You are on page 1of 38

1

Mata Kuliah : Kapal Perikanan Dosen : Budiman,ST

LAPORAN PRAKTEK LAPANGAN KAPAL PERIKANAN DI PULAU KODINGARENG

RUSDI NIM : Stk 38035

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI KELAUTAN (STITEK) BALIK DIWA MAKASSAR 2011

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kasih sayang-Nya Laporan Praktek Lapangan Kapal Perikanan di Pulau Kodingareng dapat kami selesaikan. Laporan ini membahas tentang pengertian kapal perikanan, stabilitas kapal perikan,desain kapal perikanan yang ada pada kapal perikanan di Pulau Kodingareng, serta cara pendesainan masing-masing dari kapal tersebut. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin.

Makassar 10, Februari 2011

Penyusun

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...ii DAFTAR ISI.iii BAB I PENDAHULUAN.4 1.1 Latar Belakang..5 1.2 Tujuan dan Kegunaan..5 1.2.1 1.2.2 Tujuan..5 Kegunaan5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA4 2.1 defenisi kapal perikanan6 2.1.1 stabilitas kapal..15 BAB III perhitungan desain.....................................................................................29 BAB IV HASIL SURVEI....31 4.1 Kapal purse seine....31 4.2 kapal bagang ............................................................................34 4.3 jolloro.........................................................................................35 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................................37 4.1 Kesimpulan ..................................................................37 4.2 Saran..37 DAFTAR PUSTAKA.38

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Kapal perikanan merupakan mata kuliah yang khusus mempelajari stabilitas kapal perikanan, cara pendesignan kapal dan cara merancang pelabuhan. Di mata kuliah ini di bahas tentang ukuranukuran kapal mulai dari LOA, LBP, B, T dan lain-lain. Selain itu, di mata kuliah kapal perikanan juga mempelajari hubungan desain kapal dengan kecepatan kapal. Berhasil tidaknya kapal yang kita buat tergantung dari desain kapal yang kita buat Sehubungan untuk mengetahui dengan jelas tentang desain kapal perikanan maka kami bersama rekan-rekan mahasiswa yang didampingi beberapa orang dosen mengadakan praktek lapangan di Pulau Kodingareng dengan tujuan agar kami dapat mengetahui dengan jelas membandingkan beberapa desain kapal perikanan baik kapal bagan, kapal purse seine, dan kapal Jolloro.

1.2 1.2.1

Tujuan dan Kegunaan Tujuan Untuk lebih mengetahui tata cara pendesainan berbagai jenis kapal yang berbeda sehingga dapat meningkatkan pemahaman antara teoriyang ada dengan desaign kapalsecara nyata pada praktek lapang di pulau kodingareng

1.2.2

Kegunaan Praktek lapang yang telah dilakukan di harapkan mampu membuat mahasiswa lebih berwawasan dan keinginan untuk terjun langsung pada proses desain kapal dapat terwujud sehingga pengetahuan mengenai desain kapal dapat di terapkan di masyarakat.

BAB II DEFENISI KAPAL PERIKANAN DAN STABILITAS KAPAL PERIKANAN 2.1 Defenisi Kapal Perikanan Menurut UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 angka 36: Kapal adalah Kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Apa yang dimaksud dengan Perusahaan Pelayaran National? Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Perusahaan Angkutan Laut, Pasal 1 angka 7: Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum Indonesia (Indonesian national shipping company) yang melakukan kegiatan angkutan laut di dalam wilayah perairan Indonesia dan atau dari dan ke pelabuhan di luar negeri. Perusahaan angkutan laut nasional dapat berupa badan hukum yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) atau badan hukum Indonesia maupun dalam bentuk kerjasama dengan asing (PMA/joint venture) asalkan telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut khususnya dalam Pasal 20 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan:

PASAL 20 KM 33 TAHUN 2001: (1). Perusahaan angkutan laut nasional atau badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk (usaha patungan joint venture) dengan membentuk satu perusahaan angkutan laut nasional. (2). Perusahaan angkutan laut patungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memiliki kapal berbendera Indonesia yang laik laut sekurangkurangnya 1 (satu) unit ukuran GT.5000 (lima ribu). (3). Ketentuan persyaratan untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 butir a,c,d,e dan f berlaku pula terhadap persyaratan pendirian perusahaan angkutan laut yang melakukan usaha patungan (joint venture). 3. Jika perusahaan angkutan laut asing dapat mendirikan perusahaan angkutan laut national dengan berpatungan dengan perusahaan national apakah atas batas kepemilikan saham asing atas perusahaan patungan joint venture tersebut ? Sesuai dengan UU Pelayaran No 17 / 2008 Bab V Pasal 158 Ayat (2) Kapal yang dapat di daftar di Indonesia yaitu (sesuai Ayat 2 (c )) kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia. Mengenai batasan kepemilikan saham asing dalam perusahaan patungan joint venture atau apakah bidang usaha tersebut tertutup untuk penanaman modal diatur dalam Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden

nomor 111 Tahun 2007. Untuk bidang usaha pelayaran yang terbuka untuk penanaman modal maksimal kepemilikan saham yang diperbolehkan oleh asing hanya sebesar 49 (empat puluh sembilan) persen. 4. Definisi Perusahaan Angkutan Laut Asing Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, Pasal 1 angka 8: Perusahaan Angkutan Laut Asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum asing (foreign shipping company) yang kapal-kapalnya melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia. Menurut UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran: Pasal 11, ayat 4 dan 5 UU no 17 Tahun 2008: (1) Perusahaan angkutan laut asing hanya dapat melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan wajib menunjuk perusahaan nasional sebagai agen umum. (2) Perusahaan angkutan laut asing yang melakukan kegiatan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan dapat menunjuk perwakilannya di Indonesia. 5. Apa yang dimaksud oleh Kapal Berbendera Indonesia? Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, Pasal 1 angka 11:

