Kepribadian merupakan ciri bawaan psikologis manusia yang khas yang menghasilkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungannya. d. Faktor psikologis Menurut Kotler dan Armstrong (2001:218) Faktor psikologis sebagai bagian dari pengaruh lingkungan tempat tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang.

21

1) Motivasi Motivasi merupakan suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhannya. 2) Persepsi Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih,

mengatur dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti mengenai dunia. 3) Pembelajaran Pembelajaran merupakan perubahan pada perilaku individu yang muncul dari pengalaman, pembelajaran berlangsung melalui saling pengaruh dari dorongan, rangsangan, petunjuk, respon, dan pembenaran. 4) Keyakinan dan sikap Keyakinan adalah pemikiran deskriptif sesorang mengenai sesuatu. Sikap adalah evaluasi, perasaan dan kecenderungan seseorang terhadap suatu objek atau gagasan.

2. Contact Lens Council Berdasarkan Contact Lens Council. "Statistics on Contact Lens Wear in the U.S." 7 November 2004 64% wanita menggunakan lensa kontak lunak dan 70% wanita menggunakan lensa kontak rigid/kaku. Sedangkan pria 36% menggunakan lensa kontak lunak dan 30% menggunakan lensa kontak rigid/kaku.

22

Tabel 2.2 Jumlah pengguna lensa kontak berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin

Jenis lensa Kontak Lensa kontak lunak Lensa kaku/rigid 64%

Wanita

Pria

36% 30%

kontak 70%

Pengguna lensa kontak lunak paling banyak berusia antara 18 dan 39 tahum. Sedangkan untuk lensa kontak kaku/rigid pengguna

terbanyak antara usia lebiih dari 40 tahun. Tabel 2.3 Jumlah pengguna lensa kontak berdasarkan usia Usia 17 tahun ke bawah Jenis lensa Kontak Pengguna lensa kontak lunak Pengguna lensa kontak 3% 10% 26% 61% 10% 23% 45% Usia 18-25 Usia 26-39 Usia 40 tahun ke atas 22%

23

kaku/rigid

3. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Finera Winda dan Fatin Amirah Kamaruddin (2010), menyatakan bahwa faktor

pengetahuan mempunyai pengaruh dalam penggunaan lensa kontak. Tingkat pengetahuan yang dimiliki pemakai lensa kontak sangat penting sebagai prevensi untuk tidak terjadinya komplikasi akibat penggunaan lensa kontak seperti keratitis.

24

C. Kerangka Teori Lensa kontak Tindakan pemakaian lensa kontak

Faktor- faktor yang mempengaruhi peggunaan lensa kontak : 1) Faktor Budaya - Budaya - Sub budaya - Kelas sosial 2) Faktor Sosial - Kelompok acuan - Keluarga - Peranan dan status 3) Faktor Pribadi - Usia - Pekerjaan - Situasi ekonomi - Gaya hidup - Kepribadian 4) Faktor Psikologis - Motivasi - Persepsi - Pembelajaran - Keyakinan dan sikap

5) - Faktor usia - Faktor jenis kelamin

6) - Pengetahuan

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan lensa kontak adaptasi dari Kotler (2007), Contact Lens Council (2004), dan Winda (2010)

You might also like