You are on page 1of 16

FLAIL CHEST

DISUSUN OLEH

NAMA : MARIA JANNEKE MOUWLAKA NIM : 1002067

STIKES BETHESDA YAKUMM YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2011/1012

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL FLAIL CHEST A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. PENGERTIAN.................................................................................. ANATOMI FISIOLOGI.................................................................... ETIOLOGI.......................................................................................... PATOFISIOLOGI............................................................................... TANDA DAN GEJALA..................................................................... PEMERIKSAAN DIAGNOSA.......................................................... PENGOBATAN................................................................................. KOMPLIKASI..................................................................................... EPIDEMIOLOGI.... PROGNOSIS

ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................. SATUAN ACARA PENYULUHAN.

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

FLAIL CHEST

A. PENGERTIAN Flail chest Adalah area toraks yang melayang (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan = 3 iga , dan memiliki garis fraktur = 2 (segmented) pada tiap iganya. Atau Flail chest adalah diagnosis anatomi klinis dicatat pada pasien trauma tumpul dengan gerakan paradoksal atau kebalikan dari segmen dinding dada saat bernapas spontan Akibatnya adalah: terbentuk area flail yang akan bergerak paradoksal (kebalikan) dari gerakan mekanik pernapasan dinding dada. Area tersebut akan bergerak masuk saat inspirasi dan bergerak keluar pada ekspirasi. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidakstabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan hipoksia. Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest, maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan resusitasi cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-benar optimal. Terapi definitif ditujukan untuk mengembangkan paru-paru dan berupa oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki

ventilasi. Tidak semua penderita membutuhkan penggunaan ventilator. Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma, dan intubasi serta ventilasi perlu diberikan untuk waktu singkat sampai diagnosis dan pola trauma yang terjadi pada penderita tersebut ditemukan secara lengkap. Penilaian hati-hati dari frekuensi pernafasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernafasan akan memberikan suatu indikasi timing / waktu untuk melakukan intubasi dan ventilasi. . B. ANATOMI FISIOLOGI Tulang Rib atau iga atau Os kosta jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan, bagian depan berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang berhubungan dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian. Perhubungan ini memungkinkan tulang-tulang iga dapat bergerak kembang kempis menurut irama pernapasan. Tulang iga dibagi tiga macam: a. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengan tulang dada dengan perantaraan persendian. b. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengan tulang dada dengan perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7. c. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyai hubungan dengan tulang dada. Berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-paru serta membantu menggerakkan otot diafragma didalam proses inhalasi saat bernapas C. ETIOLOGI Trauma tembus : Luka tembak Luka tikam/ tusuk Trauma tumpul Kecelakaan kendaraan bermotor Jatuh Pukulan pada dada

D. PATOFISIOLOGI Dada merupakan organ besar yang membuka bagian dari tubuh yang sangat mudah terkena tumbukan luka. Karena dada merupakan tempat jantung, paru dan pembuluh darah besar. Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan osigen darah. Bahaya utama berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan terhadap organ Luka dada dapat meluas dari benjolan yang relatif kecil dan goresan yang dapat mengancurkan atau terjadi trauma penetrasi. Luka dada dapat berupa penetrasi atau non penetrasi ( tumpuln ). Luka dada penetrasi mungkin disebabkan oleh luka dada yang terbuka, memberi keempatan bagi udara atmosfir masuk ke dalam permukaan pleura dan mengganggua mekanisme ventilasi normal. Luka dada penetrasi dapat menjadi kerusakan serius bagi paru, kantung dan struktur thorak lain.

E. TANDA DAN GEJALA Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak : Ada jejas pada thorak Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek Dispnea, hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan Penurunan tekanan darah Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher Bunyi muffle pada jantung Perfusi jaringan tidak adekuat Pulsus paradoksus ( tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan pernapasan ) dapat terjadi dini pada tamponade jantung F. PEMERIKSAAN DIAGNOSA Radiologi : X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa. Hemoglobin : mungkin menurun. Pa Co2 kadang-kadang menurun. Pa O2 normal / menurun.