Kapal Berbendera Indonesia adalah kapal yang memiliki kebangsaan Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 158 UU nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran: (1) Kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu: a. kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh GrossTonnage); b. kapal milik warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan c. kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. (3) Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. (4) Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. (5) Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran. 6. Definisi Kapal Asing Menurut UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 angka 39: Kapal Asing adalah kapal yang berbendera selain bendera Indonesia dan tidak dicatat dalam daftar kapal Indonesia

10

7. Apakah kapal bendera Indonesia dapat dimiliki oleh perusahaan Asing? Tidak boleh karena Indonesia menganut sistem closed registry dan menurut Pasal 158 Ayat (2)UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu: a. kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh GrossTonnage); b. kapal milik warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan c. kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. 8. Apakah persyaratan untuk mendapatkan izin usaha angkutan laut untuk perusahaan national? Persyaratan untuk mendapatkan izin usaha angkutan laut nacional secara umum dapat dilihat pada pasal 29 UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yaitu: Pasal 29 UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran: (1) Untuk mendapatkan izin usaha angkutan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) badan usaha wajib memiliki kapal berbendera Indonesia dengan ukuran sekurangkurangnya GT 175 (seratus tujuh puluh lima Gross Tonnage). (2) Orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dapat melakukan kerja sama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk usaha patungan (joint venture) dengan membentuk perusahaan angkutan laut yang memiliki kapal berbendera Indonesia sekurang-kurangnya 1 (satu) unit kapal dengan ukuran

11

GT

5000

(lima

ribu

Gross

Tonnage)

dan

diawaki

oleh

awak

berkewarganegaraan Indonesia. Persayaratan khusus dan tata cara untuk mendapatkan izin usaha pelayaran diatur dalam KM nomor 33 tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut khususnya pada Bab III. 9. Apakah kapal bendera Asing dapat dimiliki oleh perusahaan Indonesia? Hal ini harus sesuai dengan peraturan atau hukum tentang pelayaran dari negara bendera kapal tersebut. Sebagian negara seperti contoh Panama atau Liberia (yang menjalankan open registry - atau flag of convenience) memperbolehkan tetapi sebagian negara membatasi dan sebagian sama sekali tidak diperbolehkan. 10. Apa itu PPKA? PPKA adalah Persetujuan Kelonggaran Syarat Bendera (Dispensasi)

Penggunaan Kapal Asing Angkutan Laut Dalam Negeri. 11. Apa itu PKKA? Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, Pasal 50: PKKA adalah Pemberitahuan Keagenan Kapal Asing 12. Apakah ada batas tahun pengoperasian kapal asing ? Sesuai dengan KM 33/2001 Pasal 5 ayat 1 (a) penggunaan kapal asing dibatasi maksimal 20 tahun. 13. Apakah semua kapal asing harus menggunakan PPKA untuk beroperasi di Indonesia?

12

Diharuskan sesuai dengan Pasal 5 ayat 2 KM 33 tahun 2001, yang berbunyi sebagai berikut: Penggunaan kapal asing untuk angkutan laut dalam negeri sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1), sebelum dioperasikan oleh perusahaan angkutan laut nasional selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja wajib dilaporkan dan diterima Direktur Jenderal menurut contoh pada lampiran I Keputusan ini, untuk selanjutnya dapat diberikan kelonggaran syarat bendera (dispensasi) menurut contoh pada Lampiran II Keputusan ini. Kapal asing yang tidak memenuhi persyaratan PPKA ini dilarang beroperasi di wilayah perairan Indonesia dan tidak diberikan pelayanan di pelabuhan Indonesia. 14. Untuk batas waktu penggunaan kapal asing terdapat perbedaan yaitu: 1. Berdasarkan Pasal 341 UU No 17/2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) disebutkan bahwa kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri tetap dapat melakukannya kegiatannya paling lama 3 tahun terhitung sejak tanggal berlakunya UU ini yaitu tanggal 7 Mei 2008. 2. Sedangkan berdasarkan Pasal 3 (1) g, h, i KM 71 Tahun 2005 batas waktunya paling lambat adalah 1 Januari 2011. Dengan perbedaan tersebut, timbul pertanyaan batas waktu manakah yang berlaku? Pertama yang harus diperhatikan adalah, jangka waktu yang diatur dalam UU no 17/2008 hanya untuk kapal asing yang sudah beroperasi/melayani kegiatan angkutan dalam negeri sebelum UU no 17/2008 itu berlaku. Tetapi setelah berlakunya UU no 17/2008 (tanggal 7 Mei 2008), apabila ada kapal asing yang baru

