You are on page 1of 2

PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

Edy Sulistyono, Ir.,MT, Profesional Madya SDA KTA No : 074865

Area surf zone, yaitu area sepanjang pantai, sejak gelombang pecah sampai dengan garis pantai yang ditandai dengan batas atas run up gelombang (luncuran gelombang), adalah merupakan daerah pantai yang paling dinamis. Pada area tersebut terjadi interaksi antara energi gelombang pecah, sisa energi gelombang pecah pembangkit arus sejajar pantai dan turbulensi yang sangat kuat, semua energi ini kemudian mengaduk butiran halus sedimen atau pasir dan mengangkutnya sejajar pantai. Pantai juga merupakan tempat bermuaranya sungai. Sungai dari hulu secara umum terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian upstream, middle stream dan down stream. Pada bagian upstream dan middle stream, karena kemiringan sungai yang relatip curam, pada umumnya arus sungai masih kuat, karena itu pada derah ini erosi dasar dan tebing sungai terjadi dan hasilnya diangkut ke arah down stream. Daerah down stream, paling tidak sejak 5 km dari garis pantai, umumnya sangan datar dan rendah, sehingga aliran menjadi sangat lambat, karena itu di area inilah pada umumnya transport sedimen diendapkan. kawasan ini ini biasa disebut kawasan Low Land Area yang umumnya berupa tambak atau rawa pasang surut. Daerah low land area, ditinjau dari aspek hidrolika, merupakan daerah yang sangat komplek, dikawasan ini aliran sungai menjadi sangat lambat (sub kritik), bahkan aliran akan selalu berubah ubah arah karena dipangaruhi oleh pasang surut air laut. Pada saat pasang aliran akan bergerak ke hulu, sedang pada saat surut aliran akan bergerak ke hilir, kadang pada saat pasang, dari hulu banjir datang sehingga terjadi benturan arus. Di daerah ini saluran juga umumnya bercabang cabang dan saling berhubungan satu sama lain sehingga aliran menjadi makin komplek. Berhubung dengan kompleksitas aliran, maka di negara maju sekalipun rekayasa teknis untuk mengatasi permasalahan yang ada, baik secara struktural maupun non struktural masih mengalami kesulitan dan kajian masih terus dikembangkan, belum ada formula yang dengan baik dapat digunakan didaerah ini, satu satunya cara untuk mempelajari fenomena yang ada hanya dengan membuat model fisik atau model numerik, didaerah seperti inilah pada umumnya tambak dibangun. Berhubung dengan kondisi kawasan tambak seperti diuraikan diatas, maka tidak ada cara yang lebih baik untuk mengatasi permasalahan yang ada selain dengan melakukan perawatan. Permasalahan yang ada akan terlalu mahal jika diselesaikan dengan rekayasa teknis, rekayasa teknis yang paling murah adalah dengan membangun groin di muara sungai, itupun sifatnya tidak untuk mengatasi secara tuntas, hanya untuk mengurangi, untuk mengatasi secara permanen, bagi petambak akan menjadi sangat mahal. Jika perawatan tidak dilakukan, maka umur fungsi efektip dari prasarana yang telah dibangun tidak akan lebih dari satu tahun, saluran yang telah direhabilitsi akan segera mendangkal pada tahun berikutnya dan seterusnya. Untuk melakukan rehabilitasi jaringan yang semula tidak berfungsi optimal menjadi berfungsi optimal, untuk jaringan tradisional atau nonteknis, dewasa ini diperlukan biaya sekitar 10 juta rupiah per hektar (termasuk pembuatan jalan produksi). Mengingat besarnya biaya rehabilitasi, maka sudah selayaknya jika paska rehabilitasi perlu dipastikan partisipasi masyarakt dan Pemda dalam perawatanya. Bahkan kalua perlu

sebelum pelaksanaan rehabilitasi, kesanggupan masyarakat dan Pemda setempat untuk melakukan perawatan dituangkan dalam MOU dan mengikat semua pihak demi tercapainya dampak optimum atas dan rakyat yang telah dikeluarkan melalui belanja negara. Mengingat besarnya biaya perawatan, maka harus dilakukan secara bergotong royong, karena itu perlu dibentuk organisasi yang bertugas mengelola dan mengatur kegiatan perawatan dan operasi. Tetapi karena keterbatasan sumberdaya masyarakat yang ada, partisipasi masyarakat hanya sampai pada batas tertentu saja, pada perawatan skala besar kiranya turun tangan Pemda setempat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan sangat diperlukan, terutama pada kegiatan perawatan besar hingga rehabilitasi atau perbaikan Jaringan. Jika fokus ke masalah perawatan, yang penting untuk dikemukakan adalah mengenai cara cara perawatan dan bagaimana kegiatan perawatan akan dikelola atau dilakukan agar dapat berkelanjutan, untuk itu maka perlu disusun pedoman perawatan jaringan irigasi tambak. Pedoman disusun sebagai pegangan dan perlu diinseminasikan kepada masyarakat petambak melalui pelatihan. Panduan seperti dimaksud sejauh ini belum ada, karena itu perlu disusun dan terus disempurnakan dan dikembangkan sesuai dengan kondisi lapangan dan dinamika masyarakat masing masing lokasi. Kesimpulan dan Rekomendasi : Kesimpulan : 1. Sistim/jaringan irigasi tambak yang bermuara di panti lumpur, terlebih yang mempunyai tunggang pasang surut besar, mempunyai laju proses pendangkalan yang sangat besar. 2. Sejauh ini masih banyak Dinas Kelautan dan Perikanan di tingkat Kabupaten yang telah mempunyai dan menerapkan panduan Operasi dan Pemeliharaan (OP) jaringan irigasi tambak. 3. Masyarakat pembudidaya ikan belum mempunyai kelompok dari dan untuk mereka dalam rangka pelaksanaan OP yang terarah. Rekomendasi : 1. Perlu disusun Panduan OP yang terarah dan terpadu dengan jelas dan sederhana. 2. Perlu mendorong dan menyadarkan masyarakan pembudidaya perlunya untuk membentuk organisasi OP. 3. Perlu diselenggarakan pelatihan OP kepada masyarakat pembudidaya.

You might also like