Saturasi O2 menurun (biasanya). Toraksentesis : menyatakan darah/cairan. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,observasi Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi G. PENATALAKSANAAN Sebaiknya pasien dirawat intensif bila ada indikasi atau tanda-tanda kegagalan pernapasan atau karena ancaman gagal napas yang biasanya dibuktikan melalui pemeriksaan AGD berkala dan takipneu pain control. Stabilisasi area flail chest (memasukkan ke ventilator, fiksasi internal melalui operasi) bronchial toilet fisioterapi agresif tindakan bronkoskopi untuk bronchial toilet. Tindakan stabilisasi yang bersifat sementara terhadap dinding dada akan sangat menolong penderita, yaitu dengan menggunakan towl-clip traction atau dengan menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan pembedahan. Takipnea, hipoksia, dan hiperkarbia merupakan indikasi untuk intubasi endotrakeal dan ventilasi dgn tekanan positif.

H. KOMPLIKASI a. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada. b. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan. c. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung. d. Pembuluh darah besar : hematothoraks. e. Esofagus : mediastinitis. f. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).

I. EPIDEMIOLOGI Frekuensi Insiden tepat flail chest tidak diketahui secara tepat. Para Hasil Studi Trauma Mayor lebih dari 80.000 pasien didokumentasikan sekitar 75 pasien dengan cedera flail chest. Dari tahun 1971 sampai 1982, Landercasper dkk didokumentasikan 62 pasien berturut-turut. Dari tahun 1981 hingga 1987, Rumah Sakit Detroit Menerima mencatat 57 pasien dengan flail chest. Pada tahun 1995, Ahmed dan Mohyuddin didokumentasikan 64 kasus selama periode 10 tahun. Borman mengevaluasi data dari Registry Trauma Nasional Israel mencatat 262 diagnosa dada gagal dari 11.966 luka dada (118211 total pasien) diperiksa antara 1998 dan 2003. Kejadian sebenarnya dari flail chest mungkin lebih tinggi daripada yang disebutkan di atas, berdasarkan modalitas diagnostik baru dan prosedur termasuk scanning MSCT dada. Berdasarkan artikel ini, seorang American College of Surgeons rata-rata (ACS)diverifikasi tingkat 1 atau tingkat 2 pusat trauma akan melihat sekitar 1-2 kasus per bulan. Insiden flail chest di fasilitas nontrauma pusat saat ini tidak diketahui. Memukul dada pada neonatus telah dilaporkan sebagai penanda potensi pelecehan anak J. PROGNOSIS Open Pneumothorak Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila lubang ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat Tension Pneumothorak Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan : Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi vesikuler menurun. Hematothorak masif Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.

Flail Chest Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal

ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Aktivitas / istirahat Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Sirkulasi Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ. Integritas ego Tanda : ketakutan atau gelisah. Makanan dan cairan Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan. Nyeri/ketidaknyamanan Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen. Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah. Pernapasan Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM. Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif. Keamanan Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan. 1. Penyuluhan/pembelajaran

B. Diagnosa 1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 5. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. C. Intervensi keperawatan 1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma. Tujuan : Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil : o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab. INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL 1. Periksa pengontrol penghisap Mempertahankan tekanan negatif untuk jumlah hisapan yang intrapleural sesuai yang diberikan, yang benar. meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan. 2. Periksa batas cairan pada botol Air penampung/botol bertindak sebagai penghisap, pertahankan pada pelindung yang mencegah udara atmosfir batas yang ditentukan. masuk ke area pleural. 3. Observasi gelembung udara botol Gelembung udara selama ekspirasi penempung. menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapkan. Gelembung biasanya menurun seiring dengan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu. 4. Posisikan sistem drainage slang Posisi tak tepat, terlipat atau untuk fungsi optimal, yakinkan pengumpulan bekuan/cairan pada selang slang tidak terlipat, atau mengubah tekanan negative yang menggantung di bawah saluran diinginkan.

