You are on page 1of 11

Judul Penyusun Penerbit Tahun Terbit Jilid

: Tafsir Al-Quran Mutawalli al-Syarawi atau Tafsir Al-Syarawi : Muhammad al-Sinrw dan `Abdul Writs al-Dsuq : Akhbr al-Yawm : 1991 : 18 Jilid

Isi dan tebal

: Jilid I Pendahuluan (QS. Al-Fatihah sampai QS. al-Baqarah ayat 154) Jilid II (QS. al-Baqarah ayat 155 sampai QS. Ali Imran ayat 13) Jilid III (QS. Ali Imran ayat 14 samapai ayat 189) Jilid IV (QS. Ali Imran ayat 190 sampai QS. An-Nisa ayat 100) Jilid V (QS. An-Nisa: 101 sampai QS. Al-Maidah: 54) Jilid VI (QS. Al-Maidah: 55 sampai QS. al-Anam: 109) Jilid VII ( QS. al-Anam: 110 sampai QS. al-Araf: 188) Jilid VIII (QS. al-Araf: 189 sampai QS. At-Taubah: 44) Jilid IX (QS. At-Taubah: 45 sampai QS. Yunus: 14) Jilid X (QS. Yunus: 15 sampai QS. Hud: 27) Jilid XI (QS. Hud: 28 sampai QS. Yusuf: 96) Jilid XII (QS. Yusuf: 97 sampai QS. Al-Hijr: 47) Jilid XIII (QS. AlHijr: 48 sampai QS. Al-Isra:4) Jilid XIV (QS. Al-Isra: 5 sampai QS. Al-Kahfi: 98) Jilid XV (QS. Al-Kahfi 99 sampai QS. Al-Anbiya: 90) Jilid XVI (QS. Al-Anbiya: 91 sampai QS. an-Nur: 35) Jilid XVII (QS. an-Nur: 36 sampai QS. Al-Qasas: 29) Jilid XVII ( QS. Al-Qasas: 30 sampai QS. Arum:58)

A. Latar Belakang Mufassir Sebuah pemikiran tidaklah tumbuh dan berkembang dari sebuah ruang kosong, melainkan lahir dari pergumulan yang intens dengan realitas yang melingkungi dan yang melatar belakanginya serta termanifestasi sebagai keniscayaan sebuah kelanjutan dan perubahan proses sejarah. Termasuk pemikiran al-Syarawi. Syeikh Muhammad Mutawali al-Syarawi adalah seorang tokoh yang lahir di tanah Mesir yang menjadi lahan subur bagi lahirnya para pembaharu (mujaddid) seperti al-Thanthawi, al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan yang lainnya. Ia yang dikenal sebagai dai pemikir yang populer saat itu, juga termasuk salah seorang ahli tafsir kontemporer yang telah melahirkan beberapa karya tafsir. Muhammad Mutawalli al-Syarawi dilahirkan pada hari Ahad tanggal 17 Rab`usn 1329 H bertepatan dengan 16 April 1911 M di Daqadus, salah satu kota kecil yang terletak tidak jauh dari kota Mayyit Ghamr, Propinsi al-Dahaliyyat.1. Beliau wafat pada 22 Safar 1419 H bertepatan dengan 17 Juni 1998 M, dimakamkan di desa Daqadus. Ayahnya memberi gelar Amin dan gelar ini dikenal masyarakat di daerahnya, Beliau adalah ayah dari tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan bernama Sami, Abdurrahim, Ahmad, Fatimah dan Salihah.2 Tentang nasab (keturunan), dalam sebuah kitab berjudul An Min Sullat Ahli alBait, al-Syarw menyebutkan bahwa beliau merupakan keturunan dari cucu Nabi

Ahmad al-Masri Husain Jauhar, Al-Syaikh Muhammad Mutawalli Syarawi, (Kairo: Nahdat Mishr, 1990), h. 11. 2 Ahmad al-Mars Husain Jauhar, Maa Diyah al-Islm al-Syekh Muhammad Mutawalli alSya`rw Imm al-`Asr, (al-Qhirah: Maktabah Nah`ah, t.t), h. 14.

