You are on page 1of 24

BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung

karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%. Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder).4 Tekanan darah tingi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik (menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.3 Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut.4,6 Diagnosis penyakit jantung hipertensi didasarkan pada riwayat,pengkuran tekanan darah, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebabpenyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkait-tekanan darah, dan menentukan potensi intervensi. Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai tekhnik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Pada pemeriksaan fisis, Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Pada pemeriksaan laboratorium meliputi Urinalisis
1

mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum, Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum, Hematokrit, elektrokardiogram, Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan LDL, trigliserida.5 Penatalaksanaan penyakit jantung hipertensi meliputi perubahan gaya hidup (non farmakologi) dan terapi farmakologi (Diuretik,penyekat sistem renin angiotensin, antagonis aldosteron,penyekat beta, penyekat adrenergik, agen simpatolitik, penyekat kanal kalsium, vasodilator direk (langsung).7 Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi.2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI Penyakit jantung hipertensi atau Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis (CHF), yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.4 Penyakit jantung hipertensi adalah suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan.2 Penyakit jantung hipertensi merujuk kepada suatu keadaan yang disebabkan oleh peningkatan tekanan darah (hipertensi). Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahanperubahan ini dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit arteri koroner, gangguan sistem konduksi, disfungsi sistolik dan diastolik miokard yang nantinya bermanifestasi klinis sebagai angina (nyeri dada), infark miokard, aritmia jantung (terutama fibrilasi atrium) dan gagal jantung kongestif.1,5

2.2 ETIOLOGI Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung, dan seiring dengan berjalannya waktu hal ini dapat menyebabkan penebalan otot jantung. Karena jantung memompa darah melawan tekanan yang meningkat pada pembuluh darah yang meningkat, ventrikel kiri membesar dan jumlah darah yang dipompa jantung setiap menitnya (cardiac output) berkurang. Tanpa terapi, gejala gagal jantung akan makin terlihat.2,7 Tekanan darah tinggi adalah faktor resiko utama bagi penyakit jantung dan stroke. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik ( menurunnya suplai darah untuk otot jantung sehingga menyebabkan nyeri dada atau angina dan serangan jantung) dari peningkatan suplai oksigen yang dibutuhkan oleh otot jantung yang menebal.3 Tekanan darah tinggi juga berpenaruh terhadap penebalan dinding pembuluh darah yang akan mendorong terjadinya aterosklerosis (peningkatan kolesterol yang akan terakumulasi

pada dinding pembuluh darah). Hal ini juga meningkatkan resiko seangan jantung dan stroke. Penyakit jantung hipertensi adalah penyebab utama penyakit dan kematian akibat hipertensi.4

2.3 PATOFISIOLOGI Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah satu hal komplek yang melibatkan banyak faktor yang saling mempengaruhi, yaitu hemodinamik, struktural, neuroendokrin, seluler, dan faktor molekuler. Di satu sisi, faktor-faktor ini memegang peranan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, di sisi lain peningkatan tekanan darah itu sendiri dapat memodulasi faktor-faktor tersebut. Adapun patofisiologi berbagai efek hipertensi terhadap jantung berbeda-beda dan akan dijelaskan berikut ini. 1. Hipertrofi ventrikel kiri Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular hypertrophy / LVH) terjadi pada 15-20% penderita hipertensi dan risikonya meningkat dua kali lipat pada pasien obesitas. Hipertrofi ventrikel kiri merupakan pertambahan massa pada ventrikel (bilik) kiri jantung. Hal ini merupakan respon sel miosit terhadap stimulus yang menyertai peningkatan tekanan darah. Hipertrofi miosit terjadi sebagai mekanisme kompensasi peningkatan tekanan afterload. Stimulus mekanis dan neurohormonal yang menyertai hipertensi akan mengaktivasi pertumbuhan sel miokard, ekspresi gen dan berujung kepada hipertrofi ventrikel kiri. Selain itu aktivasi sistem renin-angiotensin akan menyebabkan pertumbuhan intestitium dan komponen sel matriks. Berbagai bentuk hipertrofi ventrikel kiri telah diidentifikasi, di antaranya hipertrofi ventrikel kiri konsentrik dan hipertrofi ventrikel kiri ekstenstrik. Pada hipertrofi ventrikel kiri konsentrik terjadi peningkatan massa dan ketebalan serta volume dan tekanan diastolik. Pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri konsentrik umumnya memiliki prognosis yang lebih buruk. Adapun pada hipertrofi ventrikel kiri eksentrik terjadi peningkatan hanya pada lokasi tertentu, misalnya daerah septal. Walaupun hipertrofi ventrikel kiri bertujuan untuk melindungi terhadap stress yang ditimbulkan oleh hipertensi, namun pada akhirnya dapat menyebabkan disfungsi miokard sistolik dan diastolik.2,5 2. Abnormalitas atrium kiri Abnormalitas atrium kiri meliputi perubahan struktural dan fungsional, sangat sering terjadi pada pasien hipertensi. Hipertensi akan meningkatkan volume diastolik akhir (end diastolic volume / EDV) di ventrikel kiri sehingga atrium kiri pun akan mengalami perubahan fungsi dan peningkatan ukuran. Peningkatan ukuran atrium kiri tanpa disertai gangguan katup atau disfungsi sistolik biasanya menunjukkan hipertensi yang sudah berlangsung lama / kronis dan