13

mau beroperasi/melayani kegiatan angkutan dalam negeri maka berlaku ketentuan Pasal 8 dan Pasal 284 UU No 17/2008 yaitu berupa larangan bagi kapal asing untuk melakukan kegiatan angkutan dalam negeri. Berdasarkan Pasal 353 UU No 17/2008 disebutkan bahwa pada saat berlakunya UU Pelayaran ini, segala peraturan pelaksanaan UU No 21 Tahun 1992 (UU Pelayaran lama) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan UU No 17/2008. Dalam hal ini KM 71 Tahun 2005 yang merupakan peraturan pelaksanaan UU no 21/1992 (UU Pelayaran lama) tetap berlaku hanya mengenai aturan-aturan yang tidak bertentangan dengan UU no 17/2008. Masalah ini menjadi dilemma untuk semua stakeholder tetapi sesuai penjelasan dari Dephub Pasal 341 UU 17/2008 harus dilihat sebagai nafas dan bukan celah dalam melaksanakan implementasi azas cabotage. 15. Bagaimana dengan pengertian Undang Undang atau KM yang bertentangan dengan UU nomor 17 tahun 2008 ? Sesuai Pasal 353 UU no 17/2008 dinyatakan sebagai berikut: Pada saat Undang-Undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Dengan demikian semua peraturan pelaksanaan sebelumnya tetap berlaku asalkan tidak bertentangan dengan UU no 17 tahun 2008 dan jika bertentangan harus mengacu kepada UU nomor 17 tahun 2008. 16. Apa sanksi pelanggar cabotage ? Sanksi atas pelanggaran asas cabotage diancam dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 284 UU nomor 17 tahun 2008, yaitu:

14

setiap orang yang mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau atau antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak RP 600,000,000 (enam ratus juta rupiah). Selain sanksi pidana, pelanggaran asa cabotage juga dapat dikenakan sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 59 UU nomor 17 Tahun 2008, berupa: a. Peringatan; b. Denda administratif; c. Pembekuan izin atau pembekuan sertifikat; d. Pencabutan izin atau pencabutan sertifikat. 17. Apakah ada batas umur kapal untuk impor? Berdasarkan pada Keppres nomor 22 Tahun 11998 dalam Pasal 3 disebutkan bahwa impor kapal niaga dan atau kapal ikan dalam keadaan baru dan bukan baru dilakukan sesuai dengan Ketentuan Umum Di Bidang Impor yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Selanjutnya dalam Permendag 57/M-DAG/PER/12/2008 batas umur kapal yang ditentukan adalah tidak lebih tua dari 25 tahun. 18. Apa itu klarifikasi INSA? Informasi yang dikeluarkan DPP INSA yang dijadikan sebagai lampiran dalam permohonan Pemberitahuan Pengoperasian Kapal Asing (PPKA) oleh Perusahaan angkutan laut nasional kepada Dirjen Hubla. Klarifikasi dilakukan untuk mengetahui ketersediaan kapal berbendera nasional sesuai kebutuhan sebelum pengajuan izin operasi kapal asing sesuai dengan amanat Inpres 5 dan Kepmen 71/2005 Pasal 3 Ayat 2.

15

2.2 STABILITAS KAPAL 1. PENGERTIAN STABILITAS Stabilitas adalah keseimbangan dari kapal, merupakan sifat atau kecenderungan dari sebuah kapal untuk kembali kepada kedudukan semula setelah mendapat senget (kemiringan) yang disebabkan oleh gaya-gaya dari luar (Rubianto, 1996). Sama dengan pendapat Wakidjo (1972), bahwa stabilitas merupakan kemampuan sebuah kapal untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget oleh karena kapal mendapatkan pengaruh luar, misalnya angin, ombak dan sebagainya. Secara umum hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan kapal dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu : a. Faktor internal yaitu tata letak barang/cargo, bentuk ukuran kapal, kebocoran karena kandas atau tubrukan b. Faktor eksternal yaitu berupa angin, ombak, arus dan badai

Oleh karena itu maka stabilitas erat hubungannya dengan bentuk kapal, muatan, draft, dan ukuran dari nilai GM. Posisi M (Metasentrum) hampir tetap sesuai dengan style kapal, pusat buoyancy B (Bouyancy) digerakkan oleh draft sedangkan pusat gravitasi bervariasi posisinya tergantung pada muatan. Sedangkan titik M (Metasentrum) adalah tergantung dari bentuk kapal, hubungannya dengan bentuk kapal yaitu lebar dan tinggi kapal, bila lebar kapal melebar maka posisi M (Metasentrum) bertambah tinggi dan akan menambah pengaruh terhadap stabilitas.