saw. yaitu Hasan ra dan Husein ra.3 Ia dibesarkan dilingkungan keluarga terhormat yang punya pertalian erat dengan para ulama, para arif bi Allah Serta para wali.4 Ayahnya seorang petani sederhana yang mengelolah tanah milik orang lain. Walaupun demikian ia mempunyai kecintaan yang sangat besar terhadap ilmu dan sering mendatangi majelis-majelis mendengarkan petuah-petuah ulama.5 Ia mempunyai hasrat dan keinginan yang besar untuk mengarahkan anaknya menjadi seoarang ilmuwan. Untuk merealisasiakan cita-caitanya ini, ia memantau Syarawi kecil ketika sedang asyik belajar. Ia ingin al-Syarawi kelak masuk ke perguruan alAzhar. Al-Syarawi sndiri mengakui besarnya peranan sang ayah dalam bentuk kepribadiannya. Kalau dari para gurunya al-Syarawi hanya mengambil 10% maka yang 90% di peroleh dari ayahnya.6 Daqadus, kota kelahirannya , juga memiliki pesona tersendiri. Di sebelah barat desa ini mengalir sungai Nil yang membuat desa ini menjadi lahan yang subur untuk pertanian. Kenyataan ini membawa sebagian besar warganya bermata pencarian sebagai petani lemon dan gandum. Tidak pernah terlintas dalam hati Syarawi untuk meninggalkan desa subur yang sangat di cintainya itu. Ia ingin bertani seperti ayahnya. Begitu cintanya beliau kepada desanya ini, pernah suatu ketika Syarawi masih belajar di al-Azhar, Syarawi mengirim surat kepada ayahnya. Dalam suratnya Syarawi mengancam keluar dari al-Azhar kalau ayahnya tidak membelikan kitab, yang waktu itu mengkin untuk ukuran ayahnya yang sebagai petani sederhana sangat berat untuk memenuhinya. Al-Syarawi berharap dengan permintaannya yang berat itu, ayahnya membiarkannya untuk pulang kembali ke desanya dan tidak meneruskan kuliahnya di al-Azhar. Akan tetapi ancamannya itu tidak berhasil karena ayahnya mengabulkan permintaannya itu. Malah setelah memiliki beberapa kitab mahal tersebut, al-Syarawi semakin terpacu untuk belajar lebih giat lagi. Kota daqadus di penuhi dengan nuansa keagamaan yang kental. Kesibukan harihari besar kagamaan sepanjang tahun mewarnai kota ini. Di kota ini terdapat lima Syeikh pemimpin tarekat bersama dengan pengikutnya masing-masing memeriahkan suasana perayaan hari-hari besar keagamaan yang berlangsung setiap bulan tersebut.Propinsi al-Dakhaliyyat sendiri merupakan sebuah propinsi yang produktif yang melahirkan generasi bangsa. Dari sini terlahir generasi-generasi jenius yang banyak memberikan kontribusi berharga bagi negara Mesir yang masih berlangsung hingga saat ini. B. Proses Penulisan Al-Syarawi dalam muqaddimah tafsirnya, menyatakan bahwa: Hasil renungan saya terhadap al-Quran bukan berarti tafsiran al-Quran, melainkan hanya percikan
Sa`d Ab al-`Ainain, Al-Sya`rw An min Sullat Ahl Al-Bait, (al-Qhirah: Akhbr alYawm, 1995), h. 6. 4 Ahmad al-Masri Husain Jauhar, Al-Syaikh Muhammad Mutawalli Syarawi, h.59. 5 Said Abu al-Ainain, Al-Syarawi alladzi la Narifuhu (Mesir: Dar Akhbar al-Yaum, 1995), h. 16. 6 Said Abu al-Ainain, Al-Syarawi alladzi la Narifuhu, h. 20.
3

