You are on page 1of 5

STUDI KASUS

Kelompok Dewi Megawati Dyah Ayu Wyat R Ratna Dwi Lestari Viky Setiyawati Kelas 109111422151 209111422379 209111421324 109111415123 : BK off B

Kasus: Anton (fiktif) adalah seorang siswa SMP kelas 7. Ia adalah anak kedua dari 2 bersaudara. Ia tinggal dengan kedua orang tuanya dan kakak laki-lakinya. Ayahnya bekerja sebagai sopir bus yang jarang pulang ke rumah, dan ibunya bekerja sebagai pedagang sayur di pasar. Kakak Anton tersebut adalah seorang pengangguran, namun terkadang ikut bekerja serabutan di pasar sebagai buruh angkut. Anton bertempat tinggal di lingkungan pasar tradisional. Permasalahan utama dari Anton adalah bahwa ia sering sekali terlambat masuk sekolah. Padahal jarak rumahnya dari sekolah hanya sekitar 1 km saja. Setelah dicari tahu, ternyata penyebabnya adalah karena Anton selalu bangun kesiangan. Walaupun sudah sangat jelas bahwa pelajaran di sekolah dimulai pukul 06.45 WIB, tetapi Anton kerap sekali datang beberapa menit setelahnya. Terkadang ia sampai di sekolah pukul 07.00 WIB, bahkan juga pernah ia datang pada pukul 07.30 WIB. Hampir setiap minggu, selalu saja ada hari dimana Anton tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Ada kalanya ia membolos karena memang ada hal yang harus ia kerjakan di pasar bersama ibunya, terkadang juga ia membolos karena terpengaruh ajakan teman-temannya untuk membolos. Ia juga pernah terpergok sedang merokok di sekolah bersama teman-temannya ketika jam kosong di lapangan belakang sekolah. Kebiasaan Anton saat berada di lingkungan rumahnya adalah bahwa hampir setiap pukul 19.00, ia dijumpai sedang nongkrong bersama temantemannya. Kegiatan nongkrong tersebut berlangsung sampai larut malam. Setelah

itu ia akan pergi ke pasar untuk membantu ibunya mengangkut barang yang baru datang untuk dijual keesokan harinya. Dengan kebiasaan Anton yang sering sekali bangun siang dan terlambat datang ke sekolah, orang tua Anton samasekali tidak memberikan teguran kepadanya agar ia mau berubah. Setiap Anton bangun kesiangan, orangtuanya akan membiarkannya tanpa berusaha untuk membangunkan anaknya tersebut, karena mereka disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Kedua orangtua Anton tidak begitu mempermasalahkan tentang prestasi akademik anaknya. Bagi mereka, yang penting adalah Anton amu membantu kedua orangtuanya. Dan setelah diamati lebih jauh, ternyata kebanyakan orangorang (masyarakat) di lingkungan rumah Anton tersebut juga tidak terlalu memperhatikan tentang masalah pendidikan karena mereka menganggap bahwa meskipun anak mereka sekolah, namun pada akhirnya hanya akan bekerja di pasar seperti mereka. Anggapan tersebut sepertinya telah mendarah-daging, dan juga mempengaruhi terhadap minat dari Anton itu sendiri dalam menempuh pendidikan. Motivasi untuk berprestasi pun jadi hilang. Saat di sekolah, wajahnya nampak lesu dan tidak segar. Saat pelajaran berlangsung kerap sekali dia terlihat menguap. Ia sering tidak menegrjakan tugas dan bahkan, ia dinyatakan tidak naik kelas ke kelas 8 karena nilainya yang kurang baik dan karena sikapnya yang sering melanggar aturan-aturan sekolah. Masalah yang dialami oleh Anton sangatlah kompleks dan layak untuk diangkat dalam studi kasus, karena permasalahannya menyangkut aspek pribadi, sosial, dan belajar. Jika permasalahan tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada aspek karir Anton. Ancangan yang digunakan dalam studi kasus ini adalah ancangan klinis, karena dengan ancangan klinis, kita bisa memahami penyebab dan sumbersumber gangguan secara lebih mendalam. Treatment yang akan diberikan kepada konseli adalah konseling dengan pendekatan CBT (cognitive behavior therapy) dan menggunakan teknik cognitive restructuring dan self-management.