mungkin berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Pasien juga dapat mengalami fibrilasi atrium dan gagal jantung.2,7 3. Gangguan katup Hipertensi berat dan kronik dapat menyebabkan dilatasi pada pangkal aorta sehingga menyebabkan insufisiensi katup. Hipertensi yang akut mungkin menyebabkan insufisiensi aorta, yang akan kembali normal jika tekanan darah dikendalikan. Selain menyebabkan regurgitasi (aliran balik) aorta, hipertensi juga akan mempercepat proses sklerosis aorta dan regurgitasi katup mitral.2,6 4. Gagal jantung Gagal jantung merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi kronis. Pasien dengan hipertensi dapat menunjukkan gejala-gejala gagal jantung namun dapat juga bersifat asimptomatis (tanpa gejala). Prevalensi (gagal jantung) disfungsi diastolik asimptomatis pada pasien hipertensi tanpa disertai hipertrofi ventrikel kiri adalah sebanyak 33 %. Peningkatan tekanan afterload kronik dan hipertrofi ventrikel kiri dapat mempengaruhi fase relaksasi dan pengisian diastolik ventrikel.1,4 Disfungsi diastolik sering terjadi pada penderita hipertensi, dan terkadang disertai hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini disebabkan oleh peningkatan tekanan afterload, penyakit arteri koroner, penuaan, disfungsi sistolik dan fibrosis. Disfungsi sistolik asimptomatis biasanya mengikuti disfungsi diastolik. Setelah beberapa lama, hipertrofi ventrikel kiri gagal mengkompensasi peningkatan tekanan darah sehingga lumen ventrikel kiri berdilatasi untuk mempertahankan cardiac output. Dalam waktu yang lama, fungsi sistolik ventrikel kiri akan menurun. Penurunan ini mengaktifkan sistem neurohormonal dan renin-angiontensin, sehingga meretensi garam dan air dan meningkatkan vasokonstriksi perifer, yang akhirnya malah memperburuk keadaan dan menyebabkan disfungsi sistolik.2,6 Apoptosis (kematian sel terprogram yang dirangsang oleh hipertrofi miosit dan ketidakseimbangan stimulus dan inhibitornya) diduga memainkan peranan penting dalam peralihan fase terkompensasi menjadi fase dekompensasi. Peningkatan mendadak tekanan darah dapat menyebabkan edema paru tanpa adanya perubahan fraksi ejeksi ventrikel kiri. Secara umum dilatasi ventrikel kiri (asimtomatik atau simtomatik) dapat memperburuk keadaan dan meningkatkan risiko kematian. Disfungsi ventrikel kiri serta dilatasi septal dapat menyebabkan penebalan ventrikel kanan dan disfungsi diastolik.6 5. Iskemia miokard Pada pasien hipertensi dapat timbul iskemia miokard yang bermanifestasi sebagai nyeri dada / angina pektoris. Hal ini dikarenakan hipertensi menyebabkan peningkatan tekanan di
5

ventrikel kiri dan transmural, peningkatan beban kerja yang mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri. Suplai oksigen yang tidak sanggup memenuhi kebutuhan otot jantung yang membesar akan menyebabkan nyeri dada. Hal ini diperparah jika terdapat penyulit seperti aterosklerosis.2 6. Aritmia jantung Aritmia jantung yang sering ditemukan pada pasien hipertensi adalah fibrilasi atrium, kontraksi prematur ventrikel dan takikardia ventrikel. Berbagai faktor berperan dalam mekanisme arituma seperti miokard yang sudah tidak homogen, perfusi buruk, fibrosis miokard dan fluktuasi pada saat afterload.2,7 Sekitar 50% pasien dengan fibrilasi atrium memiliki penyakit hipertensi. Walaupun penyebab pastinya belum diketahui, namun penyakit arteri koroner dan hipertrofi ventrikel kiri diduga berperan dalam menyebabkan abormalitas struktural di atrium kiri. Fibrilasi atrium dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik serta meningkatkan risiko komplikasi tromboembolik seperti stroke.3 Kontraksi prematur ventrikel, aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak ditemukan lebih sering pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Penyebab aritmia seperti ini diduga akibat proses penyakit arteri koroner dan fibrosis miokard yang berjalan bersamaan.4

2.4 KLASIFIKASI Berdasarkan penyelidikan-penyelidikan di atas, Frohlich membagi kelainan jantung akibat hipertensi menjadi empat tingkat : Tingkat I : Besar jantung masih normal, belum ada kelainan jantung pada EKG atau radiologi. Tingkat II : Kelainan atrium kiri pada EKG dan adanya suara jantung ke 4(atrial gallop) sebagai tanda dari permulaan hipertrofi ventrikel kiri. Tingkat III : Adanya hipertrofi ventrikel kiri pada EKG dan radiologis. Tingkat IV : Kegagalan jantung kiri.3,6