pemikiran yang terlintas dalam hati seorang mukmin saat membaca al-Quran. Kalau memang al-Quran dapat ditafsirkan, sebenarnya yang lebih berhak menafsirkannya hanya Rasulullah SAW, karena kepada beliaulah ia diturunkan. Beliau banyak menjelaskan kepada manusia ajaran al-Quran dari dimensi ibadah, karena hal itu yang diperlukan umatnya saat ini. Adapun rahasia al-Quran tentang alam semesta, tidak beliau sampaikan, karena kondisi sosio intelektual saat itu tidak memungkinkan untuk dapat menerimanya. Jika hal itu di sampaikan akan menimbulkan polemik yang pada gilirannya akan merusak puing-puing agama, bahkan memalingkan umat dalam jalan Allah SWT.7 Nama tafsir al-Syarawi di ambil dari nama asli pemiliknya yakni al-Syarawi. Menurut Muhammad Ali Iyazi, judul yang terkenal dari karya ini adalah Tafsir alSyarawi Khawatir al-Syarawi Haula al-Quran al-Karim. Pada mulanya tafsir ini hanya di beri nama Khawatir al-Syarawi yang dimaksudkan sebagai sebuah perenungan (Khawatir) dari diri al-Syarawi terhadap ayat-ayat al-Quran yang tentunya bisa saja salah dan benar terhadap orang yang menafsirkannya. Kitab ini merupakan hasil kolaborasi kreasi yang di buat oleh murid al-Syarawi yakni Muhammad al-Sinrawi, Abd al-Waris al-Dasuqi dari kumpulan pidato-pidato atau ceramah-ceramah yang dilakukan al-Syarawi. Sementara itu, hadis-hadis yang terdapat didalam kitab Tafsir al-Syarawi di takrij oleh Ahmad Umar Hasyim. Kitab ini diterbitkan oleh Ahbar al-Yaum Idarah al-Kutub wa al-Maktabah pada tahun 1991 (yaitu tujuh tahun sebelum al-Syarawi meninggal dunia). Dengan demikian, Tafsir al-Syarawi ini merupakan kumpulan hasil-hasil pidato atau ceramah al-Syarawi yang kemudian di edit dalam bentuk tulisan buku oleh murid-muridnya. Tafsir ini merupakan golongan tafsir bi al-lisan atau tafsir sauti (hasil pidato atau ceramah yang kemudian di bukukan).8 C. Sitematika Kitab Tafsir al-Sya`rw ditulis oleh suatu lajnah diantara anggotanya adalah Muhammad al-Sinrw, `Abdul Writs al-Dsuq. Tafsir ini diterbitkan oleh Akhbr al-Yawm pada tahun 1991, dan termuat dalam Majallah al-Liw` al-Islmy dari tahun 1986 sampai tahun 1989 nomor 251 sampai 332, sementara yang mentakhrij hadisnya adalah Ahmad `Umar Hsyim.9 Sistematikanya dimulai dengan muqaddimah, menerangkan makna ta`awuz, dan tertib nuzul al-Qur`an. Dalam memulai menafsiri setiap surat, beliau mulai dengan menjelaskan makna surat, hikmahnya, hubungan surat yang ditafsirkan dengan surat

Lihat Al-Syarawi, Tafsir al-Syarawi, jilid 1, h.9. dan Muhammad Ali Iyazy, AlMufassirun Hayatuhum wa Manhajuhum, (Teheran: Muassasah al-Tabaah wa al-Nasyr) h. 270. 8 http://islamuna-adib.blogspot.com/2010/03/karakterstik-tafsir-as-syarawi.html 9 Muhammad `Al Iyzy, Al-Mufassrn Hayatuhum wa Manhajuhum, op.cit., h. 268.