16

Kaitannya dengan bentuk dan ukuran, maka dalam menghitung stabilitas kapal sangat tergantung dari beberapa ukuran pokok yang berkaitan dengan dimensi pokok kapal. Ukuran-ukuran pokok yang menjadi dasar dari pengukuran kapal adalah panjang (length), lebar (breadth), tinggi (depth) serta sarat (draft). Sedangkan untuk panjang di dalam pengukuran kapal dikenal beberapa istilah seperti LOA (Length Over All), LBP (Length Between Perpendicular) dan LWL (Length Water Line). Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum melakukan perhitungan stabilitas kapal yaitu : 1. Berat benaman (isi kotor) atau displasemen adalah jumlah ton air yang dipindahkan oleh bagian kapal yang tenggelam dalam air. 2. Berat kapal kosong (Light Displacement) yaitu berat kapal kosong termasuk mesin dan alat-alat yang melekat pada kapal. 3. Operating Load (OL) yaitu berat dari sarana dan alat-alat untuk mengoperasikan kapal dimana tanpa alat ini kapal tidak dapat berlayar. Displ = LD + OL + Muatan DWT = OL + Muatan Dilihat dari sifatnya, stabilitas atau keseimbangan kapal dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu satbilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis diperuntukkan bagi kapal dalam keadaan diam dan terdiri dari stabilitas melintang dan membujur. Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk tegak sewaktu mengalami senget dalam arah

17

melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya, sedangkan stabilitas membujur adalah kemampuan kapal untuk kembali ke kedudukan semula setelah mengalami senget dalam arah yang membujur oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya. Stabilitas melintang kapal dapat dibagi menjadi sudut senget kecil (00-150) dan sudut senget besar (>150). Akan tetapi untuk stabilitas awal pada umumnya diperhitungkan hanya hingga 150 dan pada pembahasan stabilitas melintang saja. Sedangkan stabilitas dinamis diperuntukkan bagi kapal-kapal yang sedang oleng atau mengangguk ataupun saat menyenget besar. Pada umumnya kapal hanya menyenget kecil saja. Jadi senget yang besar, misalnya melebihi 200 bukanlah hal yang biasa dialami. Senget-senget besar ini disebabkan oleh beberapa keadaan umpamanya badai atau oleng besar ataupun gaya dari dalam antara lain GM yang negative. Dalam teori stabilitas dikenal juga istilah stabilitas awal yaitu stabilitas kapal pada senget kecil (antara 00150). Stabilitas awal ditentukan oleh 3 buah titik yaitu titik berat (Center of gravity) atau biasa disebut titik G, titik apung (Center of buoyance) atau titik B dan titik meta sentris (Meta centris) atau titik M. 2. MACAM-MACAM KEADAAN STABILITAS Pada prinsipnya keadaan stabilitas ada tiga yaitu Stabilitas Positif (stable equilibrium), stabilitas Netral (Neutral equilibrium) dan stabilitas Negatif (Unstable equilibrium). (a). Stabilitas Positif (Stable Equlibrium)

18

Suatu keadaan dimana titik G-nya berada di atas titik M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas mantap sewaktu menyenget mesti memiliki kemampuan untuk menegak kembali. (b). Stabilitas Netral (Neutral Equilibrium) Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berhimpit dengan titik M. Maka momen penegak kapal yang memiliki stabilitas netral sama dengan nol, atau bahkan tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali sewaktu menyenget. Dengan kata lain bila kapal senget tidak ada MP maupun momen penerus sehingga kapal tetap miring pada sudut senget yang sama, penyebabnya adalah titik G terlalu tinggi dan berimpit dengan titik M karena terlalu banyak muatan di bagian atas kapal. (c). Stabilitas Negatif (Unstable Equilibrium) Suatu keadaan stabilitas dimana titik G-nya berada di atas titik M, sehingga sebuah kapal yang memiliki stabilitas negatif sewaktu menyenget tidak memiliki kemampuan untuk menegak kembali, bahkan sudut sengetnya akan bertambah besar, yang menyebabkan kapal akan bertambah miring lagi bahkan bisa menjadi terbalik. Atau suatu kondisi bila kapal miring karena gaya dari luar , maka timbullah sebuah momen yang dinamakan MOMEN PENERUS/Heiling moment sehingga kapal akan bertambah miring. 3. TITIK-TITIK PENTING DALAM STABILITAS Menurut Hind (1967), titik-titik penting dalam stabilitas antara lain adalah titik berat (G), titik apung (B) dan titik M.

19

(a). Titik Berat (Centre of Gravity) Titik berat (center of gravity) dikenal dengan titik G dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari semua gaya-gaya yang menekan ke bawah terhadap kapal. Letak titik G ini di kapal dapat diketahui dengan meninjau semua pembagian bobot di kapal, makin banyak bobot yang diletakkan di bagian atas maka makin tinggilah letak titik Gnya. Secara definisi titik berat (G) ialah titik tangkap dari semua gaya gaya yang bekerja kebawah. Letak titik G pada kapal kosong ditentukan oleh hasil percobaan stabilitas. Perlu diketahui bahwa, letak titik G tergantung daripada pembagian berat dikapal. Jadi selama tidak ada berat yang di geser, titik G tidak akan berubah walaupun kapal oleng atau mengangguk. (b). Titik Apung (Centre of Buoyance) Titik apung (center of buoyance) diikenal dengan titik B dari sebuah kapal, merupakan titik tangkap dari resultan gaya-gaya yang menekan tegak ke atas dari bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik tangkap B bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindahpindah oleh adanya perubahan sarat dari kapal. Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami senget. Letak titik B tergantung dari besarnya senget kapal ( bila senget berubah maka letak titik B akan berubah / berpindah. Bila kapal menyenget titik B akan berpindah kesisi yang rendah.