2.5 MANIFESTASI KLINIS Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya disebabkan oleh: 1. Peninggian tekanan darah itu sendiri seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy) dan impoten 2. Cepat capek, sesak napas, sakit dada, bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient cerebral ischemic 3. Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder: polidipsia, poliuria, kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan berat badan cepat dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing. Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (postural dizzy). 1,4 2.6 DIAGNOSIS 2.6.1 Riwayat Pemeriksaan awal pasien hipertensif harus menyertakan riwayat lengkat dan pemeriksaan fisis untuk mengkonfirmasi diagnosis hipertensi, menyaring faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, menyaring penyebab-penyebab sekunder hipertensi, mengidentifikasi konsekuensi kardiovaskular hipertensi dan komorbiditas lain, memeriksa gaya hidup terkaittekanan darah, dan menentukan potensi intervensi.2 Sebagian besar pasien dengan hipertensi tidak memiliki gejala spesifik yang dapat dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah mereka. Walaupun popular dianggap sebagai gejala
7

peningkatan tekanan arterial, sakit kepala lazim terjadi hanya pada pasien dengan hipertensi berat. Suatu sakit kepala hipertensif khas terjadi pada waktu pagi dan berlokasi di regio oksipital. Gejala nonspesifik lain yang dapat berkaitan dengan peningkatan tekanan darah antara lain adalah rasa pusing, palpitasi, rasa mudah lelah, dan impotensi. Ketika gejalagejala didapati, mereka umum berhubungan dengan penyakit kardiovaskular hipertensif atau dengan manifestasi hipertensi sekunder. Tabel berikut mendaftarkan fitur-fitur nyata yang harus diselidiki dalam perolehan riwayat dari pasien hipertensif.5 Tabel Riwayat yang relevan Durasi hipertensi Terapi terdahulu: respon dan efek samping Riwayat diet dan psikososial Faktor-faktor risiko lain: perubahan berat badan, dislipidemia, kebiasaam merokok, diabetes, inaktivitas fisik Bukti-bukti hipertensi sekunder: riwayat penyakit ginjal; perubahan penampilan; kelemahan otot; palpitasi, tremor; banyak berkeringan, sulit tidur, perilaku mendengkur, somnolens siang hari; gejala-gejala hipo atau hipertiroidisme; penggunaan agen-agen yang dapat meningkatkan tekanan darah Bukti-bukti kerusakan organ target: riwayat TIA, stroke, kebutaan transien; angina, infark miokardium, gagal jantung kongestif; fungsi seksual Komorbiditas lain 2.6.2 Pengukuran tekanan darah Pengukuran tekanan darah yang terpercaya tergantung pada perhatian terhadap detail mengenai teknik dan kondisi pengukuran. Karena peraturan terkini yang melarang penggunaan merkuri karena perhatian mengenai toksisitas potensialnya, sebagian besar pengukuran kantor dibuat menggunakan instrumen aneroid. Akurasi instrumen pengukur tekanan darah terotomatisasi harus dikonfirmasi. Sebelum pengukuran tekanan darah, individu harus didudukkan selama 5 menit dalam kondisi hening dan dengan privasi yang terjaga serta temperatur yang nyaman. Bagian tengah cuff harus berada sejajar jantung, dan lebar cuff harus setara dengan sekurang-kurangnya 40% lingkar lengan. Penempatan cuff, penempatan stetoskop, dan kecepatan deflasi cuff (2 mmHg/detik) penting untuk diperhatikan. Tekanan darah sistolik adalah yang pertama dari sekurang-kurangnya dua
8

ketukan suara Korotkoff regular, dan tekanan darah diastolik adalah titik di mana suara Korotkoff regular terakhir didengar. Dalam praktik saat ini, diagnosis hipertensi umumnya dilandasi oleh pengukuran dalam kondisi duduk di tempat praktik.3,6 Monitor ambulatorik yang tersedia sekarang adalah sepenuhnya otomatis, menggunakan tekhik osilometrik, dan umumnya diprogram untuk membuat pembacaan setiap 15-30 menit. Namun pengawasan tekanan darah ambulatorik tidaklah sering digunakan secara rutin di praktik klinis dan lazim disimpan bagi pasien yang dicurigai mengalami white coat hypertension. JNC 7 juga telah merekomendasikan pengawasan ambulatorik untuk resistensi terhadap penanganan, hipotensi simptomatik, kegagalan otonom, dan hipertensi episodik.7 2.6.3 Pemeriksaan fisik Habitus tubuh, seperti tinggi dan berat badan, harus dicatat. Pada pemeriksaan awal, tekanan harus diukur pada kedua lengan, dan lebih baik pada posisi terlentang, duduk dan berdiri untuk mengevaluasi keberadaan hipotensi postural. Bahkan jika nadi femoral teraba normal, tekanan arterial harus diukur sekurangnya sekali pada ekstremitas inferioir pada pasien di mana hipertensi ditemui sebelum usia 30 tahun. Kecepatan detak jantung juga harus dicatat.6 Individu hipertensif memiliki peningkatan prevalensi untuk mengalami fibrilasi atrial. Leher harus dipalpasi untuk mencari pembesaran kelenjar tiroid, dan para pasien harus diperiksa untuk tanda-tana hipo dan hipertiroidisme. Pemeriksaan pembuluh darah dapat menyediakan petunjuk mengenai penyakit vakular yang mendasari dan harus menyertakan pemeriksaan funduskopik, auskultasi untuk bruit di arteri karotid dan femoral, dan palpasi denyut nadi femoral dan pedal (pedis). Retina adalah satu-satunya jaringan di mana arteri dan arteriol dapat diamati secara langsung. Seiring peningkatan tingkat keparahan hipertensi dan penyakit atherosklerotik, perubahan funduskopik progresif antara lain seperti peningkatan refleks cahaya arteriolar, defek perbandingan arteriovenous, hemorrhagi dan eksudat, dan, pada pasien dengan hipertensi maligna, papiledema. Pemeriksaan pada jantung dapat mengungkapkan bunyi jantung kedua yang menguat karena penutupan katup aorta dan suatu gallop S4 yang dikarenakan kontraksi artrium terhadap ventrikel kiri yang tidak seiring. Hipertropi ventrikel kiri dapat terdeteksi melalui keberadaan impuls apikal yang menguat, bertahan, dan bertempat di lateral. Suatu bruit abdominal, terutama bruit yang berlateralisasi dan terjadi selama sistole ke diastole, meningkatkan kemungkinan hipertensi renovaskular. Ginjal pasien dengan penyakit ginjal polikistik dapat dipalpasi di abdomen. Pemeriksaan fisis harus menyertakan pemeriksaan tanda-tanda CHF dan pemeriksaan neurologis.7
9

