You are on page 1of 26

Hiperbilirubinemia

BAB I PENDAHULUAN

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena peningkatan bilirubin indirek ( unconjugated ) dan direk ( conjugated ) . Ikterus sering ditemukan pada minggu pertama kehidupan pada 60% neonatus aterm dan 80% neonatus preterm.

Hiperbilirubinemia
BAB II KASUS ANAMNESIS

Anamnesis diambil secara alloanamnesis pada tanggal 15 September 2011, kepada ibu pasien di bangsal anak ruangan 512 lantai 5 Timur RSUD Budi Asih.

I. IDENTITAS Identitas Pasien Nama Pasien Jenis Kelamin Umur Agama Pendidikan Alamat Rumah : An. W : Laki-laki : 1 bulan 12 hari : Islam : SD : Kalibata, Jakarta

Identitas Orang Tua Nama ayah Umur Agama Alamat Pekerjaan Penghasilan : Tn. M : 38 tahun : Islam : Kalibata, Jakarta : Wiraswasta : 2,000,000

Nama ibu Umur Agama Alamat Pekerjaan Penghasilan

: Ny. W : 30 tahun : Islam : Kalibata, Jakarta : Ibu rumah tangga :-

Hiperbilirubinemia

II. KELUHAN UTAMA Kuning pada mata dan badan sejak 1 minggu SMRS

III. KELUHAN TAMBAHAN Perut buncit, kotoran berwarna dempul

IV. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Pasien An. W, 1 bulan 12 hari, datang ke poli Rumah Sakit Umum Daerah Budi Asih dengan keluhan tubuh menjadi kuning sejak 1 minggu SMRS. Kuning dimulai di mata dan 2 hari kemudian terlihat jelas di seluruh tubuh. Mata pasien yang awalnya bening dengan perlahan-lahan menjadi kuning. Kemudian, perlahan-lahan kulit di seluruh tubuh pasien menjadi kuning.

Menurut ibu pasien, pasien turut menunjukkan gejala-gejala seperti kotoran BAB berwarna dempul yang muncul pada hari yang sama dengan timbulnya gejala mata bewarna kuning. Di samping itu, pada saat yang bersamaan kencing pasien bertukar menjadi kuning pekat seperti teh. Keesokannya, ibu pasien memberitahu perut pasien terlihat buncit.

3 hari setelah lahir, ibu pasien memberitahu bahawa kulit anaknya menjadi kuning. Kuning berlangsung selama 2 hari dan kemudian kembali menjadi normal sehinggalah muncul kembali di saat ini. Ibu pasien menyangkal kalau pasien pernah demam atau kejang sebelumnya. Ibu pasien juga menyangkal kalau pasien pernah menerima transfusi darah atau mengkonsumsi obat-obatan.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU Penyakit Alergi Cacingan Umur Penyakit Difteria Diare Umur Penyakit Jantung Ginjal Umur -

Hiperbilirubinemia

Demam Berdarah Demam Tifoid Otitis Parotitis

Kejang Kecelakaan Morbili Operasi

Darah Radang paru Tuberkulosis Lain-lain

Pasien belum pernah mengalami gejala yang sama sebelumnya. Pasien tidak pernah ada riwayat operasi sebelumnya. Pasien tidak mempunyai riwayat alergi atau asma.

V. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN Morbiditas kehamilan Perawatan antenatal KEHAMILAN Sehat Rutin memeriksa kehamilan ke bidan. USG 2x. Kehamilan sungsang.Minum vitamin (+), merokok (-), nafsu makan baik Tempat kelahiran Penolong persalinan KELAHIRAN Cara persalinan Masa gestasi Keadaan bayi Tempat praktek bidan Bidan Spontan bokong Cukup bulan Berat lahir : 3400 gr Panjang lahir : 51 cm Langsung menangis Warna kulit : merah Cacat: (-)

Hiperbilirubinemia
Kesimpulan Riwayat Kehamilan / Kelahiran : Kehamilan presentasi bokong, lahir spontan pervaginam

VI. RIWAYAT PERKEMBANGAN Pertumbuhan gigi I Psikomotor o Tengkurap o Duduk o Berdiri o Berjalan o Bicara : : : : : (Normal: 3-4 bulan) (Normal: 6-9 bulan) (Normal: 9-12 bulan) (Normal: 13 bulan) (Normal: 9-12 bulan) : (Normal: 5-9 bulan)

o Membaca dan menulis:

Kesan : Riwayat tumbuh kembang normal Perkembangan pubertas o -

Gangguan perkembangan mental / emosi o Kesimpulan Riwayat perkembangan : Normal sesuai usia

VII. RIWAYAT MAKANAN

Umur (bulan) 02 24 46 68 10 12

ASI / PASI ASI ASI ASI ASI ASI/PASI

Buah / Biskuit -

Bubur Susu -

Nasi Tim -

Hiperbilirubinemia
(Dancow) > 12 PASI (Dancow) -

Pasien tidak mendapat ASI dari ibunya karena menurut ibunya, dia tidak berhasil memproduksi ASI buat anaknya. Umur di atas 1 tahun Jenis makanan Nasi / Pengganti Sayur Daging Telur Ikan Tahu Tempe Susu ( merk / takaran) Lain lain Kesulitan makan : Tidak ada Kesimpulan Riwayat Makanan : Pasien tidak mendapat ASI eksklusif dari ibunya Frekuensi dan Jumlah Bebelac 2x/hari, @ 250 cc -

VIII. RIWAYAT IMUNISASI

Vaksin BCG DPT/DT Polio Campak Hepatitis B MMR 0 bulan 0 bulan 0 bulan

Dasar (umur)

Ulangan (umur)

Hiperbilirubinemia
TIPA Kesimpulan Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar untuk usia kurang dari 1 bulan lengkap

IX. RIWAYAT KELUARGA a) Corak Reproduksi No. Tgl Lahir (Umur) 1. 3/8/2011 Jenis Kelamin Laki-laki Hidup Lahir Mati Abortus Mati (sebab) Keterangan Kesehatan Ikterik -

b) Riwayat pernikahan Ayah Nama Perkawinan ke Umur saat menikah Pendidikan terakhir Agama Suku Bangsa Keadaan kesehatan Tn M I 37 SMA Islam Jawa Baik Ibu Ny W I 29 SMA Islam Jawa Baik

Kesimpulan Riwayat Keluarga : Pasien anak pertama .

c)

Riwayat Keluarga Orang Tua Pasien Baik. Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama. Orangtua pasien tidak ada yang menderita penyakit keturunan seperti hipertensi, asma bronchial, diabetes mellitus, maupun penyakit jantung.

d)

Riwayat Anggota Keluarga Lain yang serumah

Hiperbilirubinemia
Sehat. Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.

X. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah mess yang terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu, dapur dan kamar mandi. Rumah tersebut memiliki ventilasi yang cukup, penerangan yang cukup , tidak terlalu terang, sumber air menggunakan PAM, jamban jongkok. Rumah tempat tinggal pasien merupakan rumah yang padat penduduk dan kurang bersih.

Kesan :Kesehatan lingkungan tempat tinggal pasien kurang baik.

XI. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 September 2011,di bangsal anak ruangan 512 lantai 5 Timur RSUD Budi Asih.

a) Keadaan Umum : i. Kesadaran ii. Kesan sakit : Compos mentis : Tampak sakit sedang

iii. Pucat (-), ikterik (+), sianosis (-), sesak (-)

b) Data Antropometri Berat Badan Panjang badan Lingkar kepala Lingkar dada : 4.4 kg : 55 cm : 36 cm : 37 cm

Lingkar Lengan Atas : 10 cm

c) Status Gizi : BB/U : 4.4 kg 4.4 kg TB/U : 55 cm X 100% = 97.34 % (Baik/normal) X 100% = 100 % (Gizi baik)

Hiperbilirubinemia
56.5 cm BB/TB : 4.4kg X 100% 4.5kg Kesimpulan Status Gizi : Baik d) Tanda Vital : Tekanan Darah Nadi Suhu Pernapasan : 85/50 mmHg : 146 x/menit, cukup,reguler, simetris kanan kiri : 36,7 C : 64 x/menit, teratur = 97.77% (Normal)

Kulit Kepala

: Sawo matang, ikterik (+), turgor kulit menurun. : Normosefali. Ubun Ubun Besar teraba. Ubun-bun kecil tidak teraba, rambut warna hitam, dicabut. distribusi merata, tidak mudah

Mata

: Pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak langsung +/+, konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik +/+, mata tidak cekung.