sebelumnya kemudian menjelaskan maksud ayat dengan menghubungkan ayat lain, sehingga disebut menafsiri ayat al-Qur`an dengan al-Qur`an.10 Sebagaimana diketahui, menurut Mahmud Basuni Faudah bahwa, sebagian ayat al-Qur`an merupakan tafsiran dari sebagian yang lain. Yang dimaksud ialah sesuatu yang disebutkan secara ringkas di satu tempat di uraikan di tempat yang lain. Ketentuan yang mujmal dijelaskan dalam topik yang lain. Sesuatu yang bersifat umum dalam suatu ayat ditakhsis oleh ayat yang lain. Sesuatu yang berbentuk mutlak di satu pihak disusul oleh keterangan lain yang muqayyad (terbatas).11 Dalam menafsirkan ayat atau kelompok ayat, al-Sya`rw menganalisis dengan bahasa yang tajam dari lafaz yang dianggap penting, dengan berpedoman pada kaidah-kaidah bahasa dari aspek nahwu, balaghah dan lain sebagainya. Sedangkan dalam menafsirkan ayat aqidah dan iman beliau mengikuti mufasir terdahulu, seperti Muhammad Abduh, Rasyd Rid, Sayyid Qutub.12 Dalam hal ini al-Sya`rw membahasnya secara mendalam dan mendetail dengan argumen yang rasional, ilmiyah, agar keyakinan, ketauhidan mukminin lebih mantap, dan mengajak selain mereka untuk masuk dalam agama Allah yaitu Islam. Menurut `Umar Hasym, metodologi al-Sya`rw dalam tafsirnya bertumpu kepada pembedahan kata dengan mengembalikan asal kata tersebut, dan mengembangkan ke dalam bentuk lain, kemudian mencari korelasi makna antara asal kata dengan kata jadiannya.13 Tafsir al-Sya`rw tidak terbatas kepada pengungkapan makna suatu ayat, baik makna umum maupun makna rinci. Lebih dari itu, al-Sya`rw berusaha mensosialisasikan teks al-Qur`an ke dalam realitas bumi. Dalam mengupas satu ayat, al-Sya`rw sering memulainya dengan menerangkan korelasi ayat tersebut dengan ayat sebelumnya, kemudian melanjutkan dengan tinjauan bahasa, akar kata, syaraf dan nahwunya, terlebih lagi, jika kalimat tersebut mempunyai banyak i`rab. Terkadang, ia membeberkan aneka qiraat untuk menerangkan perbedaan maknanya, menyitir ayat lain dan hadis yang berhubungan dengan ayat yang ditafsirkan, juga menyitir sya`ir dalam menerangkan makna satu kata, sisi sastra suatu ayat dijelaskan, ditulis sabab nuzulnya, apabila berdasarkan hadis sahih. Ketika melewati ayat al-Ahkm (ayat hukum), al-Sya`rw tidak mau terpelosok jauh tentang perdebatan antar mazhab, melainkan langsung menyebutkan hukum suatu perkara, dan tak kalah penting, selalu menyatukan al-Qur`an dengan realitas kehidupan yang kontemporer. Tafsir al-Sya`rawi memakai metode tafsir tahll, karena dalam tafsir tersebut dipaparkaan ayat per ayat secara berurutan, sesuai dengan
Ibid., h. 270-271 Mahmud Basuni Faudah, Tafsir-Tafsir al-Qur`n Perkenalan dengan Metodologi Tafsir, terj. M.Muhtar Zoeni dan Abdul Qad`ir Hamid, (Bandung: Pustaka, 1987), h. 24-25. 12 Muhammad `Al Iyzy, Al-Mufassrn Hayatuhum wa Manhajuhum, op.cit., h. 271. 13 Ahmad Umar Hsyim, Al-Imm al-Sya`rw Mufassirn wa D`iyah, (al-Qahirah: Maktabah al-Turts al-Islm, t.t.), h. 51.
11 10

