You are on page 1of 5

Gene Shuffling Metode gene shuffling bertujuan untuk menghasilkan protein baru yang diinginkan dengan cara mengkombinasikan

beberapa gen dari sumber yang berbeda. Dengan kombinasi ini diharapkan menghasilkan variasi gen yang baru. Metode ini diawali dengan purifikasi gen dari beberapa sumber. Gen kemudian dipotong-potong dengan DNase untuk menghasilkan fragment gen yang dapat dikombinasikan (digabung). Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya dicampur bersamaan dalam satu reaksi (tube) dan diperbanyak dengan metode PCR. Hasil akhirnya berupa full-length DNA chimeras yang dapat disintesis kembali dengan PCR dan dikloning (Gambar 1). Ada beberapa metode yang dikembangkan pada gene shuffling, yaitu Staggered Extension Process (StEP), Random Chimeragenesis on Transient Templates (RACHITT), dan Incremental Truncation for The Creation of Hybrid Enzymes (ITCHY).

Gambar 1. Metode asli gene shuffling. 1. Staggered Extension Process (StEP).

Metode ini dikembangkan oleh Zhao et al. pada tahun 1998. Prinsip kerja metode ini yaitu menggunakan PCR untuk mengkombinasikan beberapa gen yang diinginkan. Diawali dengan dua gen yang homolog dicampurkan dalam satu reaksi kemudian di PCR menggunakan primer yang berbeda. Setelah gen terdenaturasi primer akan menempel pada DNA template dan mensintesis untai komplementernya sampai penuh (full-lenght). Pada siklus berikutnya primer akan menempel pada DNA template dengan perbedaan basa dan selanjutnya pemanjangan ini akan menghasilkan untai DNA chimeras. Kelebihan dengan metode PCR ini dapat menghasilkan variasi gen yang lebih banyak (Gambar 2).

Gambar 2. Cara kerja metode StEP. 2. Random Chimeragenesis on Transient Templates (RACHITT). Metode ini dikembangkan oleh Coco et al. (2001) dan Coco (2003). Prinsip kerja metode ini sama dengan metode asli dari DNA-shuffling, tetapi dapat menghasilkan DNA chimeras dengan jumlah yang lebih banyak. Pada metode ini fragment gen dihasilkan dari satu untai DNA yang sama 2

(homolog). Dimana dua untai DNA tunggal yang homolog diberikan perlakuan yang berbeda, yaitu satu untai DNA dipotong-potong dengan DNase menjadi bagian yang kecil-kecil dan satu lagi disintesis DNA komplementernya dengan dUTP untuk menganti dTTP. Kedua DNA ini dicampurkan dan diamplifikasi dengan PCR. DNA yang terpotong akan menempel dengan DNA komplemennya sesuai dengan urutan basanya. Bagian DNA yang tidak menempel dengan DNA komplementernya dibuang dengan exonuclease. Selanjutnya diberikan DNA polimerase untuk mesintesis untai baru dan ligase untuk mengabungkan DNA hasil sintesis. Kemudian diberikan endonuclease V untuk menghilangkan DNA templatenya. Fragment DNA yang sudah terjadi shuffling dikonversi menjadi untai ganda (double stranded) dengan metode PCR kembali (Gambar 3).

Gambar 3. Cara kerja metode RACHITT.

3. Incremental Truncation for The Creation of Hybrid Enzymes (ITCHY).


3

Kedua metode tersebut di atas memerlukan dua sekuen DNA yang homolog. Untuk itu, dikembangkan metode ITCHY oleh Ostermeier et al. pada tahun 1999 dengan mengabungkan
sekuen yang non-homolog. Metode ini berdasarkan pada ligasi langsung terhadap pustaka DNA yang dihasilkan dengan memotong dua template DNAnya. Setiap template dipotong kembali pada setiap ujungnya. Cara kerjanya, yaitu pustaka genom yang memiliki dua gen yang no-homolog dipotong dengan endonuclease sehingga menjadi linier. Setiap template dipotong di ujung 3nya dengan exonuclease III. Selanjutnya, dilakukan pemotongan dengan nuclease untuk menghubungkan kembali fragmen DNA dengan komplemennya. Kemudian dilakukan ligasi pada setiap fragmen DNA yang dihasilkan. Setiap fragment DNA yang dihasilkan memiliki ukuran gen yang berbeda (Gambar 4). Pada metode asli ITCHY, adanya pemotongan tambahan menggunakan exonuclease menyebabkan sulit untuk dikontrol. Untuk memudahkan pemotongan ini, maka dikembangkam metode thio-ITCHY dengan menambahkan phosphorothioate pada DNA templatenya. Hasil

potongan exonuclease kemudian menghasilkan fragment yang mengandung nuclease-resistant phosphorothioate. Satu kelemahan metode ini, yaitu hanya mengandung satu crossover per gen. Sehingga, dikembangkan metode SCRATCHY yang menggabungkan metode ITCHY dengan metode

asli gene shuffling. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan tambahan variasi gen yang
diinginkan. Masalah utama pada metode ITCHY ini adalah mereka dapat menghasilkan sejumlah besar sekuen gen yang tidak fungsional yang terkait dengan mutasi (insersi dan delesi DNA). Jika struktur tiga dimensi protein sudah tersedia dengan baik, maka mereka dapat disusun menjadi domain dan motif. Oleh karena itu, cara yang menarik untuk menghasilkan protein chimera adalah mengkombinasikan beberapa domain dan motif tersebut untuk menghasilkan protein baru. Ada dua metode yang sedang dikembangkan untuk hal ini yaitu metode SCOPE (structure-based combinatorial protein engineering) dan metode SISDC (sequence-independent site-directed chimeragenesis).

Gambar 4. Cara kerja metode ITCHY.

You might also like