Hidung

: Bentuk normal, septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-), sekret -/-

Telinga Mulut

: Normotia, simetris kanan-kiri, serumen -/-, nyeri tekan -/: Bibir kering, sianosis (-), mukosa merah muda, lidah tidak kotor

Tenggorokan Leher

: Faring tidak hiperemis : KGB tidak teraba membesar, kelenjar tiroid tidak teraba membesar, trakea letak normal

Thorax - Paru Inspeksi :Bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun dinamis, pulsasi abnormal (-), gerak napas

Hiperbilirubinemia
simetris, irama teratur, tipe abdomino-thorakal, retraksi suprasternal (-) Palpasi Perkusi Auskultasi - Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Ictus cordis tidak tampak : Ictus cordis teraba di sela iga ke 4 garis mid klavuikula : Tidak dilakukan : S1 nornal,S2 normal, reguler, murmur (-), gallop (-) : Gerak napas simetris. Teraba fremitus normal : Sonor di semua lapang paru : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-

10

Abdomen Inspeksi Palpasi : Buncit, Kulit tampak kering, turgor kulit normal, Ikterik : Supel, hepar lobus kanan teraba membesar 3/3 dari garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal , tidak terdapat nyeri tekan , hepar lobus kiri dan lien tidak teraba membesar. Perkusi : Pekak di kuadran kanan atas. Timpani di semua kuadran abdomen, shifting dullness (-) Auskultasi : Bising usus (+) normal

Ekstremitas Atas : akral teraba hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas (-), capillary refill time 3 detik Bawah : akral teraba hangat, sianosis (-), edema (-), deformitas (-), capillary refill time 3 detik XII. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 15/9/2011

Hiperbilirubinemia
Jenis Pemeriksaan Hematologi Jumlah leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Golongan darah/ Rhesus Glukosa sewaktu 1 Fungsi Hati Bilirubin
Direk Indirek

11

Hasil

Satuan

Nilai Normal

25.4 9.2 25 320 A/positif

Ribu/l g/dL % Ribu/l

5-10 13-16 40-48 150-400

46

mg/dL

<180

7.8 5.7 995 265 3.1 2.3 348 180

mg/dL mg/dL U/I U/I g/dL g/dL U/I U/I

<0.6 <0.4 48-223 8-61 3.8-5.5 2.6-3.3 <32 <24

Fosfatase Alkali Gamma GT (GGT) Albumin Globulin SGOT SGPT Urin Lengkap Warna Bilirubin Keton Albumin Urobilinogen

Kuning tua Negatif Negatif Negatif 0.2 U.E/dl Negatif Negatif Negatif 0.1-1

XIII.

RESUME

Hiperbilirubinemia

12

Pasien, An. W, 1 bulan 12 hari datang dengan keluhan kuning sejak 1 minggu SMRS. Kuning awalnya bermula di mata, kemudian ke seluruh tubuh. Keluhan disertai dengan gejala seperti perut buncit, BAB bewarna dempul dan BAK bewarna kuning pekat. Pasien tidak mendapat ASI dari ibunya. Pada pemeriksaan antropometri dan status gizi didapatkan hasil bahwa status gizi pasien baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum: tampak sakit sedang ,kesadaran:compos mentis, tanda vital: Tensi (85/50 mmHg),nadi (146 x/m),cukup dan reguler. Status generalis : Sklera ikterik, kulit ikterik, hepatomegali,kulit kering dan turgor kulit normal,akral hangat Pada pemeriksaan laboratorium hematologi (15/9/2011) saat pasien masuk RS didapatkan leukositosis, hematokrit menurun, hipoglikemia, hiperbilirubinemia direk dan indirek, fosfatase alkali meningkat, Gamma GT meningkat, albumin dan globulin menurun. Pada pemeriksaan urin lengkap (15/9/2011) tidak ditemukan bilirubin, urobilinogen dan albumin dalam urin pasien.

XIV. DIAGNOSIS KERJA Hiperbilirubinemia

XV. PEMERIKSAAN PENUNJANG USG Abdomen

XVI. PENATALAKSANAAN Farmakologis Kaen 1B 2cc/kgBB/jam Ampicillin 4x125mg I.V Ursodeoxycholic acid- 3 x 25 mg iv Vitamin A 1x 1000 I.V

Non Farmakologis

Hiperbilirubinemia
Edukasi orang tua: Penjelasan mengenai kondisi anaknya Berjemur di bawah sinar matahari.