urutan ayat dalam al-Qur`an. Tetapi karena kompleksitas isinya, dan pemaparannya dimulai dari awal ayat ke ayat selanjutnya, namun secara subtansi tafsir al-Sya`rw lebih condong ke pola tafsir tematik (Tafsir mawd`). Hal ini dikarenakan sense of language (hssah lugawiyah) beliau sangat tajam, menjadikannya mampu memahami suatu kata secara detail dengan membandingkan kata tersebut dengan kata yang sama di lain ayat sehingga membentuk satu pengertian yang utuh. D. Tinjauan Kitab Al-Quran adalah sumber ajaran islam yang menempati posisi sentral dan menjadi inspirator serta pemandu gerakan-gerakan umat islam selama lebih dari empat belas abad lamanya. Hal ini disebabkan karena al-Quran adalah kitab suci yang menjadi sumber hukum syara dan memiliki perangkat aturan untuk sampai pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Keberadaan al-Quran menjadi perhatian yang besar bagi kaum Muslimin dalam usaha memperbaiki kualitas diri. Oleh karenanya menjadi maklum jika para ulama dan sarjana bersungguh-sungguh dalam memahami isi dan kandungan al-Quran melalui penafsiran. Perkembangan penafsiran al-Quran sesungguhnya telah ada sejak al-Quran itu diturunkan pada masa Rasulullah Saw. masih hidup, kemudian berlanjut sampai zaman modern hingga hari ini. Beragam metode dan analisa tafsir diusahakan untuk dapat mendekati makna al-Quran agar dapat diterima dan benar-benar menjadi shahih li kulli zaman wa makan, yakni keberadaannya menjadi solusi di segala kondisi. Al-Quran sebagai teks kitab yang bisa ditafsiri membuka seluas-luas dalam memahaminya dengan melalui berbagai metode, pendekatan, corak, berbagai sumber rujukan. Dalam mentafsirinya tentunya seorang mufasir memiliki kekurangan dan kelebihan yang perlu dikeritik dan dikaji lebih mendalam, seperti yang akan dijelaskan berikut ini. a. Metode dan Corak Dalam kitab al-Mukhtar Fi Tafsir al_quran al-Karim ini, metode yang digunakan al-Syarawi adalah tahlili, yakni suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan makna-makna yang dikandung al-Quran yang disesuaikan dengan runtutan ayat sebagaimana yang tersusun dalam mushaf. Penjelasannya meliputi berbagai aspek, diantaranya mengenai kosakata yang diikuti dengan penjelasan global ayat, munasabah (korelasi) ayat-ayat dengan menjelaskan hubungan dan maksud ayat-ayat tersebut satu dengan lainnya dan asbab al-nuzul (latar belakang turunnya ayat) disertai dalil-dalil dari Rasul, Sahabat maupun Tabiin.14 Adapun coraknya adalah al-Adab al-IjtimaI, yaitu salah satu corak penafsiran yang cenderung kepada persoalan sosial masyarakat melalui gaya bahasa. Penjelasannya dalam al-Quran dititikberatkan pada segi ketelitian redaksinya
Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir MaudhuI, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Utama, 1996), Cet.2, h. 11.
14

kemudian menyusun kandungan ayat tersebut dengan tujuan untuk memaparkan maksud-maksud al-Quran.15 Ada dua aspek yang dianalisa Syarawi dalam corak al-Adab al-Ijtimai ini, yakni al-Adab yang berarti pendekatan melalui analisa bahasa dan sastra Arab. Hanya saja Syarawi tidak banyak memberikan perhatian kepada pembahasan kosakata atau tata bahasa, kecuali dalam batas-batas untuk mengantarkan kepada pemahaman kandungan petunjuk-petunjuk al-Quran. Sastra yang dipakai Syarawi tidak dijelaskan dalam bentuk uraian-uraian istilah-istilah disiplin ilmu balaghah. Hal ini beliau buktikan dengan redaksinya yang berbicara dengan perasaan yang halus, indah, dan menyentuh hati serta mudah untuk dipahami. Sedangkan aspek ijtimai akan Nampak ketika ia menghubungkan penafsirannya dengan keadaan masyarakat dalam usaha mendorong ke arah kemajuan dan pembangunan. b. Pendekatan Banyak pendekatan yang ditawarkan oleh peneliti tafsir baik dari kalangan Ulama Islam sendiri maupun para orentalis yang konsen dalam ilmu al-Quran. Artinya banyak metodologi yang dapat diterapkan dalam upaya memahami al-Quran. Dr. Zulkarnaini Abdullah membagi pendekatan ini menjadi 5 (lima) macam pendekatan yang diantaranya: Pertama, Pendekatan Naqli (tradisional skriptural) Yaitu model pendekatan yang paling klasik dalam mafsiri ayat-ayat al-Quran. Hal ini dilakukan melalui pengutipan terhadap atsr atau hadis-hadis Nabi yang terkait dengannya yang dianggap relevan. Pendekatan ini dilakukan para mufasir karena berkeyakinan atas dasar bahwa Nabi dan orang-orang yang dekat dengan beliau (Sahabat) yang paling otoritatif dalam memahami al-Quran. Kedua, Pendekatan Aqli (Rasional) Adalah upaya untuk menjelaskan al-Quran dengan menggunakan akal dan ilmu pengetahuan. Jika dalam pendekatan yang pertama adalah pengutipan terhadap atsar, maka disini yang diandalkan adalah akal, rasionalitas atau ijtihad. Ketiga. Pendekatan Linguistik dan Sastra Penafsiran yang mencoba menjelaskan ayat-ayat al-Quran dari aspek kebahasaan. Dengan menganalisa bahasa yang digunakan dalam al-Quran sedemikian rupa, sehingga menghasilkan makna-makna yang dari sudut pandang linguistik, lebih jelas, terang dan terarah. Kelima, Pendekatan Hermeneutik Multikultural Adalah konsep penafsiran dengan mengkombinasikan berbagai sisi yang mungkin dipertemukan untuk mencapai sebuah makna yang lebih utuh dan relevan.16