20

(c). Titik Metasentris Titik metasentris atau dikenal dengan titik M dari sebuah kapal, merupakan sebuah titik semu dari batas dimana titik G tidak boleh melewati di atasnya agar supaya kapal tetap mempunyai stabilitas yang positif (stabil). Meta artinya berubah-ubah, jadi titik metasentris dapat berubah letaknya dan tergantung dari besarnya sudut senget. Apabila kapal senget pada sudut kecil (tidak lebih dari 150), maka titik apung B bergerak di sepanjang busur dimana titik M merupakan titik pusatnya di bidang tengah kapal (centre of line) dan pada sudut senget yang kecil ini perpindahan letak titik M masih sangat kecil, sehingga masih dapat dikatakan tetap. 4. DIMENSI POKOK DALAM STABILITAS KAPAL (a). KM (Tinggi titik metasentris di atas lunas) KM ialah jarak tegak dari lunas kapal sampai ke titik M, atau jumlah jarak dari lunas ke titik apung (KB) dan jarak titik apung ke metasentris (BM), sehingga KM dapat dicari dengan rumus : KM = KB + BM Diperoleh dari diagram metasentris atau hydrostatical curve bagi setiap sarat (draft) saat itu. (b). KB (Tinggi Titik Apung dari Lunas) Letak titik B di atas lunas bukanlah suatu titik yang tetap, akan tetapi berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau senget kapal

21

(Wakidjo, Menurut Rubianto (1996), nilai KB dapat dicari : Untuk kapal tipe plat bottom, KB = 0,50d Untuk kapal tipe V bottom, KB = 0,67d Untuk kapal tipe U bottom, KB = 0,53d Dimana d = draft kapal

1972).

Dari diagram metasentris atau lengkung hidrostatis, dimana nilai KB dapat dicari pada setiap sarat kapal saat itu (Wakidjo, 1972). (c). BM (Jarak Titik Apung ke Metasentris) Menurut Usman (1981), BM dinamakan jari-jari metasentris atau metacentris radius karena bila kapal mengoleng dengan sudut-sudut yang kecil, maka lintasan pergerakan titik B merupakan sebagian busur lingkaran dimana M merupakan titik pusatnya dan BM sebagai jari-jarinya. Titik M masih bisa dianggap tetap karena sudut olengnya kecil (100-150). Lebih lanjut dijelaskan Rubianto (1996) : BM = b2/10d , dimana : b = lebar kapal (m) d = draft kapal (m) (d). KG (Tinggi Titik Berat dari Lunas) Nilai KB untuk kapal kosong diperoleh dari percobaan stabilitas (inclining experiment), selanjutnya KG dapat dihitung dengan menggunakan dalil momen. Nilai KG dengan dalil momen ini digunakan bila terjadi pemuatan atau pembongkaran di atas kapal dengan mengetahui letak titik berat suatu bobot di atas lunas yang disebut dengan vertical centre of gravity (VCG) lalu dikalikan dengan bobot muatan tersebut sehingga diperoleh

22

momen bobot tersebut, selanjutnya jumlah momen-momen seluruh bobot di kapal dibagi dengan jumlah bobot menghasilkan nilai KG pada saat itu. KG total = ? M ? W dimana, ? M = Jumlah momen (ton)? W = jumlah perkalian titik berat dengan bobot benda (m ton) (e). GM (Tinggi Metasentris) Tinggi metasentris atau metacentris high (GM) yaitu jarak tegak antara titik G dan titik M. Dari rumus disebutkan : GM = KM KG GM = (KB + BM) KG Nilai GM inilah yang menunjukkan keadaan stabilitas awal kapal atau keadaan stabilitas kapal selama pelayaran nanti (f). Momen Penegak (Righting Moment) dan Lengan Penegak (Righting Arms) Momen penegak adalah momen yang akan mengembalikan kapal ke kedudukan tegaknya setelah kapal miring karena gaya-gaya dari luar dan gaya-gaya tersebut tidak bekerja lagi (Rubianto, 1996). Pada waktu kapal miring, maka titik B pindak ke B1, sehingga garis gaya berat bekerja ke bawah melalui G dan gaya keatas melalui B1 . Titik M merupakan busur dari gaya-gaya tersebut. Bila dari titik G ditarik garis tegak lurus ke B1M maka berhimpit dengan sebuah titik Z. Garis GZ inilah yang disebut dengan lengan penegak (righting arms). Seberapa besar

23

kemampuan kapal tersebut untuk menegak kembali diperlukan momen penegak (righting moment). Pada waktu kapal dalam keadaan senget maka displasemennya tidak berubah, yang berubah hanyalah faktor dari momen penegaknya. Jadi artinya nilai GZ nyalah yang berubah karena nilai momen penegak sebanding dengan besar kecilnya nilai GZ, sehingga GZ dapat dipergunakan untuk menandai besar kecilnya stabilitas kapal. Untuk menghitung nilai GZ sebagai berikut: Sin ? = GZ/GM GZ = GM x sinus ? Moment penegak = W x GZ (g). Periode Oleng (Rolling Period) Periode oleng dapat kita gunakan untuk menilai ukuran stabilitas. Periode oleng berkaitan dengan tinggi metasentrik. Satu periode oleng lengkap adalah jangka waktu yang dibutuhkan mulai dari saat kapal tegak, miring ke kiri, tegak, miring ke kanan sampai kembali tegak kembali. Wakidjo (1972), menggambarkan hubungan antara tinggi metasentrik (GM) dengan periode oleng adalah dengan rumus : T = 0,75?GM dimana, T = periode oleng dalam detik B = lebar kapal dalam meter

Yang dimaksud dengan periode oleng disini adalah periode oleng alami (natural rolling) yaitu olengan kapal air yang tenang.