2.6.4 Pemeriksaan Laboratorium Tabel dibawah ini mencantumkan tes-tes laboratorium yang direkomendasikan dalam evaluasi awal pasien hipertensif. Pengukuran fungsi ginjal berulang, elektrolit serum, glukosapuasa, dan lipid dapat dilakukan setelah pemberian agen antihipertensif baru dan kemudian tiap tahun, atau lebih sering bila diindikasikan secara klinis. Tes laboratorium yang lebih ekstensif dapat dilakukan bagi pasien dengan hipertensi resistan-pengobatan yang nyata atau ketika evaluasi klinis menunjukkan bentuk hipertensi sekunder.4 Tabel Tes laboratorium dasar untuk evaluasi awal Sistem Ginjal Tes Urinalisis mikroskopik, ekskresi albumin, BUN atau kreatinin serum Endokrin Metabolik Natrium, kalium, kalsium, dan TSH serum Glukosa darah puasa, kolesterol total, HDL dan LDL, trigliserida Lain-lain 2.7 PENATALAKSANAAN 2.7.1 Perubahan gaya hidup Implementasi gaya hidup yang mempengaruhi tekanan darah memiliki pengaruh baik pada pencegahan maupun penatalaksanaan hipertensi. Modifikasi gaya hidup yang meningkatkan kesehatan direkomendasikan bagi individu dengan prehipertensi dan sebagai tambahan untuk terapi obat pada individu hipertensif. Intervensi-intervensi ini harus diarahkan untuk mengatasi risiko penyakit kardiovaskular secara keseluruhan. Walaupun efek dari intervensi gaya hidup pada tekanan darah adalah jauh lebih nyata pada individu dengan hipertensi, pada uji jangka-pendek, penurunan berat badan dan reduksi NaCl diet juga telah terbukti mencegah perkembangan hipertensi. Pada individu hipertensif, bahkan jika intervensiintervensi ini tidak menghasilkan reduksi tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, namun jumlah pengobatan atau dosis yang diperlukan untuk kontrol tekanan darah dapat dikurangi. Modifikasi diet yang secara efektif mengurangi tekanan darah adalah penurunan berat badan, reduksi masukan NaCl, peningkatan masukan kalium, pengurangan konsumsi alkohol, dan pola diet sehat secara keseluruhan.4,6
10

Hematokrit, elektrokardiogram

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mengatasi hipertensi Reduksi berat badan Memperoleh dan mempertahankan BMI <25 kg/m2 Reduksi garam Adaptasi rencana diet jenis-DASH < 6 g NaCl/hari Diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak dengan

kandungan lemak tersaturasi dan total yang dikurangi Pengurangan konsumsi alkohol Bagi mereka yang mengkonsumsi alkohol, minumlah 2 gelas/hari untuk laki-laki dan 1 gelas/hari untuk wanita Aktivitas fisik Aktivitas aerobik teratur, seperti jalan cepat selama 30 menit/hari Pencegahan dan penatalaksanaan obesitas adalah penting untuk mengurangi tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Pada uji jangka-pendek, bahkan penurunan berat badan yang moderat dapat mengarah pada reduksi tekanan darah dan peningkatan sensitivitas insulin. Reduksi tekanan darah rata-rata sebesar 6.3/3/1 mmHg telah diamati terjadi dengan reduksi berat badan rata-rata sebesar 9.2 kg. Aktivitas fisik teratur memudahkan penurunan berat badan, mengurangi tekanan darah, dan mengurangi risiko keseluruhan untuk penyakit kardiovaskular. Tekanan darah dapat dikurangi oleh aktivitas fisik intensitas moderat selama 30 menit, seperti jalan cepat, 6-7 hari per minggu, atau oleh latihan dengan intensitas lebih dan frekuensi kurang.2,5 Terdapat variasi individual dalam sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variasi ini mungkin memiliki dasar genetis. Berdasarkan hasil dari metaanalisis, penurunan tekanan darah dengan pembatasan masukan NaCl harian menjadi 4.4-7.4 g (75-125 mEq) menghasilkan reduksi tekanan darah sebesar 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada individu hipertensif dan reduksi yang lebih rendah pada individu normotensif. Diet yang kurang mengandung kalium, kalsium, dan magnesium berkaitan dengan tekanan darah yang lebih tinggi dan prevalensi hipertensi yang lebih tinggi. Perbandingan natrium-terhadap-kalium urin memiliki hubungan yang lebih kuat terhadap tekanan darah dibanding natrium atau kalium saja. Suplementasi kalium dan kalsium memiliki efek antihipertensif moderat yang tidak konsisten, dan, tidak tergantung pada tekanan darah, suplementasi kalium mungkin
11