Abdul Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, h. 45. Zulkarnain Abdullah, Yahudi dalam al-Quran (teks, konteks) . Yogyakarta: elSAQ Press 2007 cet I. h. 63-67
16

15

c. Prosedur Ada bebrapa prosedur yang digunakan oleh Syarawi dalam menafsirkan alQuran yang diantaranya: Setiap mufasir memiliki acuan dasar tersendiri sebagai pijakan dalam konstruksi penafsirannya. Al-Syarawi dalam karya tafsirnya merujuk kepada hasil analisa dan ijtihadnya sendiri yang diperkuat oleh ayat-ayat al-Quran dan Hadis-hadis Nabi. Dalam menyusun tafsirnya, Syarawi tunduk kepada aturan metode tahlili (terperinci). Yakni cara penyajian yang berupaya menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat al-Quran dan mengungkap segenap pengertian yang ditujunya. Dalam hal ini, Syarawi mengingatkan diri pada sistematika tartib mushafi (sesuai dengan urutan mushaf) dalam menjelaskan al-Quran dengan menyingkap segi korelasi (munasabah) ayat antara ayat ataupun surat demi surat dengan memperhatikan asbab alnuzul, hadis Nabi dan dipadukan dengan hasil pemikirannya serta dikupas dengan analisa bahasa yang sederhana. Karya al-Syarawi ini termasuk dalam kategori corak al-adab al-ijtimai, yakni yang penjabarannya melalui analisa bahasa dan satra Arab. Dalam hal ini al-Syarawi tidak banyak memberikan perhatian pada pembahasan kosa kata dan tata bahasa kecuali dalam batas-batas untuk mengantarkan kepada pemahaman kandungan petunjuk-petunjuk al-Quran. Sedangkan corak ijtimai adalah sebuah upaya al-Syarawi dalam mengungkapkan makna al-Quran guna memajukan masyarakat dan mendorongnya kearah yang lebih positif, dinamis dan konstruktif dalam menjalani kehidupannya di dunia. Dengan kata lain Syarawi berkeinginan untuk memasyarakatkan nilai-nilai al-Quran. d. Kelebihan dan Kekurangan Dalam dunia tafsir, pola penyajian adalah perangka dant tata kerja yang dipakai dalam proses penafsiran al-Quran. Secara historis, setiap penfsiran telah menggunakan suatu pola atau lebih. Pilihan pola tergantung pada kecenderungan dan sudut pandang penafsir serta latar belakang keilmuan dan aspek-aspek lain yang melingkupinya.17 Banyak sekali kelebihan yang dimiliki oleh tafsir as-Syarawi yang diantaranya adalah: Syarawi menyajikan karya tafsirnya dengan nuansa yang bersentuhan langsung dengan tema-tema kemasyarakatan, melalui teknik bahasa yang cukup sederhana. Hal ini sebagai upaya meletakan al-Quran pada posisi sebagai pedoman dalam realitas kehidupan sosial. Serta dalam tafsir as-Syarawi kandungan didalamnya dapat menjawab persoalan masyarakat yang selalu selalu berkembang karena menggunakan corak al-Adab al-Ijtimai.

17

Abdul Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2005), Cet.1, h. 27.)