24

(h). Pengaruh Permukaan Bebas (Free Surface Effect) Permukaan bebas terjadi di dalam kapal bila terdapat suatu permukaan cairan yang bergerak dengan bebas, bila kapal mengoleng di laut dan cairan di dalam tangki bergerak-gerak akibatnya titik berat cairan tadi tidak lagi berada di tempatnya semula. Titik G dari cairan tadi kini berada di atas cairan tadi, gejala ini disebut dengan kenaikan semu titik berat, dengan demikian perlu adanya koreksi terhadap nilai GM yang kita perhitungkan dari kenaikan semu titik berat cairan tadi pada saat kapal mengoleng sehingga diperoleh nilai GM yang efektif. Perhitungan untuk koreksi permukaan bebas dapat mempergunakan rumus: gg1 = r . x l x b3 12 x 35 x W dimana, gg1 = pergeseran tegak titik G ke G1 r = berat jenis di dalam tanki dibagi berat jenis cairan di luar kapal l = panjang tangki b = lebar tangki W = displasemen kapal, (Rubianto, 1996) KAPAL MENURUT UNDANG-UNDANG 1. Apa yang di maksud kapal? Menurut UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 angka 36: Kapal adalah Kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan

25

di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 2. Apa yang dimaksud dengan Perusahaan Pelayaran National? Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Perusahaan Angkutan Laut, Pasal 1 angka 7: Perusahaan Angkutan Laut Nasional adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum Indonesia (Indonesian national shipping company) yang melakukan kegiatan angkutan laut di dalam wilayah perairan Indonesia dan atau dari dan ke pelabuhan di luar negeri. Perusahaan angkutan laut nasional dapat berupa badan hukum yang keseluruhan sahamnya dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI) atau badan hukum Indonesia maupun dalam bentuk kerjasama dengan asing (PMA/joint venture) asalkan telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut khususnya dalam Pasal 20 serta peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan: PASAL 20 KM 33 TAHUN 2001: (1). Perusahaan angkutan laut nasional atau badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan perusahaan angkutan laut asing atau badan hukum asing atau warga negara asing dalam bentuk (usaha patungan joint venture) dengan membentuk satu perusahaan angkutan laut nasional.

26

(2). Perusahaan angkutan laut patungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memiliki kapal berbendera Indonesia yang laik laut sekurangkurangnya 1 (satu) unit ukuran GT.5000 (lima ribu). (3). Ketentuan persyaratan untuk memperoleh izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 butir a,c,d,e dan f berlaku pula terhadap persyaratan pendirian perusahaan angkutan laut yang melakukan usaha patungan (joint venture). 3. Jika perusahaan angkutan laut asing dapat mendirikan

perusahaan angkutan laut national dengan berpatungan dengan perusahaan national apakah atas batas kepemilikan saham asing atas perusahaan patungan joint venture tersebut ? Sesuai dengan UU Pelayaran No 17 / 2008 Bab V Pasal 158 Ayat (2) Kapal yang dapat di daftar di Indonesia yaitu (sesuai Ayat 2 (c )) kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia. Mengenai batasan kepemilikan saham asing dalam perusahaan patungan joint venture atau apakah bidang usaha tersebut tertutup untuk penanaman modal diatur dalam Peraturan Presiden nomor 77 tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Presiden nomor 111 Tahun 2007. Untuk bidang usaha pelayaran yang terbuka untuk penanaman modal maksimal kepemilikan saham yang diperbolehkan oleh asing hanya sebesar 49 (empat puluh sembilan) persen. 4. Definisi Perusahaan Angkutan Laut Asing

27

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, Pasal 1 angka 8: Perusahaan Angkutan Laut Asing adalah perusahaan angkutan laut berbadan hukum asing (foreign shipping company) yang kapal-kapalnya melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia. Menurut UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran: Pasal 11, ayat 4 dan 5 UU no 17 Tahun 2008: (1) Perusahaan angkutan laut asing hanya dapat melakukan kegiatan angkutan laut ke dan dari pelabuhan Indonesia yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan wajib menunjuk perusahaan nasional sebagai agen umum. (2) Perusahaan angkutan laut asing yang melakukan kegiatan angkutan laut ke atau dari pelabuhan Indonesia yang terbuka untuk perdagangan luar negeri secara berkesinambungan dapat menunjuk perwakilannya di Indonesia. 5. Apa yang dimaksud oleh Kapal Berbendera Indonesia? Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 33 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut, Pasal 1 angka 11: Kapal Berbendera Indonesia adalah kapal yang memiliki kebangsaan Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Pasal 158 UU nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran:

28

(1) Kapal yang telah diukur dan mendapat Surat Ukur dapat didaftarkan di Indonesia oleh pemilik kepada Pejabat Pendaftar dan Pencatat Balik Nama Kapal yang ditetapkan oleh Menteri. (2) Kapal yang dapat didaftar di Indonesia yaitu: a. kapal dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh GrossTonnage); b. kapal milik warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; dan c. kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia. (3) Pendaftaran kapal dilakukan dengan pembuatan akta pendaftaran dan dicatat dalam daftar kapal Indonesia. (4) Sebagai bukti kapal telah terdaftar, kepada pemilik diberikan grosse akta pendaftaran kapal yang berfungsi pula sebagai bukti hak milik atas kapal yang telah didaftar. (5) Pada kapal yang telah didaftar wajib dipasang Tanda Pendaftaran