berhubungan dengan penurunan mortalitas stroke. Penggunaan alkohol pada individu yang mengkonsumsi tiga atau lebih gelas per hari (satu gelas standar mengandung ~14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah yang lebih tinggi, dan reduksi konsumsi alkohol berkaitan dengan reduksi tekanan darah. Mekanisme bagaimana kalium, kalsium, atau alkohol dapat mempengaruhi tekanan darah masihlah belum diketahui. Uji DASH secara meyakinkan mendemonstrasikan bahwa pada periode 8 minggu, diet yang kaya buah-buahan, sayur-sayuran, dan produk susu rendah-lemak mengurangi tekanan darah pada individu dengan tekanan darah tinggi-normal atau hipertensi ringan. Reduksi masukan NaCl harian menjadi <6 g (100 mEq) menambah efek diet ini pada tekanan darah. Buahbuahan dan sayur-sayuran merupakan sumber yang kaya akan kalium, magnesium, dan serat, dan produk susu merupakan sumber kalsium yang penting.3,7 2.7.2 Terapi farmakologis Terapi obat direkomendasikan bagi individu dengan tekanan darah 140/90 mmHg. Derajat keuntungan yang diperoleh dari agen-agen antihipertensif berhubungan dengan besarnya reduksi tekanan darah. Penurunan tekanan darah sistolik sebesar 10-12 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 5-6 mmHg bersama-sama memberikan reduksi risiko sebesar 35-40% untuk stroke dan 12-16% untuk CHD dalam 5 tahun dari mula penatalaksanaan. Risiko gagal jantung berkurang sebesar >50%. Terdapat variasi yang nyata dalam respon individual terhadap kelas-kelas agen antihipertensif yang berbeda, dan besarnya respon terhadap agen tunggal apapun dapat dibatasi oleh aktivasi mekanisme counter-regulasi yang melawan efek hipotensif dari agen tersebut. Pemilihan agen-agen antihipertensif, dan kombinasi agen-agen, harus dilakukan secara individual, dengan pertimbangan usia, tingkat keparahan hipertensi, faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular lain, kondisi komorbid, dan pertimbangan praktis yang berkenaan dengan biaya, efek samping, dan frekuensi pemberian obat.2,6 Diuretik Diuretik thiazide dosis-rendah sering digunakan sebagai agen lini pertama, sendiri atau dalam kombinasi dengan obat antihipertensif lain. Thiazide menghambat pompa Na+/Cl- di tubulus konvultus distal sehingga meningkatkan ekskresi natrium. Dalam jangka panjang, mereka juga dapat berfungsi sebagai vasodilator. Thiazide bersifat aman, memiliki efikasi tinggi, dan murah serta mengurangi kejadian klinis. Mereka memberikan efek penurunan-tekanan darah
12

tambahan ketika dikombinasikan dengan beta blocker, ACE inhibitor, atau penyekat reseptor angiotensin. Sebaliknya, penambahan diuretik terhadap penyekat kanal kalsium adalah kurang efektif. Dosis biasa untuk hydrochlorothiazide berkisar dari 6.25 hingga 50 mg/hari. Karena peningkatan insidensi efek samping metabolik (hipokalemia, resistansi insulin, peningkatan kolesterol), dosis yang lebih tinggi tidaklah dianjurkan. Dua diuretik hemat kalium, amiloride dan triamterene, bekerja dengan menghambat kanal natrium epitel di nefron distal. Agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang lemah namun dapat digunakan dalam kombinasi dengan thiazide untuk melindungi terhadap hipokalemia. Target farmakologis utama untuk diuretik loop adalah kotransporter Na+-K+-2Cl- di lengkung Henle ascenden tebal. Diuretik loop umumnya dicadangkan bagi pasien hipertensif dengan penurunan kecepatan filtrasi glomerular [kreatinin serum refleksi >220 mol/L (>2.5 mg/dL)], CHF, atau retensi natrium dan edema karena alasan-alasan lain seperti penatalaksanaan dengan vasodilator yang poten, seperti monoxidil.4,7 Penyekat sistem renin-angiotensin ACE inhibitor mengurangi produksi angiotensin II, meningkatkan kadar bradikinin, dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis. Penyekat reseptor angiotensin II menyediakan blokade reseptor AT1 secara selektif, dan efek angiotensin II pada reseptor AT2 yang tidak tersekat dapat menambah efek hipotensif. Kedua kelas agen-agen ini adalah agen antihipertensif yang efektif yang dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan diuretik, antagonis kalsium, dan agen-agen penyekat alfa. Efek samping ACE inhibitor dan penyekat reseptor angiotensin antara lain adalah insufisiensi ginjal fungsional karena dilatasi arteriol eferen ginjal pada ginjal dengan lesi stenotik pada arteri renalis. Kondisi-kondisi predisposisi tambahan terhadap insufisiensi ginjal yang diinduksi oleh agen-agen ini antara lain adalah dehidrasi, CHF, dan penggunaan obat-obat antiinflamasi non steroid. Batuk kering terjadi pada ~15% pasien, dan angioedema terjadi pada <1% pasien yang mengkonsumsi ACE inhibitor. Angioedema paling sering terjadi pada individu yang berasal dari Asia dan lebih lazim terjadi pada orang Afrika Amerika dibanding orang Kaukasia. Hiperkalemia yang disebabkan hipoaldosteronisme merupakan efek samping yang kadang terjadi baik pada penggunaan ACE inhibitor maupun penyekat reseptor angiotensin.5