13

XVII. PROGNOSIS Ad vitam Ad sanationam Ad fuctionam : ad bonam : ad bonam : ad bonam

XVIII. Tanggal
16/09/11

FOLLOW UP Subyektif
Kuning pada kedua mata dan seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki. BAB lembek warna dempul , BAK warna kuning pekat

Obyektif
KU: tampak sakit sedang KS: compos mentis TD : 85/50mmHg S: 36,9 C RR: 28 x/menit HR: 132 x/menit BB = 4.5kg PB= 55cm
0

Analisa
Hiperbilirubinemia

Perencanaan
- Kaen 1B 2cc/kgBB/jam - Ampicillin 4x125mg I.V - Ursodeoxycholic acid- 3 x 25 mg iv - Vitamin A 1x 1000 I.V

L.Kepala =36.2cm L.Dada = 37cm L.perut = 36cm LLA = 10cm

Kepala: Normocephali Mata: CA-/- SI+/+ Abdomen : Supel, hepar lobus kanan teraba membesar 3/3 dari garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal , tidak terdapat nyeri

Hiperbilirubinemia
tekan. Ekstremitas : akral hangat (+), Kulit : turgor baik, ikterik (+) 17/09/11 Kuning pada kedua mata dan seluruh tubuh kecuali telapak tangan dan kaki. BAB lembek warna dempul , BAK warna kuning pekat KU: tampak sakit sedang KS: compos mentis TD : 85/50mmHg S: 36,7 C RR: 40 x/menit HR: 140 x/menit BB = 4.5kg PB= 55cm
0

14

Hiperbilirubinemia

- Kaen 1B 2cc/kgBB/jam - Ampicillin 4x125mg I.V - Ursodeoxycholic acid- 3 x 25 mg iv - Vitamin A 1x 1000 I.V

L.Kepala =36.2cm L.Dada = 37cm L.perut = 37.5cm LLA = 10.5cm

Kepala: Normocephali Mata: CA-/- SI+/+ Abdomen : Supel, hepar lobus kanan teraba membesar 3/3 dari garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal , tidak terdapat nyeri tekan. Ekstremitas : akral hangat (+), Kulit : turgor baik, ikterik (+)

HASIL USG

Hiperbilirubinemia

15

Hati sedikit membesar, homogen, sistem vaskuler normal Lien tak membesar, parenkim homogen Vesika Fellea terisi cairan sedikit, ukuran 1.68cm Setelah minum susu 2 jam : ukuran v. fellea: 0.38cm Kedua ginjal tampak jelas, besar dan bentuk masih normal Kesan : tidak tampak obstruksi di saluran bilier intrahepatik dan ekstrahepatik. Kedua ginjal baik

Hiperbilirubinemia
Jenis Pemeriksaan Hematologi Jumlah leukosit Hemoglobin Hematokrit Trombosit Golongan darah/ Rhesus LED Segmen Limfosit Kolesterol
19/09/11 -Kuning pada mata dan badan - Batuk - BAB setiap habis minum susu 4-5x, warna dempul

16

Hasil

Satuan

Nilai Normal

22.9 9 25 245 A/positif

Ribu/l g/dL % Ribu/l

5-10 13-16 40-48 150-400

10 19 70 109
KU: baik KS: compos mentis T : 36,3 C RR: 30 x/menit HR: 140 x/menit BB = 4.4kg PB= 55cm
0

Mm/jam % % mg/dL
Hiperbilirubinemia

<10 50-70 20-40 <200


Kaen 1B 2cc/kgBB/jam - Ampicillin 4x125mg I.V - Ursodeoxycholic acid- 3 x 25 mg iv - Vitamin A 1x 1000 I.V

L.Kepala =36.5cm L.Dada = 37cm L.perut = 37.5cm LLA = 10.5cm Kepala: Normocephali Mata: CA-/- SI+/+ Abdomen : Supel, hepar lobus kanan teraba membesar 3/3 dari garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal , tidak terdapat nyeri

Hiperbilirubinemia
tekan. Ekstremitas : akral hangat (+), Kulit : turgor baik, ikterik (+)

17

20/9/2011

-Kuning pada mata dan badan - Batuk - BAB warna dempul

KU: baik KS: compos mentis T : 36,3 C RR: 30 x/menit HR: 140 x/menit BB = 4.4kg PB= 55cm
0

Hiperbilirubinemia

Kaen 1B 2cc/kgBB/jam - Ampicillin 4x125mg I.V - Ursodeoxycholic acid- 3 x 25 mg iv - Vitamin A 1x 1000 I.V