29

BAB III PERHITUNGAN DESAIN

DATA PEMBANDING KAPAL

Menurut : Pangestu ( 331 GRT ) a. LbpR =

X LbpP H (m) T V (m) (knot) 8 Cb

DWTR DWTp LbpP LWL LOA B (ton) (ton) (ton) (m) (m) (m) 7,3 7 = = 11,47 11 10.7 12 3

1,66 0,65

} X 11 ton

b. LWLR = 1,025 X LbpP = 1,025 X 11,47 ton = 11,75 m c. LOAR = 110% X LbpP = 110% X 11,47 ton = 12,61 m

d. BR

} XB

30

} X3m

= 3,12

e. TR

= =

}XT

X 0,65 m

= 0,67 f. Cb = 1,179 0,33 ( = 1,179 0,33 ( = 1,179 0,33 ( = 1,179 0,33 X 2,362 = 1,179 0,779 = 0,400

) ) )

31

BAB IV HASIL SURVEI DI PULAU KODINGARENG

1. Kapal Purse Seine DATA PEMBANDING KAPAL

Penentuan ukuran utama kapal

Menurut : Pangestu ( 331 GRT ) g. LbpR = = } X LbpP } X 16 ton

= 14,88 m h. LWLR = 1,025 X LbpP = 1,025 X 14,88 ton = 15,25 m i. LOAR = 110% X LbpP = 110% X 14,88 ton = 16,36 m

j. BR

= =

} X BP }X6m

= 5,58 m

32

k. TR

= =

} X TP X2m

= 1,86 m l. HR = = = 3,25m m. Cb = 1,179 0,33 ( = 1,179 0,33 ( = 1,179 0,33 ( = 1,179 0,33 X 1,478 = 1,179 0,487 = 0,692 a. Kapasitas muatan Kapasitas muatan pada kapal Purse Seine yang ada pada nelayan Kodingareng yaitu 15 ton. Hal ini di sebabkan karena kapal tersebut mempunyai dimensi yang tidak terlalu besar. b. Fasilitas kapal Mempunyai sebuah mesin lampu dari genset sebagai penerang bila kapal beroperasi pada malam hari Terdapat sebuah jaring dengan panjang 60 m Sebuah lampu 115 watt sebagai penerang Sebuah dynamo 30.000 watt ) ) ) } X TP X 3,5 m

c. Pendapatan 1 x operasi

33

Pendapatan yang didapatkan oleh kapal tersebut setiap kali operasi kadang tidak tetap. Hal ini deisebabkan karena adanya pengaruh arus, gelombang, dan kecepatan angin. Selain itu, daerah Fishing Ground juga sangat mempengaruhi karena apabila nelayan tidak beroperasi pada daerah penangkapan yang tepat maka hasil yang didapatkan tidak maksimal. Menurut wawancara dengan nelayan di daerah tersebut mereka mendapatkan 1 ton atau kira-kira 10 basket atau mendapatkan hasil yang maksimal. d. Cara pendesignan kapal Berdasarkan wawancara yang kami lakukan cara pendesainan kapal Purse Seine pada nelayan tersebut yaitu berdasarkan pengalaman yang disebabkan mata pencaharian mereka hanya mencari ikan karena tempat tinggal mereka berada di Pulau. e. Tingkat kesulitan dalam pendesignan kapal Dalam mendesain sebuah kapal perlu ketelitian yang cermat sebelum membuatnya menjadi sebuah kapal. Menurut pernyataan oleh salah seorang nelayan di Kodingareng bahwa dalam pendesignan gading merupakan hal yang sulit. Mengapa sulit? Karena oleng tidaknya sebuah kapal yang telah dibuat tergantung dari cara keseimbangan gading. f. Tingkat kesulitan dalam operasi alat tangkap Yang menjadi penghambat dalam melakukan pengoperasian Alat tangkap yaitu arus, gelombang, dan angin. Hal ini dapat dilihat bila angin kencang akan mengakibatkan tinggi gelombang air laut yang berdampak pada penangkapan kurang maksimal. g. Kesulitan tersedianya bahan baku pada pembuatan kapal