13

Antagonis aldosteron Spironolakton adalah antogonis aldosteron nonselektif yang dapat digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan diuretik thiazide. Ia adalah agen yang terutama efektif pada pasien dengan hipertensi esensial rendah-renin, hipertensi resistan, dan aldosteronisme primer. Pada pasien dengan CHF, spironolakton dosis rendah mengurangi mortalitas dan perawatan di rumah sakit karena gagal jantung ketika diberikan sebagai tambahan terhadap terapi konvensional dengan ACE inhibitor, digoxin, dan diuretik loop. Karena spironolakton berikatan dengan reseptor progesteron dan androgen, efek samping dapat berupa ginekomastia, impotensi, dan abnormalitas menstruasi. Efek-efek samping ini dihindari oleh agen yang lebih baru, eplerenone, yang merupakan antagonis aldosteron selektif. Eplerenone baru-baru ini disetujui di US untuk penatalaksanaan hipertensi.3,6 Beta blocker Penyekat reseptor adrenergik mengurangi tekanan darah melalui penurunan curah jantung, karena reduksi kecepatan detak jantung dan kontraktilitas. Mekanisme lain yang diajukan mengenai bagaimana beta blocker mengurangi tekanan darah adalah efek pada sistem saraf pusat, dan inhibisi pelepasan renin. Beta blocker terutama efektif pada pasien hipertensif dengan takikardia, dan potensi hipotensif mereka dikuatkan oleh pemberian bersama diuretik. Pada dosis yang lebih rendah, beberapa beta blocker secara selektif menghambat reseptor jantung dan kurang memiliki pengaruh pada reseptor
2 1

pada sel-sel otot polos bronkus dan

vaskular; namun tampak tidak terdapat perbedaan pada potensi antihipertensif beta blocker kardio selektif dan non kardio selektif. Beta blocker tertentu memiliki aktivitas simpatomimetik intrinsik, dan tidaklah jelas apakah aktivitas ini memberikan keuntungan atau kerugian dalam terapi jantung. Beta blocker tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik mengurangi tingkat kejadian kematian mendadak (sudden death), mortalitas keseluruhan, dan infark miokardium rekuren. Pada pasien dengan CHF, beta blocker telah dibuktikan mengurangi risiko perawatan di rumah sakit dan mortalitas. Carvedilol dan labetalol menyekat kedua reseptor 1 dan 2 serta reseptor adrenergik perider. Keuntungan potensial dari penyekatan kombinasi dan adrenergik dalam penatalaksanaan hipertensi masih perlu ditentukan.3

14

Penyekat adrenergik Antagonis adrenoreseptor selektif postsinaptik mengurangi tekanan darah melalui penurunan resistansi vaskular perifer. Mereka adalah agen antihipertensif yang efektif, yang digunakan sebagai monoterapi maupun dalam kombinasi dengan agen-agen lain. Namun dalam uji klinis pada pasien hipertensif, penyekatan alfa tidak terbukti mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular ataupun menyediakan perlindungan terhadap CHF sebesar kelas-kelas agen antihipertensif lain. Agen-agen ini juga efektif dalam menangani gejala tractus urinarius bawah pada pria dengan hipertropi prostat. Antagonis adrenoreseptor nonseletif berikatan dengan reseptor postsinaptik dan presinaptik dan terutama digunakan untuk penatalaksanaan pasien dengan pheokromositoma.4,7 Agen-agen simpatolitik Agonis simpatetik yang bekerja secara sentral mengurangi resistansi perifer dengan menghambat aliran simpatis. Mereka terutama berguna pada pasien dengan neuropati otonom yang memiliki variasi tekanan darah yang luas karena denervasi baroreseptor. Kerugian agen ini antara lain somnolens, mulut kering, dan hipertensi rebound saat penghentian. Simpatolitik perifer mengurangi resistansi perifer dan konstriksi vena melalui pengosongan cadangan norepinefrin ujung saraf. Walaupun merupakan agen antihipertensif yang potensial efektif, kegunaan mereka dibatasi oleh hipotensi orthostatik, disfungsi seksual, dan berbagai interaksi obat.2,6 Penyekat kanal kalsium Antagonis kalsium mengurangi resistansi vaskular melalui penyekatan L-channel, yang mengurangi kalsium intraselular dan vasokonstriksi. Kelompok ini terdiri dari bermacam agen yang termasuk dalam tiga kelas berikut: phenylalkylamine (verapamil), benzothiazepine (diltiazem), dan 1,4-dihydropyridine (mirip-nifedipine). Digunakan sendiri atau dalam kombinasi dengan agen-agen lain (ACE inhibitor, beta blocker, 1-adrenergic blocker), antagonis kalsium secara efektif mengurangi tekanan darah; namun, apakah penambahan diuretik terhadap penyekat kalsium menghasilkan penurunan lebih lanjut pada tekanan darah adalah tidak jelas. Efek samping seperti flushing, sakit kepala, dan edema dengan penggunaan dihydropyridine berhubungan dengan potensi mereka sebagai dilator arteriol;

15

edema disebabkan peningkatan gradien tekanan transkapiler, dan bukan karena retensi garam dan cairan.3 Vasodilator Langsung Agen-agen ini mengurangi resistensi perifer, lazimnya mereka tidak dianggap sebagai agen lini pertama namun mereka paling efektif ketika ditambahkan dalam kombinasi yang menyertakan diuterik dan beta blocker. Hydralazine adalah vasodilator direk yang poten yang memiliki efek antioksidan dan penambah NO, dan minoxidil merupakan agen yang amat poten dan sering digunakan pada pasien dengan insufisiensi ginjal yang refrakter terhadap semua obat lain. Hydralazine dapat menyebabkan sindrom mirip-lupus, dan efek samping minoxidil antara lain adalah hipertrikosis dan efusi perikardial.5