L.Kepala =36.5cm L.Dada = 37cm L.perut = 37.5cm LLA = 10.5cm Kepala: Normocephali Mata: CA-/- SI+/+ Abdomen : Supel, hepar lobus kanan teraba membesar 3/3 dari garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan arcus costae, tepi tajam, permukaan rata, konsistensi kenyal , tidak terdapat nyeri tekan. Ekstremitas : akral hangat (+), Kulit : turgor baik, ikterik (+)

Hiperbilirubinemia
BAB III TINJAUAN TEORI IKTERUS

18

A. PENGERTIAN Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). Ikterus adalah menguningnya sclera, kulit atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubun dalam tubuh. Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Ikterus Fisiologis Umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6 8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti denganpenurunan yang lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi ( 7 14 mg/dL ) dan penurunan terjadi lebih lambat. Bisa terjadi dalam waktu 2 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. 1 Ikterus Patologis Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam. Adanya tanda tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil ) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada kurang bulan. 1 B. ETIOLOGI Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi. 1,2 a. Ikterus Prahepatik Karena produksi bilirubin yang meningkat yang terjadi pada hemolisis sel darah merah. Peningkatan pembentukan bilirubin dapat disebabkan oleh: Kelainan sel darah merah Infeksi seperti malaria, sepsis. Toksin yang berasal dari luar tubuh seperti: obat obatan, maupun yang berasal dari dalam tubuh seperti yang terjadi pada reksi transfuse dan eritroblastosis fetalis. 1,2

Hiperbilirubinemia

19

b. Ikterus Pascahepatik Bendungan pada saluran empedu akan menyebabkan peninggian bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan mengalami regurgitasi kembali kedalam sel hati dan terus memasuki peredaran darah, masuk ke ginjal dan di eksresikan oleh ginjal sehingga ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan pengeluaran bilirubin kedalam saluran pencernaan berkurang sehingga tinja akan berwarna dempul karena tidak mengandung sterkobilin. 1,2 c. Ikterus Hepatoseluler Kerusakan sel hati menyebabkan konjugasi bilirubin terganggu sehingga bilirubin direk akan meningkat dan juga menyebabkan bendungan di dalam hati sehingga bilirubin darah akan mengadakan regurgitasi ke dalam sel hati yang kemudian menyebabkan peninggian kadar bilirubin konjugasi di dalam aliran darah. Kerusakan sel hati terjadi pada keadaan: hepatitis, sirosis hepatic, tumor, dan bahan kimia. 1,2 C. PATOFISIOLOGI Pembentukan Bilirubin Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin. 1,2

Hiperbilirubinemia

20

Transportasi Bilirubin Pembentukan bilirubin yang terjadi di sistem retikulo endothelial, selanjutnya dilepaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susunan syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat kompetitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin. 1,2 Obat obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin: Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon ) Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl ) Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole ) Penicilin ( propicilin, cloxacillin ) Lain lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x ray ) Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:

Hiperbilirubinemia
Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum. Bilirubin bebas Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal. Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum.

21

Asupan Bilirubin Pada saat kompleks bilirubin albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melaluisel membran yang berikatan dengan ligandin ( protein y ), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya. 1,2 Konjugasi Bilirubin Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase ( UDPG T ). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan kedalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya. 1,2 Eksresi Bilirubin Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik. 1,2 D. KLASIFIKASI KRAMER Derajat I : Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%. Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%. Derajat III : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%. Derajat IV : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%. Derajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.

Hiperbilirubinemia
Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus

22

Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kernikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum. Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati Pada fase awal, bayi dengan ikterus berat akan tampak letargi, hipotonik, dan reflek hisap buruk. Pada fase intermediate, moderate stupor, iritabilitas dan hipertoni. Selanjutnya bayi akan demam, high pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan hipotoni. Manifestasi klinis kern ikterus Pada tahap yang kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang bertahan hidup, akan berkembang menjadi bentuk athetoid cerebral palsy yang berat, gangguanpendengaran, displasia dental enamel, paralysis upward gaze. 1,2 E. MANAJEMEN 1. Strategi Pencegahan a. Pencegahan Primer Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 12 kali/ hari untuk beberapa hari pertama. Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi. b. Pencegahan Sekunder Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa. Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadaptimbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda tanda vital bayi, tetapi tidakkurang dari setiap 8 12 jam. 1,2,3 2. Penggunaan Farmakoterapi a. Imunoglobulin intravena telah digunakan pada bayi bayi dengan rhesus yang berat dan inkompatibilitas ABO untuk menekan hemolisis isoimun dan menurunkan tindakan transfusi tukar. b. Fenobarbital merangsang aktivitas dan konsentrasi UDPG T dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin. c. Metalloprotoprophyrin adlah analog sintesis heme. d. Tin Protoporphyrin ( Sn Pp ) dan Tin Mesoporphyrin ( Sn Mp ) dapat menurunkan kadar bilirubin serum. e. Pemberian inhibitor b - glukuronidasi seperti asam L aspartikdan kasein holdolisat dalam jumlah kecil ( 5 ml/dosis 6 kali/hari ) pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI dan