5.

masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu Catat karakter/jumlah drainage Berguna untuk mengevaluasi perbaikan selang dada. kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi

2) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan : Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil : Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri. Pasien tidak gelisah. INTERVENSI KEPERAWATAN 1 Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. 2 Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. RASIONAL Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya. Mengalihkan perhatian nyerinya ke halhal yang menyenangkan.

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL 1 Kaji kulit dan identifikasi pada mengetahui sejauh mana perkembangan tahap perkembangan luka. luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. 2 Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, mengidentifikasi tingkat keparahan luka serta jumlah dan tipe cairan luka. akan mempermudah intervensi. 3 Pantau peningkatan suhu tubuh. suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.

Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan

tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.

agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya. balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi. antibiotik berguna untuk mematikan Kolaborasi pemberian antibiotik mikroorganisme pathogen pada daerah sesuai indikasi. yang berisiko terjadi infeksi.

4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : penampilan yang seimbang.. melakukan pergerakkan dan perpindahan. mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik : 0 = mandiri penuh 1 = memerlukan alat Bantu. 2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran. 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu. 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas. INTERVENSI KEPERAWATAN 1 Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. 2 Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. 3 Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. 4 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. 5 Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi RASIONAL mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi. mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan. menilai batasan kemampuan aktivitas optimal. mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot. sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol. Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. INTERVENSI KEPERAWATAN 1 Pantau tanda-tanda vital. 2 3 RASIONAL mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat Lakukan perawatan luka dengan Mengendalikan penyebaran teknik aseptik. mikroorganisme patogen. Lakukan perawatan terhadap untuk mengurangi risiko infeksi prosedur inpasif seperti infus, nosokomial. kateter, drainase luka, dll. Jika ditemukan tanda infeksi penurunan Hb dan peningkatan jumlah kolaborasi untuk pemeriksaan leukosit dari normal bisa terjadi akibat darah, seperti Hb dan leukosit. terjadinya proses infeksi. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik mencegah perkembangan antibiotik. mikroorganisme patogen

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Tema : FLAIL CHEST Sub tema : menjelaskan tentang flail chest Sasaran : Tempat : ruang 1 Waktu : 30 menit A. Tujuan instruksional umum Setelah mengikuti penyulihan selam 30 menit di harapkan pasien dapat mengetahui pengertian dari flail chest B. Tujuan instruksional khusus Setelah mengikuti penyuluhan Selama 30 menit diharapkan pasien dapat - Menjelaskan pengertian flail chest - Menjelaskan penyebab flail chest - Menjelaskan tanda dan gejala flail chest - Menjelaska pencegahan flail chest C. Materi Penertian flail chest Penyebab flail chest Tanda dan gejala flail chest Pencegahan flail chest

D. Metode - Ceramah - Tanya jawab

A. Kegiatan penyuluhan No 1

Perawat Pembukaan Perkenalan Menerangkan tujuan Kontrak waktu

Pasien dan keluarga Memberikan salam pasien Menyebutkan nama panggilan Mengerti dan memahami Pasien menyetujui kontrak waktu Memperhatikan dan memahami Mengajukan pertanyaan Menjawab pertanyaan Menerima nasehat atau amanat Salam penutup

waktu

5 menit

Isi Menyampaikan materi Membuka sesi diskusi Melakukan evaluasi Penutup Memberikan nasehat Salam penutup

5 menit

5 menit

B. MEDIA - Leaflet C. Sumber referensi D. Evaluasi - Formatif - Sumatif Mengetahui Penguji Yogyakarta, 31 oktober 2011 penyuluh

( maria j mouwlaka )

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta. 2. Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta. 3. FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta 4. Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta. 5. http://hendritamara.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-pada-klientrauma.html 6. http://iwansain.wordpress.com

You might also like