2.8 PROGNOSIS Resiko komplikasi tergantung pada seberapa besar hipertropi ventrikel kiri. Semakin besar ventrikel kiri, semakin besar kemungkinan kompilkasi terjadi. Pengobatan hipertensi dapat mengurangi kerusakan pada ventrikel kiri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa obat-obatan tertentu seperti ACE-Inhibitor, Beta-blocker, dan diuretik spinorolakton dapat mengatasi hipertropi ventrikel kiri dan memperpanjang kemungkinan hidup pasien dengan gagal jantung akibat penyakit jantung hipertensi. Bagaimanapun juga, penyakit jantung hipertensi adalah penyakit yang serius yang memiliki resiko kematian mendadak.4

16

BAB III LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien Nama Tempat Tanggal Lahir Umur Jenis Kelamin Agama Bangsa Alamat Status Pekerjaan Pendidikan No. CM Tanggal MRS : GD : Manado, 08-11-1939 : 72 tahun : Laki-laki : Kristen Katholik : Indonesia : Jl. Pulau Menjangan Gg. Jelantik No.4 Banyuning Singaraja : Belum Menikah : Pensiunan : Tamat SMA : 01.52.77.01 : 01 Maret 2012

3.2 Anamnesis Pasien rujukan RSU Singaraja untuk dilakukan TUR prostat dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 3 bulan yang lalu, pasien masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai pengawas pabrik tanpa keluhan. Riwayat penyakit sistemik : DM (-), asma (-). Riwayat alergi (-).

Riwayat pengobatan: Pasien mendapat pengobatan terapi Captopril 2x25mg, nivedipine 1x10mg, dan valsartan 1x80mg.

Riwayat penyakit terdahulu: Pasien memiliki hipertensi sejak 2 bulan yang lalu dan berobat teratur dengan fluktuasi 130-170 mmHg / 80-100 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat operasi Open vesicolitotomy dengan GA tanpa komplikasi pada tahun 1996, dan operasi yang kedua pada tahun 1999 dengan Herniotomy (D) dengan RA-BSA tanpa komplikasi.

17

Riwayat keluarga: Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal.

Riwayat sosial: Pasien adalah seorang pensiunan pengawas pabrik,dan belum menikah,riwayat merokok sudah berhenti sejak 2 tahun yang lalu.

3.3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik Umum (01 Maret 2012) Status Present : KU Gizi Kesadaran : sedang : baik : GCS E4V5M6

Tekanan Darah : 150/90 mmHg Respirasi Nadi : 16x/menit : 54x/menit

Temperatur axila : 36,6 C Leher : JVP PR + 3 cmH2

Pemeriksaan Fisik Khusus Status Lokalis : SSP : GCS E4V5M6, Reflex Pupil +/+ bulat reguler Respirasi : Nafas spontan 16x/menit, Vesikuler +/+, Ronchi -/-, Wheezing -/Kardiovaskuler : TD 150/90 mmHg, Nadi 54/menit , S1S2 tunggal, irregular, murmur (+) Gastrointestinal : Distensi (-), Bising Usus (+) normal, Meteorismus (-), Nyeri tekan (-), Ballotement (-/-), Nyeri ketok costovertebral angle tidak dapat dievaluasi, Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba Urogenital : Terpasang DK, produksi urin (+) Musculoskeletal : Fleksi/defleksi leher dalam batas normal, Mallampati II, gigi palsu (+) atas bawah.

18

3.4 Pemeriksaan Penunjang Complete Blood Count


Parameter WBC (103/L) RBC (106/L) HGB (mg/dL) HCT (%) PLT ((103/L) Nilai Rujukan 4,1-11 4,5-5,9 13,5-17,5 41-53 150-440 Waktu Pemeriksaan 2/3 6,70 4,17 12,50 35,60 219,00

Kimia Klinik
Parameter SGOT (U/L) SGPT (U/L) BUN (mg/dL) Creatinin (mg/dL) Albumin (g/dL) Glukosa Darah Sewaktu (mg/dL) Natrium (mmol/L) Kalium (mmol/L) As urat (mg/dL) HDL direk (mg/dL) LDL (mg/dL) Trigliseride (mg/dL) LDH (U/L) Nilai Rujukan 11-33 11-50 8-23 0,7-1,2 3,4-4,8 70-140 Waktu Pemeriksaan 2/3 14,90 10,60 20,00 1,62 3,93 110,00

136-145 3,5-5,1 2-7 40-65 <100 <150 240-480

143,00 3,70 7,10 60 112,6 77 437

Thorax PA 2-3-2012 Cor : CTR 53%

Kesan cardiomegali

19

EKG 2-32012 PAC (Premature Atrial Contraction) RBBB Contraction

ECHOCARDIOGRPHY: 2-3-2012 Mitral valve: MR moderate Tricuspid valve: TR mild Aortic valve: AR mild Pulmo valve seen normal Mild LA dilatation Moderate LV dilatation Severe LVH Mild LV diastolic dysfunction Normal LV systolic dysfunction