Alasan memakai treatment ini adalah karena menurut kelompok kami untuk mengubah kebiasaan buruk konseli adalah dengan mengubah pola pikirnya terlebih dahulu, yaitu mengubah pandangan konseli tentang pentingnya pendidikan. Hal ini bisa dilakukan dengan teknik cognitive restructuring. Beberapa rancangan bantuan lain yang bisa diberikan kepada konseli adalah sebagai berikut: 1. Konseling individu Dalam konseling individu ini, konselor menggunakan teknik cognitive restructuring, self-management, dan assertive training. Jadi, hal pertama yang dilakukan oleh konselor adalah mengubah pola pikir konseli tentang pentingnya pendidikan. Jika konseli telah mampu menyadari pentingnya pendidikan, maka hal kedua yang dilakukan oleh konselor adalah mempercayakan kelola diri kepada konseli itu. Dalam hal ini konselor menggunakan teknik self-management, dimana di dalam prosesnya konseli diberi tanggung-jawab untuk melakukan self-monitoring, self-reward, dan self-contract. Self-monitoring, dimana konseli memantau dirinya sendiri yang mencakup semua tingkah lakunya. Pada tahap ini konseli mengumpulkan dan mencatat data tentang perilaku yang hendak diubah. Ketika konseli melakukan pemantauan diri tentang perilaku sasaran sebelum dan selama program perlakuan, maka hal ini akan sangat berfungsi untuk mengevaluasi dirinya sendiri, dan berdampak pada perubahan perilaku selanjutnya. Self-reward, dimana konseli memberi penghargaan atas dirinya sindiri karena telah mencapai perubahan yang telah diinginkan. Dalam hal ini misalnya saja setelah ia melakukan self-monioring, hal pertama yang ingin diubah adalah kebiasaannya bangun siang yang menyebabkan ia terlambat. Maka pada suatu ketika saat konseli berhasil bangun pagi dan datang ke sekolah tepat wakt, maka ia harus memberikan hadiah terhadap dirinya sendiri. misalnya saja memuji dirinya sendiri, ataupun dalam bentuk lain.

Bgitu juga dengan kebiasaan buruk konseli yang suka merokok di usianya yang masih sangat muda. Maka pada saat ia bisa mengurangi jumlah rokok yang ia konsumsi dalam sehari, maka ia boleh mendapakan penghargaan dari dirinya sendiri. Self-contract, dimana konseli membuat perjanjian dengan dirinya sendiri tentang semua perihal yang harus ia lakukan dalam rangka pencapaian tujuan utama, yaitu perubahan perilaku seperti yang diharapkan. Konseli menuliskan beberapa peraturan untuk dirinya sendiri, dan harus dipatuhi. Dalam hal ini konseli butuh kerjasama dengan orang lain, misalnya orangtua dan teman agar lebih efektif. 2. Konseling kelompok. Saat kegiatan konseling kelompok berlangsung, konseli (Anton) dan anggota konseling yang lain diberi layanan konseling degan teknik assertive training. Mereka bermain peran, memerankan adegan saat kita mau berangkat sekolah dan tiba-tiba ada teman yang mengajak untuk membolos. Dengan kegiatan ini, diharapkan konseli mampu bersikap tegas untuk mengatakan tidak atas ajakan temannya yang bersifat destruktif tersebut. 3. Home Visit. Konselor melakukan home visit untuk memberikan informasi kepada orangtua konseli bahwa putranya membutuhkan dukungan dari keluarga untuk mengubah kebiasaan buruknya. Konselor memberikan pengertian kepada kedua orangtua konseli bahwa sikap mereka terhadap konseli akan sangat mempengaruhi efektivitas program perubahan perilaku yang sedang diikuti oleh konseli, mengingat bahwa kedua orangtua merupakan orang terdekat di lingkungan konseli. Konselor memberikan penjelasan kepada kedua orangtua konseli agar ikut memfasilitasi dalam mengontrol putranya demi perubahan yang lebih baik. 4. Bimbingan Klasikal. Materi layanan yang bisa diberikan oleh konselor dalam bimbingan klasikal misalnya adalah tentang managemen waktu. Dengan layanan ini diharapkan agar konseli mampu mengatur waktu untuk belajar, bermain (nongkrong), membantu orang tua, dan termasuk waktu untuk tidur. Selain itu, materi lain yang bisa diberikan dalam

layanan klasikal ini adalah layanan dengan tema Bahaya rokok dan obatobatan terlarang, Tips dan trik memunculkan motivasi diri, dll. 5. Bimbingan Kelompok. Dalam memberikan layanan ini, konselor bisa menggunakan teknik simulasi yang dilengkapi dengan media yang menunjang. Tema yang bisa diangkat adalah minat karir dan jabatan dengan judul Kemana kah arah yang kau mau?. Dalam permainan simulasi ini konseli (Anton) dan teman-temannya dalam kelompok akan memilih minat karir dan jabatan yang merekainginkan, dan melakukan usaha-usaha yang harus dilakukan untukemncapainya. Dengan layanan ini, diharapkan konseli menyadari bahwa setiap manusia memiliki tujuan hidup, dan untuk mencapainya diperlukan beberapa usaha. Sehingga secara tidak langsung akan menumbuhkan motivasi belajar bagi siswa, dan membangkitkan semangatya untuk menjadi individi yang lebih baik lagi dalam mencapai tujuannya. 6. dll

You might also like