Hiperbilirubinemia

23

meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang dibandingkan dengan bayi control. 1,2,3

3. Fototerapi Terapi sinar dilakukan berdasarkan kadar bilirubin, usia gestasi (kehamilan) saat bayi lahir, usia bayi saat jaundice dinilai, dan faktor risiko lain yang dimiliki bayi yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Beberapa faktor risiko yang penting adalah : Penyakit hemolisis autoimun (penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan tubuh sendiri) Kekurangan enzim G6PD yang dibutuhkan sel darah merah untuk berfungsi normal Kekurangan oksigen Kondisi lemah/tidak responsif Tidak stabilnya suhu tubuh Sepsis (keadaan infeksi berat di mana bakteri telah menyebar ke seluruh tubuh)

Hiperbilirubinemia

24

Gangguan keasaman darah Kadar albumin (salah satu protein tubuh) 1,2,3 Pada bayi yang menerima ASI yang harus menjalani terapi cahaya, pemberian ASI dianjurkan untuk tetap dilakukan. Selama terapi cahaya, beberapa hal ini perlu diperhatikan: Pemberian ASI atau susu formula setiap 2-3 jam Jika TSB >25 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 2-3 jam Jika TSB 2025 mg/dL, ulangi pengukuran dalam 3-4 jam Jika TSB terus menurun, ulangi pengukuran dalam 8-12 jam Jika TSB tidak menurun atau meningkat menuju batas perlunya exchange transfusion, pertimbangkan exchange transfusion 1,2,3 Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar, yang perlu diperhatikan: 1. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka pakaian bayi. 2. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi. 3. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk mendapatkan energi yang optimal. 4. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena cahaya dapat menyeluruh. 5. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam. 6. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam. 7. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis. 8. Perhatikan kecukupan cairan tubuh bayi. Bila perlu konsumsi cairan bayi dinaikkan. 1,2,3

Kelainan yang mungkin timbul karena terapi sinar antara lain: 1. Peningkatan kehilangan cairan tubuh bayi. Karena itu pemberian cairanharus diperhatikan dengan sebaik-baiknya. Bila bayi bisa minum ASI, sesering mungkin berikan ASI. 2. Frekwensi buang air besar meningkat karena hiperperistaltik (gerakan usus yang meningkat). 3. Timbul kelainan kulit yang bersifat sementara pada muka, badan, dan alat gerak. 4. Kenaikan suhu tubuh. 5. Kadang pada beberapa bayi ditemukan gangguan minum, rewel, yang hanya bersifat sementara. 1,2,3

4. Tranfusi Tukar Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel, 1982). Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.

Hiperbilirubinemia
Darah Donor Untuk Tranfusi Tukar

25

1. Darah yang digunakan golongan O. 2. Gunakan darah baru. Kerjasama dengan dokter kandungan dan Bank Darah adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan tranfusi tukar. 3. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan sebelum persalinan, harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juga crossmatched terhadap bayi. 4. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus golongan O, rhesus (-) atau rhesus yang sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang mempunyai titer rendah antibodi anti A dan anti B. Biasanya menggunakan eritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul. 5. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi antigen tersensitisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu. 6. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun, darah donor ditiping dan crossmatched terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi. 7. Tranfusi tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (2 volume exchange) - 160 mL/kgBB, sehingga diperoleh darah baru sekitar 87%. 1,2,3

Hiperbilirubinemia
Daftar Pustaka 1. Kliegman, Behrman et al. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. USA: El Sevier Saunders, 2004. Pg 756-765

26

2. Maisels MJ, Mc Donagh AF : Phototherapy for neonatal jaundice, N Eng J Med 358:920928, 2008. 3. Lissauer, Clayden. Illustrated textbook of paediatrics. 3rd ed.England : Mosby El Sevier, 2007.

You might also like