34

Bahan baku yang digunakan merupakan kayu impor dari Banggai Kalimantan yang sukar didapat karena transpor yang mahal sehingga harga kayu ikut mahal. Dari masalah ini mereka mengambil tukang pembuat kapal dari daerah Tanah Beru Bulukumba yang dirakit di daerah Kodingaren itu sendiri. Menurut hasil survei kami sebuah kapal yang telah di buat mempunyai harga 90 juta di luar mesin dan segala fasilitas di atasnya. 2. Kapal Bagang Berdasarkan pada survey yang dilakukan di lapangan ternyata ada beberapa orang yang memiliki kapal bagang diantaranya adalah H.Naif.beliau memiliki kapal yang cukup besar yang di beri nama Setia jaya. Setelah melakukan wawancara maka ada beberapa informasi yang berhasil kami himpun seperti di mensi kapal. Dead weight tonnage (dwt ) : 30 ton Leng berween perpendicular (lbp ) : 16 m Leng water line (lwl ) : 18 m Leng overall (loa ) : 21 m Lebar (B ) : 6 m Tinggi ( h ) : 3,5 m Mesin yang di gunakan merupakan mesin dengan jenis Mesin pendorong : Mitsubishi 6 silinder Mesin lampu : 300 Pk dan F 300 Adapun fasilitas yang digunakan Lampu :115 watt Dynamo 2 buah : 30.000 watt Kamar ABK sebanyak 12 orang Pada desain kapal ini dilakukan sendiri oleh H.Naim dan teman teman. Beliau mendesain kapal sesuai dengan pengalaman yang telah dia kerjakan sejal dulu, beliau tidak pernah mengenyam pendidikan secara formal dan tidak pula oleh keturunan, dia melakukan usaha sendiri yang digelutinya sampai sekarang.Dalam mendesain ia menyatakan tidak a da

35

kendala yang seriusyang bias menghambat selesainya kapal. Pengalaman membuat beliau tahu betul bagaimana seharusnya mengerjakan tiap tiap sudut dan bahan apa yang dibutuhkan dalam pengerjaannya. Bahan baku pembuatan kapal ternyata banyak tersedia terbukti dengan lancarnya proses pengerjaan kapal yang dilakukan. Tidak perlu jauh jauh untuk mencari bahan baku cukup menyeberang ke pulau tetangga yaitu pulau sabutung. Jenis kayu yang banyak di gunakan adalah dari jenis Sappu, berkaitan dengan harga maka tergantung pada jenis dan ukuran yang di pesan. Dalam menafsirkan berapa dana yang digunakan dalam penyelesaian kapal yaitu sebesar Rp. 600.000.000,-. Setelah pendesainan dan pengerjaan kapal telah selesai maka penurunan ke permukaan air menjadi pertaruhan akuraasi desain yang dilakukan. Namun H.Naif mengatakan selama ia mendesain tidak pernah kapal yang dimilikinya mengalami oleng, begitupun saat pemasangan dan pengoperasian alat tangkap tersa sangat mudah. Adapun penghasilan yang dia dapatkan selama semalam jika di rupiahkan mencapai Rp.5.000.000,- - Rp.10.000.000,- tergantung kondisi pada perairan tersebut. . 3. Kapal Jolloro Terkait dengan desain jolloro , maka kami berhasil mewawancarai 2 pemilik kapal dan 1 pendesain jolloro. Orang pertama bernama Baduddin dengan jolloro di beri nama Satria. Dimensi yang dimilikinya dijabarkan sebagai berikut : Dwt : 1 ton Loa : 10 m Lwl : 8 m Lbp : 6,5 m B : 1,10 m H : 65 cm Mesin : chandom 115 Pk Fasilitas yang digunakan berupa :

36

a.Basket untuk menampung ikan b.Gabus c. Lampu untuk penerangan Setelah kami mewawancarai ternyata jolloro tidak digunakan untuk menangkap ikan melaingkan hanya membeli langsung pada kapal pencari ikan seperti kapal bagan dan purse seine.baduddin dalam semalam membawa ikan rata rata 100 kg.Masalah yang sering didpatkan berupa kerusakan mesin dan kipas.Karena beliau tidak mampu mendesain sendiri maka jolloro dibeli dengan kisaran harga Rp.25.000.000,- juta dengan mesin.Selain jolloro dari baduddin H.naif pun memiliki jolloro yang digunakan untuk mengangkut hasil tangkapannya pada kapal Bagang yang dimiliki.Pendesai jolloro dari pak baduddin bernama baharuddin, dia mendesain kapal sudah 10 tahun lebih. Pengalaman membuat dia sudah tau bagaimana model yang harus di buatt sesuai dengan pesanan yang ada.Kesulitan yang sering didapatkan berupa penanganan pada bagian gading. Jenis kayu yang sering digunakan berupa kayu samarinda, kayu sappu , kayu sappu dll,yang di bbeli langsung di kota Makassar.desain dan pembuatan satu jolloro memakan waktu 20 1 bulan.

37

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan 1. Menurut UU RI No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, Pasal 1 angka 36: Kapal adalah Kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. 2. Sebuah kapal dapat mengoleng disebabkan karena kapal mempunyai kemampuan untuk menegak kembali sewaktu kapal menyenget yang dikarenakan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja pada kapal. Beberapa contoh pengaruh luar yang dimaksud adalah: arus, ombak, gelombang, angin dan lain sebagainya. Dari sifat olengnya apakah sebuah kapal mengoleng terlau lamban, ataukah kapal mengoleng dengan cepat atau bahkan terlau cepat dengan gerrakan yang menyentak-nyentak, atau apakah kapal mengoleng dengan enak, maka dibawah ini akan diberikan pengertian dasar tentang olengan sebuah kapal. 5.2 Saran 1. Selama kegiatan praktikum lapangan berlansung mahasiswa tidak boleh melakukan kegiatan lain di luar mata kuliah yang bersangkutan. 2. Mahasiswa tidak boleh melakukan kegiatan yang bisa mengganggu jalannya praktikum lapangan terssebut.

38

You might also like