Diagnosis : Sesuai dengan HHD Secondary: MR moderate, TR mild, AR mild

USG Urologi 2-3-2012 Buli tampak batu 4 buah, 1,7cm, 1,89 cm, 1,64cm, dan 1,74 cm Prostat membesar ukuran 4,64cm x 5,24cm

3.5 Diagnosis Batu buli-buli + BPH HHD / FC I HT St.1 PAC RBBB Complete

20

3.6 Penatalaksanaan TS Interna: IVFD NS 0,9% 8tpm asam folat 2x2 mg paracetamol 3x750 mg PO

Cardio: asetosal 1x80 mg captopril 3x25 mg simvastatin 20mg 0-0-1

21

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien laki-laki 72 tahun, masuk rumah sakit pada tanggal 1 Maret 2012. Pasien rujukan RSU Singaraja untuk dilakukan TUR prostat dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 3 bulan yang lalu, pasien masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari sebagai pengawas pabrik tanpa keluhan. Pasien memiliki hipertensi sejak 2 bulan yang lalu dan berobat teratur dengan fluktuasi 130-170 mmHg / 80-100 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat operasi Open vesicolitotomy dengan GA tanpa komplikasi pada tahun 1996, dan operasi yang kedua pada tahun 1999 dengan Herniotomy (D) dengan RA-BSA tanpa komplikasi. Pada pemeriksaan fisik tanggal 2 Maret 2012 ditemukan kesadaran compos mentis, dengan GCS E4V5M6, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 54x/menit, respirasi rate 16x/menit, JVP PR +3 cm H2O. Pada penyakit jantung hipertensi, pasien bisa tampak tidak memiliki keluhan kecuali merasa tidak nyaman saat berbaring datar. Tekanan sistolik bisa normal atau lebih tinggi, tekanan diastolik arteti bisa meningkat akibat vasokonstriksi perifer. Tekanan vena jugularis pada tahap awal bisa normal saat istirahat namun bisa menjadi abnormal saat diberikan tekanan yang cukup lama pada abdomen. Pemeriksaan penunjang ditemukan kadar hemoglobin 12,50 mg/dL (normal 13,5-17,5 mg/dL). Anemia dapat memperburuk penyakit jantung hipertensi karena akan menyebabkan meningkatnya kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme jairngan. Pemeriksaan EKG tanggal 2 Maret 2012 ditemukan Premature Atrial Contraction (PAC) dan RBBB Contraction. Dampak diagnostik EKG untuk penyakit jantung hipertensi cukup rendah dan gambaran EKG normal hampir selalu menyingkirkan diagnosis penyakit jantung hipertensi. Pemeriksaan echocardiografi yang paling penting dinilai adalah penilaian left ventricular ejection fraction (LVEF), beratnya reodeling ventricel kiri dan perubahan pada fungsi diastolik. Perawatan yang didapatkan pasien ini adalah: INT: MRS IVFD NS 0,9% 8tpm asam folat 2x2 mg paracetamol 3x750 mg
22

Cardio: asetosal 1x80 mg captopril 3x25 mg simvastatin 20mg 0-0-1

Asetosal memberikan efek antikoagulan. Anti koagulan seperti warfarin dan aspirin efektif dalam mengurangi resiko stroke dibandingterapi antiplatelet. Warfarin lebih efektif dibandingkan aspirin pada pasien dengan gagal jantung karena resiko perawatan kembali dengan aspirin lebih besar. Pemberian ACE inhibitor (captopril) dapat memperbaiki fungsi ventrikel, menurunkan angka masuk rumah sakit dan meningkatkan angka keselamatan. Dosis captopril adalah 6,25 mg untuk starting dan 50-100 mg sebagai dosis target. Saat pemberian ACEI harus diperhatikan ada tidaknya perburukan fungsi ginjal. Peningkatan urea dan kreatinin tidak dianggap penting secara klinis kecuali jika peningkatannya cepat dan bermakna. Jika peningkatan creatinin lebih dari 50% dari base line atau meningkat hingga 3,5 mg/dL atau diatasnya, stop ACEI secepatnya dan monitor kimia darah. Hiperkalemia erat kaitannya dengan penggunaan agen lain seperti suplementasi kalsium. Jika kadar kalsium meningkat di atas 5,5 mmol/L turunkan dosis ACEI setengahnya dan monitor ketat kimia darah. Simvastatin merupakan obat untuk mengontrol peningkatan kolesterol. Obat ini umum digunakan sebagai pengobatan dislipidemia dan pencegahan penyakit kardiovaskuler.

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Riaz, Kamran. Hypertensive heart disease. (Serial Online: Desember 2008). Available from: http://www.emedicine.com/MED/topic3432.htm. Accessed at Desember 3, 2008 2. Katzung, betram.Farmakologi dasar dan klinik.Edisi VI. Jakarta : EGC. 1997. h. 245 3. Panggabean M.(2002). Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: EGC 4. Miller. Hypertensive heart disease-treatment. (Serial Online: Desember 2008). Available from: http://www.umm.edu/ency/article/000153.htm. accessed at Desember 3, 2008 5. Baim, Donald S. Hypertensive vascular disease in: Harrisons Principles of Internal Medicine. 7th Ed. USA. The Mcgraw-Hill Companies, Inc. 2008. p. 241 6. Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FK UI: 2001. H. 441-442 7. Panggabean, Marulam. Penyakit jantung hipetensi, Dalam: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et all, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta:Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.p.1654-55

24

You might also like