Namun juga ada kekurangan dalam tafsir ini Syarawi tidak banyak memberikan perhatian kepada pembahasan kosakata atau tata bahasa, kecuali dalam batas-batas untuk mengantarkan kepada pemahaman kandungan petunjuk petunjuk al-Quran. Serta tidak adanya sebuah referensi ketika terdapat penyebutan sebuah pendapat ulama lain. Dan tidak adanya perhatian terhadap sanad hadis. e. Sumber penafsiran Sumber-sumber penafsiran as-Syarawi diantaranya: seperti tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, tafsir Fi Zilalil Quran yang dikarang oleh Sayyid Qutub.18 Tafsir at-Thabari karya Ibnu Jarir ath-Thabari, Mafatihul Ghaib karya Fahruddin ar-Razi. Al-Kasyaf karya az-Zamakhsyari, al-Anwar at-Tanzil wa asrar alTawil karya al-Baidhawi, dan Dur al-Mansur fi Tafsir bil masur karya jalaluddin asSyuyuti.19

f. Kritik dan Kajian Al-Syarawi dalam tafsirnya bertumpu pada pembedahan kata dengan mengembalikan asal kata tersebut dan mengembangkan kedalam bentuk lain, kemudian mencari korelasi makna antara asal kata dengan kata jadiannya. pemakalah melihat, bahwa tafsir al-Syarawi tidak terbatas kepada pengungkapan makna suatu ayat, baik makna umum maupun makna terperinci. Lebih dari itu, al-Syarawi berusaha merasionalisasikan teks alQuran kedalam realitas bumi. Dalam mengupas satu ayat, al-Syarawi sering memulainya dengan menerangkan korelasi ayat tersebut dengan ayat sebelumnya, kemudian melanjutkan dengan tinjauan bahasa, akar kata, syaraf dan nahwunya, terlebih lagi, jika kalimat tersebut mempunyai banyak Irab. Terkadang, ia membeberkan aneka qiraat untuk menerangkan perbedaan maknanya, mengkorelasikan ayat lain dan hadis yang berhubungan dengan ayat yang ditafsirkan, juga menambahkan syair dalam menerangkan makna satu kata, menjelaskan sisi sastra suatu ayat, ditulis sebab nuzulnya, apabila berdasarkan hadis sahih.

18 19

Muhammad Ali Iyazy, Al-Mufassirun Hayatuhum, 0p.cit. h. 271. Qurais Shihab, Rasionalitas al-Quran, (Jakarta, Lentera Hati, 2006) h. 23.

:Contoh Penafsiran al-Syarawi .11-01 Surat as-Sajadah Ayat (10) { .. } [: 10] : { .. } [: 10] : : { } [: 10] { } [: 10] . :{ }[: 10] :{ ... }[: 27] : .

(00) { ... }[: 10]

{ .. } [: 00] . : :{ }[: 72] { ... }[: 00] { }[: 01]


9

: : . { ... }[: 01] : : : :{ ... }[: 10] . - - :{ ... }[ : 11] : .

:{ ... }[ : 2] . - -

. { .. } [: 00] : :

. : { .. } [: 00] :{ ... }[: 10]

. . : { } [: 00] : . : { ... }.

01

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Zulkarnain, Yahudi dalam al-Quran (teks, konteks) . Yogyakarta: elSAQ Press 2007 cet I. Al-Ainain, Said Abu, Al-Syarawi alladzi la Narifuhu, Mesir : Dar Akhbar al-Yaum, 1995. Al-Dzahabi, Muhammad Husain, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Kairo: Maktabah Wahbah, 2000. al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir MaudhuI, Jakarta: PT. Raja Grafindo Utama, 1996. al-Sabuni, Muhammad Ali, al-Tibyan Fi Ulum al-Quran, Jakarta: Dar al-Kutub alIslamiyyah, 2003. Fauzi, Muhammad, Syaikh Syarawi: Baina al-Islam wa al-Siyasah, Kairo: Madbuli al-Shagir, 1990. Gharib, Mamun, al-Imam al-Syarawi wa Haqaiq al-Islam, Kairo: Maktabah Gharib. tth. http://islamuna-adib.blogspot.com/2010/03/karakterstik-tafsir-as-syarawi.html Jauhar, Ahmad al-Masri Husain, Al-Syaikh Muhammad Mutawalli Syarawi, Kairo: Nahdat Mishr, 1990. Musthafa, Muhammad, Rihlah Fi Amaq al-Syarawi. Kairo: Dar al-Shafwat, 1991. Salim, Abdul Muin, Metodelogi Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Teras, 2005. Qurais Shihab, Rasionalitas al-Quran, Jakarta, Lentera Hati, 2006

11

You might also like